1

BENTUK, FUNGSI DAN MAKNA

JODOUSHI {~NAKEREBANARAI}, {~BEKIDA} DAN {~ZARU O ENAI } DALAM NOVEL TOBU GA GOTOKU VOLUME 1-10

KARYA RYOUTAROU SHIBA

Oleh :

Ni Wayan Rusprianti 1001705026

Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

Abstract

This research analized the “form, function and meaning, and subtitution of jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} and {~zaru o enai} in the novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 written by Ryoutarou Shiba”. The theory which were used referred to the opinions of Sakata an Kuramochi (1993) dan Makino and Tsutsui (1989&1995). The result of this research shown that jodoushi {~nakerebanaranai} contains the meaning of necessity on an obligation. Jodoushi {~bekida} contains the meaning of necessity for opponents about the hope of something happen. Jodoushi {~zaru o enai} contains the meaning of necessity that have to be performed when there is no other choices except have to doing something. In the other hand, jodoushi {~zaru o enai} can be replace by jodoushi {~nakerebanaranai} when it mean is must to do something because no more choise anymore. Jodoushi {~zaru o enai} cannot be replacing jodoushi {~nakerebanaranai} when it show a necessity based on obligation.

Keywords : jodoushi {~nakerebanaranai},{~bekida} and {~zaru o enai}

  • 1.    Latar Belakang

Dalam bahasa Jepang banyak terdapat kosa kata yang memiliki makna yang hampir mirip jika dipadankan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan pembelajar sering merasakan kebingungan dalam menerjemahkan atau membuat sebuah kalimat. Ketidakpahaman ini sering memicu munculnya berbagai kesalahan. Tidak semua kata yang memiliki makna yang hampir mirip dapat digunakan dalam situasi yang sama. Begitu juga halnya dalam mempelajari kelas kata dalam bahasa Jepang. Beberapa kelas kata dalam bahasa Jepang tentunya dapat mengalami perubahan bentuk, dan tentu saja memiliki makna dan fungsi yang berbeda.

Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan pada verba bantu (jodoushi) yaitu jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai}. Alasan dipilihnya jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} yang terdapat dalam novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba sebagai objek penelitian adalah jika ketiga jodoushi ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang sama namun mempunyai makna yang berbeda setelah menjadi sebuah kalimat. Bagi para pembelajar bahasa Jepang, sering terjadi salah penafsiran jika belum memahami dengan benar makna dari masing-masing jodoushi tersebut.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah Bagaimanakah bentuk, fungsi, makna dan substitusi jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} yang terdapat dalam novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba.

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah pemahaman dan pengetahuan pembaca terhadap bahasa Jepang terutama mengenai bentuk, fungsi dan makna jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai}. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk, fungsi, makna dan substitusi jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} yang terdapat dalam novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba.

  • 4.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode dan teknik yang digunakan mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993). Metode dan teknik tersebut dibagi menjadi tiga yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil analisis data.

Metode yang digunakan pada tahap pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak. Menurut Sudaryanto (1993:133), disebut metode simak

karena memang berupa penyimakan yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik catat.

Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan metode deskritif. Dalam hal ini, dipaparkan data-data mengenai penggunaan jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} kemudian dikumpulkan untuk dianalisis. Teknik penganalisisan yang digunakan adalah teknik ganti(substitusi). Teknik ganti berguna untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti dengan unsur pengganti, khususnya bila tataran pengganti sama dengan tataran terganti (Sudaryanto, 1993: 48).

Tahap penyajian hasil analisis data merupakan tahap kerja yang dilakukan setelah data dikumpulkan dan dianalisis. Penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan metode informal yaitu penyajian hasil analisis yang diuraikan melalui kata-kata bukan dalam bentuk angka atau lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Kemudian teknik yang digunakan adalah teknik informal.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Jodoushi {~nakerebanaranai} dan jodoushi {~bekida} dalam novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba dalam membentuk sebuah kalimat bisa dilekatkan dengan kelas kata lain seperti verba, adjektiva dan nomina. Sedangkan jodoushi {~zaru o enai} hanya dapat digabungkan dengan verba baik itu verba yang termasuk jenis godan doshi, ichidan doshi maupun henkaku doshi. Berikut adalah beberapa contoh kalimat yang menggunakan jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} yang terdapat pada novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba.

  • (1)    Daiji o nasu ni wa kenryokusha ni ki ga tsuyoi ni hairanakerebanaranai (TGG.V1 : 308)

‘Untuk melakukan perkara besar penguasa harus masuk untuk menguatkan hati’

Pada data (1), {~nakerebanaranai} dilekatkan dengan kata [hairu]. Kata [hairu] termasuk verba yang dikelompokkan ke dalam godan doshi yang mempunyai akhiran suara {ru}. Jika dilekatkan dengan jodoushi

{~nakerebanaranai} verba tersebut diubah ke dalam bentuk negatif [nai] sehingga menjadi [hairanai].

  • (2)    Giin wa jinmin no daihyou de aru bekida. (TGG.V6 : 24)

‘Anggota majelis harus menjadi wakil rakyat’.

Pada data (2), terlihat jelas bahwa jodoushi {~bekida} sebelum digabungkan dengan nomina harus ditambahkan dengan de aru. Dan nomina tersebut tidak mengalami perubahan bentuk.

  • (3)    Souiu kankei ga, Takahashi wa Ookubo ni taishi, tokubetsu no jou o mota zaru o enai. (TGG.V7 : 119)

‘Dengan hubungan yang seperti itu, Takahashi harus memiliki perasaan khusus terhadap Ookubo’.

Kata [motazaru o enai] pada data (3), pada dasarnya berasal dari kata [motsu]. Kata [motsu] merupakan verba yang dikelompokkan ke dalam jenis godan doshi karena merupakan kata yang memiliki akhiran suara {tsu}. Jika digabungkan dengan jodoushi {~zaru o enai} dalam membentuk sebuah kalimat, kata [motsu] diubah ke dalam bentuk negatif [nai] menjadi [motanai] dan kata [nai] di belakang kata [motanai] dihilangkan sehingga menjadi [mota] kemudian ditambahkan {~zaru o enai} menjadi [motazaru o enai].

Sakata dan Kuramochi (1993) menyatakan bahwa jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai} yang termasuk ke dalam jenis jodoushi handan no hitsuzen teki na kiketsu yang berfungsi untuk membantu kelas kata lain atau verba yang berada di depan jodoushi tersebut untuk memberikan makna atau arti tambahan. Serta mencerminkan sebuah ekspresi dari subyek utama. Dalam memberikan makna atau arti tambahan pada kelas kata yang berada di depannya, jodoushi tersebut akan menimbulkan makna yang berbeda-beda. Berikut contoh kalimat yang menunjukkan fungsi dari jodoushi {~nakerebanaranai}, {~bekida} dan {~zaru o enai}.

  • (4) . Iwakura ga deru ijou, Oukubo o shutsubasasenakerebanaranai.

(TGG.V3: 59)

‘Karena Iwakura keluar, Ookubo harus mencalonkan diri’

Pada data (4), kelas kata yang digunakan adalah verba [shutsubasuru]. Fungsi jodoushi {~nakerebanaranai} yang terlihat adalah {~nakerebanaranai} memberikan makna tambahan pada verba [shutsubasuru]. Makna yang ditimbulkan ketika ditambahkan dengan {~nakerebanaranai} adalah makna sesuatu hal yang didasari oleh kewajiban. Dimana pada data (4) menggambarkan bahwa ketika Iwakura keluar, Ookubo diwajibkan harus mencalonkan diri.

Makino dan Tsutsui (1989&1995) mengungkapkan bahwa jodoushi {~nakerebanaranai} menyatakan keharusan yang didasari oleh kewajiban. Jodoushi ini menunjukkan ekspresi gagasan sebuah kewajiban. Jodoushi {~bekida} menyatakan kepada lawan bicara mengenai harapan terjadinya sesuatu. Di sini pembicara tidak hanya mengharapkan saja tetapi secara langsung kata bantu ini menjadi bermakna nasehat atau perintah. Jodoushi {~bekida} juga mengungkapkan suatu hal yang sudah seharusnya terjadi atau sudah dianggap layak terjadi. Jodoushi {~zaru o enai } digunakan untuk menyatakan keharusan yang harus dilakukan ketika tidak ada pilihan lainnya selain harus melakukan sesutau tersebut. Makna yang ditimbulkan oleh jodoushi {~zaru o enai } terkesan adanya suatu keterpaksaan karena dalam waktu yang bersamaan tidak adanya pilihan lain lagi.

Meskipun maknanya berbeda, namun dalam situasi tertentu jodoushi ini bisa saling menggantikan misalnya jodoushi {~nakerebanaranai} dan {~zaru o enai}. Makino dan Tsutsui (1995) menyatakan bahwa {~zaru o enai} bisa digantikan {~nakerebanaranai } ketika bermakna ‘harus melakukan sesuatu karena sudah tidak ada pilihan lain’. Tetapi sebaliknya, {~zaru o enai} tidak bisa menggantikan {~nakerebanaranai} saat menunjukkan sebuah keharusan yang didasari oleh kewajiban. Berikut adalah contoh kalimatnya.

  • (5) . Takega ni notte iru Saigou mo, kouiu nansho de orizaru o enakatta.

(TGG.V10 : 170)

‘Saigou pun naik bambu, dengan demikian harus turun di titik rawan’.

Data (5) mengandung makna tidak ada pilihan lain selain harus melakukan hal tersebut. Dalam hal ini Saigou harus turun di titik rawan pertempuran karena sudah tidak ada pilihan lagi selain dia harus melakukan hal tersebut. Karena dalam situasi ini jika berlayar menggunakan perahu dengan bambu turunnya harus pada tempat yang ditentukan. Jadi kalimat tersebut bisa digantikan dengan jodoushi {~nakerebanarai} karena mengandung arti tidak ada pilihan lain.

  • (6) . Iwakura ga deru ijou, Oukubo o shutsubasasenakerebanaranai.

(TGG.V3: 59)

‘Karena Iwakura keluar, Ookubo harus mencalonkan diri’

Pada data (6) jodoushi {~nakerebanaranai} tidak bisa juga digantikan dengan jodoushi {~zaru o enai} karena mengandung makna keharusan berdasarkan suatu kewajiban. Kalimat tersebut menggambarkan bahwa karena Iwakura keluar dari kelompok sebagai seorang ketua, jadi Oukubo wajib mencalonkan diri. Karena dalam situasi ini Ookubo sudah dipercayai semua anggota sebagai ketua.

6. Simpulan

Jodoushi {~nakerebanaranai} dan jodoushi {~bekida} dalam novel Tobu ga Gotoku volume 1-10 karya Ryoutarou Shiba dalam membentuk sebuah kalimat bisa dilekatkan dengan kelas kata lain seperti verba, adjektiva dan nomina. Sedangkan, jodoushi {~zaru o enai} hanya dapat digabungkan dengan verba baik itu verba yang termasuk jenis godan doshi, ichidan doshi maupun henkaku doshi. Jodoushi {~nakerebanaranai} menyatakan keharusan yang didasari oleh kewajiban. Jodoushi {~bekida} menyatakan kepada lawan bicara mengenai harapan terjadinya sesuatu. Jodoushi {~bekida} juga mengungkapkan suatu hal yang sudah seharusnya terjadi atau sudah dianggap layak terjadi. Jodoushi {~zaru o enai } digunakan untuk menyatakan keharusan yang harus dilakukan ketika tidak ada pilihan lainnya selain harus melakukan sesutau tersebut. Dalam situasi tertentu, jodoushi ini bisa saling menggantikan misalnya jodoushi

{~nakerebanaranai} dan {~zaru o enai}. {~zaru o enai} bisa digantikan

{~nakerebanaranai } ketika bermakna ‘harus melakukan sesuatu karena sudah tidak ada pilihan lain’. Tetapi sebaliknya, {~zaru o enai} tidak bisa menggantikan {~nakerebanaranai} saat menunjukkan sebuah keharusan yang didasari oleh kewajiban.

DAFTAR PUSTAKA

Sakata, Yukiko dan Yasuo, Kuramochi. 1993. Bunpo II (Jodoushi o chushin ni tsuite). Japan: Kokusai kouryuu kikin.

Seiichi,Makino dan Michio, Tsutsui. 1995. A Dictionary of Intermediate Japanese Grammar. Japan: The Japan Times.

1989. A Dictionary of Basic Japanese Grammar. Japan: The Japan Times.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik).Yogyakarta: Duta Wacana University Press.