ISSN: 2302-920X

E-Jurnal Humanis, Fakultas Sastra dan Budaya Unud

Vol 15.3 Juni 2016: 144-151

BERTUMPANG-TINDIHNYA KATEGORI SEJARAH: Analisis Sosio-Historik Sajak-Sajak Sitor Situmorang di Era Reformasi 1998-2005

Ni Made Frischa Aswarini

frischa.aswarini@yahoo.com

Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Budaya Unud

Abstract

The poetry written by Sitor Situmorang during the Reformation era (1998-2005) reveal complex imbrications of the analytical categories of history such as defined by Kuntowijoyo: traditional-patrimonial, capitalistic and technocratic. Through an analysis of the way Sitor formulates the basic structure of his work, the study aims at deciphering the causality linking those categories. Sitor’s Reformation poetry writing was for this purpose divided into three main themes: spiritualism, nationalism and social awareness. The study applies in turn the theories of inter-textuality, behaviorism and rational choice to successively: identify Sitor Situmorang’s main themes; unravel the complexity of the analytical categories of history; and find out which are the determining factors that underlay this complexity. The study reveals a continuum in Sitor’s ideas between 1948 to 2005. The complexity of the analytical categories of history reflects the complexity of the reality Sitor had to face. Yet this reality did not directly imprint itself. It was instead mediated in a long creative process involving mind, soul and deeds. Sitor would reshape the “base structure” (of a work) with a variety of inputs, some taken from his past, others based on habits or rational considerations, or still reflecting his opinion. The Reformation Era is a very important period for Sitor as an exile and as a human being, haunted by a deep feeling of physical and spiritual alienation. Sitor’s poetry represents both the history of his thoughts and the history of Indonesia.

Key Words: Poetry of Sitor Situmorang, Reformation, Historical Categories

  • 1.    Pendahuluan

Sitor Situmorang adalah penyair Indonesia dan seorang tokoh sejarah. Sajak-sajaknya dikenal oleh publik nasional maupun internasional. Usianya yang panjang memungkinkan Sitor menulis sajak yang unggul secara kuantitas, yakni berjumlah 605 judul—suatu jumlah yang jarang dicapai oleh penyair Indonesia umumnya—maupun secara kualitas yang salah satunya terbukti dari aneka ulasan yang ditulis oleh berbagai peneliti dari dalam negeri serta mancanegara. Sitor juga dikenal karena perannya dalam sejarah Indonesia, terutama di ranah kebudayaan dan politik.

Sajak-sajak Sitor Situmorang yang dikaji dalam studi ini adalah sajak yang ditulisnya pada kurun waktu reformasi Indonesia, khususnya selama tahun 1998 hingga 2005,1 yang sekaligus merupakan batasan temporal studi ini. Walau menggunakan skup temporal 1998-2005, namun penjelasan dalam kajian ini tidak mutlak membahas kejadian-kejadian yang berurutan. Hal tersebut karena kategori sejarah tidak selalu merupakan urutan yang bergantian, tetapi dapat saling bertumpang-tindih, kendati pada dasarnya ada urutan kronologinya. 2 Sementara itu, batasan spasial atau ruangnya adalah Indonesia, namun bukan dalam pengertian geografis, melainkan geokultural. Batasan geokultural digunakan dalam pengertian bahwa pada masa reformasi, Indonesia pernah menjadi wilayah kultural dari seorang penyair bernama Sitor Situmorang, yang karya-karya sajaknya tidak terikat pada letak geografis negaranya.

Sekalipun Sitor Situmorang sudah berkarya sejak 1948, namun karya-karyanya semasa Reformasi sangat menarik dikaji secara historis, sebab ini merupakan momentum penting bagi seluruh bangsa Indonesia karena diwarnai oleh sekian perubahan. Pada masa Reformasi ada sebuah proses pemulihan krisis multidimensional warisan rezim Soeharto, upaya demokratisasi serta transparansi di segala lini, gejolak sosial-politik di berbagai daerah, dan pengharapan akan lahirnya pemimpin dan Indonesia baru yang lebih baik. Semuanya itu merupakan sebuah dasar struktur yang tidak pelak turut memberi pengaruh bagi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali Sitor Situmorang dalam menulis sajak-sajaknya. Terlebih lagi, Sitor Situmorang merupakan korban dari Orde Baru yang pernah dipenjara pada tahun 1967-1975 sehingga menarik mencermati pemikirannya ketika rezim tersebut tumbang.

Berdasarkan buku yang dikerjakan sejarawan J.J. Rizal, ditemukan 44 sajak yang ditulis Sitor Situmorang selama era Reformasi. Penelitian ini mengklasifikasikan sajak-sajak tersebut berdasarkan tiga tema utama, yakni spiritualisme, cinta tanah air dan kepedulian sosial. Sajak-sajak ini kemudian dikaji dengan metodologi analisis sosio-historik yang diperkenalkan oleh sejarawan Kuntowijoyo. Pendekatan ini

digunakan untuk mencermati suatu proses simbolis (superstruktur), dalam hal ini karya sastra, dengan menganalisa kategori sejarah dan semesta simbolis di dalamnya berikut dasar struktur yang memengaruhinya.

Sajak-sajak Sitor Situmorang dalam tema apapun di era Reformasi, bila ditempatkan pada kerangka kategori sejarah dan semesta simbolis, ternyata memperlihatkan adanya pertumpang-tindihan kategori sejarah. Penegasan unsur-unsur kategori ini dilihat dari simbol dan norma yang terkandung dalam kategori tersebut.

  • 2.    Pokok Permasalahan

  • 1.    Bagaimana ragam pemikiran Sitor Situmorang dalam sajak-sajaknya di era reformasi?

  • 2.    Bagaimana wujud pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak-sajak Sitor Situmorang di era reformasi?

  • 3.    Mengapa terjadi pertumpang-tindihan kategori sejarah pada sajak-sajak Sitor Situmorang di era reformasi?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengetahui pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam sajak-sajak Sitor Situmorang.

  • 2.    Mengetahui wujud pertumpang-tindihan kategori sejarah dalam sajak-sajak Sitor Situmorang pada era reformasi.

  • 3.    Mengetahui penyebab terjadinya pertumpang-tindihan kategori sejarah pada sajak-sajak Sitor Situmorang di era reformasi.

  • 4.    Metode Penelitian

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu tentang istilah-istilah kunci yang digunakan dalam metodologi sosio-historik dari Kuntowijoyo. Pertama adalah pengertian dasar struktur yang dalam penelitian ini tidak merujuk kepada kondisi sosial

dan ekonomi semata tetapi juga meliputi sisi lain yaitu norma, modus organisasi sosial serta sumber sosial.3

Kedua adalah proses simbolis yakni aktivitas manusia dalam mengkonstruksi makna atas realitas yang lain dari pengalaman keseharian. Contoh proses simbolis seperti filsafat, mitos, bahasa, sastra, hal-hal terkait agama, dan dalam konteks penelitian ini adalah sajak-sajak Sitor Situmorang yang merupakan wujud pemaknaan Sitor terhadap pengalaman hidupnya. Proses simbolis tidak terlepas dari dasar struktur yang memengaruhinya. Setiap proses simbolis mengandung superstruktur yaitu meliputi nilai, cita-cita, dan simbol ekspresif.

Dasar struktur tidak dikaitkan secara langsung dengan superstruktur, melainkan melalui jaringan yang kompleks dan langkah-langkah antara.4 Artinya, manusia secara sadar dan tidak sadar hidup di dalam dasar struktur. Hasil interaksinya dengan dasar struktur, dicerna dalam pikiran, dipadukan, diselaraskan dengan sudut pandang, kebiasaaan sehari-hari, pola pikir dan orientasi ideologinya, kemudian terpantulkan di dalam nilai, cita-cita, dan simbol-simbol ekpresif karya-karyanya.

Studi ini membicarakan pelembagaan produksi dan distribusi simbol-simbol dalam superstruktur sajak-sajak Sitor Situmorang di era Reformasi, karena itu sangat penting menggunakan pendekatan sosiologi budaya dari Raymond William, yang kemudian menjadi dasar metodologi analisis sosio-historik terhadap proses simbolis ala Kuntowijoyo. Metodologi ini terdiri dari tiga komponen pokok yaitu: lembaga-lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya atau norma-norma.

Kuntowijoyo memetakan kerangka tersebut dalam sejumlah kategori sejarah, antara lain : kategori sejarah tradisional-patrimonial, kategori sejarah kapitalis, dan kategori sejarah teknokratis. Berikut adalah tabel yang menerangkan kerangka berpikir di atas:

Tabel 1. Rekonstruksi sejarah proses simbolis di Indonesia

yang dibuat oleh Kuntowijoyo5

Kategori Sejarah

Proses Simbolis

Lembaga

Simbol

Norma

tradisional patrimonial

masyarakat abdi dalem raja perintah

mitis

mitis

komunal

kepatuhan

Kapitalis

profesional pasar penawaran

Realis

individualis

Teknokratis

profesional negara pesanan

pseudorealis

modifikasi perilaku

Kategori-kategori sejarah tersebut akan ditelaah dengan berangkat dari sajak-sajak Sitor terkini, yakni selama masa Reformasi, untuk kemudian dilacak jejak-jejaknya di masa lampau. Cara penulisan seperti ini juga dilakukan oleh Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya. Jilid 1, 2, 3, yang melakukan pembalikan urutan dengan penjelasan dimulai dari waktu yang paling dekat.6

Riset ini juga menggunakan kerangka yang ditawarkan kaum pascastrukturalisme yaitu melacak adanya keterputusan (discontinuity), patahan (rupture), kontingensi dan kebetulan (chance) dalam sejarah. Selain itu, penelitian ini juga mengikuti pemahaman kaum pascamodernisme yang menolak kemanunggalan makna yang muncul dari sebuah teks, sehingga pemakaian bahasa puitik justru menawarkan pemaknaan teks yang beragam.7 Dengan demikian, penggunaan sajak-sajak Sitor Situmorang pada penelitian ini memberikan tawaran baru bagi sejarawan dalam membaca realita.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Pembahasan dalam bab III penelitian ini menggunakan teori intertekstualitas dari Julia Kristeva untuk membedah makna dalam teks sajak Sitor Situmorang di era Reformasi. Setelah melakukan perbandingan atau perujukan ke teks-teks Sajak Sitor yang ditulis pada periode terdahulu, diperoleh suatu gambaran tentang superstruktur dari sajak-sajak Sitor Situmorang di era Reformasi. Alam pikiran Sitor, yang lahir tahun 1924, dipengaruhi oleh sikap-sikapnya terhadap Kristen dan gereja, termasuk tumbuhnya benih-benih nasionalisme di kalangan gereja di tanah Batak. Sitor adalah seorang nasionalis yang terpengaruh oleh Presiden Soekarno dengan ide-ide marhaenisme atau sosialisme Indonesia. Sajak-sajak Sitor masih bernapaskan pemikiran humanisme universal, eksistensialisme, multikulturalisme, serta menunjukan jejak-jejak sikap anti neo-fasisme dan kritik terhadap kapitalisme.

Secara keseluruhan, ditemukan 31 sajak bertema spiritualisme, tujuh sajak tentang rasa cinta tanah air dan enam sajak tentang kepedulian sosial. Sajak-sajak tersebut diuraikan dalam bab IV penelitian dengan menggunakan teori intertekstualitas dilandasi metodologi analisis sosio-historik, sehingga terlihat jelas wujud-wujud pertumpang-tindihan kategori sejarahnya. Terdapat enam sajak yang termasuk dalam kategori sejarah tradisional-patrimonial, dua sajak termasuk kategori sejarah kapitalis, 26 sajak mengandung pertumpang-tindihan kategori sajak tradisional-patrimonial dan kapitalis, tiga sajak menunjukan pertumpang-tindihan kategori sejarah kapitalis dan teknokratis dan tujuh sajak memperlihatkan adanya pertumpang-tindihan seluruh kategori.

Sementara itu, hasil penelitian tentang dasar struktur sajak-sajak Sitor Situmorang di era Reformasi yang dijelaskan dalam bab V dijelaskan dengan teori intertekstualitas serta dua teori sosiologi yakni teori behaviorisme dan teori pilihan rasional. Dasar struktur yang diungkap bukan hanya pada era Reformasi, tetapi juga dalam periode kehidupan Sitor yang lebih dahulu. Terlihat bahwa kategori sejarah yang bertumpang-tindih dalam sajak-sajak Sitor Situmorang juga berasal dari dasar struktur yang bertumpang-tindih: bahwa dalam era yang modern di abad ke-21 sekalipun, terlebih di negara dan pada bangsa poskolonial seperti Indonesia, nilai-nilai tradisional dan patrimonial tetap hidup dan mengakar, hadir bersama-sama dengan nilai kapitalisme dan teknokratis.

  • 6.    Simpulan

Sajak-sajak Sitor Situmorang yang ditulis pada era reformasi 1998-2005, yang juga memiliki pertautan dengan sajak-sajaknya sejak tahun 1948, membuktikan intensitas keterlibatan Sitor dalam dinamika sejarah Indonesia. Keberlanjutan pemikiran Sitor dari masa ke masa yang diungkap dengan teori intertekstualitas menunjukkan tidak adanya keterputusan (discontinuity), patahan (rupture), kontingensi dan kebetulan (chance) yang dijumpai di dalam sajak-sajaknya, melainkan suatu kontinyuitas atau kesinambungan.

Pemikiran Sitor yang terkandung dalam sajak-sajaknya itu hadir selaras dengan kemunculan serta perkembangan pemikiran-pemikiran di Indonesia, atau dengan kata lain, sebagian sajak-sajaknya mewakili jiwa zamannya. Tidak semua sajak Sitor merupakan respon langsung dari peristiwa sejarah, sebab secara komprehensif sajak-sajak Sitor memperlihatkan dua kecenderungan yang sama-sama menonjol yakni sajak yang solider dan yang soliter. Dasar struktur yang dijumpai Sitor tidak langsung memengaruhinya, tetapi melalui suatu proses antara di mana Sitor mengolah dasar struktur tersebut dengan pertimbangan atau pilihan rasional serta dipengaruhi berbagai pemikiran dan faktor kebiasaan (behavior) yang terbentuk dari masa lalu.

Dari sajak-sajak itu juga tampak sosok Sitor yang memiliki identitas berlapis: sebagai manusia lokal, nasional sekaligus warga global. Kesadaran multiidentitas tersebut selaras dengan karakternya yang mengemuka dalam sajak-sajak 1998-2005 yakni sebagai seorang nasionalis yang sosialis serta sosok humanis dan eksistensialis yang dipengaruhi nilai-nilai multikulturalisme serta anti neo-fasisme.

Tidak sedikit sajak-sajak Sitor di era reformasi yang terinspirasi dari ziarahnya secara fisik ke sejumlah tempat yang pernah bersejarah bagi Sitor serta ziarah batin dengan menulis sajak kepada tokoh-tokoh terpilih yang mewakili ideologi Sitor karena sebagian di antaranya adalah penentang rezim Orde Baru serta kawan seperjuangannya dulu. Sitor juga menulis sajak tentang eksil seakan ia menyatakan bahwa lewat reformasi “kebebasan” telah tercipta. Tema-tema lama yang dulu pernah digarap Sitor juga hadir kembali di era Reformasi, seperti spiritualisme Tantra, Sufisme, Kristen, Hindu, Buddha, tema eksistensialisme dan lain sebagainya.

Lewat sebagian besar sajak-sajaknya selama era reformasi, terkesan upaya Sitor untuk menemukan diri dan “asal muasalnya” kembali. Periode Reformasi boleh dikata adalah periode ziarah bagi Sitor, sebagai seorang eksil yang terbuang, sebagai manusia terasing, baik secara fisik maupun rohaniah. Sajak-sajak Sitor adalah ekspresi dari ziarah pada sejarah Indonesia maupun sejarah perkembangan intelektualnya.

Adapun secara keseluruhan, intisari simpulan yang dapat diambil dari studi ini adalah sajak bertema apapun yang digarap Sitor pada era reformasi bila diteliti dengan metodologi analisis sosio-historik dari Kuntowijoyo selalu menunjukkan pertumpang-tindihan kategori sejarah yang memiliki korelasi sebab akibat dengan cara-cara Sitor Situmorang dalam mengolah dasar struktur.

  • 7.    Daftar Pustaka

Kuntowijoyo., 2006. Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta, Tiara Wacana.

_______., 2008. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation, Yogyakarta, Tiara Wacana.

Piliang, Yasraf Amir., 2004. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan, Yogyakarta, Jalasutra.

Rizal, J.J., (ed.)., 2006. Sitor Situmorang : Kumpulan Sajak 1948-197, Jakarta, Komunitas Bambu.

_______. (ed.)., 2006. Sitor Situmorang : Kumpulan Sajak 1980-2005, Jakarta, Komunitas Bambu.

151