Studi Komparatif Onomatope Benda Mati Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa
on
SAKURA VOL. 5. No. 2, Agustus 2023
DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i02.p01
P-ISSN: 2623-1328
E-ISSN:2623-0151
Studi Komparatif Onomatope Benda Mati Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa
Teguh Santoso1), Althaf Gauhar Auliawan2)
-
1,2) Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ekonomi, Hukum dan Humaniora Universitas Ngudi Waluyo-Kabupaten Semarang
Pos-el: [email protected]
A Comparative Study of Onomatopoeia of Inanimate Objects Japanese and Javanese
Abstract
This research is entitled ‘‘Comparative Study of Inanimate Onomatopoeic Studies in Japanese and Javanese Language’’. This study uses a qualitative method with a reference to a comparative study approach. The data used in this study came from various mixed data, including the novel Emas Sumawur, Panjebar Spirit magazine and the Japanese Yonkoma comic. The data collection in this study used a descriptive approach. The descriptive research method used is the study of Sudaryanto
Onomatopoeia in Japanese is divided into two types, namely: giongo (words that imitate the sound of living things or sounds that come out of inanimate objects) and gitaigo (words that directly describe the state of sound). In Javanese, onomatopoeia are words that are formed based on imitation of sounds in the natural surroundings and sounds of certain inanimate objects. In this study, because the number of Japanese onomatopoeia is the highest compared to Javanese, this onomatopoeic research is only limited to words based on imitation of sounds on inanimate objects. In this study, the description of the comparative study used the study of Tarigan, while the onomatopoeic description of inanimate objects used the study of Akimoto (2002) and Mulyani
This study aims to obtain a description of the differences or similarities of onomatopoeic inanimate objects in Japanese and Javanese based on data findings. The results of the research on inanimate objects in Japanese and Javanese, there are 16 data to find out how the differences or similarities of the onomatopoeia are.
Keywords: onomatopoeia, inanimate objects, Japanese, Javanese, giongo, gitaigo.
Abstrak
Penelitian ini berjudul ‘‘Studi Komparatif Onomatope Benda Mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa’’. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan acuan teknik pendekatan studi komparatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berbagai data campuran, di antaranya: novel Emas Sumawur, majalah Panjebar Semangat dan komik Yonkoma Jepang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Metode penelitian deskriptif yang digunakan adalah telaah dari Sudaryanto .
Onomatope dalam bahasa Jepang terbagi menjadi dua jenis, yaitu: giongo (katakata yang menirukan suara makhluk hidup atau bunyi yang keluar dari benda mati) dan gitaigo (kata-kata yang secara langsung yang menggambarkan langsung keadaan bunyi). Dalam bahasa Jawa onomatope merupakan kata-kata yang terbentuk berdasarkan dengan tiruan bunyi pada alam sekitar dan bunyi dari benda mati
tertentu. Dalam penelitian ini karena jumlah onomatope bahasa Jepang paling banyak jumlahnya dibandingkan dalam bahasa Jawa, maka penelitian onomatope ini hanya dibatasi pada kata-kata berdasarkan tiruan bunyi pada benda mati. Dalam penelitian ini, deskripsi studi komparatif menggunakan konsep pendekatan Tarigan, sedangkan deskripsi onomatope benda mati bahasa Jepang menggunakan teori Akimoto dan dan onomatope bahasa Jawa menggunakan teori dari Mulyani .
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi mengenai perbedaan atau persamaan onomatope benda mati dalam bahasa Jepang dan bahasa Jawa berdasarkan temuan data. Hasil penelitian onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang maupun Bahasa Jawa terdapat 16 data untuk diketahui perbedaaan atau persamaan dari onomatope tersebut.
Kata kunci: onomatope bahasa Jepang, onomatope bahasa Jawa, giongo, gitaigo
Bahasa mempunyai keterikatan-keterkaitan dalam kehidupan manusia. Dalam bermasyarakat, kegiatan manusia selalu berubah, maka bahasa pun ikut berubah. Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa.
Onomatope terbentuk karena gabungan dari bunyi suara tertentu dengan keadaan yang mendukungnya. Menurut Yoshio (1989: 302) giongo atau giseigo merupakan katakata yang merujuk pada makhluk hidup atau tiruan bunyi yang berasal dari benda mati. Misalkan, suara anjing adalah wanwan, bow-wow, bunyi hujan dalah zaazaa atau shitoshito (hujan gerimis).
Onomatope bahasa Jawa, terdapat empat kategori, yaitu: a) tiruan bunyi benda, b) tiruan bunyi hewan, c) tiruan bunyi alam, dan d) tiruan bunyi manusia. Ia mendeskripsikan empat kategori tersebut berdasarkan bentuk dan fungsinya (Mulyani, 2014: 1-7). Misalnya, suara gong yang dipukul berbunyi gong, breng [brəŋ] adalah suara serangga sejenis ampal atau wawung (kumbang) tetapi ukurannya lebih kecil. Kata-kata bahasa Jawa yang bernilai onomatope adalah kata yang berprefiks “Mak”, seperti: mak dhor ‘tiba-tiba pergi’, pating, pating jlerit ‘berulangulang terdengar suara teriakan’, dan glodhag-glodog ‘berulang- ulang terdengar bunyi ‘glodhokan’. Kata-kata tersebut digolongkan ke dalam jenis kata peripheria.
Oleh karena itu, studi komparasi onomatope antara bahasa Jepang dan bahasa Jawa sangat menarik untuk dilakukan, mengingat karakteristiknya yang berbeda namun di sisi lain juga memiliki banyak keunikan seperti yang disebutkan di atas. Akan tetapi, penulis
membatasi pada penelitian ini terbatas pada onomatope yang muncul dari benda mati, mengingat onomatope dalam bahasa Jepang lebih banyak jumlahnya dibanding onomatope dalam bahasa Jawa.
Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber data, seperti: Novel Emas Sumawur ing Baluwarti karya Partini B, majalah panjebar semangat online, dan komik Yonkoma bahasa Jepang. Data yang ada dalam penelitian ini berupa satuan gramatikal yang berwujud kata atau kalimat yang mengandung onomatope benda mati dalam bahasa Jepang dan bahasa Jawa. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik pustaka, teknik observasi dan teknik simak catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Dalam penyajian data menggunakan teknik formal dan informal.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berhubungan dengan pertimbangan: (1) penyesuaian metode kualitatif lebih mudah dibandingkan dengan kenyataan yang kompleks, (2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; (3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman-penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Djadjasudarma dan Citraresmana, 2016: 21).
Onomatope adalah bentuk gaya bahasa yang meniru suara makhluk hidup dan bunyi yang ada di lingkungan sekitar atau menggambarkan suatu keadaan tertentu (Assaneo, 2011). Onomatope dalam Bahasa Jepang terbentuk karena adanya suara-suara yang berasal dari alam sekitar yang dapat diapresiasikan menjadi rangkaian kata yang bisa ditiru oleh manusia. Sebagian besar onomatope dalam Bahasa Jepang terkategorisasikan ke dalam adverbial (kata keterangan). Onomatope dalam Bahasa Jepang meliputi giongo (giseigo) dan gitaigo
Menurut Akimoto (2002: 134) Bahasa Jepang memiliki giseigo dan gitaigo, akan tetapi terdapat kata yang tidak dapat ditentukan dalam kategorisasi yang mana, oleh karena itu, gabungan dari bentuk keduanya disebut anshouchougo atau onomatope. Di
samping itu, Akimoto (2002: 138-139) mengemukakan bahwa giongo dan gitaigo secara umum memiliki banyak makna, antara lain :
-
1. 自然現象 (shizengensou), adalah tiruan bunyi yang berkaitan dengan fenomena alam.
Contoh: ザーッ zaa ‘bress/suara hujan deras yang turun.’
-
2. 動物の鳴き声 (doubutsu no nakigoe) adalah tiruan yang menunjukkan suara binatang
Contoh: ニャニャ nya nya ‘suara kucing’, ワンワン wan wan ‘suara anjing’
-
3. 人の声・音 (hito no koe/oto) adalah tiruan bunyi yang berkaitan dengan bunyi atau suara manusia.
Contoh: ワハハ wahaha ‘hahaha /suara orang ketawa’
-
4. 人の動作 (hito no dousa) adalah tirun bunyi yang menunjukkan pergerakan atau aktivitas manusia.
Contoh: サッサッ sa’sa’ ‘gerakan yang cepat’
-
5. 人の様子・心情 (hito no yousu/shinjou) adalah tiruan bunyi yang menunjukkan keadaan atau perasaan manusia.
Contoh: ワクワクwaku waku ‘perasaan semangan karena berharap adanya
kebahagiaan yang akan datang’
-
6. 人の身体的特徴 (hito no shintaiteki tokuchou) adalah tiruan bunyi yang menunjukkan ciri fisik manusia.
Contoh: ガリガリgari gari ‘tubuh yang kurus berurat’
-
7. 人の健康状態 (hito no kenkou joutai) adalah tiruan bunyi yang menunjukkan keadaan dari kesehatan manusia.
Contoh: ムカムカ muka muka ‘mual’
-
8. 物が出す音 (mono ga dasu oto) adalah tiruan bunyi yang berasal dari suara benda.
Contoh: トントン ton ton ‘tok tok, suara ketukan pintu’
-
9. 物の動き (mono no ugoki) adalah tiruan bunyi yang menunjukkan pergerakan benda.
Contoh: コロコロ koro koro ‘menunjukkan benda yang bergelinding’
-
10. 物の様態・性質 (mono no youtai/sishitsu) adalah tiruan bunyi yang menunjukkan keadaan atau karakter benda.
Contoh: ドロドロ doro doro ‘menunjukkan keadaan benda yang berlumpur’
Menurut Sudaryanto (1994: 114) bahwasanya linguistic iconism (iconism) disebut dengan istilah sound symbolism (symbolism) dan adakalanya disebut onomatopoeia. Sedangkan menurut Mulyani (2014: 1-7) onomatope dalam Bahasa Jawa terdiri dari empat kategori, di antaranya:
-
1. Tiruan bunyi benda, misalnya: prit-prit ‘suara bunyi peluit’, bledheg ‘suara halilintar’dan se-bagainya.
-
2. Tiruan bunyi hewan, misalnya: mbek ‘suara kambing mengembik’, guk-guk ‘suara aning men-gonggong’ dan lain-lain.
-
3. Tiruan bunyi alam, misalnya: gong ‘suara bunyi gong yang dipukul’ thuk ‘suara benda keras yang dipukul’ dan sebagainya.
-
4. Tiruan bunyi manusia, misalnya: nggedrug ‘suara/bunyi menghentakkan kaki’, ceguken ‘suara saat bersendawa’ dan sebagainya.
Adapun klasifikasi kata tiruan bunyi (onomatope) dalam Bahasa Jawa menurut Uhlenbeck dalam Winarto (1994:60), terdapat juga bentuk lainya, misalkan: bentuk [pating-] dan [mak-] yang merupakan awalan. Contoh: mak cemplung ‘suara benda yang kejebur di air, mak jegur ‘suara manusia yang menceburkan diri/diceburkan di air’’Dapat juga menggunakan imbuhan [-r-] atau [-l], contohnya: pating grandul ‘bergelantungan’, tiruan bunyi yang berasal dari kata sifat, misalnya: cespleng ‘mujarab’, berasal dari bentuk verba, misalnya: tugel-thel ‘patah’
Penelitian sebelumnya oleh Supangat (2015) dengan judul Analisis Kontrastif Onomatope Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa (Artikel Jurnal) membahas onomatope benda hidup dan benda mati, Purwani (2010) dengan judul Analisis Onomatope pada Dongeng Bahasa Jepang (Artikel Jurnal) yang berfokus pada tiruan bunyi pada benda hidup. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari sumber data yang lebih beragam, diambil dari penulisan kreatif populer seperti novel, skrip drama, majalah, dan komik sehingga diskusi dan analisis mengenai komparasi onomatope benda mati dalam bahasa Jepang dan bahasa Jawa yang lebih faktual. Yang paling mendasar dari perbedaan penelitian ini adalah Supangat lebih fokus ke temuan data onomatope benda hidup sedangkan penelitian ini fokus ke data onomatope benda mati saja.
SAKURA VOL. 5. No. 2, Agustus 2023
P-ISSN: 2623-1328
DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i02.p01 E-ISSN:2623-0151
Pada penelitian ini, akan membahas tentang onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa. Karena bentuk onomatope Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa jumlahnya lebih banyak dari jumlah onomatope dalam Bahasa Jepang, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada onomatope benda mati pada kedua bahasa tersebut untuk mengetahui bagaimana perbedaan atau persamaannya dari onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa.
Onomatope Bahasa Jepang, banyak sekali ditemukan tiruan bunyi benda mati (giongo) dan keadaan benda mati (gitaigo) seperti contoh pada data berikut ini:
Data (1)
訪問者: ピンポンピンポン。ドンドンドン。
Pinpon pinpon. Dondondon.
Tamu : ‘Pinponpinpon’. (Suara bell rumah)
‘Dondondon’. (Suara ketukan pintu) クリームソーダだ。ヒック…うぃ~ あいついるんだろ? ここに来てんだろ?
Kuriimu Sooda da. Hikku.. wi~. Aitsu irundaro? Koko ni kiten daro? ‘Aku Krim Soda. Hiks. Apakah ada orang itu? Apakah datang kesini?’.
(Sumber: Yoru no Houmonsha 25 Juni https://omocoro.jp/)
Pada data (1) tentang tiruan bunyi onomatope benda mati tersebut, terdapat kata pinpon pinpon dan dondondon yang menandakan suara bell rumah dan ketukan pintu. Oleh karena itu, kata pinpon pinpon dan dondondon merupakan tiruan bunyi benda mati di dalam bahasa Jepang. Baik kata pinpon pinpon maupun dondondon termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati.
Data (2)
エリン: めぐみ、来ないね。
Megumi konai ne.
Erin : ‘Megumi tak kunjung datang ya’.
さき :うん、めずらしいなあ、めぐみのほうがおそいなんて。
Un, mezurashii naa, Megumi no hou ga osoi nante.
Saki : ‘Iya, aneh ya, kok lebih telat Megumi’.
トゥルルルル
Tururururu
‘(suara telepon ketika melakukan panggilan)’
エリン: 出ないの?
Denai no?
Erin : ‘Dia tidak muncul ya’.
(Erin: Making Assumptions Cell Phones, 15) Sumber: Nihongo Dekimasu www.erin.jpf.go.jp
Pada data (2) tentang tiruan bunyi onomatope benda mati tersebut, terdapat kata tururururu yang berarti suara handphone yang digunakan ketika melakukan panggilan ke orang lain. Ini berbeda dengan rinrinririiin atau pirorirorin yang berarti suara handphone ketika berdering atau ketika ada e-mail masuk. Oleh karena itu, kata tururururu merupakan tiruan bunyi benda mati di dalam bahasa Jepang. Kata tururururu termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati.
Sedangkan, bentuk onomatope benda mati dalam Bahasa Jawa yang menunjukkan pergerakan benda secara umum, fenomena alam dan ada kalanya merupakan suatu kata yang diulang-ulang.
Data (3)
Ora let suwe angine sempribit teka. Kitiran sing dakgawe bareng adhiku banjur muter kenceng.
‘Tak berapa lama angin berhembus sepoi-sepoi datang. Baling-baling yang saya buat bersama adik saya berputar dengan kencang.’
(Ngunduh Wohing Pakarti, 1998:37)
Pada data (3) tiruan bunyi onomatope benda mati pada data 3 terdapat kata sempribit yang berarti sepoi-sepoi yang merupakan fenomena alam. Dan kata muter ‘berputar’ merupakan tiruan bunyi yang menunjukkan pergerakan benda secara umum.
Bentuk onomatope benda mati yang mengandung makna tiruan bunyi benda mati yang berkaitan dengan fenomena alam (shizengenshou), antara lain: tiruan bunyi hujan, hembusan angin dan lainya.
Data (4)
カメラマン: ザー。
Zaa.
Kameramen : ‘Zaa’. (Suara hujan deras yang turun)
あの有名俳優のSが某アイドルのAとホテルから! これはスクープだぜぇー!
Ano yuumei haiyuu no S ga Bō Aidoru no A to Hoteru kara! Kore wa Sukuupu dazee~!
‘Aktor terkenal S dan Idol A dari hotel!’. Ini terciduk!
(Sumber: Sukuuou https://omocoro.jp/)
Pada data (4) tentang tiruan bunyi onomatope benda mati tersebut, terdapat kata zaa yang menandakan suara hujan lebat yang sedang turun. Oleh karena itu, kata zaa merupakan tiruan bunyi benda mati di dalam bahasa Jepang yang berkaitan dengan fenomena alam. Kata zaa termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati, bahkan dari fenomena alam itu sendiri yaitu hujan.
Data (5)
犬 : プルプルプル。
Purupurupuru
Anjing : ‘Purupurupuru’. (Pergerakan anjing yang bergetar)
木 : カサカサカサ。ポトッ ポトッ。
Kasakasakasa. Potots Potots
Pohon : ‘Kasakasakasa’. ‘Potots potots.’ (Suara daun dan buah berguguran) Sumber: Ki https://omocoro.jp/
Pada data (5) tentang tiruan bunyi onomatope benda mati di atas, terdapat kata kasakasakasa dan potots potots yang menandakan suara daun dan buah yang sedang berguguran dari pohon. Oleh karena itu, kata kasakasakasa dan potots potots merupakan tiruan bunyi benda mati di dalam bahasa Jepang yang berkaitan dengan fenomena alam. Kata kasakasakasa dan potots potots termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati, bahkan dari fenomena alam itu sendiri yaitu pohon.
Sedangkan, onomatope benda mati yang berkaitan dengan fenomena alam dalam Bahasa Jawa antara lain:
Data (6)
Aku banjur leren ing ngisore wit peem gedhe tengah-tengahe kebon. Wus, karo kairing sumilire angin ing awan iki.
‘Kemudian, tatkala saya berteduh di bawah pohon manga yang besar di tengah kebun, Wus sambil ditemani semilirnya angin pada siang ini’.
(Pannyebar Semangat, 2010: 40)
Pada data (6) tersebut, kata wus merupakan suara angin yang berhembus yang menunjukkan tiruan bunyi benda yang yang berkaitan dengan fenomena alam sekitar.
Data (7)
Kendhil tumuli diwalik isine disuntak kropyok…
‘Kendi tatkala dibalik isinya ditumpahkan kropyok… ’
Pada data (7) onomatope benda mati dapt ditemukan pada kata kropyok…Maksudnya, pergerakan benda yang dibalik yang berisi air pergerakannya menimbulkan bunyi. Dan bunyi tersebut merupakan tiruan bunyi benda mati yang terjadi karena adanya pergerakan.
Dalam onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang yang berkaitan dengan pergerakan umumnya meliputi keadaan saat berputar dan terseret.
Data (8)
ヒロ: 魂を燃やす激しい死闘!赤く煌めく正義の炎!
Tamashii o moyasu hageshii shitō! Akaku kirameku seigi no honō!
Hero : ‘Pertempuran sengit yang membakar jiwa! Api keadilan yang bersinar merah!’.
ジャスティスレッド スーパーチェーンジッ!
Jasutisu Reddo Suupaa Chenjittsu!
‘Keadilan merah, perubahan super!’.
とば、とば。「バス乗り場へ」
Toba, toba. (Basu-noriba e)
‘Toba, toba’. (Jalan menuju tempat pemberhentian bus)
バス: ブロロロロ
Burorororo
‘Brrrr’. (Suara bus mulai jalan)
ヒロ: 返信しなければ、間に合ったバス…
Henshin shinakereba, maniatta Basu…
‘Andai tidak berubah, busnya sempat’...
(Henshin-shiin: Omocoro, 27 September 2022)
Pada data (8) yang merupakan tiruan bunyi onomatope benda mati burorororo yang berarti merujuk suara mesin yang mulai bergerak. Pada data tersebut, mesin yang dimaksud adalah bus yang mulai bergerak dan berjalan meninggalkan sang hero. Oleh karena itu, kata burorororo termasuk ke dalam tiruan bunyi benda mati yang menunjukkan adanya pergerakan. Kata burorororo termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati.
Data (9)
後輩 : 沙保里先輩、それ涼しいですか?
Saori-senpai, sore suzushii desuka?
Junior : ‘Saori-senpai, apakah itu sejuk?’.
沙保里 :涼しいというか…
Suzushii to iu ka…
Saori : ‘Kalau cuman sejuk mah…’
ブワッ
Buwats
‘Bwats’. (Suara pergerakan kertas ketika tertiup kipas angin) 仕事が片付くよね。
Shigoto ga katadzuku yo ne.
‘Pekerjaannya adalah merapihkan ya’.
Sumber: Henshin-shiin https://omocoro.jp/
Pada data (9) merupakan tiruan bunyi onomatope benda mati, yaitu: buwats yang berarti merujuk suara pergerakan kertas yang beterbangan ketika tertiup angin kipas Saori-senpai. Kata buwats termasuk ke dalam tiruan bunyi benda mati yang menyatakan karakter suatu benda. Kata buwats termasuk ke dalam kategori giongo karena menunjukkan suara atau bunyi dengan cara menirukan bunyi yang keluar dari benda mati.
Berikut ini merupakan onomatope benda mati dalam Bahasa Jawa yang menunjukkan pergerakan.
Data (10)
Iya, nanging kiraku dudu taksi, awit yen taksi lumrahe lenterane ora….saweg dumugi semanten kapunggel dening swara….Herrrrrrrrrr….
‘Tetapi menurutku bukan taksi, biasanya kalau taksi lampunya tidak…Baru sampai di situ terdengar suara ….Herrrrrrrrr….’
(Emas Sumuwur ing Baluarti, 2010: 72)
Pada data (10) onomatope benda mati pada kata herrrrrrr menirukan tiruan bunyi dari benda mati yang ada pergerakan.
Bentuk onomatope benda mati yang mengandung makna yang menunjukkan keadaan atau karakter benda mati (mono no youtai /seisetsu) dapat digunakan dalam berbagai macam keadaan, di antaranya: keadaan pengatur waktu/ jam yang berdetak, keadaan benda berserakan/ berantakan, keadaan benda yang berkilau atau menyilaukan.
Data (11)
シンデレラ: あっ。 ツルッ。 ガシャンッ。
Aa. Tsuruts. Gashants.
Cinderella : ‘Ah’. (Kaget) gashants (Suara piring pecah) ママ :シンデレラ!またお皿を割ったのかい!?。
Shinderera! Mata osara o watta no kai!?
Mama : ‘Ciderella! Apakah kamu memecahkan piring lagi!?’.
(Sumber: Shinderera https://omocoro.jp/)
Pada data (11) terdapat onomatope benda mati yaitu: gashants yang berarti menandakan keadaan benda mati yang pecah. Pada contoh data tersebut, benda pecah yang dimaksud adalah sebuah piring yang dibawa Cinderella, namun tiba-tiba terjatuh. Kata gashants termasuk ke dalam tiruan bunyi benda mati yang menyatakan keadaan. Kata gashants termasuk ke dalam kategori gitaigo karena menggambarkan suatu keadaan benda mati, namun kondisinya dapat dirasakan oleh manusia.
Data (12)
女優 : キャー。 ピカッ。 クソッなんだ。あの謎の光は。
Kyaa. Pikatts. Kuso nanda. Ano nazo no hikari wa.
Aktris : ‘Kyaa. Pkats’. (Suara cahaya yang muncul)
‘Sialan cahaya misterius itu’.
監督 : DVDでは謎の光は消えるそうですぜ兄貴。
DVD de wa nazo no hikari wa kieru sou desuze Aniki.
Sutradara : ‘Tampaknya di DVD cahaya itu akan menghilang kak’. 俳優 : なんだと~?
Nan da to?
Aktor : ‘Ada apa?’
Pada contoh data (12) yang merupakan tiruan bunyi onomatope benda mati pikatts yang menandakan adanya cahaya yang muncul atau menyilaukan dari benda mati. Oleh karena itu, kata pikatts termasuk ke dalam tiruan bunyi benda mati di dalam bahasa Jepang. Kata pikatts termasuk ke dalam kategori gitaigo karena menggambarkan suatu keadaan benda mati karena adanya pergerakan, namun kondisinya dapat dirasakan oleh manusia.
Data (13)
男の人 : ああ~ガマンできな~い! バッ!
Aa ~ gaman dekinaai! Bats!
Laki-laki : ‘Aa ~ tidak sabar’. Bats! (Suara melepas barang aneh)
:ズズズ…
Zuzuzu…
: ‘Zuzuzu.’ (Guncangan atap rumah yang akan runtuh) 男の人 : うわ!天井がゆっくりおちてくる!
Uwaa! Tenjou ga yukkuri ochite kuru!
Laki-laki : ‘Uwaa! langit-langit rumahku dikit-dikit jatuh!
Pada data (13) tersebut, terdapat contoh tiruan bunyi onomatope benda mati pada kata zuzuzu yang mempunyai makna menandakan adanya guncangan yang muncul dari benda mati. Oleh karena itu, kata zuzuzu termasuk ke dalam tiruan bunyi benda mati yang menunjukkan adanya keadaan atau berdasarkan karakternya. Kata zuzuzu termasuk ke dalam kategori gitaigo karena menggambarkan suatu keadaan benda mati, namun kondisinya dapat dirasakan oleh manusia.
Sedangkan onomatope benda mati yang menunjukkan keadaan atau karakternya dalam bahasa Jawa antara lain:
Data (14)
…..karo ngenteni Karmin priksa, aku mung bias nyawang jam sing awit mau kethak-kethik tumempel ono ing tembok.
‘….sambil menunggu Karmin yang sedang periksa, saya hanya dapat memandangi jam jam yang sedari tadi berdetak-detik yang dipajang di dinding.’
(Ngunduh Wohing Pakarti, 1998: 77)
Pada data (14), kata kethak-kethik merupakan onomatope benda mati yang menunjukkan perbuatan atau karakternya. Kata kethak-kethik dapat digunakan untuk menunjukkan jarum jam yang terus bergerak.
Data (15)
Nalika mlebu omah, mak tratap atine, Prasaja nyawang kahanan omahe. Panggonane wis padha morat-marit. TV sing ono dhuwur meja uwis ilang. ‘Ketika masuk ke rumah, Prasaja terkejut saat melihat kondisi rumahnya.Tempat tinggalnya sudah berantakan. TV yang berada di atas meja sudah hilang.’ (Panyebar Semangat, 2011: 23).
Pada contoh data (15) kata morat-marit menunjukkan keadaan yang berantakan yang termasuk kata ulang dalam bahasa Jawa (tembung dwilingga saling suara) menunjukkan keadaan benda yang berantakan.
Data (16)
….jubin ya wis disapu resik, ora lali cendhela omah ya wis dilap kabeh nganggo gombalan. Sak wise daklapi kaca cendhelaku dadi pating kuminclong. Omah dadi ketok padhang.
‘Lantainya sudah disapu bersih, tidk lup jendela rumah juga sudah dilap semua pakai kain lap. Seteah dilap kaca jendelaku menjadi berkilauan. Rumah menjadi terlihat bersih. ’
(Cupu Manik Astagina, 1997:47).
Pada data (16) kata pating kinclong merujuk keadaan benda yang tampak berkilauan. Bentuk onomatope ini ditandai dengan imbuhan [pating-] yang berfungsi sebagai penyerta adjektiva.
Berdasarkan dari temuan data pada penelitian ini, onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa, dapat disimpulkan menjadi berikut:
-
1. Onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa sama-sama memiliki tiruan bunyi untuk benda, keadaan benda dan karakternya, fenomena alam dan pergerakan benda.
-
2. Onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang sebagian besar memiliki kemiripan bentuk dalam Bahasa Jawa.
-
3. Onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa sama-sama memiliki bentuk pengulangan kata.
-
4. Onomatope benda mati dalam Bahasa Jepang tidak ada bentuk imbuhannya dalam kata dalam adjektivanya, sedangkan dalam Bahasa Jawa terdapat imbuhan penyerta dalam adjektivanya.
Akimoto, Miharu. 2002. Yoku Wakaru Goi. Tokyou: ALC.
Assaneo, MF, dkk. The Anatomy of Onomatopoeia. Plos one, Vol: 6.No.12
Fukuda, Hiroko. 2017. Onomatope dalam Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc.
Mulyani, Isna Siti. 2014. Onomatope dalam Novel Emas Sumawur Ing Baluwarti Karya Partini B. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Maki, Okumura & Kamabuchi Yuuko. 2008. Nihongo Tango Doriru, Giongo Gitaigo.
Tokyo: ASK Publishing.
Mataram, Rio. 1997. Cupu Manik Astagina. Surakarta: Pustaka Baru.
Matsuoka, Hiroshi. 2000. Shokyuu o Oshieru Hito no Tame no Nihongo Bunpoo
Handobukku. Tokyo: Suriiee Nettowaaku
Partini, B, 2010. Emas Sumuwur ing Baluarti. Yogyakarta: Pura Pustaka.
Purwani, dkk. 2010. Analisis Onomatope pada Dongeng Bahasa Jepang. JPBJ, Vol: 6 No.2.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Supangat, Nur Aini Satyani Putri. 2015. Analisis Kontrastif Onomatope Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa. Skripsi: Universitas Diponegoro, Semarang.
Tarigan, Henry Guntur. 1992. Pengajaran Analisis Kontrastif Berbahasa. Bandung: Angkasa.
The Japan Foundation. Manga de Onomatope.
https://www.jpf.go.jp/j/project/japanese/teach/tsushin/hint/201201.html. Diakses 21 April 2022.
Yonkoma Manga Omocoro. https://omocoro.jp/. Diakses 7 Oktober 2022.
E-Japan Japan National Research. 2007. 4-Koma Manga Onomatope. https://www2.ninjal.ac.jp/Onomatope/manga.html. Diakses 21 April 2022.
Inose, Hiroko. Translating Japanese onomatopoeia and mimetic words. https://www.academia.edu/8327377/Translating_Japanese_onomatopoeia_and_mi metic_words. Diakses 7 Oktober 2022.
234
Discussion and feedback