1

WACANA MERSUN, MAJUUG, DAN MATELISI

DALAM GANCARAN MERSUN

Ni Putu Ririn Nurhayati

Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Unud

Abstract

Research "Discourse Mersun, Majuug, and Matelisi in prose Mersun" aims to identify and understand the social aspects contained in the Short Story Mersun, Majuug, and Matelisi. Theoretical basis used is sociological theory based on the opinion of literary Wellek and Warren. Methods and techniques used in this study consists of three phases namely, (1) Stage provision of data using methods refer to the techniques and methods capable of translation and recording. (2) Phase analysis of the data using qualitative methods and descriptive analytic techniques. (3) Stage presentation of the results of data analysis using informal methods and inductive deductive techniques. The results achieved in this study reveal the social aspects of the Short Story Mersun, Majuug, and Matelisi which include: ethical aspects, educational aspects, economic aspects, aspects of loyalty, and aspects of mutual cooperation.

Keywords: short story, structure, social aspects

  • (1)    Latar Belakang

Cerita pendek adalah cerita yang berbentuk prosa yang relatif pendek.

Menurut Tarigan (1984: 176-177) cerpen dikenal dengan sebutan short story dan merupakan suatu kebulatan ide. Cerpen memiliki ciri-ciri bersifat rekaan yang ditulis berdasarkan kehidupan sehari-hari. Perkembangan sastra Bali modern sampai saat ini telah menghasilkan cerpen-cerpen berbahasa Bali yang telah diciptakan oleh para pengawi-pengawi Bali, diantaranya cerpen Ngambar Bulan karya IDK Raka Kusuma dan Gancaran Mersun karya I Wayan Paing.

Gancaran Mersun berisi delapan belas judul cerpen, namun hanya diambil tiga judul cerpen yakni Cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi karena: pertama, dapat memberikan informasi mengenai Mersun, Majuug, dan Matelisi. Kegiatan Mersun, Majuug, dan Matelisi dulu pernah menjadi suatu tradisi di Banjar Gulinten, Abang, Karangasem. Namun karena perkembangan jaman sekarang sudah jarang bahkan sudah tidak ada yang melakukan hal tersebut. Kedua, cerpen

ini juga memiliki tema yang sama yakni tentang kisah kebersamaan. Ketiga, cerpen tersebut juga terkandung aspek-aspek sosial masyarakat terutama aspek pendidikannya. Selain itu, cerpen tersebut banyak menggunakan istilah atau bahasa lokal di daerah Bali timur tepatnya di Banjar Gulinten, Abang, Kabupaten Karangasem.

  • (2)    Pokok Permasalahan

Aspek-aspek sosial apa sajakah yang terkandung dalam Cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi dalam Gancaran Mersun?

  • (3)    Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menginformasikan lebih jauh hasil-hasil karya sastra Bali modern, serta memberikan kontribusi bagi pengembangan sastra Bali modern. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk membangkitkan pemahaman dan wawasan pembaca tentang karya sastra Bali modern khususnya cerpen. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan aspek-aspek sosial yang terkandung dalam Cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi dalam Gancaran Mersun.

  • (4)    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data dengan menggunakan metode simak dan cakap. Metode simak dan cakap dibantu dengan teknik terjemahan dan teknik catat. Tahap analisis data menggunakan metode kualitatif dan teknik deskriptif analitik. Metode kualitatif adalah suatu metode yang memberi perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya, dibantu dengan menggunakan teknik deskriptif analitik. Teknik ini dilakukan dengan cara menjelaskan atau menguraikan teks tersebut kemudian dianalisis untuk menemukan unsur-unsurnya (Ratna, 2004: 53). Tahap terakhir ialah tahap

penyajian hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode informal. Metode informal ialah perumusan penyajian hasil penelitian dilakukan dengan

menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Metode ini dibantu dengan menggunakan teknik berpikir deduktif dan induktif.

  • 5.1    Hasil Pembahasan

    5.1.1    Aspek-aspek Sosial Dalam Cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi

Aspek sosial yang akan diuraikan dalam pembahasan ini merupakan pembahasan yang penting dalam menetapkan kerangka penilaian pemikiran aspek-aspek sosial yang terkandung dalam cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi dalam Gancaran Mersun. Adapun aspek-aspek sosial yang terkandung dalam ketiga cerpen tersebut, meliputi: aspek etika (susila), aspek pendidikan, aspek ekonomi, aspek kesetiaan, dan aspek gotong royong.

  • 5.1.1.1    Aspek Etika (Susila)

Etika dalam Agama Hindu sering disebut dengan Susila. Susila berarti tingkah laku manusia yang baik dan terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Putra, 2013: 127).

Aspek etika yang terdapat dalam cerpen Mersun adalah tingkah laku yang baik dan tingkah laku yang kurang baik. Tingkah laku baik yang terdapat dalam cerpen ini yakni ketika tokoh tiang ‘aku’diajarkan oleh tokoh bapak tentang bagaimana cara bersikap terhadap situasi sekitar khususnya bersikap kepada keluarga dekat maupun dengan tetangga dekat. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

..., i bapa ngorahang: tusing makejang anake marepotan dadi tekain. Manut teken ane ngelah gaene. Iraga masidikaraan ajak ane ngelah gaene ape tusing (halaman 7, alinea 3, baris 6).

Nanging, yen i dewek kasambatin uli pasidikaraane ane kal ngelah gae miwah dingeh taen nyambatang teken ane ngelah gae len raos: kal magae tusing nekaang pasidikaraan. Yen suba keto pesadoke, da pesan slapat-slapat kema, yadiastun masidikaraan (halaman 9, alinea 6, baris 7).

Terjemahan:

Bapak mengatakan: tidak semua orang yang yang memiliki kesibukan bisa didatangi. Patuh dengan yang mempunyai upacara. Kita memiliki hubungan keluarga dengan yang punya upacara apa tidak.

Tetapi, kalau kita diberitahukan oleh keluarga dekat yang akan mempunyai upacara dan terdengar pernah diberitahukan oleh yang mempunyai upacara lain kata: kal magae tusing nekaang pasidikaraan. Kalau sudah begitu laporannya jangan sekali pun slapat-slapat ke sana, walaupun memiliki hubungan keluarga.

Dari kutipan di atas terlihat tokoh bapak mengajarkan tokoh tiang ‘aku’ cara bersikap terhadap situasi sekitar karena tidak semua orang yang melaksanakan upacara atau yang mempunyai upacara bisa didatagi oleh sebab itu tokoh bapak mengajarkan tokoh tiang ‘aku bagaimana bersikap tehadap keluarga dekat atau tetangga dekat. Selanjutnya aspek etika yang terdapat dalam cerpen Mersun yaitu tingkah laku yang kurang baik ditunjukkan oleh tokoh tiang ‘aku’ dengan berpura-pura kepada ibu dan bapaknya karena dengan sengaja menganggukan kepala supaya di anggap mengerti walaupun sebenarnya ia belum paham tentang nasihat yang dijelaskan ibu dan bapaknya.

Aspek etika yang terdapat dalam cerpen Majuug adalah tingkah laku yang baik dan tingkah laku yang buruk. Etika baik ditunjukan dalam cerpen Majuug, ketika I Mardika berbuat curang kepada tiang ‘aku’ dan I Purna, namun mereka tetap mau menolong I Mardika. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

Suud nulungin I Mardika bangun, tiang ajak I Purna nyurakinlaut nyambat: ento upahe nglamit. I Mardika ngadesem elek. Yadiastun keto, tiang ajak I Purna tusing taen gedeg teken I Mardika (halaman 5, alinea 4, baris 12).

Terjemahan:

Selesai menolong I Mardika bangun, aku serta I Purna menyoraki lalu berkata: itu akibatnya kalau suka curang. I Mardika cemberut sambil memalingkan muka. Walaupun begitu aku serta I Purna tidak pernah kesal kepada I Mardika.

Dari kutipan di atas terlihat jelas etika baik dari tiang ‘aku’ dan I Purna kepada I Mardika. Walaupun I Mardika telah berbuat curang kepada tiang ‘aku’ dan I Purna, namun mereka tidak pernah kesal kepada I Mardika dan tetap mau

menolongnya ketika ia terjatuh. Selain tingkah laku baik, tingkah laku buruk juga ditunjukkan dalam cerpen Majuug. Tingkah laku buruk ditunjykkan oleh I Mardika kepada tokoh tiang ‘aku’ dan I Purna. Ketika mereka bertiga majuug mencari buah juet, I Mardika dengan sengaja menyembunyikan buah juet di kantong celananya. Dari perbuatannya itu, ia pun malu dan diolok-olok oleh kedua temannya itu.

  • 5.1.1.2    Aspek Pendidikan

Pendidikan itu sendiri mempunyai jangkauan yang amat luas, karena dalam melaksanakan suatu istiadat ataupun aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Pendidikan dibedakan menjadi dua yakni pendidikan formal dan pendidikan informal. Dalam cerpen Mersun, Majuug, dan Matelisi jenis pendidikan yang sifatnya informal. Jenis pendidikan informal yang terdapat di dalam ketiga cerpen tersebut adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Misalnya dalam cerpen Mersun Ketika tokoh bapak menjelaskan kepada tiang ‘aku’ tentang bagaimana cara menjaga hubungan dengan keluarga pada saat salah satu dari keluarga memiliki pekerjaan atau akan mengadakan upacara di rumahnya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

I bapa buin ngawitin: di subane ngelah pasidikaraan, jani ada buin besik ane patut resepang. Amun pasidikaraanne tawang ngelah gae tusing kasambatin, apa buin kasambatin tur orahina nekain, i dewek patut matulung (halaman 9, alinea 6, baris 9).

Terjemahan:

Bapak menjelaskan lagi: kalau sudah memiliki keluarga dekat. Sekarang ada lagi satu yang harus di pahami. Kalau tahu keluarga dekat mempunyai pekerjaan, tidak disebutkan, apalagi jika disebutkan dan diberitahu untuk didatangi, kita patut membantu.

Dari kutipan di atas, terlihat tokoh bapak mengajarkan anaknya yaitu tokoh tiang ‘aku’ bagaimana caranya bersikap jika ada salah satu keluarga dekat yang memiliki kerjaan. Kutipan lain yang menyatakan tentang aspek pendidikan yakni pada cerpen Majuug, Ketika ibu menasehati anaknya yaitu tokoh tiang ‘aku’ untuk tidak usil dan nakal. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

..., tiang maorahan lakar majalan teken i meme. Pebesenne: da gutip. Sing dadi nuduk ane tonde suud madudukin (halaman 4, alinea 2, baris 7).

Terjemahan:

..., aku memberitahu akan berangkat kepada ibu. Ibu berpesan: jangan usil. Tidak boleh mengambil yang bukan milik kita.

Dari kutipan di atas, tokoh tiang ‘aku’ diajarkan oleh ibunya untuk tidak usil dan diajarkan untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan milik kita sendiri karena itu merupakan perbuatan yang tidak baik. Aspek pendidikan yang terdapat dalam cerpen Matelisi adalah ketika tokoh bapak menasehati tiang ‘aku’ untuk belajar bermasyarakat. Walaupun tokoh tiang ‘aku’ masih kecil namun dia diajarkan untuk bisa bermasyarakat oleh bapaknya.

  • 5.1.1.3    Aspek Ekonomi

Ekonomi adalah pengetahuan dan penyelidikan mengenai pembagian dan pemakaian barang-barang serta kekayaan, seperti keuangan, perdagangan, dan lain-lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989: 220). Aspek ekonomi yang terdapat dalam cerpen Matelisi, ketika tokoh teman bisa menghasilkan uang dari hasil kerja kerasnya dan kelompok telisiannya itu. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

Luungne, yen ada gae mapipis. Contone, cara umah tiange joh uli jalan gedene. Ada lantas kramane anenekaang bahan bangunan luire bias miwah batako, ane mirib i dewek nyidaang aba. Paluasanga lantas aji pipis, nyen nyidaang ngabang ka umahne maan ongkos. Ditu sekaa telisian dadi tedunang. Ngajang bahan amun ane suba pada –pada cumpuin. Ane maang gae bani maang ongkos amunto, ane nyemak gae bani nyemak iji ongkos amunto (halaman 14, alinea 7, baris 1).

Terjemahan:

Baiknya, jika mendapatkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Contohnya, rumah aku jauh dari jalan raya. Ada masyarakat yang membeli bahan bangunan seperti pasir dan batako, yang sekiranya bisa kita angkut. Nanti dibayar dengan uang kalau bisa membawakan ke rumahnya akan diberikan ongkos. Disana kelompok telisian bisa dimanfaatkan. Mengangkut bahan jika sudah sama-sama disetujui. Yang memberikan pekerjaan berani memberi ongkos yang sesuai, yang mengambil pekerjaan berani mengambil dengan harga yang telah disesuaikan.

Dari kutipan di atas tampak kalau tokoh teman bisa menghasilkan uang dari kelompok telisian yang dibentuk oleh dia dan teman-temannya. Dari sana dia bisa sedikit membantu meringankan oarng tuanya dan bisa mengumpulkan uang untuk keperluan sekolahnya.

  • 5.1.1.4    Aspek Kesetiaan

Kesetiaan merupakan sebuah sikap yang menunjukan perilaku setia terhadap sesuatu. Misalnya setia terhadap teman atau satya mitra, ketika seorang teman telah berbuat kesalahan namun sebagai teman kita hendaknya mau memaafkannya dan tetap mau berteman dengan tidak menjauhinya. Hal ini ditunjukkan dalam cerpen Majuug yakni ketina I Mardika berbuat curang kepada tokoh tiang ‘aku’ dan I Purna namun mereka tetap mau berteman dengan I Mardika walaupun ia telah berbuat curang. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

Suud nulungin I Mardika bangun, tiang ajak I Purna nyuriakin laut nyambat: ento upahe nglamit. I Mardika ngadesem elek. Yadiastun keto, tiang ajak I Purna tusing taen gedeg teken I Mardika (halaman 5, alinea4, baris 12).

Terjemahan:

Selesai menolong I Mardika bangun,aku serta I Purna menyoraki dan berkata: itu akibatnya kalau suka curang. I Mardika cemberut sambil memalingkan wajah. Walaupun begitu, aku dan I Purna tidak pernah kesal kepada I Mardika.

Dari kutipan di atas, terlihat sikap setia kawan tiang ‘aku’ dan I Purna kepada I Mardika walaupun mereka telah dibohongi oleh I Mardika tetapi tiang ‘aku’ dan I Purna tetap mau berteman dengan I Mardika. Selain satya mitra dalam cerpen ini juga terdapat tentang kesetiaan terhadap janji (satya semaya) yakni ketika tokoh tiang ‘aku’ dan kedua temannya membuat perjanjian untuk majuug, apa pun yang mereka peroleh harus dibagi rata. Ketika kegiatan majuug itu selesai mereka pun membagi hasil yang mereka peroleh secara merata. Dari sanalah tercermin sikap setia terhadap janji atau satya semaya.

  • 5.1.1.5    Aspek Gotong Royong

Dalam kehidupan masyarakat desa, suatu kegiatan atau aktivitas yang biasanya diwujudkan dengan sistem pengarahan tenaga, baik antara keluarga maupun antar individu di dalam lingkungan banjar disebut dengan kegiatan gotong royong. Kegiatan tolong menolong yang terdapat dalam Cerpen Mersun adalah ketika Paman Ketut Jabur membuat perlengkapan untuk upacara ia di bantu oleh anak dan menantu-menantunya. Hal ini tampak dalam kutipan berikut:

Wa Ketut Jabur ajak pianak-pianakne miwah mantu-mantune pada iju maetokan (halaman 7, alinea 1, baris3).

Terjemahan:

Paman Ketut Jabur dengan anak-anaknya dan menantu-menantunya sibuk membuat perlengkapan upacara.

Dari kutipan pernyataan di atas, terlihat kegiatan tolong menolong antara bapak, anak dan menantu untuk membuat perlengkapan upacara. Dalam cerpen Majuug juga terdapat kegiatan tolong menolong yaitu ketika tiang ‘aku’ dan teman-temannya membantu Bapak Ruma untuk ngunuh kacang tanah di ladang Bapak Ruma, rasa tolong menolong antara sesama sering dijumpai di masyarakat. Rasa tolong Menolong juga ditunjukkan dalam cerpen Matelisi yaitu ketika tokoh teman bekerja secara bersama-sama dengan kelompok telisiannya.

(6) Daftar Pustaka

Paing, I Wayan. 2009. Pupulan Cerpen Gancaran Mersun. Tabanan: Pustaka Ekspresi.

Putra, Ida Bagus Rai, dkk. 2013. Swastikarana Pedoman Ajaran Hindu Dharma. Denpasar: PT. Mahabakti.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penilitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prisip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

9