Konsep Roh George Wilhelm Hegel dalam Film Animasi When Marnie Was There Karya Studio Chibli
on
SAKURA VOL. 6. No. 1, Februari 2024
DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2024.v06.i01.p06
P-ISSN: 2623-1328
E-ISSN: 2623-0151
Konsep Roh George Wilhelm Hegel dalam Film Animasi When Marnie Was There Karya Studio Chibli
Ferani Wulan Puspitasari1), Syihabbudin2)
1,2 Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudi no.229, Bandung, Indonesia
Pos-el: [email protected]1, [email protected]2*
George Wilhelm Hegel’s Concept of Spirit in Studio Ghibli’s When Marnie Was There
Abstract
Studio Ghibli is a well-known animation studio in Japan, founded in 1985 and led by Hayao Miyazaki, Isao Takahata and Toshio Suzuki. Studio Ghibli has produced a number of films such as 'Nausicaa of The Valley of The Wind', 'Princess Mononoke', 'My Neighbor Tottoro', 'Howl's Moving Castle', and 'Spirited Away'. There are several animations that have fantasy themes that look magical in the work of this studio, such as "When Marnie Was There". When Marnie Was There is an animated film written and directed by Hiromasa Yonebayashi and released on July 19, 2014. When Marnie Was There animation film was based on the novel with the same title by Joan G. Robinson. In "When Marnie Was There" there is element related to the concept of spirit by George William Hegel, a German philosopher who known for his dialectical method. The method used in this study is qualitative research, with descriptive research methods. The data sources are from the animated film "When Marnie Was There".
Keywords: spirit, Hegel, studio ghibli
Abstrak
Studio Ghibli adalah studio animasi terkenal di Jepang yang didirikan pada tahun 1985, dipimpin oleh Hayao Miyazaki, Isao Takahata dan Toshio Suzuki. Studio Ghibli telah menghasilkan sejumlah film seperti ‘Nausicaa of The Valley of The Wind’, ‘Princess Mononoke’, ‘My Neighbor Tottoro’, ‘Howl’s Moving Castle’, ‘Spirited Away’. Dalam karya studio ini, terdapat beberapa animasi yang memiliki tema fantasy yang tampak ajaib, salah satunya adalah film animasi “When Marnie Was There”. When Marnie Was There adalah film animasi Studio Ghibli yang ditulis dan disutradarai oleh Hiromasa Yonebayashi dan dirilis pada 19 Juli 2014. Film When Marnie Was There dibuat berdasarkan pada novel dengan judul yang sama karya Joan G. Robinson. Dalam film animasi “When Marnie Was There” terdapat unsur yang berkaitan dengan filsafat roh yang dikemukakan oleh George William Hegel, yaitu seorang filsuf Jerman yang dikenal dengan metode dialektikanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan sumber data yang berasal dari film animasi “When Marnie Was There”.
Kata kunci: roh, Hegel, studio ghibli
Studio Ghibli adalah studio animasi terkenal di Jepang yang didirikan pada tahun 1985, dipimpin oleh Hayao Miyazaki, Isao Takahata dan Toshio Suzuki. Karya animasi Studio Ghibli diantaranya adalah ‘Nausicaa of The Valley of The Wind’, ‘Princess Mononoke’, ‘My Neighbor Tottoro’, ‘Howl’s Moving Castle’, ‘Spirited Away’ dan lain sebgainyanya. Dalam film animainya terdapat karakter yang menarik, bukan hanya karakter utama tapi begitu juga dengan karakter pendukungnya (Hidajat, 2014, hlm. 1). Studio Ghibli telah menghasilkan sejumlah film dalam berbagai tema yang berkaitan dengan masa kanak-kanak. Film-filmnya seringkali menggunakan gambar yang tampak ajaib (fantasy) untuk mengeksplorasi makna pengalaman yang menarik bagi anak-anak dan orang dewasa (Pollard, 2016, hlm. 255). Salah satunya adalah film animasi yang berjudul When Marnie Was There.
When Marnie Was There (思い出のマーニー , Omoide no Mānī) adalah film animasi Studio Ghibli yang ditulis dan disutradarai oleh Hiromasa Yonebayashi dan dirilis pada 19 Juli 2014. Film When Marnie Was There dibuat berdasarkan pada novel dengan judul yang sama karya Joan G. Robinson. Film animasi ini menceritakan seorang gadis bernama Anna Sasaki, seorang anak yatim piatu yang memiliki penyakit Asthmapergi untuk beristirahat di rumah kerabatnya yang berada di wilayah Hokkaido, Jepang, yang kemudian bertemu dengan seorang gadis misterius bernama Marnie. Alasan penulis memilih animasi ini sebagai penelitian adalah karena di dalamnya terdapat unsur yang berkaitan dengan filsafat roh yang dikemukakan oleh George William Hegel, yaitu seorang filsuf Jerman yang dikenal dengan metode dialektikanya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Nawami (Siswantoro, 2016, hlm. 56) mengartikan metode desktiptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek peneltitian (novel, drama, cerita pendek, puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya).
Untuk mememperoleh data penelitian, penulis menggunakan metode Simak-catat. Metode simak menurut Sudaryanto (2015, hlm 203) adalah metode yang digunakan dalam penelitian bahasa dengan cara menyimak penggunaan bahasa pada objek yang akan diteliti. Untuk mendapatkan data, peneliti menyimak penggunaan bahasa, pembicaraan seseorang atau beberapa orang, maupun penggunaan bahasa tulisan. Kemudian, setelah data diperoleh dengan teknik simak, maka peneliti mencatat data tersebut menggunakan teknik lanjutan yaitu dengan teknik catat atau taking note. Sumber data yang penulis ambil adalah film animasi When Marnie Was There karya Studi Ghibli, tahun 2014.
George Wilhelm Hegel adalah salah satu filsuf Jerman yang lahir tahun 1770– 1831, Ia termasuk dalam golongan fisuf yang idealistis (Kurniawan, 2020, hlm. 5). Hegel meupakan seorang filsuf besar di Jerman yang pemikirannya sangat berpengaruh pada abad 18-19 dengan pemikiran-pemikirannya yang termasuk dalam golongan idealisme (Wirawan, 2007, hlm. 1). Dalam filsafat idealisme Hegel, disinggung pemikirannya mengenai Roh. Hegel memandang dunia sebagai keseluruhan model tentang roh. Dalam sistem filsafat idealismenya, Roh menjadi titik tolak bagi Hegel dalam menjelaskan seluruh realitas. Keseluruhan proses dunia merupakan wujud perkembangan roh secara bertahap untuk menuju kepada kemutlakan (Mahanani, 2021, hlm. 94). Pemikiran filsafat yang dikembangkan Hegel secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi berbagai peristiwa politik yang terjadi semasa ia hidup, salah salah satunya adalah peristiwa dikalahkannya pasukan prusia oleh tentara Prancis di bawah pimpinan Napoleon tahun 1806 (Rohani, dkk, 2022, hlm. 33). Beberapa pemikirannya sangatlah berpengaruh pada perkembangan filsafat di Jerman, dantaranya adalah pemikiran metafisika dan dialetikanya yang mengenai Roh, yang kemudian dikenal sebagai filsafat roh.
Hegel mencari sebuah filsafat yang mencapai hal-hal yang tidak terbatas, mencakup semua pengalaman manusia seiring dengan semua pengetahuan, Ilmu sejarah, agama dan seni. Dan totalitas filsafat yang mencari pemahaman realitas total semacam ini merupakan suatu metafisika yang menyeluruh (Darwis, 2014, hlm. 80). Metafisika
membuat suatu klaim yang tak berarti terhadap para ahli empiris tentang keseluruhan realitas sebagai satu atau banyak, material ataupun mental, permanen atau berubah. Bagi Hegel metafisika adalah yang mungkin. Hegel menerima konsep keutamaan pikiran Kant (filsuf Immanuel Kant) dalam menentukan apa yang kita ketahui. (Darwis, 2014, hlm. 8182).
Menurut Beiser (dalam Wirawan, 2007, hlm. 3) filsafat Hegel merupakan upaya membenarkan suatu kepercayaan Kristen yang mendasar menggunakan nalar. Bagi Hegel tugas utama filsafat adalah untuk mendapatkan sesuatu yang pasti atau “absolute”. Hal tersebut sangat terlihat dalam karyanya yang berjudul The Phenomenolog of Spirit. Dalam karyanya, Hegel berusaha membuat pembaca memahami dunia melalui sudut pandang akal sehat sehingga menghasilkan sesuatu yang mutlak. Mutlak adalah sesuatu yang berkaitan dengan apa yang bisa diamati, sedangkan yang tidak mutlak menurut Hegel adalah sesuatu yang bisa dilihat dan diamati pada saat itu juga. Melalui pemahamannya Hegel, dapat diperoleh bahwa semua hal yang bersifat material atau spiritual dapat dipahami atau bersifat intelektual. Kemudian, intelektualitas disempurnakan oleh sesuatu yang mutlak, Roh, atau kesadaran yang menyadari dirinya (Wirawan, 2007, hlm. 4).
Metafisika Hegel, menjelaskan tentang konsep Roh. Roh dalam pandangan Hegel adalah suatu yang real dan kongkrit yang dapat menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world spirit yang menempatkan diri kedalam obyek-obyek khusus. Dalam kehidupan ini, roh itu merupakan esensi manusia dan esensi sejarah manusia (Gazali, 2014, hlm. 87). Bertens (dalam Gazali, 2014, hlm. 87), menyatakan bahwa metafisika Hegel dimulai dari pembahasannya tentang rasio. Rasio yang dimaksud adalah bukan rasio pada seseorang, akan tetapi rasio pada subyek absolut. Hegel menyatakan bahwa seluruh realitas harus disetarakan dengan suatu subyek. Dalam hal ini Hegel mengungkapkan bahwa "semua yang real itu bersifat rasional dan semua yang rasional itu bersifat real". Pernyataan tersebut memeiliki arti bahwa, luasnya hampir sama dengan luasnya realitas. Seluruh realitas adalah roh yang lambat laun sadar akan menjadi dirinya, atau dengan kata lain, realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea) yang memikirkan dirinya sendiri, kenyataan itu sendiri dan alasan-alasan tersendiri.
Gazali (2014, hlm 88) menyebutkan jika seseorang mempelajari pemikiran Hegel, maka seseorang itu akan menemukan bahwa pemikirannya penuh dengan kontradiksi, ketidak sepakatan dan juga pertentangan. Tetapi bila pemikiran Hegel dipelajari lebih
lanjut, maka akan dapat diperhitungkan kembali di dalam "sintesa" yang mana termasuk keduanya pada tingkat yang lebih tinggi. Proses pemikiran ini kemudian disebut dengan “dialetika”. Dialektika adalah kesadaran bahwa setiap bentuk atau momen dalam isolasinya tidak benar, maka memanggil penyangkalan dan dalam arti ini juga memuatnya saat penyangkalan itu sendiri lalu perlu disangkal, dan seterusnya (Wikantoso, 2016, hlm. 73).
Bagi Hegel, realitas merupakan keseluruhan yang tak terpisahkan, dan yang benar adalah keseluruhan” (Osborne, dalam Permata, 2011, 202). Dalam pemikirannya, Hegel mengemukakan ada tiga tingkatan roh. Pertama adalah roh subyektif yang merupakan tingkatan terendah. Dalam konsep roh subyektif individu masih terbungkus oleh alam tetapi telah berusaha melepaskan diri. Roh dalam tingkatan ini, menurut Hegel, telah berpindah dari kondisi “berada di luar dirinya” menuju kondisi “berada bagi dirinya”. Tingkatan berikutnya, roh subyektif yang manifes di dalam diri individu tadi memasuki tingkatan yang lebih tinggi, dan obyektif, yaitu di dalam keluarga, masyarakat, dan Negara (Hadiwijono, dalam Permata, 2011, 202). Menurut Hamersman (dalam Pangestutiani, 2018, hlm. 93) titik pangkal filsafat Hegel adalah keyakinan bahwa “ide” yang dimengerti dan kenyataan”, itu sama saja. Maka tidak ada perbedaan antara bidang “rasio” dan bidang “realitas”. Rasionalitas dan realitas itu sama menurut Hegel, menurutnya yang dimengerti itu real dan yang real itu dimengerti. “Berfikir” dan “ada” itu sama seluruh kenyataan itu satu proses dialektis.
Dalam karyanya yang berjudul The Phenomenolog of Spirit, Hegel hendak mengupayakan sebuah pemahaman bahwa Fenomenologi Roh adalah ilmu pengetahuan yang memaparkan pengalaman kesadaran yang bereksistensi aktif dan tahap-tahap pembentukan pengalaman kesadaran, dalam bukunya Hegel juga menjelaskan bagaimana Roh manusia dalam Roh dunia itu memungkinkan perubahan kesadaran dari tahap yang paling rendah ke tahap yang paling tinggi (Wikantoso, 2016, hlm. 72). Tahap awal adalah Kesadaran alami (natürliche Bewußtsein) dan momen ini meliputi kepastian inderawi (sinnliche Gewißheit), persepsi (Wahrnehmung), serta daya dan nalar (Kraft und Verstand). Tahap selanjutnya adalah Kesadaran Diri (Selbstbewußtseins). Dan tahap akhir yaitu pembentukan pengalaman kesadaran yang dikemukakan Hegel akan bermuara pada akal budi (Vernunft) (Cahyadi, 2006, hlm. 10).
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Film Animasi When Marnie Was There
-
Gambar 1
Cover Film When Marnie was There
Sumber: https://ghibli.fandom.com/wiki/When_Marnie_Was_There
When Marnie Was There (思い出のマーニー , Omoide no Mānī) adalah film animasi Studio Ghibli yang ditulis dan disutradarai oleh Hiromasa Yonebayashi dan dirilis pada 19 Juli 2014. Film When Marnie Was There dibuat berdasarkan pada novel dengan judul yang sama karya Joan G. Robinson tahun 1967 (yee-lo dalam pollard, 2016, hlm. 255). Film animasi ini menceritakan seorang gadis bernama Anna Sasaki, seorang anak yatim piatu yang memiliki penyakit Asthma pergi untuk beristirahat di rumah kerabatnya yang berada di wilayah Hokkaido, Jepang, yang kemudian bertemu dengan seorang gadis misterius bernama Marnie. Dari film animasi When Marnie Was There penulis mendapatkan beberapa temuan sebagai berikut.
Film ini diawali dengan adegan Anna Sasaki yang sedang melakukan kegiatan menggambar di lingkungan sekitar yang diadakan oleh sekolahnya. Pada saat yang sama, Anna merasakan sebuah emosi dimana dirinya merasa bahwa ia terasingkan. Yang kemudian membuatnya membenci dirinya sendiri. Karena pikirannya yang mendalam, Anna kemudian jatuh pingsan karena sesak napas dikarenakan peyakit Asthmanya kambuh. Setelah itu, sang dokter yang merawatnya menyarankan kepada ibu asuh Anna, Yoriko Sasaki, agar Anna pergi ke tempat yang memiliki udara yang sejuk untuk beristirahat sejenak agar pikirannya bisa jernih kembali. Sang ibu asuh, yang sangat menghawatirkan keadaan Anna yang lebih pendiam dan murung, menerima saran dari sang dokter dan meminta Anna untuk pergi ke rumah kerabatnya yang berada di sebuah
desa yang ada di pinggir pantai. Anna kemudian tinggal bersama keluarga dari sang ibu asuh, yaitu paman dan bibi Oiwa (orang tua ibu asuh).
Anna, yang merupakan anak yang pendiam, banyak menghabiskan waktunya menyendiri untuk menggambar pemandangan desa. Saat ia hendak pergi pulang kembali ke rumah keluarga Oiwa. Ia tidak sengaja terjatuh ke bawah bukit dan melihat sebuah rumah tampak dari kejauhan. Karena rasa penasarannya begitu kuat, ia pun mendekat ke arah rumah tersebut. Dan didapatinya sebuah rumah tua yang sudah tidak berpenghuni. Namun, walaupun tidak berpenghuni, Anna merasakan sesuatu yang hidup pada rumah tersebut.
Saat menceritakan apa yang ia lihat pada keluarga Oiwa. Paman Oiwa memperingati Anna agar menjauh dari rumah tua itu karena katanya rumah tua itu berhantu. Sejak saat itu Anna sering bermimpi tentang rumah tua tersebut. Dalam mimpinya, Anna selalu melihat seorang gadis yang ada di balik jendela lantai atas rumah tua itu. Suatu ketika Anna pergi ke pinggir pantai untuk menyendiri karena suatu hal menimpanya dan kemudian ia menemukan perahu dengan lilin menyala di atasnya. Anna menaiki perahu tersebut untuk pergi ke rumah tua yang selalu ada di mimpinya. Namun, saat ia mendayung, dayung perahunya tersangkut sehingga perahu Anna hilang kendali dan akan menabrak pelabuhan kecil yang ada pada rumah tua tersebut.Saat akan menabrak pelabuhan kecil tersebut, terdengar suara gadis dari balik rumah tua yang meminta Anna untuk melemparkan tali perahu.
Anna, sangat senang karena bisa bertemu dengan gadis yang selama ini ia mimpikan. Gadis tersebut pun memperkenalkan diri, dan diketahui bahwa nama gadis tersebut adalah Marnie. Dan ia adalah seorang anak yang tinggal di rumah tua tersebut. Marnie dan Anna pun berteman sejak saat itu, namun Marnie meminta Anna agar merahasiakan pertemanan mereka. Sejak pertemuannya dengan Marnie di rumah tua itu, Anna yang selama ini selalu murung, berubah menjadi lebih ceria. Anna dan Marnie sering menghabiskan waktu bersama, seperti pergi bepiknik, belajar mendayuh perahu dan kegiatan lainnya. Saat sedang piknik, Marnie mengajukan beberapa pertanyaan pada Anna karena ingin lebih mengenalnya. Namun, saat Marnie menanyakan pertanyaan ketiganya, kejadian janggal pun terjadi.
Saat Marnie bertanya “Bagaimana rasanya tinggal di rumah Oiwa-san”, tiba-tiba wujud Marnie menjadi kabur, dan Anna tidak bisa mengingat bagaimana saat ia tinggal
bersama keluarga Oiwa. Dan saat Anna akhirnya mengingatnya, sosok Marnie menghilang sesaat lalu kemudian muncul kembali. Sejak saat itu pula keberadaan Marnie sering menghilang dan muncul tanpa sebab. Sampai pada cerita dimana Anna mendapati rumah tuanya kembali kosong, dan Marnie tidak ada di sana.
Berhari-hari Marnie tidak muncul, baik itu dalam mimpinya maupun di kenyataan. Setelah hampir satu minggu, Anna pergi ke rumah tua untuk mencari Marnie, namun yang ia dapatkan adalah rumah tua yang sudah berpindah tangan yang sedang direnovasi. Saat itu ia bertemu dengan seorang gadis kecil berkacamata bernama Sayaka yang mengiranya adalah Marnie. Sayaka kemudian menunjukkan sebuah Diary milik Marnie. Anna kemudian berkata pada Sayaka bahwa Marnie sebenarnya hanyalah imajinasinya dan tidaklah nyata. Namun, Sayaka berpendapat bahwa Marnie nyata.
Setelah bertemu dengan Sayaka, akhirnya Anna bertemu kembali dengan Marnie dalam mimpinya. Dan dari pertemuannya di dalam mimpi, Anna dapat kembali bertemu dengan Marnie di dunia nyata. Pada kesempatan kali ini, Marnie menuntun Anna ke sebuah tempat dimana ia memiliki kenangan buruk saat ia kecil. Tempat itu adalah Silo yang menjadi ketakutan terbesar Marnie. Setelah Anna dan Marnie memasuki Silo, tiba-tiba hujan disertai petir turun dengan lebatnya, yang membuat Marnie ketakutan. Anna pun memeluk Marnie untuk menenangkannya, sampai mereka berdua tertidur. Dan dalam tidurnya, Anna melihat Marnie bersama seorang anak laki-laki bernama Kazuhiko yang datang untuk menyelamatkan Marnie dari ketakutannya terhadap Silo. Dan membawa Marnie pulang ke rumah.
Saat Anna terbangun, ia mendapati dirinya sedang berada di dalam Silo sendirian. Ia pun mencari Marnie, sampai akhirnya ia terjatuh pingsan dan ditemukan oleh Sayaka. Anna pun jatuh sakit akhibat terkena air hujan dan kedinginan. Saat sedang sakit Anna bermimpi Marnie untuk terakhir kalinya. Dalam mimpinya Anna meluapkan kemarahannya pada Marnie karena ia ditinggal sendirian di dalam Silo yang menakutkan itu. Marnie pun meminta dirinya agar dimaafkan atas semua yang telah ia perbuat sebagai salam perpisahan karena ia sudah tidak bisa lagi tinggal di rumah tua itu. Anna pun memaafkan kesalahan Marnie dan sosok Marnie tidak lagi terlihat di manapun.
Anna dan Sayaka kemudian menemui Hisako untuk mencari tahu kebenaran dari sosok Marnie tersebut. Hisako, kemudain menceritakan kisah pilu dari seorang gadis berambut pirang bernama Marnie. Hisako menceritakan kehidupan seorang gadis yang
selalu terkunci di balik jendela kamarnya. Dan sampai dimana Anna menyadari sebuah fakta yang membuatnya terkejut. Akhirnya, Anna menyadari bahwa Marnie yang selalu ditemuinya adalah neneknya sendiri. Neneknyalah yang selalu menceritakan kisahnya sebagai pengantar tidur Anna saat ia masih kecil.
Sosok Marnie muncul diawali dengan adegan Anna Sasaki yang menemukan rumah tua yang berada di pinggir pantai dekat dengan lingkungan tempat tinggal keluarga Oiwa. Setelah Anna menemukan rumah tua tersebut, ia bermimpi melihat seorang gadis berambut pirang. Karena rasa penasaran Anna yang tinggi, ia kembali melihat rumah tua itu. Kali ini, Anna ingin mengunjungi rumah tua itu untuk mencari sosok yang dimimpikannya. Saat ia dalam perjalanan menuju rumah tua, ia melihat sebuah sampan yang kemudian ia naiki untuk sampai ke rumah tua tersebut. Begitu dekat dengan area rumah tua, dayung sampan yang dinaiki oleh Anna tiba-tiba tidak bisa digerakkan, dan sampannya tidak bisa dikendalikan. Dari kejauhan terlihat sosok anak perempuan berambut pirang berteriak kepada Anna untuk melemparkan tali dari dalam sampan yang dinaiki Anna. Gadis berambut pirang tersebut adalah sosok yang dimimpikkan oleh Anna, yaitu Marnie.
Gambar 1
Pertemuan Anna dengan Marnie di Rumah Tua
Sumber: https://ghibli.fandom.com/wiki/When_Marnie_Was_There
Marnie adalah sosok misterius yang muncul secara tiba-tiba. Kadang ia muncul di dalam mimpi Anna, kadang juga ia muncul di hadapan Anna. Sosok Marnie diibaratkan sebagai teman imajinasi atau sosok yang dibuat oleh Anna. Hal ini dapat dibuktikan oleh kalimat yang diucapkan Anna pada Sayaka sang gadis berkacamata penghuni baru rumah tua, “Marnie wa watashi no tsukutte ageta no” yang memiliki arti “Marnie hanyalah sosok karanganku”. Akan tetapi, sosok Marnie terlalu nyata apabila dijadikan hanya
karangan. Karena penggambaran Marnie sangatlah sesuai dengan yang diceritakan orangorang, termasuk dalam buku diary yang ditemukan oleh Sayaka, di dalamnya terdapat penggambaran sosok Marnie. Selain itu, Hisako, salah satu tokoh dalam film ini yang senang sekali menggambar. Suatu hari, Hisako melihat sosok Marnie yang digambar oleh Anna pada sketchbooknya, lalu Hisako mengatakan sesuatu kepada Anna ketika melihat gambar tersebut “Sono ko, watashi no shitteru ko ni nitteru” yang memiliki arti “anak itu, mirip dengan anak yang ku kenal”. Dengan kata lain, sosok Marnie ini adalah makhluk yang nyata atau sosok yang benar-benar nyata.
Apabila kita merujuk pada pemikiran Hegel mengenai Roh, Ia mengatan bahwa “semua yang real itu bersifat rasional dan semua yang rasional itu bersifat real". Yang memiliki arti bahwa, realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea) yang memikirkan dirinya sendiri, kenyataan itu sendiri dan alasan-alasan tersendiri. Sosok Marnie terlihat nyata oleh Anna dikarenakan hasil dari pemikirannya sendiri. Bagaimana sosok Marnie terwujud, seperti perawakan, wujud serta wataknya yang dapat tergambar dengan sempurna berasal dari kisah yang diceritakan oleh mendiang neneknya sendiri tentang dirinya yaitu “Marnie”.
Film animasi When Marnie Was There ini, terdapat suatu gambaran mengenai konsep Roh yang sesuai dengan filsafat Hegel. Yaitu, suatu manifestasi roh subjektif yang muncul dan berinteraksi dengan keadaan sekitar yang tergambarkan dengan jelas dalam film animasi ini melalui pemeran-pemeran yang ada di dalamnya.
Melalui karakter Anna, dapat digambarkan mengenai bagaimana suatu hal yang dianggap tidak ada mampu muncul secara konkrit dihadapan seseorang, meskipun sosok tersebut terkadang menghilang lalu muncul kembali. Yaitu fenomena munculnya sosok Marnie yang semula ada dalam mimpi Anna dapat muncul di hadapan Anna, dimana dapat simpulkan bahwa Marnie merupakan suatu roh subjektif yang muncul pada diri Anna.
Hal ini pun mendukung teori metafisika Hegel mengenai roh dimana “semua yang real itu bersifat rasional dan semua yang rasional itu bersifat real", yang memiliki arti bahwa, realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea) yang memikirkan dirinya sendiri, kenyataan itu sendiri dan alasan-alasan tersendiri. Dalam hal ini, sosok Marnie
terlihat nyata oleh Anna dikarenakan hasil dari pemikirannya sendiri. Bagaimana sosok Marnie terwujud, seperti perawakan, wujud serta wataknya yang dapat tergambar dengan sempurna berasal dari kisah yang diceritakan oleh mendiang neneknya sendiri tentang dirinya sendiri yaitu “Marnie” yang sesungguhnya. Film ini memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai bagaimana bagaimana hal-hal yang kita percaya dapat termanisfestasikan dalam suatu realitas yaitu suatu roh, dan hal ini terlihat cukup jelas dari interaksi dari kedua karakter film ini yaitu Anna dan Marnie.
Cahyadi, F. H. (2006). DUA RATUS TAHUN FENOMENOLOGI ROH HEGEL: Tantangan Ilmu Pengetahuan dalam Ranah Filsafat Dewasa Ini. Limen, 3(1), 3-28.
Darwis, D. (2014). Metafisika Ibnu Sina dan Idealisme Hegel (Sebuah Studi Komparatif) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).
Gazali, Rafi’ah. (2014). GEORGE WILHELM FREDRICH HEGEL: Metafisika, Epistemologi dan Etika. Diskursus Islam, 2(1), 84-92
Hidajat, H. (2014). Analisa Visual Tokoh-Tokoh Dalam Animasi Studio Ghibli. Jakarta: Fakultas Desain Universitas Bunda Mulia.
Izuan, Mohd bin Razali. (2012). Menuju Roh Mutlak: Gagasan Hegel Tentang Sejarah. Dalam Seminar Ilmuan Muda ASASI (hlm. 1–7). Bandar Baru Bangi, Malaysia
Kurniawan, D. (2020). Roh Absolut Menurut George Wilhelm Friedrich Hegel (17701831) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Mahanani, N. W. (2021). Gagasan Idealisme Absolut Dalam Kumpulan Puisi Asmaraloka Karya Usman Arrumy (Kajian Metafisika Hegel). Sapala, 8(2), 92-102
Pangestutiani, Y. (2018). Kritik Terhadap Hegel. Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf, 4(1), 90-103.
Permata, H. (2011). Filsafat dan Konsep Negara Marxisme. Jurnal Filsafat, 21(3), 200223.
Pollard, L. (2016). ‘When Marnie was there’an animated film, Studio Ghibli. Director: Hiromasa Yonebayashi, film written by Keiko Niwa, Hiromasa Yonebayashi
Masashi Ando, 2014, released in UK 2016.
Rohani, R., Fadillah, F. S., Ernita, M., & Zatrahadi, M. F. Metode Analisis Dialektika Hegel Untuk Meningkatkan Berfikir Kritis Dan Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran Ilmu Pendidikan Sosial. TSAQIFA NUSANTARA: Jurnal Pembelajaran dan Isu-Isu Sosial, 1(1), 29-50.
Siswantoro. (2016). Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University
Wirawan, Y. Y. (2007). Biografi dan Karya Hegel. Humaniora, 19(2), 144.
Wikantoso, B. (2016). Konsep Intersubjektivitas dalam Phenomenology of Spirit karya GWF Hegel. DHARMASMRTI: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 15(28), 67-90.
87
Discussion and feedback