Dinamika Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali 1953-2013
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 18.2 Pebruari 2017: 105-111
Dinamika Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali 19532013
Zainul Mukhsen1*, I Ketut Ardhana2, Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo3 Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unud
1[email: zmukhsen@gmail.com] 2[email: phejepsdrlipi@yahoo.com] 3[email: fransiska.d3w1@gmail.com]
*Corresponding Author
Abstrack
This thesis discussed about Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) of Qadian in Bali, a group of religious tenet which obey the doctrines and guidances of Mirza Ghulam Ahmad. This Jamaat was established on March 23, 1889 in India. Ahmadiyah had entered Indonesia since 1925 in Tapak Tuan western coast of Aceh. Ahmadiyya is divided into two, Ahmadiyya Qadian and Lahore. Both of these groups have their own organizations in Indonesia. The Lahore Ahmadiyya group calls itself Indonesian Ahmadiyah Movement, where as Ahmadiyya Qadian namely Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Jamaah Ahmadiyah Indonesia successfully develop and establish their center in Bogor, mean while the Indonesian Ahmadiyah Movement centered in Yogyakarta and their development is so rapid because the organization is not tight.
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) of Qadian in Bali first entered to Bali (at that time Bali was the part of Nusa Tenggara province) carried by Min. Idris in Singaraja in 1953. Ahmadiyya Community Center in Bali consists of three subdivisions, they are Denpasar, Singaraja and Penyabangan subdivisions.
The study of Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) of Qadian in Bali seeks to examine the focus of several problems (1) How the development of Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) of Qadian in Bali from 1953-2013. (2) Why is the tenet doctrines in Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) of Qadian in Bali is different from other Islamic sects, in terms of prophecy, apocalypse, Al-Masih and Al-Mahdi, and the Tadzkirah scripture (3) How does the relationship between Indonesian Ahmadiyya Qadian in Bali with non-Ahmadiyah from 1953 to 2013.
Keywords: Jamaah Ahmadiyah, Qadian, and Bali.
Perpecahan di dalam tubuh umat Islam awal yang timbul akibat masalah politik pada masa Khalifah ar-Rasyidah menyebabkan sebuah peristiwa yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai al-fitnah al-kubra (malapetaka besar) yang berpuncak dengan kematian dua orang khalifah, yaitu Usman bin Affan (656 M / 34 H) dan Ali bin Abi Thalib (661 M / 41 H) pada abad ke-7 M. Hal ini mendorong lahirnya sekte-sekte di dalam Agama Islam dengan doktrin atau ajaran masing-masing yang berbeda, seperti Khawarij, Syiah, Muktazillah, dan Asy-arriyah.(Muslih, 2002: 1)
Proses penyebaran dan perkembangan Agama Islam ke berbagai wilayah di luar jazirah Arab, menyebabkan timbulnya proses perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam. Proses perpaduan antar budaya ini pada akhirnya melahirkan suatu bentuk ajaran Islam yang heterodoks yang berbeda dengan Islam jazirah Arab, contohnya ialah aliran Bahaisme yang dipelopori oleh seorang ulama Persia, yaitu Mirza Ali Muhammad Al-Syirazi dan Ahmadiyah di India oleh Mirza Ghulam Ahmad, keduanya muncul pada abad ke-19. (Muslih, 2002: 1-2), (Haidar, 1994: 62-70).
Ahmadiyah merupakan sebutan dari perkumpulan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pengikut Hadrat Mirza Ghulam Ahmad. (Djamaluddin, 2003: 195). Mirza Ghulam Ahmad lahir di Qadian, India, pada tanggal 13 Februari 1835 dan wafat di Lahore pada 26 Mei 1908. Dia mendirikan Ahmadiyah di Qadian pada 1889 (menurut Ahmadiyah Qadian) atau pada 1888 (menurut Ahmadiyah Lahore).
Ahmadiyah masuk pertama kali ke Bali (pada saat itu masih masuk ke dalam Propinsi Nusa Tenggara) dibawa oleh Mln. Idris di Singaraja pada tahun 1953, yang ketika itu Singaraja berkedudukan sebagai Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara, akan tetapi tidak berselang berapa lama dikarenakan sangat dibutuhkan akhirnya Mln. Idris pindah ke Jakarta. Selanjutnya pada awal tahun 1972 datang satu keluarga Drs Roejito yang berasal dari Purwokerto ke Denpasar yang mengelola Touris Beach Inn milik keluarganya yang beralamat di jalan Pantai Segara Sanur, dan jumlah anggota pada saat itu hanya 8 orang. (wawancara dengan Siti Sodikah).
Perdebatan mengenai Jamaah Ahmadiyah mendapat sorotan tajam dari masyarakat dan pemerintah khususnya di Kementerian Agama. Permasalahan seputar kerukunan umat beragama merupakan salah satu hal sensitif dalam kehidupan beragama di Indonesia. Dinilai sensitif, karena permasalahan agama membawa berbagai macam unsur dan keyakinan, dan Jamaah Ahmadiyah di Bali menjadi tuan rumah untuk pelaksanaan Musyawarah Jamaah Nasional di Denpasar Bali. (ctg dalam http://beritabali.com). Inilah yang menjadi penyebab timbulnya keresahan dari golongan umat Islam tertentu mengenai keberadaan Ahmadiyah, sehingga kelompok umat Islam tertentu tersebut melarang keberadaan Jamaah Ahmadiyah. (Mahmuddin, 28 April 2008: 24-25). Keberadaan Jamaah Ahmadiyah di Bali tetap bertahan dari awal berdirinya sampai tahun 2013, Jamaah Ahmadiyah tetap melaksanakan dakwahnya
secara damai di Bali, jika dibandingkan dengan Ahmadiyah di daerah luar Bali yang mendapatkan penolakan dari non Ahmadiyah.
-
1. Bagaimana dinamika perkembangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali dari tahun 1953-2013 ?
-
2. Mengapa perbedaan paham Tentang Ajaran Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali berbeda dengan aliran Islam yang lainnya, dalam hal keNabian, Wahyu, Al-Masih dan Al-Mahdi dan Kitab Tadzkirah ?
-
3. Bagaimana hubungan keberagaman Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali dengan non Ahmadiyah dari tahun 1953-2013?
-
1. Memahami dinamika perkembangan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali dari Tahun 1953-2013.
-
2. Mengetahui perbedaan paham Tentang Ajaran Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali dengan aliran Islam yang lainnya.
-
3. Memahami hubungan keberagaman Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali dengan non Ahmadiyah dari tahun 1953-2013
Sumber sejarah merupakan segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud yang berguna untuk menghimpun data dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian sejarah. Sumber sangatlah penting dalam penulisan sejarah (Historiografi).
Pertama Heuristik, sumber heuristik terbagi menjadi dua: pertama, sumber primer yaitu suatu kesaksian dari saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera lain atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakan langsung seperti Siti Sodikah Sapartiningsih. Kedua, sumber sekunder yaitu saksi dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan. (Louis, 1986: 35). Sumber sekunder yang digunakan oleh peneliti antara lain : (1) Studi pustaka, (2) Sumber tertulis atau dokumen.
Kedua Kritik sumber, yaitu menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu sejati, baik bentuk maupun isi. Kritik sumber ada dua, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik Ekstern yaitu penulis membandingkan dengan sumber buku yang lain
(membandingkan sumbernya). Kritik Intern yaitu dapat dipercaya tidaknya informasi yang terkumpul dari sekian informasi melalui wawancara, terencana maupun tidak terencana.
Ketiga Interpretasi (mentafsirkan data). “Interpretasi sebagai tindakan menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya mengenai bahan-bahan yang autentik”. (Louis, 1986: 16). Keempat Historiografi atau merekonstruksi sejarah merupakan penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya menjadi kisah atau penyajian yang berarti. (Louis, 1986: 18).
Gerakan Ahmadiyah dalam Islam dilahirkan berdasarkan tuntunan Ilahi dengan tujuan untuk meremajakan moral Islam dan nilai-nilai spiritual. Pergerakan ini mendorong dialog antar agama dan senantiasa membela Islam serta berusaha untuk memperbaiki kesalahpahaman mengenai Islam di dunia Barat. Gerakan ini menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih sayang dan saling pengertian di antara pengikut agama yang berbeda. Sejalan dengan motto Ahmadiyah internasional, “Love For All Hatred for None”. (Ahmadi, 2013: 3).
Ahmadiyah masuk pertama kali ke Bali (pada saat itu masih masuk ke dalam Propinsi Nusa Tenggara) dibawa oleh Mln. Idris di Singaraja pada tahun 1953, yang ketika itu Singaraja berkedudukan sebagai Ibu Kota Propinsi Nusa Tenggara, akan tetapi tidak berselang berapa lama dikarenakan sangat dibutuhkan akhirnya Mln. Idris pindah ke Jakarta. Selanjutnya pada awal tahun 1972 datang satu keluarga Drs Roejito yang berasal dari Purwokerto ke Denpasar yang mengelola Touris Beach Inn milik keluarganya yang beralamat di jalan Pantai Segara Sanur, dan jumlah anggota pada saat itu hanya 8 orang. (wawancara dengan Siti Sodikah). Dari tahun 1953 sampai 2013, perkembangan Jamaah Ahmadiyah di wilayah Bali terus berkembang yang memiliki tiga pengurus cabang yakni di Gerokgak, Penyabangan, dan Denpasar. Total Jamaah sampai tahun 2013 berjumlah 153 jiwa yang tersebar di wilayah Bali.
Tiga agama samawi yang dikenal luas ialah Yahudi, Kristen, dan Islam. Masing-masing penganut agama memiliki Nabi panutan, kitab suci dan tempat suci. Ahmadiyah memiliki Pemahaman tersendiri, sehingga inilah yang menyebabkan perbedaan pemahaman dengan organisasi Islam yang lainnya, seperti Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama. Masalah Kenabian di Ahmadiyah keNabian menurut Ahmadiyah itu berlangsung terus menerus hingga hari kiamat. Menurut pengikut Ahmadiyah bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan Nabi penutup yang membawa syari’at, tetapi bukan penutup Nabi-nabi yang tidak membawa syari’at. Dengan demikian, tetap terbuka diutusnya Nabi yang tidak membawa syari’at setelah Nabi Muhammad SAW atau dengan perkataan lain sesudah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi, Tuhan tetap mengangkat terus Nabi-nabi. Bagi Ahmadiyah masalah keNabian itu tidak terbatas waktu kedatangannya karena akan berlangsung terus menerus sesudah Nabi Muhammad SAW. (Batuah, 1985: 7).
Pembahasan tentang wahyu di kalangan Ahmadiyah penting untuk dilakukan, karena wahyu merupakan salah satu ajaran pokok Ahmadiyah dan tidak dapat dipisahkan dengan kemahdian Ahmadiyah. Menurut Ahmadiyah, bahwasannya Wahyu dan Ilham tidak ada bedanya. Di kalangan Sunni, wahyu dan ilham adalah berbeda. Wahyu hanya untuk para Nabi dan rasul Allah SWT, dan tidak mungkin lagi turun sesudah Nabi Muhammad SAW wafat. Sedangkan ilham hanya diperuntukkan bagi manusia biasa. Dengan demikian, derajat ilham tidak akan sampai ke derajat wahyu.
Menurut Ahmadiyah, ajaran tentang al-Mahdi tidak dapat dipisahkan dari masalah kedatangan Isa al-Masih di akhir zaman. Hal itu karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu tokoh, satu pribadi yang kedatangannya telah dijanjikan Tuhan. “Pemahaman Ahmadiyah mengenai Imam Mahdi dan al-Masih mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Di dalam hadis Ibn Majah mengenai sosok Imam Mahdi dan al-Masih bagi Ahmadiyah adalah satu wujud yang sama, yang datang sifatnya harus seperti Nabi Isa. Mirza Ghulam Ahmad adalah perwujudan Nabi Isa kedua kalinya”. (wawancara dengan Yudi Wahyudin).
Menurut Ahmadiyah, Tadzkirah bukanlah kitab suci bagi Jamaah Ahmadiyah. Kitab suci Ahmadiyah adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada junjungan Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kitab Tadzkirah adalah sebuah buku yang berisi kumpulan wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf, serta mimpi-mimpi yang diterima Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam hidupnya selama lebih dari 30 tahun. (Suryawan, 2004: 58).
Berbicara persoalan toleransi agama Islam secara teori merupakan agama yang paling toleran di dunia. Hal ini didasarkan pada landasan yang kuat baik dalil qathi yang termaktub di dalam Al-Quran, hadis nabi sebagai panutan dalam pergaulan dan bermasyarakat. Jamaah Ahmadiyah Bali dengan Segala Potensi yang ada mencoba untuk menyentuh secara langsung apa yang diperlukan oleh masyarakat Bali. Berbagai kegiatan yang pernah dilaksanakan oleh Jamaah Ahmadiyah Bali, Dialog Keagamaan menjadi mediasi untuk terciptanya kerukunan bagi umat berbeda keyakinan. Sebab melalui dialog kita akan mengerti dan dapat memahami kondisi agama lain sedikit mendekati kebenaran.
Kegiatan lainnya seperti, perayaan hari besar Nasional, setiap tahun memperingati hari besar dalam skala nasional. Peringatan hari besar ini sebagai simbol nasionalisme kepada tanah air. Kita mengenal acara tujuh belas agustusan yang dirayakan setiap tahunnya. Kegiatan kemanusiaan yang rutin dilaksanakan oleh Jamaah Ahmadiyah Bali salah satunya adalah kegiatan Donor Darah. Kegiatan Kemanusiaan lainnya yang dikembangkan oleh Jamaah Ahmadiyah Internasional adalah Pengobatan Homeopathy. Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan di Bali, Jamaah Ahmadiyah Bali mencoba untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemda Bali. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh Jemaat Ahmadiyah Bali adalah berupa Penanaman Mangrove. Sebagai Organisasi Keagamaan yang sudah lama eksis di Wilayah Bali, Jemaat Ahmadiyah Bali berusaha untuk berbaur dengan Masyarakat. Jemaat Ahmadiyah selalu berusaha untuk ikut serta dalam acara-acara yang bertema Kebhinekaan dan menciptakan toleransi di antara umat beragama, baik yang beragama Hindu karena di Bali Agama Hindu Mayoritas.
Golongan ini berkeyakinan bahwa kenabian tetap terbuka sesudah Rasulullah SAW. Selain itu juga, berpandangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad (MGA) tidak hanya sebagai mujaddid, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang seluruh ajarannya harus ditaati dan dipatuhi. Ahmadiyah masuk pertama ke Bali (pada saat itu masih masuk ke dalam Propinsi Nusa Tenggara) dibawa oleh Mln. Idris pada tahun 1953 di Singaraja yang ketika itu Singaraja berkedudukan sebagai Ibu Kota Propinsi Sunda Kecil. Jamaah Ahmadiyah Bali wilayah Bali, secara Administratif tecatat di Pusat
Jamaah Ahmadiyah Bali terdiri dari 3 Cabang yang tersebar di Denpasar (1974), Singaraja (1986/1987), Penyabangan (1990).
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali bisa bertahan dari sejak tahun 1953 sampai 2013, meskipun ada beberapa ancaman pada tahun 1993, dan pada tahun 2008 Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Qadian di Bali tidak terpengaruh atas terbitnya surat keputusan bersama (SKB) tentang status aliran Ahmadiyah. Bali di Indonesia dikenal dengan tolerannya antar umat beragama yang kental dengan menghormatinya meskipun keyakinan atau kepercayaan yang berbeda-berbeda, sehingga Bali menjadi contoh untuk daerah lainnya, Indonesia merupakan Negara Bhinneka Tunggal Ika. Ahmadiyah tetap menjalankan dan menyebarkan ajaran Mirza Ghulam Ahmad sampai saat ini.
Daftar Pustaka
Ahmadi, Hendi. 2013. Sekilas Tinjauan Sejarah Jemaat Ahmadiyah Bali. Denpasar: Tanpa Penerbit.
Batuah, Syafi’i R. 1985. Ahmadiyah, Apa dan Mengapa. Jakarta. Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Ctg, Ahmadiyah Indonesia Gelar Musyawarah Jemaat di Bali, dalam
http://beritabali.com/ diakses tanggal 22 Oktober 2015, pukul 12.11 WITA.
Djamaluddin, M. Amin. 2003. Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an. Jakarta Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI).
Fathoni, Muslih. 2002. Paham Mahdi Syiah dan Ahmadiyah dalam Perspektif. Jakarta.
Raja Grafindo Persada.
Gottschalk, Louis 1986. Mengerti Sejarah, terj.,. Jakarta. University Indonesia Press.
Haidar, M Ali. 1994. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan Fikih dalam Politik. Jakarta. Gramedia.
Mahmuddin, Syamsul. 28 April 2008. Terlarang Sudah Ahmadiyah di Indonesia. di Majalah Forum Keadilan, No. 51, 24-25.
Suryawan, M.A. 2004. Bukan Sekedar Hitam Putih: Penjelasan Atas Keberatan Yang Sering Diajukan Kepada Jemaat Ahmadiyah. Jakarta. Arista Brahmatyasa.
Wawancara dengan Siti Sodikah Sapartiningsih (72 tahun), pada tanggal 15 Januari 2016, wawancara melalui telfon, selaku Jamaah Ahmadiyah di Pusat.
Wawancara dengan Yudi Wahyudin (33 tahun), pada tanggal 02 November 2015, bertempat di Kantor Sekretariat Jemaat Ahmadiyah Cabang Denpasar, selaku Muballigh Wilayah Bali.
111
Discussion and feedback