PERBANDINGAN MORFEM –TA DAN –TE ITA PADA VERBA BAHASA JEPANG DALAM ESAI BUKU CHUUKYUU KARA MANABU NIHONGO
on
ISSN: 2302-920X
E-Jurnal Humanis, Fakultas Sastra dan Budaya Unud
Vol 15.1 April 2016: 95-103
PERBANDINGAN MORFEM –TA DAN –TE ITA PADA VERBA BAHASA JEPANG DALAM ESAI BUKU CHUUKYUU KARA MANABU NIHONGO
Oleh:
Novi Wiryanti email: noviwiryanti@gmail.com Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana
Abstract
This paper analyzed the application and meaning of morpheme -ta and -te ita in Japanese verb. The data source was taken from an essay which referred on Chuukyuu Kara Manabu Nihongo. This research was using agih method and the theories used tenses and aspect by Iori and Shimizu. The theories also carried divide verb in Japanese language by Tsujimura. The analysis result show that morpheme -ta and -te ita on Japanese verb used as tenses and aspect marker. Morpheme -ta on verb functions as past tense marker and shows an action that has been completed. Morpheme -te ita on verb also functions as past tense marker, shows an action that has been completed, and ongoing action.
Keywords: morpheme, tenses, and aspect
Dalam bahasa Jepang morfem berfungsi sebagai penentu makna pada verba. Ada berbagai macam morfem dalam bahasa Jepang, tetapi yang dikenal secara umum adalah morfem –ru, –te iru, –ta, dan –te ita. Morfem pada verba bahasa Jepang digunakan sebagai pemarkah kala dan aspek. Kala atau tenses dalam bahasa Jepang disebut dengan jisei atau tensu, yaitu kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu peristiwa atau berlangsunganya suatu aktivitas yang bertitik tolak pada waktu saat kalimat tersebut diucapkan. Waktu terjadinya peristiwa atau aktivitas tersebut ada tiga, yaitu waktu sebelumnya atau yang telah berlalu (kako) ‘lampau’, waktu saat berbicara (genzai) ‘sekarang/kini’, dan waktu yang akan datang (mirai) (Sutedi, 2011: 86—87). Aspek yaitu kategori gramatikal dalam verba yang menyatakan kondisi suatu perbuatan atau kejadian apakah baru dimulai, sedang berlangsung, sudah selesai atau berulang-ulang (Sutedi, 2011: 93).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut.
-
1. Bagaimanakah penggunaan dan makna morfem –ta pada verba bahasa Jepang dalam esai buku Chuukyuu Kara Manabu Nihongo?
-
2. Bagaimanakah penggunaan dan makna morfem –te ita pada verba bahasa Jepang dalam esai buku Chuukyuu Kara Manabu Nihongo?
-
3. Bagaimanakah perbandingan morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang dalam esai buku Chuukyuu Kara Manabu Nihongo?
Tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi serta pengetahuan kepada pembelajar bahasa Jepang. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang perbandingan penggunaan dan makna morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang dalam esai yang terdapat dalam buku Chuukyuu Kara Manabu Nihongo.
Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik sadap. Dalam tahap analisis data digunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung, kemudian dilanjutkan dengan teknik perluasan sebagai teknik lanjutan. Sementara pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal.
Penggunaan morfem –ta pada verba bahasa Jepang, dapat dilihat dari cara pembentukkannya. Pembentukan verba bermorfem –ta disesuaikan dengan pembagian verba bahasa Jepang menurut konjugasinya. Pembagian verba dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan perubahan bentuknya. Berikut akan dijelaskan pembentukan verba bermorfem –ta.
Pertama, untuk verba bahasa Jepang kelompok I yang disebut godan doushi, ciri-ciri verba kelompok ini adalah verba yang memiliki akhiran huruf u, tsu, ru, ku, gu, mu, nu, bu, dan su (う、つ、る、く、ぐ、む、ぬ、ぶ、す) (Sutedi, 2011: 49). Verba kelompok ini jika diubah menjadi verba bermorfem –ta memiliki aturan sebagai berikut.
Ka-u |
---► |
ka-tta |
‘membeli’ |
Ta-tsu |
---► |
ta-tta |
‘berdiri’ |
u-ru |
---► |
u-tta |
‘menjual’ |
ka-ku |
---► |
ka-ita |
‘menulis’ |
*oyo-gu |
---► |
oyo-ida |
‘berenang’ |
*yo-mu |
---► |
yo-nda |
‘membaca’ |
*shi-nu |
shi-nda |
‘mati’ | |
*aso-bu |
---► |
aso-nda |
‘bermain’ |
hana-su |
hana-shita |
‘berbicara’ |
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa tidak semua verba dalam bahasa Jepang berubah menjadi verba bermorfem –ta. Dalam aturannya verba yang memiliki akhiran gu, nu, mu, dan bu (ぐ、ぬ、む、ぶ) tidak berubah menjadi verba yang memiliki morfem –ta melainkan memiliki morfem –da. Hal ini membuktikan bahwa tidak semua verba bahasa Jepang memilki morfem –ta.
Kedua, verba bahasa Jepang kelompok II atau yang disebut ichidan-doushi ‘verba satu tingkat’. Ciri verba kelompok II ini, yaitu verba yang memilki akhiran e-ru atau yang disebut shimo-ichidan-doushi dan verba yang memilki akhiran i-ru atau yang disebut kami-ichidan-doushi (Drohan, 1992: 16). Verba kelompok II ini jika diubah menjadi verba bermorfem –ta akan menjadi seperti berikut.
Mi-ru -----» mi-ta ‘melihat/menonton’
Oki-ru ------► oki-ta ‘bangun’
Ne-ru ------► ne-ta ‘tidur’
Tabe-ru -----► tabe-ta ‘makan’
Ketiga, verba bahasa Jepang kelompok III atau yang disebut dengan henkaku doushi. Verba kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan. Verba pada kelompok ini hanya terdiri dari dua buah verba (Sutedi, 2011: 50), yang jika diubah menjadi verba bermorfem –ta akan menghasilkan perubahan sebagai berikut.
Suru -----► shita ‘melakukan’
Kuru -----► kita ‘datang’
Jika berbicara tentang makna, sebuah verba sebelum mendapat morfem -ta, verba tersebut sendiri sudah memiliki maknanya tersendiri. Salah satunya, verba dapat dibagi berdasarkan makna temporalnya. Makna temporal dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu shunkan-doushi, keizoku-doushi, joutai-doushi, dan daiyonshu-doushi (Sutedi, 2011: 94). Shunkan-doushi yaitu verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian, mengakibatkan terjadinya suatu perbuatan dalam waktu singkat. Keizoku-doushi yaitu verba yang menyatakan suatu aktivitas atau kejadian yang memerlukan waktu tertentu dan pada setiap bagian waktu tersebut terjadi suatu perubahan. Joutai-doushi yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu, jika dilihat dari titik waktu tertentu, sama sekali tidak akan terlihat terjadinya suatu perubahan. Daiyonshu-doushi yaitu verba yang menyatakan keadaan sesuatu secara khusus, dan selalu dinyatakan dalam bentuk sedang (–te iru) (Sutedi, 2011: 95—96). Morfem –ta yang melekat pada verba bahasa Jepang juga menimbulkan makna dari segi kala dan aspek. Morfem –ta pada verba bahasa Jepang memiliki fungsi sebagai pemarkah kala dan aspek. Morfem –ta pada verba bahasa Jepang memiliki dua fungsi, yaitu untuk menyatakan peristiwa pada waktu lampau dan menggambarkan sesuatu yang telah selesai terjadi (Iori dan Shimizu, 2003: 6).
Penggunaan morfem –te ita pada verba bahasa Jepang dapat dilihat dari pembentukkannya. Sama halnya dengan verba bermorfem –ta yang pembentukkannya sesuai dengan pembagian verba bahasa Jepang sesuai dengan konjugasinya, pembentukkan verba bermorfem –te ita juga berdasarkan pembagian verba bahasa Jepang sesuai konjugasinya. Pembentukkan verba bahasa Jepang bermorfem –te ita dapat dilihat sebagai berikut.
Pertama, pembentukkan verba bermorfem –te ita pada verba kelompok I atau yang disebut dengan godan doush ‘verba lima tingkatan’, karena mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu deretan bunyi あいう えお (a, i, u, e, o). Cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf う、つ、る、 く、ぐ、む、ぬ、ぶ、す (u, tsu, ru, ku, gu, mu, nu, bu, su)i. Aturan pembentukkannya adalah sebagai berikut.
Ka-u |
---► |
ka-tte |
+ ita |
‘membeli’ | |
Ta-tsu |
---► |
ta-tte |
+ |
ita |
‘berdiri’ |
u-ru |
---► |
u-tte |
+ |
ita |
‘menjual’ |
ka-ku |
---► |
ka-ite |
+ |
ita |
‘menulis’ |
*oyo-gu |
---► |
oyo-ide |
+ |
ita |
‘berenang’ |
*yo-mu |
---► |
yo-nde |
+ |
ita |
‘membaca’ |
+ |
ita |
‘mati’ | |||
*aso-bu |
---► |
aso-nde |
+ |
ita |
‘bermain’ |
hana-su |
hana-shite |
+ |
ita |
‘berbicara’ |
Aturan pembentukkan verba bermorfem –te ita hampir sama dengan aturan pembentukkan verba bermorfem –ta. Hanya saja jika pembentukkan verba bermorfem –ta langsung menghasilkan verba dengan akhiran –ta pada verbanya, pembentukkan verba bermorfem –te ita terlebih dahulu diubah menjadi verba bermorfem –te, kemudian barulah ditambah dengan morfem –ita. Sama halnya dengan pembentukan verba bermorfem –ta, ada beberapa verba yang berakhiran gu, mu, nu, dan bu (ぐ、む、ぬ、ぶ) yang tidak dapat diubah menjadi verba bersufiks –te.
Kedua, verba bahasa Jepang kelompok II (ichidan-doushi ‘verba satu tingkatan’). Aturan pembentukkan verba kelompok II (ichidan-doushi ‘verba satu tingkatan’) adalah sebagai berikut.
Mi-ru |
mi-te |
+ |
ita |
‘melihat/menonton’ | |
Oki-ru |
---► |
oki-te |
+ |
ita |
‘bangun’ |
Ne-ru |
---► |
ne-te |
+ |
ita |
‘tidur’ |
Tabe-ru |
tabe-te |
+ |
ita |
‘makan’ |
Ketiga, verba bahasa Jepang kelompok III henkaku doushi yaitu verba yang perubahannya tidak beraturan. Verba kelompok ini hanya terdiri dari dua buah verba yaitu verba kuru ‘datang’ dan suru ‘melakukan’. Pembentukkan kedua verba ini menjadi verba bersufiks –te ita adalah sebagai berikut.
Suru -----► shite + ita ‘melakukan’
Kuru ------► kite + ita ‘datang’
Sebelum mendapat morfem –te ita verba bahasa Jepang pada dasarnya telah memiliki makna tersendiri, salah satunya makna temporal. Morfem –te ita pada verba bahasa Jepang juga menimbulkan makna pada verba yang mendapat tambahan morfem –te ita tersebut. Morfem –te ita pada verba bahasa Jepang digunakan sebagai pemarkah kala lampau. Namun, morfem –te ita jika dihubungkan dengan aspek dalam bahasa Jepang tidak hanya terbatas sesuatu yang sedang terjadi. Dalam hubungannya dengan aspek dalam bahasa Jepang morfem –te ita dapat menunjukkan suatu peristiwa yang telah selesai atau berakhir, bergantung pada verba yang memiliki morfem –te ita tersebut. Walaupun menunjukkan sesuatu yang sedang terjadi, tidak berarti peristiwa atau perbuatan tersebut berlangsung secara bersamaan saat pembicara membicarakannya, tetapi tetap menggambarkan sesuatu yang sedang terjadi pada waktu yang lampau.
Penggunaan morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang, dapat dilihat dari proses pembentukkannya. Dalam proses pembentukkannya verba dikelompok berdasarkan konjugasinya. Berdasarkan konjugasinya verba bahasa Jepang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu, godan doushi, ichidan-doushi ‘verba satu tingkat’, dan henkaku doushi. Yang membedakan pembentukkan verba tersebut adalah morfem –ta dapat langsung mengahasilkan verba bentuk –ta
sedangkan morfem –te ita tidak dapat menghasilkan verba bentuk –te ita, karena harus terlebih dahulu diubah menjadi verba bentuk –te dan ditambah dengan morfem –ita. Penggunaan morfem –ta dan –te ita pada verba dalam sebuah kalimat dapat dilihat dari contoh kalimat berikut.
-
1. 私 は すし を 食べた。
Watashi wa sushi o tabeta.
Saya TOP sushi AKU makan-BTK LMP
‘Saya makan sushi.’
Morfem –ta pada verba tabeta ‘makan’ yang berfungsi sebagai pemarkah kala dan aspek dapat dilihat dari gambar berikut.
Kako ‘lampau’ genzai ‘sekarang’ mirai ‘mendatang’
Jikan ‘waktu’ ----------►
私はすしを食べる。
Watashi wa sushi o taberu.
‘Saya makan sushi.’
Pada gambar tersebut dapat dilihat perbuatan yang dilakukan sudah selesai dilakukan pada waktu lampau. Hal tersebut terlihat dari titik waktu perbuatan atau aktivitas tersebut dilakukan berada pada titik waktu lampau.
2. 私 は すし を
Watashi wa sushi o
Saya TOP sushi AKU
食べていた。
tabete ita.
makan-GERUND-BTK LMP
‘Saya sedang makan sushi’
Penggunaan morfem –te ita pada verba tabete ita ‘sedang makan’ sebagai pemarkah kala dan aspek dapat dilihat dari gambar berikut.
Kako ‘lampau’ genzai ‘sekarang’ mirai ‘mendatang’
Jikan ‘waktu’
---------►
私はすしを食べている。
Watashi wa sushi o tabere iru.
‘Saya sedang makan sushi.’
Berbeda dengan gambar sebelumnya, penggunaan morfem –te ita pada verba tabete ita ‘sedang makan’. Pada gambar terdapat garis lurus pada keterangan waktu lampau. Garis lurus tersebut menunjukkan perbuatan dibicarakan tidak memiliki rentang waktu pada saat dilakukan. Garis lurus tersebut menggambarkan perbuatan atau aktivitas yang tidak dapat ditentukan keberakhirannya pada suatiu titik yang pasti, sehingga digunakan garis lurus untuk menunjukkan perbuatan tersebut terjadi atau berlasung pada rentang waktu tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang dapat digunakan sebagai pembentuk verba lampau. Berdasarkan makna temporalnya, verba bermorfem –ta dan –te ita yang ditemukan hanya kelompok shunkan-doushi, keizoku-doushi, dan joutai-doushi. Kelompok daiyonshu-doushi tidak ditemukan, karena kelompok verba tersebut merupakan verba yang menyatakan keadaan secara khusus, dan selalu dinyatakan dalam bentuk sedang (–te iru) (Sutedi, 2011: 96).
Morfem –ta dan –te ita pada verba bahasa Jepang sama-sama menunjukkan fungsi sebagai pemarkah kala lampau. Dari segi sebagai penanda aspek, kedua morfem tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan yang ditunjukkan morfem –ta dan –te ita adalah sama-sama sebagai penanda perbuatan atau peristiwa yang telah berakhir dan telah selesai berlangsung. Perbedaan morfem –ta dan –te ita sebagai penanda aspek adalah morfem –ta pada verba bahasa Jepang hanya berfungsi sebatas menandakan sesuatu yang telah selesai terjadi atau berakhir. Namun, morfem –te ita pada verba bahasa Jepang juga menunjukkan suatu perbuatan atau peristiwa yang sedang berlangsung serta
menggambarkan suatu perbuatan yang terjadi secara terus-menerus dan berulang-ulang tergantung pada semantis verba pada saat lampau.
Daftar Pustaka
Drohan, Francis G. 1992. A Hanbook of Japanese Usage. Tokyo: Turtle Language Library.
Iori dan Shimizu Yoshiko. 2003. Nihongo Bunpo Enshuu Jidai o Arawasu Hyougen Tensu.Asupekuto. Tokyo: Japan Foundation.
Sutedi, Dedi. 2011. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.
103
Discussion and feedback