TUTUR SRI AJI JAYA KASUNU: KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA
on
1
TUTUR SRI AJI JAYA KASUNU:
KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA
Ida Bagus Gede Ariwangsa
Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya
Abstract:
Efforts to explore the socio-cultural values is the purpose of this study, as well as problem-solving research Sri Aji Kasunu oracle forms in Balinese life, the said function in the lives of the people of Bali, and the meaning of the story in a particular social and cultural contexts associated with Hinduism. In this study using the theory of the structure and function to provide new interpretations of a text based on the assumption that the text is always live and thrive spawned ambiguous meanings or bring a lot of meaning, as well as the semiotic theory works in the communication process as a sign that the text should be interpreted readers.
The results of research emphasize three aspects of form, function, and meaning. Said form of Sri Aji Jaya refers Kasunu story structure include; plot, characterization, setting, theme, and the mandate. Function in this speech relates to religious activity, and also provide insight and planting attitudes, mental, and moral society. While this meaning in speech emphasized on the understanding that the deconstruction of the text story has many possible meanings including; religious meaning and aesthetic meaning.
Keywords: speech, form, function, meaning.
Menurut I Gusti Ngurah Bagus (dalam Robson,2006: 20) member pengertian bahwa tutur adalah “nasehat” atau “bicara”. Menurut klasifikasi naskah lontar yang terdapat di Gedong Kirtya, tutur dan tatwa termasuk dalam bagian wariga. Isinya tidak saja berkaitan dengan ajaran tentang penjelasan-penjelasan tertentu, seperti pengobatan, pengetahuan, dan penyembuhan, tetapi naskah-naskah ini kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuna dan ada juga yang memakai bahasa Bali (Agastia,1994: 6).
Dalam klasifikasi yang ada di Gedong Kirtya tatwa merupakan bagian dari wariga (baik/buruknya hari dalam melakukan suatu pekerjaan). Mengacu pada pengertian tatwa, dalam kamus bahasa Bali-Indonesia, kata tutur dibedakan atas dua pengertian: 1. Tutur berarti tatwa (filsafat/cerita), 2. Tutur berarti nasehat atau
peringatan. Dari pengertian yang kedua, lalu timbullah istilah pitutur, tuturina yang artinya dinasehati (Warna, dkk.1978: 614)
Pada kesempatan ini penulis meneliti tentang Tutur Sri Aji Jaya Kasunu. Tutur Sri Aji Jaya Kasunu sangat menarik karena banyak mengandung ajaran yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan ritual keagamaan yaitu hari raya Nyepi dan Galungan. Dilihat dari makna juduul Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yang berarti seorang raja yang disinari kemenangan, sehingga selalu memberikan pencerahan atau penerangan kepada semua rakyatnya.
Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yang berisikan tentang kisah seorang raja dalam kepemerintahannya dikenal sebagai raja yang sangat arif, bijaksana, tegas, dan disiplin. Raja tersebut bernama Sri Aji Jaya Pangus, pada saat beliau memerintah Pulau Bali menjadi aman, tentram, dan sejahtera. Pendeta Siwa Budha melaksanakan tugasnya dengan baik. Upacara keagamaan dilaksanakan sesuai dengan ajaran tatwa. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:
-
1. Bagaimanakah bentuk Tutur Sri Aji Jaya Kasunu?
-
2. Apa fungsi Tutur Sri Aji Jaya Kasunu dalam kehidupan masyarakat Bali?
-
3. Apa makna Tutur Sri Aji Jaya Kasunu dalam kehidupan masyarakat Bali?
Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam suatu penelitian. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk menggali nilai-nilai luhur dan budaya Agama Hindu yang terkandung dalam sastra klasik. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong minat masyarakat terhadap hasil karya sastra klasik, mengingat kebudayaan tradisional merupakan bagian dari kebudayan nasional. Sedangkan secara khusus penelitin ini bertujuan untuk mengetahui bentuk Tutur Sri Aji Jaya Kasunu, fungsi Tutur Sri Aji Jaya Kasunu, dan memahami makna Tutur Sri Aji Jaya Kasunu.
Dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode kualitatif dan metode hermeneutika. Metode kualitatif dengan memberikan perhatian pada teks dalam hubungannya dengan konteks sosio cultural masyarakat Bali. Gagasan yang didudukkan sebagai data kualitatif (Fashri,2007: 36-37) memiliki arti bahwa dalam menganalisis tidak berdasarkan pada angka-angka, melainkan atas pandangan, pendapat, dan pemikiran. Sedangkan metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal dalam menafsirkan teks, pemahaman konteks sosio kultural masyarakat yang menghasilkannya sangat diperlukan (Ratna,2006: 46).
Dalam penelitian ini juga memakai dua teknik yaitu teknik analisis data yang memakai teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian memahami lebih lanjut gejala sosial budaya yang ada di luar karya sastra tersebut (Maleong,1996: 14). Kemudian menggunakan teknik penyajian analisis data yang merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian proses kegiatan penelitian. Hasil penelitian lapangan akan rirangkum secara formal ke dalam tulisan dengan mengacu pada sistematika penulisan buku pedoman penyusunan skripsi diterbitkan oleh Program Sarjana Universitas Udayana.
Setelah melakukan pengkajian terhadap teks Tutur Sri Aji Jaya Kasunu, maka didapatkan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini terkait dengan bentuk, fungsi, dan makna dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu. Berikut ini akan disajikan hasil penelitian sebagai berikut.
-
5.1 Struktur Naratif
Luxemburg (1986; 149) mengemukakan alur sebagai kontruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan yangdiakibatkan dan dialami oleh pelaku. Dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu memakai alur datar, bahwa konflik besar tidak terjadi antara tokoh yang satu dengan tokoh lainnya. Alur Tutur Sri Aji Jaya Kasunu diawali oleh kehidupan masyarakat
Bali melakukan yadnya dan lalai akan pura-pura yang ada di Bali sehingga terjadi bencana seperti air laut meluap ke desa, terjadi hujan abu, dan bumi menjadi gelap. Kemudian melalui yoga Samadhi menyadarkan Sri Jaya Kasunu akan kehidupan masyarakat Bali untuk melakukan yadnya.
Penokohan dalam teks Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu pertama Sri Aji Jaya Pangus sebagai ayah dari Sri Aji Jaya Kasunu, Sri Hekajaya, dan Sri Dhana Dhiraja, yang memiliki sifat yang arif, bijaksana, tegas, dan disiplin. Kemudian dilanjutkan oleh Sri Aji Jaya Kasunu sebagai tokoh utama yang memiliki sifat yang arif, bijaksana, tegas, dan disiplin. Kemudian dilanjutkan oleh Sri Hekajaya yang sifatnya berbeda dengan ayahnya Sri Aji Jaya Kasunu yaitu beliau kurang menghiraukan upacara keagamaan sehingga semua kacau dan rakyat menderita. Kemudian beliau digantikan oleh adiknya Sri Dhana Dhiraja yang sifatnya sama seperti kakaknya yang juga kurang memperhatikan pura-pura di Bali.
Latar (setting) merupakan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar tempat yang digunakan dalam tutur ini yaitu Setra Gandhamayu. Selanjutnya tema yaitu ide sebuah cerita. Ide yang dikembangkan berupa masalah kehidupan, pandangan hidup, bahkan komentar tentang kehidupan ini (Sumardjo, 1988: 56). Tema yang terdapat dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu mengandung nilai-nilai keagamaan tentang pengukuhan terhadap pelaksanaan hari raya Nyepi dan Galungan. Apabila tidak melaksanakan upacara tersebut di Bali akan terjadi bencana. Sehingga harus melaksanakan upacara Eka Dasa Rudra di Pura Besakih serta harus melaksanakan tawur/caru di laut meliputi caru panca sanak nista, madya, dan utama. Setiap sasih ke enam, tujuh, delapan yang dimana saja boleh dilakukan sebagai pangludmrana. Pada saat hari raya Penampahan Galungan semua masyarakat Bali yang Bergama Hindu diharuskan melaksanakan upacara mabyakala (pembersihan air) pada sat tengah hari, tidak boleh lewat. Jika dilanggar akan selalu mengalami keributan, pertengkaran yang berujung kehancuran.
Amanat yang ingin disampaikan dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu agar masyarakat Bali tidak menjauhkan diri dari kegiatan ritual keagamaan, seperti Nyepi dan Galungan, serta persembahan lainnya. Menjadi peringatan bagi masyarakat Bali
apabila lalai atau tidak melakukan ritual maka akan mengakibatkan bencana, kehidupan masyarakat yang tidak makmur, terkena penyakit, berumur pendek, dan segala bentuk kekacauan lain yang akan menimpa.
Analisis fungsi yang terdapat dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu fungsi religius karena didalamnya berisi tentang ritual atau upacara keagamaan, fungsi moralitas sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, terbukt dari akibat-akibat yang muncul apabila tidak melaksanakan ritual keagamaan tersebut, fungsi upacara, dan fungsi pengukuhan. Sedangkan Makna yang terkandung dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu ada dua yaitu makna religius karena didalamnya berisi ajaran tentang Dewa Yadnya yaitu kita sebagai umat Hindu di Bali diharuskan untuk melaksanakan kewajiban menghaturkan persembahan kepada Sang Pencipta dan makna estetika atau keindahan yaitu tampak pada ciri khas irama pembacaan, ketika cerita tersebut dikumandangkan atau ditembangkan di dalam konteks religius mengiringi upacara. Pembacaan irama ini disebut phalawakhya.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa struktur dari Tutur Sri Aji Jaya Kasunu terdiri dari alur, penokohan, latar, tema, dan amanat. Alur dalam Tutur Sri AJi Jaya Kasunu yaitu memakai alur datar bahwa konflik besar tidak terjadi anatara tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya. Kemudian penokohan dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu hanya Sri Aji Jaya Pangus dan Sri Aji Jaya Kasunu yang berwatak arif, bijaksana, tegas, dan disiplin. Sedangkan Sri Hekajaya dan Sri Dhana Dhiraja kurang memperhatikan upacara keagamaan dan kurang memperhatikan pura-pura yang ada di Bali. Latar yang dipakai dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu di Setra Gandhamayu untuk melakukan tapa Samadhi.
Selanjutnya tema yang terkandung dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu mengandung nilai-nilai keagamaan tentang pengukuhan terhadap pelaksanaan hari Raya Nyepi dan Galungan. Sedangkan amanat yang terkandung dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu agar masyarakat Bali tidak lalai melakukan ritual keagamaan seperti Galungan dan Nyepi agar semua masyarakat Bali terhindar dari bencana. Fungsi yang terdapat dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu ada empat yaitu fungsi
religius, fungsi moralitas, fungsi upacara, dan fungsi pengukuhan. Sedangkan makna yang terkandung dalam Tutur Sri Aji Jaya Kasunu yaitu adanya makna religius dan makna estetika atau keindahan.
Agastia, Ida Bagus.1994.Kesusastraan Hindu Indonesia.Denpasar;Yayasan Dharma Sastra.
Fashri, Fausi.2007.Penyingkapan Kuasa Simbol, Apropriasi Reflektif Pemikiran Pierre Bourdieu.Yogyakarta:Juxtapose
Luxemburg, Jan Van dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Moleong,Lexi J.1996.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung:PT.Remaja
Rosdakarya
Ratna,Nyoman Kutha.2006.Teori,Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Robson,S.O,2006.Pengkajian Sastra-sastra Tradisional Indonesia.Bahasa dan Sastra,tahun IV.No.6
Sumardjo, Yakob dan Saini K.M.1988.Apresiasi Kesusastraan.Jakarta:PT Gramedia Warna. I Wayan,dkk.Kamus Bahasa Bali-Indonesia.Denpasar:Dinas Pengajaran
Provinsi Daerah Tingkat I Bali
Discussion and feedback