SAKURA VOL. 5. No. 2, Agustus 2023

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i02.p03

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Perkembangan Kepribadian Karakter Daiba Nana dalam Serial Animasi Shoujo Kageki Revue Starlight: Tinjauan Psikoanalisis

Muhammad Rasyid Ridha1), Marisa Rianti Sutanto2)

1,2) Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Bahasa dan Budaya Universitas Kristen Maranatha, Bandung, Jawa Barat

Email: a*masteraccelw@gmail.com, b*sutantomarisarianti@gmail.com

Psychosexual Stages of Development of Daiba Nana’s Characterization in 'ShoujortKageki Revue Starlight’ Animation Series: Psychoanalysis Review

Abstract

This study aims to uncover and understand Daiba Nana’s psychosexual stages of development in ShoujortKageki Revue Starlight animation series. Author use psychology of literature as the study method while Freud’s psychoanalysis as the main theory. Data in this study was gathered from Daiba Nana’s dialog, monolog, and behavior that reflects her psyche condition with personality dynamics and defense mechanism as the referencing theory. Personality dynamics consist of instinct and psyche energy distribution. Instinct consist of life instinct and death instinct, can be seen from how the study object behave and her speech behavior. The psyche energy distribution affects the study object action, caused by instinct from the id, the ego, and/or the superego. Urge or impulse from psyche energy distribution and instinct can give rise to individual-level conflict, and causing anxiety, then defense mechanism will response to that anxiety to reduce the strain. On some number of cases in the storyline, study object is shown can’t response or reduce the strain from inner conflicts or real problems she faced, so she decided to avoid the conflicts itself, and living in stagnant life that is resulting her personality to be not developed.

Keywords: anime, personality dynamic, defense mechanism, personality development, psychoanalysis

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memahami perkembangan kepribadian Daiba Nana dalam anime ShoujortKageki Revue Starlight. Penulis menggunakan metode psikologi sastra dengan acuan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Sumber data berasal dari dialog, monolog dan perilaku yang mencerminkan keadaan psikologis Daiba Nana dengan acuan teori dinamika kepribadian dan mekanisme pertahanan ego. Dinamika kepribadian memuat insting dan distribusi energi psikis. Insting dapat terlihat dari cara objek penelitian berperilaku dan dari cara berbicaranya, dan dapat dibagi menjadi insting hidup dengan insting kematian. Distribusi energi psikis berpengaruh atas tindakan yang dilakukan oleh objek penelitian bersumber dari id, ego, atau superego, dan dicerminkan oleh insting yang mendorong perilakunya. Dorongan dari distribusi energi psikis dan insting dapat menimbulkan konflik dalam diri dan menciptakan kecemasan, yang kemudian akan direspon oleh mekanisme pertahanan ego untuk menenangkan kecemasan tersebut. Dalam sejumlah kejadian dalam cerita, memperlihatkan ketidakmampuan objek penelitian dalam menanggapi tegangan yang berasal dari masalah-masalah atau konflik yang dihadapinya, sehingga memutuskan untuk menghindari konflik dan membuat kepribadiannya tidak berkembang karena terus berada dalam keadaan yang selalu sama.

Kata kunci: anime, dinamika kepribadian, mekanisme pertahanan ego, perkembangan kepribadian, psikoanalisis

  • 1.    Pendahuluan

Revue Starlight (^^^^^ ^^Λ-^^χ7√b ShoujoKagekiRevue Starlight) adalah sebuah serial animasi Jepang (anime) yang dirilis pada tahun 2018. Anime ini disutradarai oleh Furukawa Tomohiro dan diproduksi oleh studio animasi Kinema Citrus. Anime ini bertemakan teater musikal, sekolah, yuri dan pertarungan pedang. Anime ini menceritakan mengenai sembilan orang gadis panggung (舞台少女 Butai Shoujo) dari Akademi Musik Seisho (聖翔音楽学園 Seishou Ongaku Gakuen) yang harus menampilkan nyanyian, tarian, dan saling melawan satu sama lain dalam sebuah audisi di atas panggung bawah tanah misterius di sekolahnya. Hal tersebut dilakukan untuk memperebutkan posisi Top Star supaya dapat tampil di atas panggung takdir (運命の舞台 Unmei no Butai) yang diinginkannya tanpa terikat batasan ruang dan waktu.

Fokus penelitian ini adalah bagian plot narasi yang mengisahkan salah satu tokoh utama, Daiba Nana. Ia adalah salah satu tokoh utama dari kesembilan tokoh utama dalam anime ini. Daiba Nana menginginkan dirinya untuk terjebak dalam sebuah lingkaran waktu (time loop) yang disebut rondo (komposisi musik yang motif utamanya selalu berulang). Bagi Nana, masa kelas satu merupakan masa yang paling bahagia dan hangat, dengan keseharian penuh perjuangan bersama teman-temannya untuk membuat sukses pertunjukan panggung pertama mereka. Karena kesuksesan pertunjukan tersebut, kenangan itu menempati bagian yang istimewa dalam dirinya, membuatnya ingin berdiri kembali di panggung yang sama sepenuhnya tanpa adanya perubahan. Berbeda dengan masa kelas dua, teman-temannya mulai menjadi lebih kompetitif dan berjuang untuk membuat sebuah perubahan. Konflik yang terjadi pada masa kelas dua mendorong Nana menginginkan dirinya dapat kembali ke masa yang gemilang tersebut, menjadi motivasinya untuk mengikuti pertarungan Revue yang dapat mengabulkan keinginan pemenangnya. Bagi Nana, keinginannya adalah menciptakan pertunjukan ulang abadi (永遠の再演 eien no saien) dari pertunjukan Starlight pada masa kelas satu. Tindakan yang dipilih Nana untuk tetap terus mengulangi pertunjukan Starlight yang sama menunjukkan adanya konflik dalam dirinya yang dipengaruhi oleh suatu insting yang

mendorong dirinya untuk mengambil keputusan. Hal tersebut dilakukannya secara tidak sadar untuk menenangkan kecemasan atau ketakutan dalam dirinya, sesuai dengan teori Freud mengenai dinamika kepribadian.

Dinamika kepribadian memiliki salah satu peranan sebagai penggerak dan pembentuk kepribadian dengan pengubahan energi tubuh menjadi energi psikis (berupa insting dan kecemasan), sebagaimana yang dikatakan Freud dalam Suryabrata (2020, p. 129), jembatan antara energi tubuh dengan kepribadian ialah das Es dengan insting-in-stingnya. Dapat dikatakan bahwa dinamika kepribadian merupakan pusat dari kepribadian seseorang, dan perkembangan kepribadian terbentuk berdasarkan perubahan energi psikis melalui defense mechanism yang berjalan secara tidak sadar untuk mengatasi kecemasan tersebut. Penulis menggunakan teori psikoanalisis Freud tersebut karena sesuai dengan kondisi tokoh Nana yang memiliki konflik dalam dirinya mengenai kecemasan dan ketakutan akan suatu hal. Lalu, dirinya secara tidak sadar mengambil suatu keputusan yang tidak biasa untuk menenangkan dirinya dari kecemasan tersebut. Oleh karena itu, dengan menggunakan teori ini akan dapat diketahui kecemasan apa yang menjadi konflik dalam diri Nana, dan apa yang mempengaruhinya berkenaan perkembangan kepribadiannya.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu untuk mengetahui dan memahami perkembangan kepribadian Daiba Nana melalui tinjauan teori dinamika kepribadian Freud.

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Data pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selanjutnya ditambahkan penggunaan metode psikologi sastra menurut Endraswara dalam Minderop (2010, p. 2), yang didukung oleh Bordwell (1985, pp. 8–9) mengenai batasan sastra dan/atau hubungan antara anime dengan sastra.

  • 2.2    Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikoanalisis dari Freud yang menurut Bertens (2016, p. 3), psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, di mana ketidaksadaran memainkan peranan sentral. Hal ini

dikarenakan diri individu secara tidak sadar merekam kejadian-kejadian yang kita alami, terutama apa yang terjadi pada masa kecil, sehingga hal tersebut akan berpengaruh kepada diri individu hingga dewasa. Di dalamnya juga terdapat sub-sub teori seperti dinamika kepribadian, mekanisme pertahanan ego, dan perkembangan kepribadian yang menjadi fokus utama sebagai pokok analisis dalam penelitian ini.

  • 3.    Kajian Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan sebagai kajian untuk penelitian ini. Pertama Sutanto dan Lewerissa (2022) dalam jurnalnya berjudul “Konflik Personal Dalam Gohatto: Antara Hidup dan Mati" memberikan pemahaman mengenai konflik personal yang dilihat menggunakan teori psikoanalisis. Kedua yaitu Wahyudi (2021) dalam penelitiannya berjudul “Pengembangan Karakter Ikari Shinji Dalam Anime Neon Genesis Evangelion” berfokus pada teori pengembangan karakter untuk mempelajari karakteristik Ikari Shinji.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Menurut Bertens (2016, p. 3), psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru tentang manusia, di mana ketidaksadaran memainkan peranan sentral. Hal ini dikarenakan diri individu secara tidak sadar merekam kejadian-kejadian yang kita alami, terutama apa yang terjadi pada masa kecil, sehingga hal tersebut akan berpengaruh kepada diri individu hingga dewasa.

Makna perkembangan kepribadian menurut Freud adalah “Belajar tentang cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan (tension reduction) dan memperoleh kepuasan” (Yusuf & Nurihsan, 2013, p. 57). Ketegangan tersebut dapat terjadi akibat empat aspek, yaitu pertumbuhan fisiologis, frustasi, konflik, dan ancaman. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak atau usia dini (Yusuf & Nurihsan, 2013, p. 2). Freud menganalisis masalah pasiennya dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang menghasilkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang dapat memengaruhi kepribadiannya hingga dewasa. Perubahan atau perkembangan kepribadian yang terjadi pada masa fase laten dan pubertas ini sangatlah dinamis (tidak stabil), sehingga dinamika

kepribadian akan sangat berperan dalam konstruksi kepribadian pada masa tersebut, yang kemudian akan terus berpengaruh kepada kepribadiannya hingga dewasa.

  • 4.1    Dasar Keadaan Nana

Tindakan Nana yang demikian berasal dari kekhawatiran dan kecemasannya. Hal ini diakibatkan masa lalu Nana (semasa SMP) seperti yang diperlihatkan di episode 9 menit 05:50 hingga 06:12, yaitu ia berjuang seorang diri untuk melakukan pentas teater tanpa ditemani seorangpun. Sejak saat itu ia merasa bahwa dirinya selalu sendirian, dan membenci rasa pahit dari usaha memperjuangkan sesuatu. Perasaan tersebut datang dari kecemasan neurotis dalam diri Nana, ketika ia merasa dorongan id akan kesenangan dan kehangatan dari kehidupan stagnan itu tidak terpenuhi (akibat teman-teman yang ambisius dan hanya memperdulikan dirinya masing-masing), ia akan merasa bahwa dirinya akan kembali sendirian dan harus melewati masa sulit perjuangan sebagai respon dari bentuk hukuman khayalan yang berasal dari masa SMP.

Perasaan cemas yang muncul juga bertambah kuat setiap kali Nana mengulang waktu. Bagi Nana, berusaha menghasilkan perubahan itu sangat menyakitkan, dan dia merasa kalau teman-temannya akan merasakan rasa sakit yang sama seperti yang pernah ia rasakan. Hal tersebut merupakan hasil dari sebuah mekanisme pertahanan ego dalam diri Nana, yaitu proyeksi. Menurut Freud, tindakan manusia seringkali dilandasi dari rentetan konflik internal dalam diri yang terjadi tanpa disadari secara rutin. Contohnya seperti id yang menginginkan kepuasan (insting) dengan segera, namun ego menunda hal tersebut hingga waktu atau keadaan yang cocok, dan superego seringkali menghalangi tindakan tersebut, atau terkadang mengalihkannya dengan tindakan lain. Konflik-konflik tersebut dapat menciptakan kecemasan (anxiety) terhadap ego dalam menyikapi dorongan-dorongan dari id (Yusuf & Nurihsan, 2013, p. 48). Setiap individu ingin terbebas dari suasana kecemasan ini, sehingga sering kali menggunakan mekanisme pertahanan ego untuk menyikapinya (Yusuf & Nurihsan, 2013, pp. 51–52). Menurut Freud dalam Jahja (2011, p. 86), mekanisme pertahanan ego ini bertujuan untuk meredakan atau mengurangi ketegangan seperti perasaan tertekan, kecemasan, ataupun konflik yang dialami oleh individu, dan beroperasi baik secara sadar maupun tidak sadar. Mekanisme ini seringkali bekerja seiring dengan perkembangan individu menuju ke arah kedewasaan,

terutama seringkali dialami oleh remaja karena pada fase ini mereka mengalami banyak ketegangan tersebut, yang kemudian mempengaruhi perilaku dan cara mereka bersikap.

Pada awalnya, Nana merasa bahwa cerita Starlight mencerminkan masa lalunya, sehingga ia merasa dirinya terproyeksikan dalam cerita tersebut. Akibat kecemasannya tersebut, ia mulai memproyeksikan ketakutannya kepada teman-temannya, ia berpikir bila teman-temannya terus menginginkan perubahan, maka akan mengalami hal yang serupa seperti di masa lalunya. Semakin Nana mengulang waktu, ia semakin merasa bahwa Starlight benar-benar persis dengan dirinya, sehingga ia ikut merasa bahwa perubahan akan membawa malapetaka, seperti yang ia katakan di episode 8 menit 21:39 hingga 22:09

「わかってるのひかりちゃん?結局スタァライトは悲劇。結末は別れと決まっている わ。いいのカレンちゃんと?いつかあの子と戦うことになっても?」 (Wakatteruno Hikari-chan? Kekkyoku Starlight ha higeki. Ketsumatsu ha wakare to kimatteiruwa. Ii no Karen-chan to? Itsuka ano ko to tatakau koto ni nattemo? - Kau sendiri tahu kan, Hikari, kalau akhir cerita Starlight adalah tragedi? Apa kau tidak apa-apa, bila terpisah dengan Karen seperti pada konklusi Starlight? Atau pada suatu saat kau harus melawannya dalam audisi ini?).

Hal tersebut merupakan salah satu inti plot dalam cerita Starlight, dan tidak aneh bila ia semakin merasa dekat dengan Starlight sebagai kehidupannya, karena Nana sudah mengulangi waktu tersebut lebih dari 60 kali, seperti yang diperlihatkan secara visual mengenai pergerakan lini masa di episode 7 menit 21:29 hingga 21:40.

Nana mengalami mekanisme pertahanan yang disebut regresi secara konstan di setiap pengulangan lini masa. Hal tersebut didasarkan pada setiap pengulangan dimana ia menyesuaikan kembali dirinya sesuai lini masa (yang secara de facto merupakan masa lalunya) tersebut, yang berarti Nana meregresi dirinya supaya dapat sesuai dengan masa sebelumnya dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya yang seharusnya. Hal ini bukan saja untuk beradaptasi, namun juga untuk mengatasi trauma atau ketakutan yang akan selalu ia hadapi di setiap pengulangan, seolah-olah sudah menjadi hal biasa yang tidak mengancam. Hal ini menyebabkan Nana tetap berada di tingkatan yang stagnan.

  • 4.2    Pertahapan Kepribadian Nana

Pada awalnya semuanya berjalan sesuai keinginan Nana yang dapat terus mengulang lini masa, namun semuanya berubah ketika datang murid pindahan, yaitu Kagura Hikari di episode 1. Episode 1 dimulai saat tahun ke-2, di hari pengumuman kelas Nana

akan mementaskan kembali Starlight, yang juga menjadi hari pertama audisi Kirin. Nana masih merasa dirinya memegang kontrol atas zona nyamannya tersebut, dengan mengucapkan kalimat-kalimat seperti 「全部分かってるわ、私はね。」  (Zenbu wa-

katteruwa, watashi wa ne. - Tentu saja karena aku kan mengetahui segalanya.) di menit 03:52 hingga 03:56 saat membalas percakapan dengan teman-temannya, dan 「あの時の スタァライトみたいに。」 (Ano toki no starlight mitai ni. - Seperti pentas Starlight yang sebelumnya.) di menit 09:02 hingga 09:07 saat membahas rencana pentas starlight yang akan datang. Kehadiran Kagura Hikari pada lini masa ini merupakan sebuah anomali yang sebelumnya tidak pernah terjadi di lini masa sebelumnya. Hal ini mengejutkan dan menggoyahkan Nana, sehingga ia mulai menjadi pasif-agresif, ditandai dengan mencoba pendekatan baru untuk tetap dapat memenangkan dan mengembalikan alur pada lini masa tersebut, supaya tetap mendapatkan hasil yang sama yang diinginkannya.

Apabila id menguasai sebagian besar dari energi psikis, maka individu tersebut akan cenderung berperilaku secara primitif, impulsif, dan agresif. Namun, bila ego yang menguasai sebagian besar, maka tindakan yang akan dilakukannya akan cenderung bersifat rasional atau realistif. Sedangkan bila superego yang menguasai sebagian besar, maka tindakannya cenderung idealis yang terkadang irasional (Jahja, 2011, p. 86). Perilaku Nana yang impulsif dan lebih mengarah ke agresif ini merupakan bukti bahwa dirinya lebih dikuasai oleh idnya.

Nana mencoba mendekati Hikari untuk mengetahui lebih banyak mengenai dirinya, juga sebagai upaya mendapatkan hatinya untuk langkah pencegahan gagalnya rencana melakukan pengulangan waktu. Pada episode 3 menit 04:48 hingga 06:01 juga diperlihatkan Nana mencoba mengikuti dua divisi, yaitu sebagai pemain peran dan kru persiapan pentas supaya dapat ikut memberikan pengaruhnya dalam laju persiapan pentas supaya tetap dapat terjadi seperti keinginannya.

Hal itu pernah dialaminya pada episode 5 menit 08:25 hingga 09:25, yang dapat dipahami melalui perkataannya「前回と同じ、あの二人で行くべきだと思うけどな。」 (Zenkai to onaji, ano futari de ikubekida to omoukedona - Sama seperti (pentas) sebelumnya, aku rasa mereka berdua (yang menjadi pemeran utamanya) pasti cocok.), Nana berusaha untuk membujuk siswi yang bertugas sebagai kru persiapan panggung, untuk tetap menggunakan pemain dari pertunjukan sebelumnya dan tidak melakukan audisi ulang, namun usulan tersebut mendapat bantahan.

Selain itu, salah satu dampak terbesar yang dihasilkan kehadiran Kagura Hikari ini membuat Aijou Karen (yang merupakan protagonis dari anime ini) ikut memiliki peran besar dalam audisi Kirin, yang juga berpengaruh besar dalam lini masa tersebut, dan menjadi ancaman terbesar Nana. Sejak perilaku Karen berubah, progressi lini masa tersebut juga ikut berubah drastis, juga hubungan diantara para karakter dalam anime tersebut. Perubahan-perubahan di lingkungan sekitar Nana tersebut membuatnya semakin merasa cemas, karena lingkungan yang seharusnya menjadi zona aman yang sangat ia kenal menjadi semakin terasa asing.

Pengulangan dan regresi secara konstan tersebut membuat Nana semakin bergantung terhadap pengulangan itu sendiri. Hal tersebut membuat Nana semakin merasakan kesamaan atau kecocokan, dan keterikatan dengan pentas yang selama ini telah ia ulang berkali-kali. Hal ini dapat dilihat dari Nana yang memproyeksikan dirinya dalam cerita Starlight. Hal tersebut juga diperlihatkan dengan dirinya yang merasa bahwa yang dia lakukan sesuai dengan peran yang ia selalu mainkan berkali-kali dalam pentas tersebut, yaitu dewi keputusasaan. Peran dewi keputusasaan tersebut Nana proyeksikan ke dalam pola pikir dan tingkah lakunya, yaitu pola pikir bahwa perubahan akan membawa tragedi dan kehancuran. Perubahan-perubahan yang mulai terjadi dalam lingkungannya tersebut, membawa Nana ke dalam tahap kecemasan realitis, karena merasa perubahan dalam lingkungannya tersebut dapat memberi ancaman dan rasa takut baginya. Ia ketakutan bila pengalamannya pada masa SMP atau seperti apa yang tertulis dalam cerita Starlight menjadi nyata.

Kecemasan tersebut diekspresikan dengan mekanisme pertahanan rasionalisasi, seperti yang diperlihatkan diepisode 3 menit 09:51 hingga 10:08, 頑張らなくちゃ、皆 のためにも。」 (Ganbaranakucha, minna no tameni mo. - Aku harus memberikan yang terbaik, karena ini juga demi kalian semua.). Nana tidak hanya memproyeksikan keinginannya secara paksa kepada teman-temannya, ia juga membuat alasan yang dapat diterima secara moral. Namun, kecemasan dan ketakutan Nana tersebut terus membuat dirinya harus menekan perasaan-perasaan tersebut, hingga keadaan mentalnya semakin tidak stabil dan mengganggu pemilihan keputusan akibat terjadinya konflik dalam diri Nana secara terus menerus. Pada akhir episode 6 di menit 23:45 hingga 24:00 memperlihatkan Nana yang merasa semakin terpojok berkata 「今回の再演どうしちゃったのか な?初めてのことばっかり。やっぱり、台本通りにじゃなくちゃね。」(Konkai no

saien doushichattano kana? Hajimeteno koto bakkari. Yappari, daihon-doorini ja-nakuchane. - Sebenarnya apa yang terjadi dengan pengulangan kali ini? Semua yang terjadi merupakan hal baru untukku. Pengulangan memang seharusnya sesuai naskah aslinya, ya.). Perkataan tersebut sebagai bukti tindakan pasif-agresifnya.

Pada episode 7, diceritakan tentang lini masa pertama yang semakin menjelaskan mengenai pribadi Nana, mengapa ia menginginkan pengulangan waktu dan apa yang seharusnya terjadi. Setelah Nana mulai melakukan pengulangan waktu hingga terjebak dalam lingkaran waktu diiringi dengan monolog Nana yang berkata pada menit 18:00 hingga 19:10 sebagai berikut.

こうして再演が始まったの。第99回の聖翔祭の再演。大切な仲間、大切な舞台、大 切な日々の再演。私の再演の中にいれば何も怖くない。成長することも、大人にな ることもない。自分を追い込む苦しみ、新しいものに挑む辛さ、傷ついて、道を諦 める悲しみから、皆を守ってあげる。 (menit 18:00-19:10)

Koushite saien ga hajimattano. Dai-kyuujuukyuu-kaino Seisho-saino saien. Tai-setsuna nakama, taisetsuna butai, taisetsuna hibino saien. Watashi no saien ni ireba nanimo kowakunai. Seichousuru kotomo, otona ni naru kotomo nai. Jibun wo oikomu kurushimi, atarashiimono ni idomu tsurasa, kizusuite, michi wo akirameru kanashimi-kara, minna wo mamotteageru.

Dengan begini, pengulanganpun dimulai. Pertunjukan ulang dari festival Seisho ke-99. Pengulangan dari hari-hari yang berharga, pentas yang berharga, bersama rekan-rekan yang berharga. Selama berada dalam pengulangan ini, aku tidak akan merasakan ketakutan apapun. Bahkan tidak akan tumbuh maupun menjadi dewasa. Aku akan melindungi semua teman-temanku dari rasanya menderita, rasa sakit karena mencoba hal baru, terluka, ataupun rasa sedih karena menyerah dari impiannya.

Monolog tersebut dengan jelas mengekspresikan dasar pemikiran dan kecemasan yang ditakuti Nana, yaitu terjadinya mekanisme pertahanan proyeksi. Apa yang terjadi pada episode tersebut dan yang diperlihatkan pada episode 9 tentang masa lalu SMP Nana merupakan ketakutannya. Namun ia paksakan pemikirannya mengenai rasa takut dan kecemasannya tersebut kepada orang lain, yaitu dengan menganggap orang-orang lain akan merasakan hal yang sama bila dibiarkan. Paksaan atau proyeksi tersebut juga menjadi bukti bentuk mekanisme pertahanan rasionalisasi, yaitu alasan ia melakukan pemaksaan tersebut terhadap orang-orang disekitarnya bertujuan agar ia dapat diterima secara moral.

Pada episode 7 menit 22:00 hingga 22:30, Nana kembali diperlihatkan semakin agresif di sudut pandang lini masa saat ini. ia juga ingin menambahkan Hikari sebagai

‘pemain’ di pengulangannya yang baru, dengan menunjukkan pemikiran yang sangat percaya diri akibat perasaannya yang semakin terpojok dengan semakin banyak hal berbeda yang terjadi. Pada ekspresi「どうしちゃったのかな?同じ舞台ばっかりがつまら ないってことかな?」 (Doushichattano kana? Onaji butai bakkari ga tsumaranaitte koto kana? - Kenapa terus menjadi seperti ini, ya? Apa jangan-jangan karena terus mengulangi pertunjukkan yang sama jadinya bosan, ya?) merupakan bentuk dari mekanisme pertahanan pembentukan reaksi, karena sebenarnya Nana tidak merasakan kebosanan dari pengulangan yang selalu ia lakukan tersebut. Namun, perasaan cemas membuat Nana merasa anomali dalam lini masa kali ini terjadi akibat ia bosan, sehingga mendapat ‘naskah’ baru yang tidak sama seperti sebelumnya pada pengulangan waktu kali ini. Hal tersebut tidak mungkin terjadi atau diinginkan Nana, karena anomali yang terjadi sesuai dengan hal yang ditakuti Nana yang selama ini ia hindari dan menyebabkan ia melakukan pengulangan waktu secara terus menerus.

Episode 8 menampilkan revue dari audisi yang diikuti Nana dengan judul 孤独のレ ヴュー (Kodoku no Revue - Revue Kesendirian) dengan pesertanya Nana melawan Hikari. Sebagaimana panggung pada audisi Kirin yang akan merespon perasaan dan keinginan yang kuat dari gadis panggung yang tampil dalam revue, maka dapat dikatakan bahwa judul dari revue itu sendiri merupakan perasaan paling dalam yang dirasakan oleh mereka sebagai manifestasi dari gambaran mental mereka. Pada episode ini, semakin diperlihatkan bahwa sebagian besar tindakan yang diambil oleh Nana berdasarkan id, dorongan Nana untuk memenuhi keinginannya membuat pengulangan abadi.

Mekanisme pertahanan yang terus menahan dorongan dan konflik dalam diri Nana menyebabkan ia semakin kesulitan mengontrol diri, dan terlihat semakin agresif terutama ketika berbicara mengenai pengulangannya (yang sebagian besar merupakan monolog). Hal tersebut diakibatkan dorongan id yang semakin tinggi dan membuatnya semakin tidak sabar untuk memenuhi keinginan tersebut, lalu menimbulkan perliaku-perilaku agresif yang berlandaskan dorongan insting kematian. Insting kematian (thanatos) memiliki tujuan sebagai motif dasar manusia yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara negatif dan destruktif. Freud beranggapan bahwa insting ini merupakan sisi gelap dari diri manusia, karena ia meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati dan secara kenyataannya kehidupan adalah suatu proses untuk

menuju kematian. Perwujudan dari insting ini adalah tingkah laku agresif, baik secara verbal maupun non-verbal.

Hal ini bertolak belakang dengan yang diperlihatkan pada episode-episode sebelumnya, yaitu perilaku Nana dominan didorong oleh insting hidup yang terekspresi melalui dua hal. Yang pertama adalah usaha pemuasan nafsu dalam wujud seni, dan yang kedua adalah betapa pun berat kegalauannya, ia tetap menahan perasaan dan mengekspresikan diri yang ramah, penuh perhatian dan mengayomi teman-temannya. Dalam revue ini, Nana tampak lebih agresif terutama dalam pertarungan pedang dengan Hikari, dan dengan tidak sungkan mengejek serta memprovokasi Hikari dengan pemikiran-pemikiran proyeksinya. Selama pertarungan dalam revue, Nana dengan tidak sungkan memproyeksikan semua kecemasannya kepada Hikari, dan secara sepihak menganggap Hikari sebagai salah satu orang yang harus ia lindungi, seperti yang diperlihatkan pada menit 15:58 hingga 16:54. Lalu, pada menit 21:39 hingga 22:09 seperti yang dikutip sebelumnya, Nana kembali memprovokasi Hikari dengan memproyeksikan pandangannya mengenai audisi Kirin dan masa depan yang ia yakini, yaitu bahwa pada akhirnya akan terjadi tragedi seperti pada cerita Starlight. Ekspresi tersebut menjadi bukti keterikatan Nana pada Starlight yang sudah ia mainkan berpuluh-puluh kali, membuat pandangan Nana yang bias antara fiktif dengan realita, karena merasa dirinya terproyeksikan cerita Starlight, lalu memproyeksikan kembali pandangan tersebut ke Hikari. Hal tersebut terjadi akibat mekanisme pertahanan regresi yang berulang terjadi setiap kali Nana melakukan pengulangan waktu.

Pandangan Nana akan ‘perubahan membawa tragedi’ bukan saja terproyeksikan oleh peran yang dimainkannya sebagai dewi keputusasaan dalam pentas Starlight sebelumnya. Pemikiran tersebut juga diproyeksikan Nana dalam sepotong lirik pada lagu 星 々の絆 (Hoshiboshi no Kizuna - Ikatan Bintang-Bintang) yang menjadi lagu tema pada 絆のレヴュ(Kizuna no Revue - Revue Ikatan) yang diikuti Nana dengan melawan Karen di episode 9, 「変化は悲劇を連れて来る」 (henka wa higeki wo tsurete kuru) yang bermakna “Perubahan hanya akan menimbulkan tragedi”. Hal ini menunjukkan perasaan Nana yang kuat akan kehidupan yang stagnan, hal tersebut juga berbanding terbalik dengan fase perkembangan Nana yang seharusnya individu tumbuh dari mempelajari pengalaman, menghadapi konflik, kecemasan atau ketakutan untuk membentuk

karakteristik individu tersebut. Sedangkan Nana memilih untuk menghindari konflik-konflik tersebut atas dasar rasa sakit yang ia takuti, atau traumatis.

Pada episode 8 menit 16:17 hingga 16:43 juga memperlihatkan proyeksi pandangan Nana dari lirik lagu berjudul Re:Create yang menjadi lagu tema revue pada episode tersebut.

悲しみで廻る世界にさよならを …大事な人たちを守って …何度も 絶望の前で折り 返 (menit 16:17-16:43)

Kanashime de mawaru sekai ni sayonara wo … Daijina hitotachi wo mamotte. … Nandomo zetsubou no mae de orikaesu.

Aku mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang penuh dengan kepedihan. Demi nmelindungi orang-orang yang kukasihi. … Meski aku akan terus-menerus menghadapi keputusasaan.

Hal tersebut menjelaskan mengenai upaya pengulangan waktu Nana, dengan proyeksi bahwa dunia yang berputar adalah kepedihan dan ia ingin melindungi teman-temannya dari dunia tersebut yang tercipta akibat perubahan, yang juga menjadi alasan rasionalisasi.

Kemudian, pada episode 9 yang berfokus pada pertarungan Nana dengan Karen dalam revue, tindakan Nana semakin didorong insting kematian yang terus memaksakan pemikirannya kepada Karen. Nana juga menyalahkan Karen atas segala perubahan yang terjadi dalam pengulangan kali itu. Perilaku agresif Nana pada episode ini juga dikarenakan naskah baru Starlight sudah selesai, dan membuat Nana semakin terpojok dengan keinginan dan dorongan id untuk melakukan pertunjukan ulang yang sama kembali, serta didukung oleh teman-temannya yang semakin berusaha untuk membuat pertunjukan yang sepenuhnya berbeda dari sebelumnya.

Pada menit 16:30 hingga 16:35 diperlihatkan mekanisme pertahanan pembentukan reaksi Nana yang berkata, 「大嫌いよ、スタァライトなんて!」 (Daikirai yo, Starlight nante! - Aku sangat membenci Starlight!), saat mempertanyakan tindakan Karen yang merupakan anomali dalam pengulangan Nana. Kalimat tersebut tidak memiliki arti seperti yang terucap, melainkan berkebalikan. Nana merasa bahwa dirinya membenci Starlight justru karena sangat mencintainya. Itulah alasan mengapa Nana selalu memilih untuk berpuluh kali mengulang pertunjukannya semasa kelas satu dan tidak memilih permintaan lain kepada Kirin saat memenangkan audisinya. Hal tersebut diakibatkan kepu-tusasaan akibat perubahan yang menurutnya terjadi akibat Karen, sehingga Nana

melontarkan segala kekesalannya terhadap Karen dan Starlight yang sangat disukainya. Selanjutnya, pada menit 16:40 hingga 16:57:

仲良くなった相手と離れ離れになる!あんな悲劇!だから私が守ってあげるの!守 ってあげなくちいけないの!私の再演で!あなたを倒さなくちゃ、私の再演途切れ ちゃう! (menit 16:40-16:57)

Nakayokunatta aite to hanarebanare ni naru! Anna higeki! Dakara watashi ga ma-motteageruno! Mamotteagenakucha ikenaino! Watashi no saien de! Anata wo taosanakucha, watashino saien togirechau!

Cerita yang mengisahkan seseorang yang terpisah dengan orang terdekatnya, tragedy yang buruk itu! Oleh karena itu aku melindungi kalian! Aku harus melindungi kalian semua dengan pertunjukan ulangku! Pertunjukan ulangku akan berakhir bila tidak mengalahkanmu!

Dalam kalimat tersebut, terefleksikan proyeksi kecemasan Nana yang berasal dari Starlight. Rasa cemas tersebut kemudian menjadi alasan untuk melindungi teman-temannya sebagai rasionalisasi tindakan pengulangan Nana, supaya dapat diterima secara moral. Lalu, dorongan insting kematian Nana memicu tindakan agresif terhadap Karen dalam revue tersebut. Dorongan tersebut timbul akibat kepuasan atas pemenuhan keinginan yang bersumber dari dorongan id, dipertaruhkan dalam revue tersebut. Perilaku Karen yang berubah (berbeda dari yang selama ini Nana pahami) menjadi ketakutan terbesar Nana, yaitu keluar dari zona nyaman hangatnya karena pertunjukan ulang abadinya yang berakhir akibat ikut campur Karen secara tidak langsung yang terus mengubah lajunya lini masa tersebut.

Melalui revue ini, terjadi benturan pandangan antara Nana dan Karen. Hal ini menggambarkan konsep ikatan yang menjadi tema revue yang diikuti mereka tersebut. Suatu ironi bahwa semua ikatan yang Nana rasakan selama ini merupakan hal semu yang ia ciptakan sendiri dengan cara memproyeksikan seluruh pemikiran dan kecemasan kepada teman-temannya melalui pengulangan waktu yang ia lakukan. Karen bertindak menentang Nana dan memberitahu Nana bahwa ikatan yang sesungguhnya terjalin melalui progres yang terus terjadi setiap hari, yaitu melewati rintangan bersama-sama untuk menjadi pribadi yang lebih baik secara bersama-sama pula. Pengalaman yang hanya terjadi satu kali dan perubahan yang menyertainya adalah nilai yang paling berharga sebagai gadis panggung, dan arti sesungguhnya dari terjalinnya suatu ikatan antar individu.

  • 5.    Simpulan

Kepribadian Daiba Nana lebih dominan didorong oleh id dengan insting kematian (thanatos). Lalu, Nana juga mengalami kecemasan neurotis, yang apa bila tuntutan dari id tidak terpenuhi maka individu akan mendapatkan hukuman yang maya (khayalan) berdasarkan pengalaman dari masa anak/masa lalu yang membekas (traumatis). Hal tersebut membuat Nana merasa zona nyamannya terganggu, dan takut akan mendapatkan “hukuman” tersebut.

Daiba Nana juga diperlihatkan bergantung pada mekanisme pertahanan ego untuk menjaga mental dan memuaskan id. Menyebabkan diri semakin agresif dan membuat dirinya semakin susah untuk mengambil keputusan. Hal ini juga merupakan efek dari insting kematian yang mendorongnya, membuat dirinya menjadi egosentris/egois (hanya mementingkan kepuasan diri sendiri). Lalu, dapat disimpulkan bahwa Nana tidak mengalami perkembangan kepribadian karena hal-hal penentu perkembangan tidak terpenuhi. Diakibatkan oleh mekanisme pertahanan ego regresi yang terus bekerja secara konstan selama lebih dari 60 kali pengulangan waktu sebagai sarana untuk menghindari kon-flik/ketegangan, dan membuatnya tidak memiliki kemampuan untuk belajar dan melakukan reduksi pada ketegangan sebagai salah satu penentu perkembangan kepribadian.

  • 6.    Daftar Pustaka

Bertens, K. (Ed.). (2016). Psikoanalisis Sigmund Freud (Kedua). Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Bordwell, D. (1985). Narration in the Fiction Film. The University of Wisconsin Press.

https://doi.org/10.1525/fq.1986.40.1.04a00150

Furukawa, T. (2018). Shoujo Kageki Revue Starlight. Kinema Citrus.

Henglertrattana, R. (2019). Psychosexual Stages of Development and Defense

Mechanism of Shinji Ikari; the Main Character in the Japanese Animation " Neon

Genesis Evangelion ". https://www.researchgate.net/publication/334203857

Hergenhahn, B. R., & Henley, T. B. (2014). An introduction to The History of Psychology (Seventh). Wadsworth.

Horney, K. (1991). Neurosis and Human Growth: The Struggle Towards SelfRealization. W. W. Norton & Company.

Horney, K. (1994). Self-Analysis. W. W. Norton & Company.

Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan. Prenadamedia Group.

Minderop, A. (2010). Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh

Kasus. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mulyadi, S., Lisa, W., & Kusumastuti, A. N. (2016). Psikologi Kepribadian (Pertama). Penerbit Gunadarma.

Suryabrata, S. (2020). Psikologi Kepribadian. PT RajaGrafindo Persada.

Sutanto, M. R., & Lewerissa, E. D. (2022). Personal Conflict In Gohatto : Between Life And Death (Konflik Personal Dalam Gohatto : Antara Hidup Dan Mati). 5, 197210. https://doi.org/10.22216/kata.v5i2.424

Syawal, S., & Helaluddin. (2018). Psikoanalisis Sigmund Freud dan Implikasinya dalam Pendidikan. Academia.Edu, March, 1–16.

http://www.academia.edu/download/60642918/Psikoanalisissigmudfreud20190919 -88681-dfxtxf.pdf

Wahyudi, A. H., & Sutanto, M. R. (2021). Pengembangan Karakter Ikari Shinji Dalam Anime Neo Genesis Evangeliom. Jurnal SAKURA : Sastra, Bahasa, Kebudayaan Dan Pranata Jepang, 3(2), 144. https://doi.org/10.24843/js.2021.v03.i02.p06

Yusuf, S., & Nurihsan, A. J. (2013). Teori Kepribadian (Kelima). PT Remaja Rosdakarya Offset.

264