TEKS TUTUR LEBUR GANGSA: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 16.2 Agustus 2016: 60-66
TEKS TUTUR LEBUR GANGSA: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI
I Made Oka Pariatna1*, I Wayan Suteja2, Ni Made Suryati, Hum3 [123]Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana 1[okapariatna@yahoo.com] 2[wyn_Suteja@yahoo.com] 3[suryati.jirnaya@yahoo.com]
*
Corresponding Author
Abstract
This study examines the text of Tutur Lebur Gangsa. Tutur Lebur Gangsa speech laden with the teachings of the tutur, in which many advices and information that are beneficial to society (Bali). The purpose of this study was to describe the structure and functions contained in text Tutur Lebur Gangsa. Teori used in this study according to Teeuw is the structural theory, and the theory of functions according to Ratna and Damono.
The method used is divided into three stages, namely at the stage of preparation of data using the methods of literary study, which supported the technical reading, translating and recording. At the level of data analysis, the method used is qualitative method supported descriptive analytic techniques, and on the presentation of data analysis using informal methods, aided by deductive and inductive techniques.
The results obtained in this research that forms the structure consists of: a variety of language and style. Content structure consists of: a beginning, middle, and end. There is also a function of the oracle of Tutur Lebur Gangsa is, functions in the field of education or knowledge is knowledge of karmaphala function, the function of knowledge about the layout of housing, as well as social order regulating function Bali. Keywords: tutur, structure, function
Kesusastraan Bali merupakan suatu khazanah budaya Bali yang diwarisi dan dilestarikan keberadaannya hingga kini. Tutur sebagai salah satu kesusastraan Bali Tradisional memiliki arti yang sangat luas. Tutur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 1231) diartikan sebagai ucapan, kata, perkataan. Dalam kamus Jawa Kuna-Indonesia (1995: 1307), tutur diartikan sebagai (daya) ingatan, kenang-kenangan, kesadaran. Menurut
Soebadio (1985: 3), tutur merupakan pelajaran dogmatis yang diteruskan kepada muridmurid yang memenuhi syarat. Naskah-naskah dengan judul tutur dan tatwa sangat banyak ditemui. Isinya ternyata tidak saja berkaitan dengan ajaran tentang filsafat agama termasuk uraian tentang kosmos, tetapi juga memuat penjelasan-penjelasan pengetahuan tertentu, seperti pengetahuan pengobatan atau penyembuhan. Naskah-naskah ini kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuna, ada pula yang memakai bahasa Bali (Agastia., 1994: 6).
Tutur merupakan salah satu jenis karya Sastra Jawa Kuno yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Keberadaan naskah tidak bisa bertahan lama, maka dari itu perlu dirawat dengan baik pada suatu tempat khusus. Teks Tutur Lebur Gangsa mengandung nilai-nilai kehidupan serta memiliki fungsi yang dapat dijadikan pedoman hidup. Alih aksara maupun penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia naskah-naskah tutur juga sudah banyak dilakukan dan kita jumpai sehingga dapat memudahkan untuk membaca dan memahami isi dari naskah tutur tersebut. Terdapat berbagai judul teks tutur, salah satunya Teks Tutur Lebur Gangsa. Dari aspek isi, Tutur Lebur Gangsa merupakan teks tutur yang menceritakan tentang Durmanggala yang dalam Kamus Jawa Kuna-Indonesia berarti tanda atau isyarat yang tidak baik. Dalam perkembangan masyarakat kekinian, nilai Tutur Lebur Gangsa masih difungsikan dalam kehidupan masyarakat. Maka dari hal tersebut menjadikan Tutur Lebur Gangsa menarik untuk dikaji dari segi struktur dan fungsi yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun masalah yang dirumuskan ke dalam sebuah pertanyaan (1) Bagaimanakah struktur Teks Tutur Lebur Gangsa?, (2) Fungsi apakah yang terkandung dalam Teks Tutur Lebur Gangsa?.
Tujuan merupakan maksud atau sesuatu yang hendak dicapai dan perlu diperjelas agar arah penulisan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Adapun tujuan penelitian dibagi menjadi dua yaitu secara umum penelitian terhadap Teks Tutur Lebur Gangsa ini
diharapkan mampu memberikan pemahaman serta informasi kepada masyarakat tentang pengembangan serta pelestarian khazanah budaya dalam bentuk sastra klasik yang berjenis tutur. Disamping itu, penelitian ini bertujuan untuk menyelamatkan, membina, dan mengembangkan karya-karya sastra Jawa Kuno sebagai warisan budaya bangsa yang dapat dijadikan sumber nilai-nilai luhur dalam pembangunan karakter bangsa Indonesia. Tujuan secara khusus berkaitan erat dengan masalah dan isi pembahasan dalam penelitian. Secara khusus tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Untuk mengetahui struktur Teks Tutur Lebur Gangsa. (2) Untuk mengetahui fungsi yang terkandung dalam Teks Tutur Lebur Gangsa.
Dalam penelitian ini metode dan teknik yang digunakan, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap pengolahan data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data dipergunakan metode studi kepustakaan.Teknik yang digunakan dalam tahap ini, yaitu teknik pencatatan, dan teknik terjemahan. Pada tahap pengolahan data, metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan ditunjang dengan teknik deskriptif analitik. Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal, yang dibantu dengan teknik deduktif dan induktif
Menurut Jendra (1991: 49) ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut
pemakaiannya atau penggunaannya. Ragam bahasa merupakan model penggunaan bahasa sehari-hari dalam teks. Bahasa yang digunakan pada teks Tutur Lebur Gangsa adalah bahasa Kawi Bali. Bahasa Kawi Bali merupakan gabungan dua bahasa yaitu bahasa Jawa Kuna dan bahasa Bali Alus. Bahasa Jawa Kuna yang terdapat dalam teks Tutur Lebur Gangsa ada yang digunakan secara utuh tanpa mengalami penyesuaian atau penambahan dan ada yang digunakan secara tidak utuh atau mengalamai penyesuaian.
Gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakannya. Gaya bahasa bermacam-macam sifatnya, tergantung pada konteks di mana dipergunakan, tergantung selera pengarang, dan juga tergantung apa tujuan penuturan itu. Itu sebabnya, ia akan menjadi bahasa sastra karena memang ditulis dalam konteks kesastraan, ditambah tujuan untuk menonjolkan efek keindahan (Karmini., 2011: 74). Gaya bahasa yang terdapat dalam teks Tutur Lebur Gangsa ada empat yaitu:(1) Gaya bahasa antitesa yaitu gaya bahasa dengan ungkapan kata yang berlawanan arti, (2) Gaya bahasa asosiasi yaitu gaya bahasa membandingakan dengan benda yang sudah disebutkan, (3) Gaya bahasa repetisi yaitu gaya bahasa pengulangan kata, dan (4) Gaya bahasa antonomasia yaitu gaya bahasa penggunaan gelar atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
Pada bagian awal teks Tutur Lebur Gangsa berisi tentang doa awal sebelum menuturkan isi dari teks tutur. Doa tersebut merupakan doa memohon anugrah kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar pada saat pengarang atau pengawi memulai menulis karyanya tidak mendapatkan halangan atau masalah yang dapat mengganggu dan menghambat proses pembuatan karyanya tersebut.
Pada bagian isi teks Tutur Lebur Gangsa dimulai dengan penjelasan mengenai hukum sebab akibat manusia atau yang sering disebut hukum karmaphala. Selanjutnya menjelaskan mengenai pertanda-pertanda buruk atau Durmanggala yang membuat pekarangan atau lahan menjadi panas atau angker. Hal tersebut menyebabkan ketidakharmonisan bagi kehidupan manusia didalamnya. Maka dari itu, semua pertanda buruk tersebut harus di ruat artinya harus di bersihkan dan dihancurkan agar kehidupan manusia menjadi harmonis. Selanjutnya menjelaskan tentang upacara yang terdapat dalam teks Tutur Lebur Gangsa yaitu upacara Sasakapan Hala Pati, upacara Penahuran atau pembayaran hutang, dan upacara Mecaru. Kemudian dijelaskan mengenai upakara yang
digunakan dalam upacara yang dalam hal ini kebanyakan tentang upakara dalam caru. Selanjutnya pemaparan dan penjelasan mengenai mantra-mantra yang digunakan untuk mengiringi proses upacara yang dalam hal ini upacara caru yang bertujuan untuk menghilangkan dan membersihkan segala bentuk pertanda buruk yang menimpa kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Pada bagian akhir teks Tutur Lebur Gangsa berisi penggalan kata yang menyatakan bahwa karya sastra tersebut sudah selesai ditulis oleh pengarang atau pengawi. Pada zaman dahulu, setiap bagian akhir sebuah karya sastra sebagian besar hanya diakhiri dengan penggalan kata yang menyatakan bahwa karya tersebut selesai dibuat tanpa mencantumkan identitas dari pengarang tersebut.
Sastra dipandang sebagai gejala sosial. Sastra yang ditulis dalam kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma adat-istiadat zaman itu (Luxemburg, dkk., 1984: 23). Dapat dikatakan setiap karya sastra sangat berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat dan mempunyai fungsi yang terkandung didalamnya. Seperti dalam Tutur Lebur Gangsa memiliki fungsi yang terkandung didalamnya yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pengatur pranata sosial masyarakat Bali. Fungsi pendidikan ada dua yaitu fungsi pendidikan atau pengetahuan tentang karmaphala, dimana dijelaskan bagaimana manusia tersebut harus bertingkah laku dan bagaimana akibatnya jika mereka melakuakan perbuatan yang buruk, dan fungsi pendidikan atau pengetahuan tentang tata letak perumahan yang menjelaskan tentang aturan untuk membuat atau melakukan penataan rumah yang sesuai dengan aturan ajaran Agama Hindu yang disebut dengan Asta Kosala Kosali.
Fungsi pengatur pranata sosial msyarakat Bali yaitu berfungsi memberikan penerangan dan pendidikan yang dalam hal ini penerangan dan pendidikan seperti apa yang terkandung dalam Tutur Lebur Gangsa, seperti pendidikan tentang tata aturan bagaimana bertingkah laku, pengetahuan dan penjelasan mengenai semua tentang penyebab pertanda buruk yang menimpa pekarangan yang disebut Durmanggala berserta Pengruatan atau cara
membersihkannya, pendidikan tentang bagaimana aturan tata letak perumahan yang baik dan benar yang dalam ajaran Agama Hindu dikenal dengan Asta Kosala Kosali, pengetahuan tentang berbagai jenis upacara beserta upakaranya, serta mantra-mantra apa saja yang harus diucapkan dalam melakukan upacara-upacara dalam hal meruat segala jenis Durmanggala yang menimpa kehidupan manusia dan lingkungannya.
Teks Tutur Lebur Gangsa dibangun atas struktur bentuk dan struktur isi. Struktur bentuk terdiri dari ragam bahasa dan gaya bahasa. Ragam bahasa atau bahasa yang digunakan pada teks Tutur Lebur Gangsa adalah bahasa Kawi Bali dan gaya bahasa yang terdapat yaitu gaya bahasa antitesa (gaya bahasa yang bertentangan dengan ungkapan kata yang berlawanan arti, gaya bahasa asosiasi (gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang hakekatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama), gaya bahasa repetisi (gaya bahasa dengan ungkapan kata yang berulang-ulang untuk menimbulkan kesan mantap dan menarik), dan gaya bahasa antonomasia (gaya bahasa penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri). Sedangkan struktur isi terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal (exordium) yang berisi tentang doa awal pengarang sebelum mulai menulis isi dari karyanya, bagian tengah (confirmation) merupakan bagian isi dari teks Tutur Lebur Gangsa yang terdiri dari hukum sebab akibat/karmaphala, pertanda buruk/Durmanggala beserta pengruatan/pembersihan, upacara yang teridiri dari upacara sasakapan hala pati, upacara penahuran/pembayaran hutang, upacara mecaru. Selanjutnya upakara dalam upacara sasakapan, upakara dalam caru Bhuta Slurik. yang terakhir berisi tentang mantra-mantra. Bagian akhir (peroratio) merupakan bagian akhir yang berisi penggalan kata yang menyatakan karya sastra tersebut selesai ditulis oleh pengarang, tanpa mencantumkan identitas dari pengarang itu sendiri.
Fungsi yang terdapat dalam teks Tutur Lebur Gangsa dibagi menjadi dua yaitu fungsi pendidikan atau pengetahuan dan fungsi pengatur pranata sosial masyarakat. Fungsi pendidikan ada dua yaitu pengetahuan tentang karmaphala dan pengetahuan tentang tata letak perumahan. Pengetahuan tentang karmapala dijelaskan bagaimana perjalanan hidup
dan mati manusia dan pada kehidupan manusia berlaku hukum sebab akibat atau dikenal denganhukum karmaphala. Mengenai pengetahuan tentang tata letak perumahan dijelasakan tata cara bagaimana aturan membangun rumah yang dikenal dengan Asta Kosala Kosali agar tidak mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan manusia yang tinggal di rumah tersebut. Fungsi pengatur pranata sosial masyarakat Bali, yaitu berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan yang dalam hal ini penerangan dan pendidikan seperti apa yang terkandung dalam Tutur Lebur Gangsa, seperti pendidikan tentang tata aturan bagaimana bertingkah laku, pengetahuan dan penjelasan mengenai semua tentang penyebab pertanda buruk yang menimpa pekarangan yang disebut Durmanggala berserta Pengruatan atau cara membersihkannya, pendidikan tentang bagaimana aturan tata letak perumahan yang baik dan benar yang dalam ajaran Agama Hindu dikenal dengan Asta Kosala Kosali, pengetahuan tentang berbagai jenis upacara beserta upakaranya, serta mantra-mantra apa saja yang harus diucapkan dalam melakukan upacara-upacara dalam hal meruat segala jenis Durmanggala yang menimpa kehidupan manusia dan lingkungannya.
Agastia, Ida Bagus. 1994. Kesusastraan Hindu Indonesia. Denpasar: YayasanDharma Sastra
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Jendra, I Wayan, 1991. Dasar-dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana.
Karmini, Ni Nyoman. 2011. Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama. Denpasar: Pustaka Larasan.
Luxemburg, Jan Van dkk.1984.“Pengantar Ilmu Sastra”. Terjemahan oleh Dick Hartoko. Jakarta : PT Gramedia.
Soebadio, Haryati. 1985. Jnanasiddhanta. Jakarta : Djambatan.
66
Discussion and feedback