1

UPACARA MANGOKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK DI HUTA TORUAN, KECAMATAN BANUAREA, KOTA TARUTUNG SUMATERA UTARA

Asfika Yogi Hutapea

Program Studi Antopologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

Abstrak

Batak traditions inherited from their ancestors in the form of ceremony Mangokal Holi, which is a hereditary tradition to honor ancestors by digging and lifting the bones of the ancestors. Through certain ceremonies bones are then placed on the monument. This tradition was inherited from generation to generation and still held to this day.

This Holi Mangokal ceremony in addition to functioning as a ritual homage to the ancestors, also has a function as a social integration among families making ceremony. The use of buffalo in this ritual because it gives the impression of a magical religio buffalo has been known as a carrier animal blessing of fertility and prosperity in the society as well as a status symbol Indonesia. Kerbau people who are conducting the ceremony Mangokal Holi.

Key words : mangokal holi, Batak, ceremony.

  • 1.    Latar Belakang

Tradisi “Mangokal Holi” dulunya berasal dari kultur Batak pra-Kristen yang menganggap hal itu perlu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada orang tua atau leluhur yakni dengan meninggikan posisi tulang-belulang di atas tanah, khusunya di bukit yang tinggi dengan batu yang keras. Upacara Mangokal Holi yang artinya menggali kubur adalah salah satu upacara yang dianggap sakral bagi kehiduan masyarakat Batak Toba. Upacara Mangokal Holi ini memiliki proses panjang mulai dari penggalian hingga pada proses pesta yang membutuhkan waktu sangat panjang hingga ber hari-hari lamanya. Lamanya proses penggalian sampai acara pemestaan maka akan tenjalin kembali sistem kekerabatan dari generasi yang tertua sampai termuda. Upacara Mangokal Holi ini bertujuan untuk mendapatkan Hagabean, Hasangapan dan Hamoraon (panjang umur, kehormatan, dan kekayaan). Meskipun zaman terus berubah namun tradisi ini tetap dipertahankan hingga saat ini.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan, sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimana proses pelaksanaan upacara mangokal holi?

  • 2.    Bagaimana fungsi dan makna dari upacara mangokal holi?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas, maka adapun tujuan penelitian sebagai berikut:

  • 1 .Untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara mangokal holi.

  • 2 .Untuk mengetahui fungsi dan makna dari upacara mangokal holi

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kualitatif, untuk memperoleh data primer,(Moleong j. lexy. 2008. mempergunakan teknik observasi, wawancara, dokomentasi dan studi kepustakaan. Observasi digunakan untuk memperoleh data primer,(Nawawi, 1993:18) sedangkan teknik wawancara digunakan untuk memperoleh data primer melalui proses tanya jawab dengan informan. Berbeda dengan studi kepustakaan sebagai teknik diperuntukan untuk memperoleh data sekunder dengan jalan mengeksplorasi kepustakaan berupa jurnal, buku, dokumen dan sumber tertulis lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

Informan sebagai pemberi data primer ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling ini membantu peneliti dalam menentukan informan berdasarkan kualifikasi pengetahuan sehubungan dengan objek penelitian. Berdasarkan teknik ini diperoleh beberapa informan yaitu informan pangkal, informan kunci dan informan tambahan. Informan pangkal dalam penelitian ini adalah kerabat peneliti sendiri dan telah memberikan informasi berupa gambaran umum mengenai objek yang diteliti. Dari informasi berupa data yang diberikan oleh informan pangkal, kemudian peneliti

memperoleh daftar orang-orang yang berkualifikasi sebagai informan kunci dan informan tambahan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah hapung (kepala desa Huta Toruan), di mana beliau tergolong sebagai informan kunci karena telah memberikan data paling akurat dan lengkap dari objek penelitian. Informan tambahan adalah masyarakat Huta Toruan yang pernah menjalankan upacara Mangokal Holi yang telah memberikan data yang bersifat melengkapi.

Data yang telah terkumpul kemudian dilanjutkan dengan tahapan analisis data secara deskriptif kualitatif. Analisis ini merupakan tahapan pengolahan, pengelompokan dan penjabaran data yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab permasalahan penelitian.

  • 5.    Upacara Mangokal Holi

    • 5.1    Proses Pelaksanaan Mangokal Holi

  • 1.    Tinopot ma aka hula-hula ni si okalon I (raja keluarga dari kelompok marga istri baik kandung maupun hanya hubungan marga atau klan ).

  • a.    ima bona ni arina (yaitu kelompok marga istri yang ingin digali/ tiga tingkatan di atas pihak yang memiliki acara disebut juga paman dari nenek yang melakukan acara)

  • b.    hula-hulana nan i okal (keluarga kandung atau satu marga atau klan pihak istri yang akan digali).

  • c.    Tulang na (pihak paman dari anak atau cucu yang ingin melakukan upacara).

Tujuan dari pemanggilan ketiga pihak ini antara lain untuk memberitahukan atau meminta restu serta mengundang mereka turut hadir dalam upacara yang akan dilakukan.

  • 2.    Martonggo raja (mengumpulkan pihak yang terkait dalam upacara ini). Dalam acara ini biasanya mengumpulkan semua para penetuah kampung, marga yang menjalankan adat, teman sekampung, serta semua yang terkait hubungan dengan acara adat yang akan dilakukan, begitu juga pihak yang akan melakukan upacara adat untuk turut serta membantu pelaksanaan upacara Mangokal Holi.

  • 3.    Pihak dari anak atau semua keturunan dari semua orang tua yang akan digali makamnya dan semua para pihak undangan yang turut membantu dalam pembagian tugas yang dilakukan pada saat martonggo raja, pada saat jam yang sudah ditentukan pada malam martonggo raja satu dari pihak paman haruslah berdiri sambil membacakan doa guna keselamatan dan penggalian agar cepat bisa menemukan tulang-belulang yang akan digali.

  • 4.    Proses Penggalian Makam.

  • a.    Pemuka agama yang akan membuka acara di pemakaman dan pemuka agama berperan untuk memanjatkan doa dan melantunkan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa guna melancarkan acara penggalian dan setelah acara kebaktian singkat ini dilakukan, maka penetuah atau pemuka agama yang layak pertama kali mencangkul makam yang akan digali setelah itu dilanjutkan oleh :

  • b.    Bona ni ari (paman dari pihak mendiang yang akan digali) sebagi pembuka dalam penggalian tersebut setelah pihak pemuka agama.

  • c.    Setelah itu berdirilah pihak paman dan berbicara seperti yang di atas setelah itu ikut mencangkul sebanyak 3 kali.

  • d.    Setelah itu pihak mertua ikut berdiri dan ikut mencangkul sebanyak 3 kali.

  • e.    Setelah pihak mertua barulah pihak anak satu perut atau anak kandung serta anak kesayangan atau anak yang terakhir, selanjutnya mencangkul tanah makam itu sebanyak 3 kali.

  • f.    Setelah itu, pihak anak menyampaikan kepada pihak boru (keturunan perempuan atau suami dari keturunan perempuan) agar dilanjutkan sampai tulang belulang ditemukan.

  • g.    Setelah ditemukan tulang belulangnya, maka diberitahukan kepada pihak boru hasuhutan (suami dari anak perempuan kandung, bukan karena marga) untuk mengangkat tulang-belulangnya.

  • h.    Di makam sudah bersedia pihak dari keturunan laki-laki yang siap menerima tulang-belulang, yang diangkat dari bawah dan dilakukan oleh pihak suami dari saudara perempuannya,(untuk menjaga agar

tulang tetap bersih dan dalam keadaan baik harus disiapkan air yang bercampur karbol). Setelah selesai dibersihkan, maka pihak keluarga anak tertua dari keturunan yang digali tulang-belulangnya, mengumumkan bahwa penggalian telah selesai dan acara di makam telah selesai.

  • i.    Setelah semua selesai, pihak anak menyampaikan sepatah, dua patah kata kepada pihak paman untuk memberikan ulos timpus (kain khas Batak yang melapisi atau membungkus tulang-belulang). (T.M. Sihombing 1989 : 241-242)

  • 5.    Upacara Serah Terima Tulang

Setelah selesai acara baik penggalian, pembersihan tulang-belulang maupun acara pembungkusan yang dilakukan oleh pihak paman, maka dilanjutkan dengan acara serah terima tulang-belulang dari pihak paman kepada pihak keturunan dan dilanjutkan dengan ucapan terimakasih serta ajakan ke acara memasukan ke dalam tugu yang telah disiapkan sebagai bentuk penghormatan terhadap pihak paman dari kakek.

  • 6.    Upacara Mangokal Holi

Setelah acara di atas, dilanjutkan pada pengucapan terimakasih serta penghormatan terhadap pihak paman selaku pihak yang paling dihormati pada suku Batak, dilanjutkan pula pada acara membawa tulang-belulang yang telah dibersihkan dan dibungkus rapi tadi masuk ke dalam peti, kemudian dibawa oleh pihak istri (kalau masih ada, kalau sudah tiada maka anak perempuan tertua sebagai pengganti), dengan menaruh di atas kepala.

Proses memberikan kata-kata terakhir ditujukan pada semua keturunan yang hadir dan berlanjut memasukan tulang belulang ke dalam tugu yang telah disediakan. Penetuah gereja datang untuk memberikan doa dan berkat, namun ketika berhalangan hadir dapat digantikan oleh pendeta yang telah diatur oleh pihak gereja (biasanya pendeta dari gereja Batak atau gereja kesukuan lebih dikenal dengan HKBP).

  • 5.2    Fungsi dan Makna Upacara Mangokal Holi

Rangkaian upacara mangokal holi merupakan bentuk ekspresi penghormatan masyarakat Batak Toba terhadap leluhur. Selain itu, upacara ini bertujuan untuk mengeratkan tali kekerabatan di antara keluarga atau marga. Tali kekerabatan yang begitu kuat dan erat tersebut termanifestasikan melalui horja. Tidak kalah pentingnya di dalam horja terdapat holong yang memiliki makna kasih sayang. Hal ini tercermin ketika seluruh keluarga menari tor-tor bersama serta saling memberikan salam dan memegang pipi.

Upacara mangokal holi pun menjadi wadah untuk membahagiakan orang tua serta tempat berkumpul semua generasi marga, sehingga memungkinkan untuk saling mengenal satu sama lain, mengenalkan silsilah keluarga besar, sarana edukasi adat Batak dan sebagainya. Selain sebagai suatu kewajiban, ternyata upacara ini pula sebagai sarana untuk mengangkat martabat sebuah marga. Melalui upacara inilah hasangpon dapat tercapai dan sebagai bukti sah bahwa seseorang telah menjadi suku Batak yang mendatangkan kemuliaan bagi marganya. (Malau Gens G. 2000 : 289)

  • 6.    Simpulan :

Upacara mangokal holi merupakan suatu budaya yang ada di Sumatera Utara dan di dalamnya terkandung nilai – nilai persaudaraan, peningkatan status sosial dan sebagai bentuk rasa hormat terhadap orang tua serta leluhur yang telah hidup pertama di tanah kelahiran Masyarakat Batak. Proses upacara ini melibatkan berbagai pihak, seperti tulang, padan, bonani ari meskipun berbeda marga dan agama. Dari kegiatan ini diharapkan para generasi penerus dapat mempertahankan nilai - nilai yang terkadung di dalam tradisi ini.

Daftar Pustaka

Malau Gens G. 2000. Aneka Ragam Budaya Batak. Jakarta: Yayasan Bina Budaya Nusantara Taotoba Nusa Budaya.

Moleong J. Lexy. 2008. Metode penelitian Kualitatif. Bandung PT. Remaja rosdakarya.

Nawawi, 1993 : Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta Gajah Mada University press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.

Sihombing T.M. 1989. Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat: CV Tulus Jaya.