ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 16.1 Juli 2016: 42-47

Teks Tutur Jong Manten: Analisis Struktur dan Fungsi

Desak Putu Elviana Dewi1, I Nyoman Duana Sutika2, I Ketut Ngurah Sulibra3 123Program Studi Sastra Bali Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas

Udayana

[email: desakelvianadewi@gmail.com]1 [email: Duana_sutika@unud.ac.id]2 [email: Ngurahsulibra@gmail.com]3

Abstract

The study regarding to the Text Tutur Jong Manten was aimed to analyze. The theory used in this study were the theory of structure and function proposed by Luxembrug, Teeuw, as Wellek&Warren. The methods used in this study were the method of literature, using qualitative methods and techniques used are recording techniques, and assisted with translation techniques. Techniques used are descriptive analytic and inductive, deductive thinking patterns.

The result of the study revealed the structure and function of the Text Tutur Jong Manten. Conclusion from this analysis in structure from of the text is language and style parable. Content structure were the beginning, content section, the and. The function of the text is to strengthen the trust and prohibition.

Keywords: text, narrative text, tutur, structure, function.

  • 1)    Latar Belakang

Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung nilai filsafat, agama, dan nilai kehidupan. Tutur adalah 'nasehat' atau 'bicara'. Kata perulangan tutur-tuturan kadang-kadang disebut juga dengan tuturan dalam istilah teknis satua mempunyai arti 'cerita lisan' (Bagus, 1985: 15). Dalam kamus Bahasa Bali-Indonesia tutur berarti nasehat atau cerita (Warna dkk, 1991: 757), sedangkan dalam Kamus Jawa Kuna-Indonesia dijelaskan bahwa kata tutur berarti daya, ingatan, kenang-kenangan, kesadaran (Zoetmulder dan Robson, 1995: 1307). Dalam kehidupan

masyarakat di Bali, teks tutur mendapat tempat yang sangat istimewa. Menurut pengklasifikasian di Gedong Kertya, dan pegklasifikasian menurut I Gusti Bagus Sugriwa Teks Tutur Jong Manten masuk ke dalam kelompok wariga. Naskah-naskah dengan judul tutur dan tattwa sangat banyak ditemui. Isinya tidak saja berkaitan dengan ajaran tentang filsafat agama termasuk uraian tentang kosmos, tetapi juga memuat penjelasan-penjelasan pengetahuan tertentu, seperti pengetahuan pengobatan atau penyembuhan. Teks Tutur Jong Manten mengandung makna yang sangat berguna sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan di dunia dalam mempersiapkan diri

menuju alam keabadian atau kelepasan yang abadi sesuai dengan ajaran dharma. Selain itu, Teks Tutur Jong Manten ini sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dikaji sebagai objek kajian ilmiah. Teks Tutur Jong Manten ini mengisahkan awal terciptanya manusia, dahulu dunia ini belum ada apa-apa tidak ada bentuk awal untuk menjadi dunia atau kehidupan, sepi dan hanya ada kegelapan. Akhirnya muncullah suatu yang berupa gumpalan, bentuknya sangat bening berkilau seperti permata disebut dengan Sanghyang Mancongol perwujudan dari Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan tertinggi. Disimbolkan di dalam badan sebagai Om Kara Mula, sebagai penyatuan dasaksara, pancaksara, caturaksara, triaksara, rwe Bhineda, swalalita, modre, windhumretta. Dalam Teks Tutur Jong Manten memberikan arahan atau tuntunan agar sejak dini manusia harus membekali dirinya dengan pengetahuan mengenai dharma yang di yakni oleh agama untuk mencapai alam kelepasan agar hidupnya tumbuh bersinar bagaikan batu permata yang sangat mulia.

  • 2)    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun masalah yang dirumuskan ke dalam sebuah pertanyaan bagaimana struktur dan fungsi yang membangun Teks Tutur Jong Manten?

  • 3)    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk turut serta dalam melestarikan kebudayaan daerah maupun nasional dengan maksud memperkuat identitas daerah dan nasional. Selain itu penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai suatu ketertarikan untuk lebih memahami karya ini sehingga keberadaannya tidak hanya sebagai benda mati yang tidak bermakna. Dan Secara khusus, penelitian ini mempunyai tujuan mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun strukturnya, serta meneliti secara lebih mendalam keterkaitan unsur-unsur yang merupakan kesatuan yang membentuk kebulatan dan keutuhan karya sastra. Hasil yang diharapkan dapat memberikan gambaran yang aktual dan jelas mengenai struktur yang membangun Teks Tutur Jong

Manten. Kemudian dapat fungsi yang terkandung secara lebih mendalam, sehingga dapat diketahui maksud pengarang.

  • 4)    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode dan teknik yang digunakan, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap pengolahan data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data dipergunakan metode kepustakaan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) teknik pencatatan, dan (2) teknik terjemahan.

Pada tahap pengolahan data, metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan ditunjang dengan deskriptif analitik. Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal, yang dibantu dengan teknik deduktif dan induktif.

  • 5)    Hasil dan Pembahasan

    a.    Identifikasi Teks Tutur Jong Manten

Tutur merupakan suatu ajaran, dorongan ataupun nasihat yang hendak disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan dapat diikuti, dituruti, dan dilaksanakan meskipun sifatnya tidak terlalu mengikat. Dalam masyarakat Bali, tutur memiliki peran penting dalam pembangunan dan pembinaan watak anak. Bahkan, tutur digunakan sebagai sarana pengendalian diri dalam pergaulan masyarakat dewasa. Kata jong manten dapat dibagi dua kata yaitu kata "jong" dan "manten" dalam kamus bahasa Jawa Kuna-Indonesia kata jong berarti perahu, payung (Zoetmulder dkk, 1995: 427). Sedangkan, kata manten memiliki arti jenis batu mulia yang khas (Zoetmulder dkk, 1995: 647). Secara tersirat dapat disimpulkan jong manten memiliki arti kehidupan manusia diumpamakan sebagai perahu yang mengarungi kehidupan agar kelak bisa bersinar seperti permata mulia.

Teks Tutur Jong Manten dalam khazanal kasusastraan Bali pada klasifikasi naskah oleh Gegong Kirtya, termasuk dalam kelompok wariga bagian (b) tutur. Jika dilihat dari klasifikasi naskah yang diberikan oleh Pigeaud, maka Teks Tutur Jong Manten masuk dalam kelompok satu, yaitu sebagai naskah keagamaan dan etika yakni masuk kelompok subbagian (a) tutur. Hal ini terlihat dari segi penceritaannya adalah prosa karena mengandung unsur-unsur prosa.

  • b.    Struktur Teks Tutur Jong Manten

  • (1)    Struktur Bentuk Teks Tutur Jong Manten

Dalam kaitannya dengan analisis bahasa yang digunakan dalam Teks Tutur Jong Manten, penulis cenderung mengikuti pembagian anggah-ungguhing basa sesuai dengan pembagian Udara Naryana (1983: 34) yang membangun bahasa bali menjadi:

  • (a) basa kasar, (b) basa andap, (c) basa madia, dan (d) basa alus. Di samping itu juga penulis akan menyajikan data yang memakai bahasa Jawa Kuna sesuai yang ada dalam teks. Pemaparan di atas digunakan sebagai acuan di dalam menganalisis bahasa yang terdapat dalam Teks Tutur Jong Manten, penggunaan basa alus berdasarkan rasa bahasanya akan dipaparkan sebagai berikut; pinaka, ring, sami, malih, irika, raris, sarira, tamba, ida, malinggih, sampun, sareng, suksma, wantah, manah, kalih. Pemakaian basa alus di dalam Teks Tutur Jong Manten hanya sebagai pelengkap yang di tuangkan oleh pengawi ke dalam karya sastra Teks Tutur Jong Manten. Karena di dalam karya sastranya kebanyakan menggunakan bahasa Kawi Bali. Penggunaan bahasa Kawi ini ada yang digunakan secara utuh tanpa mengalami penyesuaian seperti: hana 'ada', ika 'kata ganti petunjuk: itu ( kata ganti orang ke III)', sira 'kata ganti orang ke III', nira 'lih ira', manusa 'manusia atau orang', latri 'malam', damar 'lampu'. Disamping digunakan bahasa Jawa Kuna secara utuh, juga ditemukan adanya bahasa Jawa Kuna yang mengalami perubahan bentuk seperti: 'kahotaman' yang berarti utama, yang mendapat awalan {ka-} dan akhiran {man-}, 'makaputusaning' yang berarti akhir, ujung, yang mendapat awalan {maka-} dan akhiran {-ing}, 'umungsi' yang berarti tinggal, yang mendapat seselan {-um}, "makawahyunira' yang berarti berkah, yang mendapat awalan {maka-}. Di samping itu juga disajikan data yang memakai bahasa Jawa Kuna sesuai yang ada dalam teks. Mulyana (dalam Pradopo, 1993: 93)

memberikan pengertian, gaya bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis yang dapat menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca. Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik. Kejujuran dalam gaya bahasa berarti seorang penulis agar mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa, sehingga isi pikiran yang ingin disampaikan tidak berbelit-belit atau tidak menentu.Gaya bahasa yang terdapat dalam Teks Tutur Jong Manten mengikuti

pandangan menurut Tarigan (1984: 163) adalah gaya bahasa antitesi, repetisi, dan antonomasia.

  • (2)    Struktur Isi

Struktur isi Teks Tutur Jong Manten dapat dibagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu (1) bagian awal atau exordium, (2) Isi atau confirmation, (3) akhir atau peroration. Bagian awal atau exordium dalam Teks Tutur Jong Manten dijelaskan mengenai pengarang mengawali tulisannya dengan mengucapkan mantra memohon anugrah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dilanjutkan dengan penjelasan mengenai isi dari Teks Tutur Jong Manten. Teks Tutur Jong Manten ini berbeda dengan karya sastra yang lain, karena di awal karyanya pengarang hanya mengucapkan mantra memohon anugrah saja tanpa berisikan alasan dan proses kepengarangan sang kawi dan pernyataan rendah hati pengarang. Bagian isi dibagi menjadi beberapa episode yaitu: awal tercipta alam semesta dan kehidupan, pengider-ider, ajaran panca sradha (moksa dan punarbawa ), mantera dan upacara. Bagian akhir atau peroration akhir dari Teks Tutur Jong Manten adalah berupa penggalan kata yang menyatakan Teks Tutur Jong Manten selesai di tulis oleh pengawi. Pengawi pada zaman dulu enggan untuk menunjukkan identitas dirinya ke dalam sebuah karya sastra. Karya-karya sastra terdahulu lebih banyak anonim, sampai sekarang pembaca tidak mengetahui pengarangnya.

  • (3)    Fungsi Teks Tutur Jong Manten

Teks Tutur Jong Manten tentunya masih memiliki fungsi di masyarakat, terdapat dua kerangka agama Hindu yaitu: memperkokoh kepercayaan dan larangan. Memperkokoh kepercayaan yang terdiri dari: percaya dengan adanya Tuhan, percaya dengan penciptaan alam semesta dan isinya, percaya dengan adanya reinkarnasi. Sedangkan larangan yang berkaitan dengan etika: etika makan dan larangan memakan jantung hewan. Berdasarkan urairan fungsi merupakan sarana afirmasi, yaitu hubungan karya sastra dengan norma sosial budaya yang ada pada waktu tertentu. Masyarakat hindu di Bali sangat mempercayai mengenai filsafat agama termasuk uraian tentang kosmos, dalam agama hindu di kenal dengan tiga kerangka agama hindu, yaitu bagian tattwa dan susila yang ada dalam Teks Tutur Jong Manten. Tattwa dan susila ini yang

digunakan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan baik dalam kehidupan sosial maupun individu yang masih diterapkan dalam kehidupan saat ini.

  • 6)    Simpulan

Dalam khazanah kasusastraan Bali pada klasifikasi naskah oleh Gedong Kirtya, termasuk dalam kelompok wariga bagian (b) tutur. Jika dilihat dari klasifikasi naskah yang diberikan oleh Pigeaud, maka Teks Tutur Jong Manten masuk dalam kelompok satu, yaitu sebagai naskah keagamaan dan etika, yakni masuk kelompok subbagian (a) tutur. Analisis struktur Teks Tutur Jong Manten antara lain: struktur bentuk (bahasa dan gaya bahasa), struktur isi (awal, isi, akhir). Analisis fungsi terdapat dua kerangka agama Hindu yaitu: memperkokoh kepercayaan dan larangan. Memperkokoh kepercayaan yang terdiri dari: percaya dengan adanya Tuhan, percaya dengan penciptaan alam semesta dan isinya, percaya dengan adanya reinkarnasi. Sedangkan larangan yang berkaitan dengan etika: etika makan dan larangan memakan jantung hewan.

  • 7)    Daftar Pustaka

Agastia, Ida Bagus Gede. 1985. “Keadaan dan Jenis-Jenis Naskah Bali”. Yogyakarta: Depdikbud.

Pradopo, Rahmad Djoko. 1993. Pengkajian puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Menilai Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wallek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia (Cetakan keempat).

Zoetmulder, P.J. dan S. O. Robson. 1995. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

47