Healing at Gunung Salak: Festival Budaya untuk Promosi Desa Wisata Gunung Salak Selemadeg Timur Tabanan Bali
on

HUMANIS
Journal of Arts and Humanities
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022
Vol 27.4. Nopember 2023: 434-450
Healing at Gunung Salak: Festival Budaya untuk Promosi Desa Wisata Gunung Salak Selemadeg Timur Tabanan Bali
Healing at Gunung Salak: Cultural Festival for the Promotion of Gunung Salak Tourism Village East Selemadeg Tabanan Bali
Ni Nyoman Arini, I Nengah Sandi Artha Putra
Universitas Triatma Mulya, Badung, Bali, Indonesia Email Korespondensi: nyoman.arini@triatmamulya.ac.id, artha.putra@triatmamulya.ac.id
Info Artikel
Masuk: 4 September 2023
Revisi: 1 Nopember 2023
Diterima: 7 Nopember 2023 Terbit: 30 Nopember 2023
Keywords: dewi gula festival; healing tourism; promotion; sustainable tourism
Abstract
Gunung Salak Tourism Village is located in East Selemadeg District, Tabanan Regency, Bali Province which is a tourism village that is still developing, meaning that there still needs to be many breakthroughs in promotion. The spread of Covid-19 has caused Gunung Salak Tourism Village to experience a decrease in tourist visits. After the pandemic, Gunung Salak Tourism Village (Dewi Gula) Festival 2022 was held for the first time as one of the efforts to recover tourism while introducing the tourism potential in Gunung Salak Tourism Village to the wider community. Marketing Mix 8P which includes Product, Price, Place, Promotion, People, Packaging, Programming, and Partnership is used to analyze the Dewi Gula Festival event as a regional tourism promotion media. The results of this study show that the Dewi Gula Festival with the theme "Healing at Gunung Salak" promotes the potential of Gunung Salak Tourism Village in the development of healing tourism and supports sustainable tourism. This can be seen from the implementation of the Dewi Gula Festival which supports the preservation of nature, culture, local identity, environmental awareness, and involves the participation of local communities.
Abstrak
Kata kunci: festival dewi gula; wisata healing; promosi; pariwisata berkelanjutan
Corresponding Author:
Ni Nyoman Arini email:
Desa Wisata Gunung Salak terletak di Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali yang merupakan desa wisata yang masih berkembang, artinya masih perlu banyak terobosan dalam promosi. Penyebaran Covid–19 menyebabkan Desa Wisata Gunung Salak mengalami penurunan kunjungan wisatawan. Pasca pandemi, Desa Wisata Gunung Salak (Dewi Gula) Festival 2022 digelar pertama kalinya sebagai salah satu upaya pemulihan pariwisata sekaligus memperkenalkan potensi wisata yang ada di Desa Wisata Gunung Salak kepada masyarakat luas. Marketing Mix 8P yang mencakup Product, Price, Place, Promotion, People, Packaging, Programming, dan Partnership digunakan untuk
menganalisis event Dewi Gula Festival sebagai media promosi pariwisata daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dewi Gula Festival dengan tema “Healing at Gunung Salak” mempromosikan potensi Desa Wisata Gunung Salak dalam pengembangan healing tourism dan mendukung pariwisata yang berkelanjutan. Hal ini terlihat dari penyelenggaraan Dewi Gula Festival yang mendukung pelestarian alam, budaya, identitas lokal, kesadaran terrhadap lingkungan, dan melibatkan partisipasi masyarakat lokal.
PENDAHULUAN
Desa Gunung Salak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali yang secara resmi ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2017. Pengembangan Desa Gunung Salak sebagai desa wisata bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa melalui berbagai potensi yang dimiliki tanpa merusak alam dan lingkungan. Desa wisata merupakan kawasan pedesaan yang menyuguhkan suasana khas pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian masyarakat lokal, arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa, dan memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata (Hadiwijoyo, 2012). Desa wisata memiliki ciri khusus, baik alam, maupun budaya yang diminati oleh wisatawan, dimana wisatawan dapat menikmati, mengenal, dan mempelajari fitur desa beserta segala daya tarik wisatanya (Suyanti, 2013). Setiap desa wisata tentunya memiliki keunikan yang dijadikan sebagai daya tarik tersendiri bagi desa tersebut. Desa Gunung Salak menyuguhkan pesona alam dan kehidupan masyarakat yang kental dengan budaya Bali. Desa Wisata Gunung Salak merupakan daerah tujuan wisata yang tepat bagi wisatawan yang berwisata dengan tujuan untuk mencari pengalaman pedesaan yang otentik dan pemandangan alam yang menakjubkan.
Desa Gunung Salak yang sudah ditetapkan sebagai desa wisata sejak 6 tahun, dan tentunya mulai berbenah dan
mengembangkan potensi–potensi wisata yang dimiliki. Namun, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan pengembangan Desa Wisata Gunung Salak tidak dapat berjalan dengan maksimal seperti keterbatasan sumber daya manusia di bidang pariwisata, belum adanya regulasi untuk memungut retribusi ke daya tarik wisata sehingga Desa Wisata Gunung Salak belum memiliki income yang jelas, belum ada regulasi terkait investor untuk memastikan pembangunan berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat lokal, serta penyebaran corona virus disease (Covid–19) yang berdampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisatawan. Selain terdampak pandemi Covid–19, Desa Wisata Gunung Salak juga merupakan desa wisata yang masih berkembang, artinya masih perlu banyak terobosan dalam promosi.
Saat ini banyak masyarakat yang mengira bahwa Desa Wisata Gunung Salak berada di Gunung Salak, Bogor. Bahkan masyarakat Bali belum banyak yang mengetahui keberadaan Desa Wisata Gunung Salak di Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Dengan banyaknya potensi wisata yang dimiliki, namun belum banyak yang mengetahui keberadaan Desa Wisata Gunung Salak dan potensinya. Promosi merupakan serangkaian aktivitas mengkomunikasikan produk, brand, ataupun service festival yang dirancang kepada para target (Akbar, 2019). Promosi pariwisata memiliki peran penting dalam memulihkan sektor
pariwisata akibat pandemi Covid–19, menarik minat wisatawan berkunjung, dan meningkatkan perjalanan wisatawan ke suatu destinasi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkenalkan potensi wisata di Desa Wisata Gunung Salak pasca pandemi Covid–19 adalah menyelenggarakan Dewi Gula Festival.
Perjalanan wisata memiliki potensi besar untuk memberikan energi positif atau moodbooster di tengah-tengah kesibukan dan stres yang dirasakan oleh wisatawan (Saputra & Suparta, 2023). Mengunjungi festival merupakan salah satu cara yang fantastis untuk meningkatkan mood para wisatawan, karena festival biasanya penuh dengan kegembiraan, musik, tarian tradisional, kuliner lokal, dan berbagai atraksi menarik. Festival pariwisata merupakan produk wisata yang menggabungkan perayaan, budaya yang eksotis, suasana yang unik, interaksi, dan proses pembelajaran (Quinn et al., 2010). Festival sebagai salah satu bentuk event pariwisata yang merupakan suatu perayaan yang sudah terencana dengan baik untuk mempromosikan potensi khas suatu destinasi (Kawatak et al., 2021:4). Penyelenggaraan event Dewi Gula Festival yang digelar pertama kalinya di tahun 2022 merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkenalkan potensi wisata yang ada di Desa Wisata Gunung Salak dan sebagai titik balik pemulihan pariwisata pasca pandemi Covid–19. Festival saat ini juga telah berkembang sebagai daya tarik wisata dengan berbagai potensi yang dikembangkan seperti alam, budaya, dan kreatifitas masyarakat lokal (Yanthy, 2015).
Penelitian ini menganalisis penyelenggaraan Dewi Gula Festival sebagai media promosi pariwisata untuk mewujudkan sustainable tourism di Desa Wisata Gunung Salak. Mengkaji Dewi Gula Festival dalam konteks Marketing Mix 8P (Product, Price, Place,
Promotion, People, Packaging, Programming, dan Partnership) sangat penting dalam pengembangan Desa Wisata Gunung Salak dan upaya promosi. Dengan memperhatikan semua aspek Marketing Mix 8P, Dewi Gula Festival dapat menjadi daya tarik yang kuat dalam mempromosikan Desa Wisata Gunung Salak. Dengan memahami dan mengelola dengan baik elemen–elemen Marketing Mix 8P dalam konteks festival di desa wisata dapat mencapai tujuan pariwisata berkelanjutan, menjaga kelestarian sumber daya pariwisata, dan memastikan Dewi Gula Festival berkontribusi positif pada pengembangan Desa Wisata Gunung Salak.
Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) diharapkan dapat memperhatikan lingkungan dalam pembangunannya, permberdayaan masyarakat lokal, budaya lokal yang semakin bekembang, tumbuhnya perekonomian masyarakat lokal (Fandeli & Muhammad, 2019), dan memberikan manfaat baik di masa sekarang hingga masa depan (Sulistyadi et al., 2017). Festival memiliki potensi besar sebagai media promosi pariwisata yang dapat mendukung mewujudkan sustainable tourism jika dikelola dengan konsistensi yang baik. Promosi pariwisata yang sukses tentunya juga memerlukan konsistensi dan upaya yang berkelanjutan dengan melibatkan seluruh stakeholders pariwisata. Dewi Gula Festival baru pertama kali diselenggarakan pada tahun 2020 dan harapannya agar diselenggarakan setiap tahun menjadi annual event sebagai bentuk konsistensi masyarakat lokal dalam mempromosikan Desa Wisata Gunung Salak.
METODE DAN TEORI
Penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik purposive sampling (pengambilan informan berdasarkan tujuan). Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015). Pemilihan informan didasari pertimbangan bahwa informan dalam penelitan ini adalah stakeholders yang berperan dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival, sehingga dapat memberikan informasi yang akurat untuk mendukung penelitian ini. Kriteria yang digunakan untuk memilih informan seperti berpartisipasi dalam festival, memiliki pengetahuan yang mendalam tentang promosi pariwisata, dan berkontribusi dalam mempromosikan pelaksanaan event.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan stakeholders pariwisata yang terlibat aktif dalam penyelenggaran Dewi Gula Festival. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumen resmi Dewi Gula Festival seperti poster dan panduan acara yang dapat memberikan informasi tentang jadwal event dan program acara. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, FGD, dan dokumentasi. Observasi awal dilakukan pada saat penyelenggaraan Dewi Gula Festival pada bulan Desember 2022. Selanjutnya, observasi lanjutan dilakukan dengan mengunjungi Desa Wisata Gunung Salak untuk memeroleh data–data pendukung lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan Ketua Panitia Dewi Gula Festival dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Focus Group Discussion dalam penelitian ini melibatkan stakeholders pariwisata yaitu akademisi, pelaku usaha pariwisata, masyarakat, pemerintah, dan media (Pentahelix Pariwisata) yang
terlibat aktif dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival sebagai berikut :
Gambar 1. FGD di Nata Loka Kemetug, Selemadeg Timur, Tabanan, Bali Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2023
Alat-alat pemasaran diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) elemen pemasaran (4P): product, price, place, dan promotion (Kotler et al., 1999). Selanjutnya konsep Marketing Mix diperluas menjadi 8P yaitu Product, Price, Place, Promotion, People, Packaging, Programming, dan
Partnership (Morrison, 2013). Marketing Mix 8P sangat sesuai untuk menganalisis sebuah event sebagai media promosi pariwisata daerah.
-
1) Product
Produk yang dimaksud adalah terkait dengan totalitas barang dan jasa yang ditawarkan kepada target pasar. Produk dapat berupa daya tarik wisata, fasilitas, dan
keramahtamahan masyarakat lokal.
-
2) Price
Harga adalah nominal yang harus dibayar oleh pengunjung untuk menikmati produk yang ditawarkan.
-
3) Place
Tempat mencakup lokasi yang
menyediakan berbagai aktivitas wisata. Dalam memilih tempat wisata yang akan dikunjungi, wisatawan tentunya akan memperhatikan lokasi yang strategis dan kemudahan aksesibilitas.
-
4) Promotion
Promosi merupakan bagian dari proses pemasaran yang cukup efektif. Promosi dalam pemasaran sebagai upaya untuk menginformasikan dan menawarkan produk atau jasa yang bertujuan untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
-
5) People
Salah satu yang mempengaruhi keberhasilan pemasaran suatu produk atau jasa adalah sumber daya manusia (people) yang berkualitas karena pelayanan memiliki dampak langsung terhadap kepuasan pengunjung.
-
6) Packaging
Packaging sebuah produk dapat menjadi daya tarik bagi pengunjung event dan memberikan suasana dan kesan yang mendalam bagi pengunjung, sehingga pengunjung tidak merasa bosan ketika event berlangsung.
-
7) Programming
Programming dalam hal ini adalah program–program event atau acara yang ditampilkan dalam event. Dengan adanya program–program menarik yang dikemas sedemikian rupa diharapkan dapat memberikan kepuasan bagi wisatawan.
-
8) Partnership
Partnership merupakan bentuk kerjasama dengan pemerintah, perusahan media, dan pihak terkait untuk membangun relasi dan mempromosikan program acara agar berjalan dengan sukses.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tema Dewi Gula Festival “Healing at Gunung Salak”
Dewi Gula Festival digelar pada tanggal 2–3 Desember 2022 dengan mengusung tema “Healing at Gunung Salak”. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ketua Panitia Dewi Gula Festival 2022, makna “Healing at Gunung Salak” adalah sebagai berikut :
Kalau tema healing tersebut, kita memang memiliki potensi disini, kebanyakan mata air yang memiliki fungsi atau manfaat untuk kesehatan seperti melukat. Oleh seperti itu, menurut kami healing adalah sesuatu yang paling cocok untuk kita angkat sebagai tema dalam festival. Kita punya 11 sumber mata air, dan 11 sumber mata air tersebut sebagian besar berfungsi untuk kesehatan secara jasmani maupun rohani bagi kita yang mempercayainya (Wawancara dengan Ketua Panitia Dewi Gula Festival, 20 Juni 2023).
Keberadaan mata air di Desa Wisata Gunung Salak tentunya dapat menjadi potensi dalam pengembangan healing tourism. Pengembangan 11 mata air yaitu Mata Air Mumbul, Mata Air Keris, Mata Air Sudamala, Mata Air Klepud, Mata Air Pancoran Pondok, Mata Air Beji Sari, Mata Air Pancoran Gelemem, Mata Air Pancoran Dedari, Mata Air Tista, Mata Air Campuhan Tiga, dan Mata Air Beji Pura Siwa dijadikan daya tarik spiritual healing karena memiliki fungsi sebagai sarana melukat (membersihkan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia). Makna “healing” saat ini mengarah pada kegiatan perjalanan wisata atau travelling. Liburan menjadi salah satu bentuk self healing yang bertujuan untuk mendorong pemulihan diri dari stres maupun rasa lelah terhadap rutinitas sehari–hari. Konsep healing yang berkembang di masyarakat saat ini
dimaknai dengan istilah liburan atau staycation.
Kendala Yang Dihadapi Dalam Penyelenggaraan Dewi Gula Festival
Dalam penyelenggaraan festival tentunya menghadapi berbagai kendala dan tantangan, pada saat persiapan event. Adapun kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan Dewi Gula festival sebagai berikut :
Kendala yang kami hadapi pada tahap persiapan, jujur saja kami tidak paham mengenai penyelenggaraan festival karena ini baru pertama kali di desa, tetapi kami ingin membuat festival yang betul-betul bagus. Akhirnya kami sepakat menggunakan jasa Event Organizer (EO). Kemudian kami menetapkan tanggal festival selama 2 hari, dan mulai menyebarkan undangan. Singkat cerita EO tersebut tidak mampu menjual tiketnya sesuai dengan target, sehingga akhirnya EO tersebut menyerah dan dikembalikanlah ke desa. Apakah festival mau dilanjutkan atau tidak. Disitulah baru kami rapat di desa, kemudian dalam rapat tersebut kami membentuk panitia, dengan saya sebagai ketuanya (Wawancara dengan Ketua Panitia Dewi Gula Festival, 20 Juni 2023).
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival akhirnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Pada saat itu undangan telah disebar, pamflet sudah dipasang, dan pihak desa sudah mengumumkan bahwa akan diselenggarakan festival untuk memperkenalkan potensi wisata kepada masyarakat luas, lalu pihak Event Organizer tidak dapat melanjutkan kerjasama tersebut, sehingga seluruh masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan festival agar tetap berjalan sesuai rencana. Hal ini tentunya juga memberikan dampak positif, dimana penyelenggaraan Dewi Gula Festival berbasis semangat gotong royong yang
tentunya dapat menggerakkan partisipasi masyarakat, terjalin kerjasama yang baik dengan stakeholders pariwisata, meningkatkan rasa kebersamaan, dan menghargai jerih payah satu sama lain.
Evaluate An Event “Dewi Gula Festival”
Evaluasi adalah proses peninjaun terhadap event secara keseluruhan. Dalam persiapan Dewi Gula Festival 2022 yang terkesan mendadak sangat penting untuk mengidentifikasi apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki dalam event tahun berikutnya. Semangat gotong royong masyarakat setempat merupakan kunci keberhasilan dalam mengorganisir program acara festival.
Gotong royong yang membuat keberhasilan. Masyarakat merasa senang bahwa di desa diadakan kegiatan festival artinya untuk hiburan, mereka bisa berbaur, dan bercengkrama satu sama lain. Kepuasan kami sebagai pemerintah desa adalah bagaimana masyarakat bisa berbaur antar satu banjar dengan banjar yang lain, mereka berinteraksi, dan masing-masing banjar mengeluarkan kesenian yang mereka miliki dengan sukarela sehingga itu yg menjadi kebanggaan kami (Wawancara dengan Ketua Panitia Dewi Gula Festival, 20 Juni 2023).
Semangat gotong royong memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan Dewi Gula Festival. Harapan kedepannya agar masyarakat setempat tetap mempertahankan semangat gotong royong ini agar festival berikutnya dapat berjalan sukses dan memberikan dampak yang cukup signifikan.
Selain itu, hal–hal yang perlu diperhatikan adalah poster. Terdapat 2
(dua) poster yang berbeda dalam event
Dewi Gula Festival sebagai berikut:


Gambar 2. Poster Dewi Gula Festival Sebelum dan Sesudah
Sumber: Panitia Dewi Gula Festival, 2023
Poster Dewi Gula Festival yang beredar di media sosial memberikan informasi bahwa festival diselenggarakan selama 3 (tiga) hari dari tanggal 2–4 Desember 2022. Panitia ternyata melakukan revisi poster dengan informasi penyelenggaraan Dewi Gula Festival selama 2 (dua) hari dari tanggal 3–4 Desember 2022 sesuai dengan pelaksanaannya. Perubahan lainnya juga dapat ditemukan pada guest star dalam acara musik, dan media partner. Fungsi poster dalam festival adalah untuk memberikan informasi dan mempromosikan acara festival kepada khalayak luas, sehingga hal–hal seperti ini akan menjadi perhatian bersama untuk kedepannya. Sangat penting untuk memeriksa poster terlebih dahulu sebelum diunggah dan memastikan adanya konsistensi. Setiap pengalaman adalah peluang untuk belajar dan tumbuh. Kekurangan yang muncul dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival ini tentunya menjadi catatan penting untuk evaluasi di festival selanjutnya.
Kegiatan monitoring dan evaluasi tetap berjalan pada saat event
berlangsung. Evaluasi pada tahap pelaksanaan event difokuskan pada teknis penyelenggaraan rangkaian event. Pembatalan program acara pelepasan lampion bersama dengan pertimbangan bahwa pelepasan lampion memang menciptakan momen yang bahagia dan bermakna bagi para pengunjung, namun perlu diperhatikan apakah ini selebrasi atau merusak lingkungan akibat sampah lampion nantinya. Program acara yoga dalam Dewi Gula Festival juga tidak terlaksana dikarenakan kurangnya ketegasan waktu dalam susunan acara.
Evaluasi pada tahap post–event fokus terhadap hasil event. Evaluasi dilakukan terhadap rangkaian acara, evaluasi promosi, dokumentasi, dan penilaian pengunjung. Untuk mengukur tingkat kepuasan pengunjung dapat dilihat dari guest comments atau tanggapan langsung dari pengunjung ke panitia maupun masyarakat setempat. Berdasarkan wawancara dengan Wakil Ketua Pokdarwis Dewi Gula, disampikan bahwa “Pengunjung menyampaikan secara langsung terkait program acara yang bagus tolong dipertahankan dan
nanti fasilitas seperti toilet lebih dipersiapkan”.
Dampak Penyelenggaraan Dewi Gula Festival Terhadap Ekonomi
Penyelenggaraan event Dewi Gula Festival dalam memperkenalkan potensi wisata di Desa Wisata Gunung Salak berdampak terhadap peningkatan kunjungan wisatawan secara perlahan. Dampak dari penyelenggaraan Dewi Gula Festival belum terlihat dalam bentuk manfaat ekonomi langsung saat pertama kali dilaksanakan. Meskipun dampak ekonominya belum terlihat secara langsung pada tahun pertama dilaksanakan, Dewi Gula Festival memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi di tahun–tahun berikutnya.
Tanggapan mengenai dampak ekonomi dari penyelenggaraan Dewi Gula Festival juga disampaikan oleh perwakilan dari masyarakat lokal dalam kegiatan Focus Group Discussion sebagai berikut :
Kami sebagai masyarakat desa sangat bersyukur memiliki wisata alam yang sangat indah di desa. Kemudian dengan adanya festival ini masyarakat sangat antusias dalam acara ini, dengan adanya festival ini diharapakan nantinya dapat mengangkat perekonomian masyarakat sekitar, dari antusias masyarakat ini terciptanya tim kesenian untuk mengangkat segala potensi yang ada. Para masyarakat kami semunya antusias dari remaja sampai yang sudah tua karena besar harapan kami agar Desa Gunung Salak nantinya seperti di Jatiluwih dan Penglipuran yang desanya bisa membuat perekonomian masyarakatnya terangkat melalui festival (FGD, 21 Juli 2023).
Dalam Focus Group Discussion, Pengelola usaha pariwisata Natha Loka Kemetug juga menyampaikan pendapatnya terkait dampak peluang usaha dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival sebagai berikut:
Dari adanya festival ini, nama Desa Gunung Salak menjadi terangkat, sehingga membuat para wisatawan penasaran dengan potensi apa saja yang ada di Desa Gunung Salak. Setelah mereka berkunjung pasti mereka menggunakan barang/jasa para pelaku usaha. Hal ini sangat berdampak besar karena sudah membuktikan adanya peningkatan kunjungan wisatawan, tetapi ini juga menjadi tantangan bagi pelaku usaha agar pengembangan tidak merusak wisata alam yang ada, agar tidak terjadinya keblablasan alih fungsi lahan (FGD, 21 Juli 2023).
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival dapat menjadi cara yang efektif untuk meningkatkan popularitas dan pengenalan nama Desa Wisata Gunung Salak. Wisatawan yang berkunjung ke Dewi Gula Festival cenderung menggunakan berbagai barang dan jasa dari para pelaku usaha lokal seperti akomodasi. Hal ini tentunya dapat memberikan peluang ekonomi yang positif bagi pelaku usaha lokal. Dalam Focus Group Discussion, Kabid Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan disampaikan bahwa event Dewi Gula Festival dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Gunung Salak sebagai berikut :
Event “Dewi Gula Festival” meningkatkan kunjungan wisatawan, terlihat dari peningkatan kunjungan setelah acara tersebut. Sebelum dilaksanakannya festival kunjungan wisatawan adalah 121 orang dalam satu
tahun, sedangkan setelah dilakukannya event tersebut kunjungan wisatawan meningkat menjadi 231 orang dalam 6 bulan (FGD, 21 Juli 2023).
Hal tersebut tentunya menandakan bahwa ada tren yang baik dalam laju pertumbuhan kunjungan wisatawan dari penyelenggaraan Dewi Gula Festival. Dengan peningkatan kunjungan wisatawan dalam event Dewi Gula Festival, tentunya muncul tantangan yang perlu dikelola dengan bijak artinya harus ada regulasi terkait pengembangan wisata dan usaha pariwisata di Desa Gunung Salak termasuk aturan pembangunan, praktik bisnis yang ramah lingkungan, dan retribusi tiket masuk.
Dampak Penyelenggaraan Dewi Gula Festival Terhadap Sosial Budaya
Dewi Gula Festival sebagai tempat berkumpulnya masyarakat lokal dan pengunjung yang tentunya menciptakan peluang untuk berinteraksi dengan orang–orang baru, memperluas jaringan sosial, dan memperkuat hubungan antar masyarakat. Penyelenggaraan Dewi Gula Festival yang berbasis semangat gotong royong untuk mencapai tujuan bersama dapat menumbuhkan rasa persatuan, meningkatkan pandangan positif terhadap festival, dan mendorong partisipasi masyarakat. Semangat gotong royong yang terjalin dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal.
Program acara parade budaya yang dipentaskan dalam Dewi Gula Festival secara tidak langsung ikut andil dalam pelestarian budaya, serta pengembangan seni dan budaya. Melaui pertunjukan Tari Okokan generasi muda dapat belajar, menghargai, dan mewarisi nilai–nilai budaya yang telah ada sejak lama. Dewi Gula Festival sebagai paltform bagi penggiat seni untuk berbagi dan memperkenalkan ekspresi budaya di
Desa Wisata Gunung Salak kepada masyarakat luas. Penyelenggaraan Dewi Gula Festival juga membantu dalam memperkuat identitas budaya dan meningkatkan rasa bangga terhadap warisan budaya.
Dampak Penyelenggaraan Dewi Gula Festival Terhadap Lingkungan
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival yang melibatkan pengunjung dalam aktivitas trekking memiliki dampak positif terhadap lingkungan dengan meningkatkan kesadaran untuk menjaga alam sekitar sehingga keasriannya tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Dalam Focus Group Discussion, Bapak Dr. I Made Bayu Wisnawa, A.Par.,M.M.,M.Par., seorang akademisi dari Universitas Triatma Mulya juga menyampaikan pendapatnya terkait penyelenggaraan Dewi Gula Festival diharapkan selalu berkontribusi dalam mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan mendorong pengembangan pariwisata berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan sebagai berikut:
Perjalanan Desa Wisata Gunung Salak sudah menerapkan wisata berkelanjutan, karena sudah adanya Dewi Gula Festival yang melibatkan masyarakat dalam gotong royong, mengangkat budaya lokal, dan mengangkat perekonomian masyarakat setempat. Hal tersebut merupakan salah satu konsep wisata berkelanjutan. Kami yakin setiap tahun akan terus bertambah wisatawan karena adanya potensi luar bisa dari aspek wisata healing tinggal dikembangkan, dirawat, dan dibenahi. Oleh karena itu, peran masyarakat sangat penting untuk menjaga alam agar tetap lestari. Dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival kedepannya diharapkan sepenuhnya untuk tidak menggunakan plastik. Harapannya agar festival dapat menjadi contoh positif dalam mengurangi dampak
lingkungan dari penggunaan plastik (FGD, 21 Juli 2023).
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival dalam mendukung sustainable tourism di Desa Wisata Gunung Salak dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat lokal dalam mengorganisir festival dengan semangat gotong royong, mempromosikan warisan budaya lokal, mempertimbangkan dampak lingkungan dari festival seperti pengelolaan sampah yang dihasilkan selama festival, mendukung ekonomi lokal dengan menjual produk–produk lokal dalam pameran kuliner, festival juga sebagai platform edukasi bagi pengunjung mengenai pentingnya menjaga lingkungan, dan keberlanjutan.
PEMBAHASAN
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival tentunya berperan dalam memperkenalkan potensi yang ada di Desa Wisata Gunung Salak dan diharapkan terlaksana secara berkelanjutan setiap tahunnya sebagai annual event. Dewi Gula Festival
memiliki peran yang sangat penting dalam mempromosikan dan mendukung pariwisata yang berkelanjutan. Marketing Mix 8P sangat sesuai untuk menganalisis sebuah event sebagai media promosi pariwisata daerah. Marketing Mix atau bauran pemasaran 8P tersebut mencakup Product, Price, Place, Promotion, People, Packaging, Programming, dan Partnership (Morrison, 2013). Penerapan Marketing Mix 8P dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival diuraikan sebagai berikut :
-
1) Product
Produk dari event Dewi Gula Festival mencakup berbagai aspek yang dapat menunjang berbagai kebutuhan dan minat wisatawan. Dewi Gula Festival menyediakan 4 (empat) konsep kegiatan dalam festival yaitu something to see, something to do, something to buy, dan something to learn yang dielaborasi menjadi product berupa program acara dalam Dewi Gula Festival.

Something to see
Parade Budaya (Tari Okokan, Pendet Massal Lansia, Tari Bungan Sandat, dan Gong Kebyar Wanita), Pertunjukkan Musik (Jass dan Accoustic),
Something to do
Aktivitas melukat, trekking, cycling, dan camping.
Product
(Program Acara Dewi Gula Festival)
Something to buy
Something to learn
Kuliner lokal seperti timbungan, betutu, dan makanan khas lainnya.
Workshop peningkatan kemampuan sumber daya manusia di bidang pariwisata melalui pelatihan bartender, dan barista.

Adapun yang melatarbelakangi penyelenggaraan Dewi Gula Festival di Desa Wisata Gunung Salak dengan
berbagai program acara tersebut adalah sebagai berikut :
Dewi Gula Festival ini berawal dari kami melihat potensi yang ada di desa bersama dengan tokoh–tokoh di desa, karena festival tujuannya untuk mewadahi produk–produk yang ada di desa, dan kami coba tampilkan ke publik untuk dilihat bahwa Desa Wisata Gunung Salak itu memiliki potensi–potensi yang cukup bagus dan cukup unik, untuk kita tampilkan agar bisa mendatangkan wisatawan ke Desa Gunung Salak pasca pandemi Covid–19 (Wawancara dengan Ketua Panitia Dewi Gula Festival, 20 Juni 2023).
Berdasarkan informasi di atas, diperoleh informasi bahwa keberadaan Desa Wisata Gunung Salak dengan potensi alam yang dimiliki tentunya menjadi faktor yang signifikan dalam upaya membantu pemulihan pariwisata pasca pandemi Covid–19. Penyelenggaraan Dewi Gula Festival dikembangkan sebagai bentuk media promosi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk desa wisata agar masyarakat luas mengetahui keberadaan Desa Gunung Salak sebagai desa wisata dan potensi yang dimiliki dan kedepannya mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.
-
2) Price
Dewi Gula Festival yang diselenggarakan selama 2 (dua) hari dari tanggal 2–3 Desember 2022 dengan beragam atraksi dan hiburan tentunya menawarkan harga tiket yang berbeda– beda. Pihak panitia menawarkan pilihan tiket dengan harga yang berbeda–beda untuk berbagai tingkatan layanan atau akses. Dalam event Dewi Gula Festival terdapat beberapa kategori harga tiket yang ditawarkan sebagai berikut:
o Concert Ticket
-
- Reguler : IDR 35.000
-
- OTS : IDR 50.000
o Voucher Food : IDR 50.000
o Entry Ticket : IDR 100.000
o One Day Ticket : IDR 250.000
o Full Day Ticket : IDR 750.000
-
3) Place
Lokasi penyelenggaraan festival tentunya berperan penting untuk menarik minat pengunjung. Dewi Gula Festival diselenggarakan di Natha Loka Kemetug yang terletak di Dusun Kemetug Kanciana, Desa Gunung Salak, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan. Ketua Panitia Dewi Gula Festival, Bapak A.A. Putu Ariwiratama menyampaikan bahwa target kunjungan dalam Dewi Gula Festival adalah 500 orang dengan pola pembelian tiket, karena waktu persiapan event terlalu pendek menyebabkan pihak desa tidak bisa menyebarkan undangan dan tiket secara maksimal untuk diketahui oleh masyarakat luas. Wisatawan
mancanegara yang hadir dalam Dewi Gula Festival sekitar 50 orang. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor jarak dari destinasi wisata yang terkenal di Kabupaten Tabanan seperti Tanah Lot, dan Jatiluwih ke Desa Wisata Gunung Salak yang cukup jauh. Jarak Desa Wisata Gunung Salak dengan tamu–tamu yang menginap di Ubud, Seminyak, Kuta, maupun Nusa Dua juga sangat jauh. Namun, antusias masyarakat setempat, jajaran pemerintahan, dan tamu–tamu yang stay di sekitar daerah Canggu dan Tabanan sangat tinggi mengingat salah satu tujuan
penyelenggaraan Dewi Gula Festival untuk hiburan dan mengenalkan produk desa. Dengan lokasi penyelenggaraan Dewi Gula Festival di Natha Loka Kemetug telah berkontribusi dalam memperkenalkan dan turut
mempromosikan tempat tersebut sebagai salah satu spot terbaik untuk melihat pemandangan alam dari atas bukit, kegiatan camping, dan acara outbound.
-
4) Promotion
Dewi Gula Festival dipromosikan melalui poster, dan kerjasama dengan
media. Promosi juga dilakukan dengan menggunakan platform media sosial yaitu Facebook, Instagram, dan Youtube. Selain itu, bentuk promosi lainnya juga dilakukan melalui personal selling, word of mouth, dan website resmi Desa Gunung Salak. Namun, informasi yang dipublikasikan pada website resmi Desa Gunung Salak hanya sebatas informasi pemberitahuan bahwa penyelenggaraan dewi Gula Festival telah berlangsung selama 2 (dua) hari yaitu Jumat, 2 Desember 2022 dan Sabtu, 3 Desember 2022 berjalan dengan sangat sederhana dan sukses berkat dukungan semua pihak. Diharapkan pada event selanjutnya lebih informatif dalam mempromosikan Dewi Gula Festival melalui website resmi Desa Gunung Salak untuk mencapai khalayak yang lebih luas dan membangun ekspektasi yang positif.
Event pariwisata sebagai suatu kegiatan yang merupakan perwujudan strategi pemasaran untuk memotivasi wisatawan agar memiliki keinginan untuk berkunjung dan melihat potensi yang dimiliki oleh suatu destinasi wisata (Getz, 2008). Bentuk promosi Dewi Gula Festival adalah melalui yang memuat informasi mengenai festival agar dapat menarik perhatian dan memberikan informasi kepada calon pengunjung. Poster Dewi Gula Festival memuat informasi umum mengenai nama festival, tanggal pelaksanaan, lokasi, pemesanan tiket dengan scan QR barcode, informasi kontak yang bisa dihubungi, program acara dalam festival, guest star dalam event musik, sponsor dan mitra.
Dewi Gula Festival juga menjalin kerjasama dengan berbagai media sebagai media partner. Salah satunya media partner yang mempromosikan penyelenggaraan Dewi Gula Festival adalah portal berita Balitopnews.com yang berkolaborasi untuk memberikan liputan, promosi, dan pemberitaan terkait event tersebut kepada audiens yang lebih luas. Promosi juga dilakukan melalui
personal selling, dan word of mouth juga masih sangat efektif untuk meningkatkan partisipasi seseorang dalam festival. Promosi melalui personal selling, dan word of mouth melibatkan interaksi langsung dengan calon pengunjung dan kepercayaan antara individu. Informasi bisa disebar kepada keluarga, teman dekat, dan kolega. Selain itu, bentuk promosi lainnya juga dilakukan melalui media sosial yaitu Facebook, Instagram, dan Youtube dengan memposting poster digital dan memberikan informasi terkait harga tiket, dan menggunakan video trailer sebagai salah satu bentuk promosi yang berisikan konten–konten menarik terkait potensi wisata yang bertujuan untuk menyampaikan pesan bahwa Dewi Gula Festival yang diselenggarakan di Desa Wisata Gunung Salak memiliki lanskap alam yang indah di daerah pegunungan. Media sosial dalam festival pariwisata berdampak positif pada berbagai perilaku wisatawan, seperti keterlibatan dalam pelaksanaan festival tersebut, adanya promosi melalui word of mouth (Hudson et al., 2015), dan memiliki minat untuk menghadiri festival (Lee et al, 2012).
Setiap festival tentunya memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya unik dan berbeda dengan festival lainnya untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan bagi pengunjung. Dalam Focus Group Discussion, Ketua Panitia Dewi Gula Festival menyampaikan pendapatnya terkait keunikan Dewi Gula Festival dan upaya yang dilakukan dalam menyebarkan informasi mengenai Dewi Gula Festival sebagai berikut :
Desa Gunung Salak ada di zona utara artinya zona gunung, temanya alam dan gunung. Jadi kita lebih menonjol ke arah sana, disamping juga kesenian-kesenian yang kita miliki disini, yang masih khas dan kental dengan budaya disini. Memang di daerah ini kesan spiritualnya sangat terasa karena ada 11 mata air untuk melukat. Kemudian cara
masyarakat mempromosikan acara festival yaitu dengan cara menginformasikan kepada pelaku wisata seperti teman-teman kami yang memiliki villa pastinya mereka memiliki relasi yang cukup luas untuk menyebarkan informasi mengenai festival dan biaya tiket kepada wisatawan (FGD, 21 Juli 2023)
Penyelenggaraan Dewi Gula Festival yang menggabungkan potensi alam, budaya, dan kearifan lokal memiliki keunikan tersendiri yang dapat memperkaya pengalaman pengunjung. Dewi Gula Festival yang diselenggarakan di daerah pegunungan menawarkan beragam aktivitas wisata, menampilkan berbagai karya seni pertunjukan, kuliner lokal, dan workshop. Dewi Gula Festival yang menggabungkan potensi alam, budaya, dan kearifan lokal memberikan identitas dan keunikan pada Dewi Gula Festival, yang tidak hanya menjadikannya sebagai acara hiburan semata, tetapi juga memberikan pengalaman dan pemahaman mengenai hubungan antara manusia dengan alam, serta nilai–nilai budaya yang berakar dalam lingkungan setempat.
-
5) People
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai penggerak dalam pengembangan suatu usaha terutama dalam pemasaran suatu produk (Yuhanna & Nurhikmawati, 2017). SDM yang berkualitas sangat berperan dalam menentukan kesuksesan dalam mengelola sebuah event. SDM yang berkualitas dalam penyelenggaraan festival mengacu pada sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, keterampilan, pengetahuan, dan attitude. Sesuai dengan konsep yang diterapkan dalam pengembangan Desa Wisata Gunung Salak berbasis Community Based Tourism (CBT), konsep yang serupa juga diterapkan dalam mengelola Dewi Gula Festival. Masyarakat lokal
dengan semangat gotong royong dan kebersamaan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Dewi Gula Festival. Meskipun event Dewi Gula Festival dikelola oleh masyarakat lokal yang belum memahami bagaimana mengorganisir suatu festival, namun berkat adanya dukungan dari berbagai stakehorder pariwisata event ini dapat berjalan dengan baik untuk pertama kalinya.
Semangat gotong royong masyarakat setempat dalam mengorganisir Dewi Gula Festival mencerminkan SDM yang berkualitas. Dalam mengorganisir festival dengan semangat gotong royong, masyarakat setempat tentunya memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, belajar mengendalikan emosi, memiliki kreativitas dan inovasi untuk merencanakan program acara yang menarik dan berbeda dari yang lainnya, dan kemampuan komunikasi yang baik. Gotong royong dalam mengorganisir festival juga menunjukkan tingginya tingkat tanggung jawab dan dedikasi masyarakat terhadap kelancaran penyelenggaraan Dewi Gula Festival. Panitia pelaksana juga selalu menjaga koordinasi dengan Perbekel Desa Gunung Salak dan Ketua BPD Gunung Salak. Selain itu, Bapak A.A. Putu Ariwiratama yang ditunjuk sebagai Ketua Panitia Dewi Gula Festival sebelumnya memiliki pengalaman dalam menangani event–event kecil di desa seperti bergabung dalam kepanitian pada event yang berkaitan dengan 17 Agustus, dan event lainnya. Berbekal dari pengalaman tersebut, dan kontribusi seluruh stakeholder pariwisata sehingga event Dewi Gula Festival dapat berjalan dengan lancar.
-
6) Packaging
Produk dan kemasan (packaging) memiliki keterkaitan dalam pemasaran suatu event. Packaging berperan dalam membentuk persepsi pengunjung
terhadap festival dan mempengaruhi keputusan pengunjung untuk datang. Packaging atau kemasan yang baik mampu meningkatkan kesadaran konsumen terhadap suatu produk (Kotler dan Armstrong, 2018). Dalam pemasaran festival, penting untuk mempertimbangkan segmen target dan menciptakan kemasan yang sesuai dengan preferensi pengunjung. Packaging dalam konteks festival mencerminkan identitas unik Dewi Gula Festival sehingga mampu menarik perhatian pengunjung dan menciptakan pengalaman yang mengesankan. Packaging juga mengacu pada cara festival tersebut dikemas secara keseluruhan termasuk desain visual, dan tema. Konsep packaging yang diterapkan dalam Dewi Gula Festival adalah mengintegrasikan potensi alam, budaya, dan kearifan lokal.
Konsep packaging juga dibentuk melalui tema Dewi Gula Festival “Healing at Gunung Salak”, sehingga Dewi Gula Festival tampil dan dikemas dengan berbagai program acara yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan pengunjung untuk melepaskan stres, membangkitkan semangat, memulihkan keseimbangan fisik dan mental. Konsep healing yang berkembang di masyarakat saat ini dimaknai dengan istilah liburan atau staycation. Healing sebenarnya merupakan proses penyembuhan diri secara psikologis, dan liburan menjadi pilihan bagi seseorang dalam penyembuhan diri terkait dengan masalah yang dihadapi, kelelahan saat bekerja, dan sebagainya (Sutarya, 2016).
-
7) Programming
Program acara yang disajikan dalam Dewi Gula Festival dengan tema “Healing at Gunung Salak” memiliki potensi untuk menarik minat pengunjung yang ingin mencari pengalaman healing. Program acara melukat di mata air memberikan kesempatan kepada
pengunjung untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal dan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap kepercayaan masyarakat. Suasana alam pedesaan dan prosesi melukat juga dapat membantu pengunjung merasa tenang. Program acara yoga memiliki banyak manfaat bagi pengunjung seperti membantu menenangkan pikiran, mengurangi stres, mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan yang mungkin timbul akibat perjalanan jauh, dan mengatasi kecemasan.
Program acara cycling dan trekking menarik pengunjung untuk menjelajahi Desa Wisata Gunung Salak secara langsung. Cycling dan Trekking diberikan durasi masing–masing selama 2 jam. Tujuan diselenggarakannya program acara cycling dan trekking untuk memperkenalkan potensi wisata yang ada dan memberikan memberikan pengalaman mendalam kepada pengunjung tentang keindahan alam, budaya, dan kehidupan masyarakat di Desa Wisata Gunung Salak. Program acara workshop dengan topik peningkatan kemampuan sumber daya manusia di bidang pariwisata menyelenggarakan pelatihan bartender, dan barista. Workshop dijadwalkan berlangsung selama 2 jam dengan memanfaatkan bahan baku lokal. Panitia mengundang salah satu masyarakat lokal sebagai narasumber dalam kegiatan workshop yang tentunya ahli di bidang bartender dan memiliki pengalaman bekerja di luar negeri.
Program acara Parade Budaya seperti Tari Okokan, Pendet Massal Lansia, Tari Bungan Sandat, dan Gong Kebyar Wanita sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya lokal. Parade Budaya juga bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pengunjung dan menciptakan suasana yang positif dan bersemangat selama festival berlangsung. Selain itu, parade budaya juga memiliki
potensi yang besar dalam mempromosikan identitas budaya dan sebagai daya tarik dalam penyelenggaraan festival. Program acara bazzar kuliner bertujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan budaya lokal dengan menawarkan hidangan khas. Selain itu, dengan adanya stand kuliner dalam penyelenggaraan festival juga membantu mendorong perekonomian lokal dan memberi kesempatan kepada para pelaku usaha untuk menunjukkan kreativitasnya dalam memasak dan menyajikan makanan khas tradisional. Program acara Musik (Jass dan Accoustic) yang menampilkan musisi–musisi lokal bertujuan untuk memberikan hiburan kepada masyarakat lokal dan pengunjung. Program acara camping tentunya memberikan pengalaman yang unik kepada pengunjung dengan menikmati suasana malam di pedesaan.
-
8) Partnership
Panitia pelaksana Dewi Gula Festival tentunya juga melakukan pendekatan kolaboratif dengan stakeholders pariwisata dalam mengorganisir penyelenggaraan Dewi Gula Festival. Pendekatan kolaboratif yang dimaksud adalah kolaborasi Model Pentahelix yang pertama kali diperkenalkan oleh menteri pariwisata, Bapak Arief Yahya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Pentahelix pariwisata terdiri dari 5 (lima) unsur pemangku kepentingan (stakeholders) pariwisata yaitu Academician, Business, Community, Government, dan Media yang dikenal dengan istilah ABCGM. Kolaborasi Pentahelix memiliki peran penting dalam mendukung tujuan inovasi dan berkontribusi terhadap kemajuan sosial ekonomi daerah (Halibas et al., 2017).
Adapun kerjasama stakeholders pariwisata dalam penyelenggaraan Dewi Gula Festival adalah sebagai berikut: 1) Akademisi berpartisipasi dalam
membangun festival di Desa Gunung Salak berdasarkan pengetahuan
akademik, dimana salah satu masyarakat lokal berprofesi sebagai dosen pariwisata di Politeknik Pariwisata Bali. 2) Panitia pelaksana juga bekerjasama dengan pihak–pihak terkait di industri pariwisata dan dalam menarik sponsor dan mitra bisnis untuk mendukung festival secara finansial, promosi, dan penjualan tiket festival. Kerjasama tersebut terjalin dengan pihak–pihak terkait seperti di industri pariwisata yaitu Seven Stones Indonesia, Hatten Wines, Natha Loka Kemetug, dan berbagai pihak lainnya. 3) Masyarakat setempat yang tentunya terlibat aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan festival dengan semangat gotong royong. Selain itu, juga adanya peluang partisipasi bagi masyarakat lokal dalam bentuk pameran produk UMKM, pertunjukan seni budaya, dan workshop. 4) Pemerintah daerah setempat memberikan izin dan dukungan resmi terhadap penyelenggaraan Dewi Gula Festival. 5) Pihak media juga berperan dalam mempromosikan festival melalui konten–konten yang menarik kepada khalayak yang lebih luas dengan memberikan liputan mengenai
penyelenggaraan festival. Humas Pemerintah Kabupaten Tabanan
mengirim berita liputan Dewi Gula Festival ke media partner untuk dipublikasikan agar informasi mengenai festival mencapai khalayak yang lebih luas. Terjalinnya kerjasama yang baik dari stakeholder pariwisata dalam Dewi Gula Festival tentunya memberikan dukungan yang besar terhadap kelancaran pelaksanaan festival.
SIMPULAN
Dewi Gula Festival yang diselenggarakan pertama kalinya pada
tahun 2022 dengan tema “Healing at Gunung Salak” merupakan suatu inisiatif yang menarik dalam rangka
mempromosikan Desa Wisata Gunung Salak di Kecamatan Selamadeg Timur, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pasca pandemi Covid–19. Dengan menerapkan Marketing Mix 8P, Dewi Gula Festival dapat menjadi daya tarik yang kuat untuk mempromosikan potensi Desa Wisata Gunung Salak, membantu meningkatkan kunjungan wisatawan, mendukung ekonomi lokal, mempertahankan dan melestarikan warisan budaya. Marketing Mix 8P dapat membantu masyarakat dalam merencanakan, mengelola, dan mempromosikan festival dengan lebih efektif kedepannya, sehingga dapat menarik lebih banyak pengunjung, mendukung ekonomi lokal, dan memperkuat identitas Desa Wisata Gunung Salak sebagai destinasi healing tourism. Penyelenggaraan Dewi Gula Festival yang berbasis semangat gotong royong tentunya mencerminkan semangat kolaborasi dan partisipasi masyarakat dalam memajukan Desa Wisata Gunung Salak. Semangat gotong royong
masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan dalam mengorganisir program acara Dewi Gula Festival. Harapan kedepannya agar masyarakat lokal tetap mempertahankan semangat gotong royong ini agar festival berikutnya dapat berjalan sukses dan memberikan dampak yang cukup
signifikan. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengevaluasi
pengalaman pengunjung yang berfokus pada aspek kepuasan, dan motivasi
wisatawan mengunjungi Desa Wisata Gunung Salak.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. Y. (2020). Seni Mengelolah Festival. Yogyakarta: Deepublish
Fandeli, C. & Muhammad. (2019). Analisis Daya Dukung Lingkungan dalam Perspektif Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Getz, D. (2008). “Event tourism: Definition, evolution, and
research”. Tourism Management 29 pp. 403–428.
Hadiwijoyo, S. S. (2012). Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat (Sebuah Pendekatan Konsep). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Halibas, A. S., Sibayan, R. O., & Maata, R. L. R. (2017). The Penta Helix Model of Innovation in Oman: an HEI Perspective. Interdisciplinary Journal of Information, Knowledge & Management.
Hudson, S., Roth, M. S., Madden, T. J., & Hudson, R. (2015). The effects of social media on emotions, brand relationship quality, and word of mouth: An empirical study of
music festival attendees. Tourism Management, 47, 68-76.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tourman .2014.09.001
Kawatak, S. Y., Koondoko, Y. Y., & Montolalu, J. D. (2021). Dampak Ekonomi Tomohon International Flower Festival terhadap Petani dan Penjual Bunga Lokal. Lensa Ekonomi, 15(01), 1-10.
Kotler, P., Armstrong, G., Saunders, J. & Wong, V., (1999). Principles of
Marketing. Second European
Edition, Europe: Prentice Hall Europe.
Kotler, P & Armstrong, G. (2018). Principle Of Marketing, 17e Global Edition. New York: Pearson
Education Limited.
Lee, W., Xiong, L., & Hu, C. (2012). The effect of Facebook users’ arousal and valence on intention to go to the festival: Applying an extension of the technology acceptance model. International Journal of Hospitality Management, 31(3),
819-827.
https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2011. 09.018
Morrison, A.M. (2013). Marketing and Managing Tourism Destinations. USA: Roudledge.
Quinn, B. (2010). Arts festivals, urban tourism and cultural policy. Journal of Policy Research in Tourism, Leisure & Events, 2, 264279.
https://doi.org/10.1080/19407963.2 010.512207
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan.
Saputra, P. W., & Suparta, I. K. (2023). Festival Budaya Isen Mulang Sebagai Upaya Promosi Pariwisata Budaya di Provinsi Kalimantan Tengah. Paryaṭaka: Jurnal
Pariwisata Budaya dan
Keagamaan, 1(2), 100-107.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulistyadi, Y., Eddyono, F., & Hasibuan, B. (2017). Pariwisata
berkelanjutan: Pengelolaan
destinasi wisata berbasis
masyarakat. Bandar Lampung: Aura (Anugrah Utama Raharja) Press.
Sutarya, I. G. (2016). Spiritual Healing dalam Pariwisata Bali: Analisis Tentang Keunikan, Pengembangan dan Kontribusi dalam
Pariwisata. Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana.
Suyanti, D.W. (2013). “Potensi Desa Melalui Pariwisata Perdesaan”. Ekonomi dan Bisnis, 1(12), 33-36.
Yanthy, P.S. (2015). Festival Sebagai Daya Tarik Pariwisata Bali. Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SENASTEK).
Yuhanna, W. L., & Nurhikmawati, A. R. (2017). Pemberdayaan masyarakat dusun suweru dalam pemasaran
produk kopi lokal melalui strategi marketing mix. In Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian kepada Masyarakat LPPM Universitas PGRI Madiun (pp. 52-57).
Discussion and feedback