SAKURA VOL. 4. No. 1, Februari 2022

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i01.p06

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623-0151

Teknik Dan Metode Penerjemahan Tuturan Ekspresif Bahasa Jepang Dalam Subtitle Film Paradise

I Made Agus Nugraha Arta Wiguna1), Ni Nengah Suartini2), Putu Dewi Merlyna Yuda Pramesti3)

PS Pendidikan Bahasa Jepang, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali

1[[email protected]], 2[[email protected]] 3[[email protected]]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik dan metode penerjemahan tuturan ekspresif dalam subtitle Film Paradise Kiss yang diterjemahkan oleh Island Fansubs. Teori yang digunakan adalah teori tuturan ekspresif Searle, teori teknik penerjemahan Molina & Albir dan teori metode penerjemahan Newmark. Penelitian ini menggunakan teknik glossing dan padan translasional dalam menganalisis data. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan sebanyak 6 jenis tuturan ekspresif yakni meminta maaf, mengucapkan terima kasih, menyatakan simpati, mengeluh, memuji, dan mengucapkan salam. Jenis tuturan ekspresif yang ditemukan kemudian diterjemahkan dengan 8 jenis teknik penerjemahan yaitu amplifikasi, kreasi diskursif, kesepadanan lazim, generalisasi, amplifikasi linguistik, terjemahan harfiah, partikularisasi dan reduksi. Teknik penerjemahan tuturan ekspresif didominasi oleh amplifikasi linguistik. Terakhir, metode penerjemahan yang ditemukan sebanyak sebanyak 4 jenis yaitu penerjemahan kata demi kata, penerjemahan idiomatis, penerjemahan bebas dan penerjemahan komunikatif. Metode penerjemahan didominasi oleh metode penerjemahan bebas.

Kata kunci: Subtitle, tuturan ekspresif, teknik penerjemahan, metode penerjemahan

Abstract

This study aims to describe the techniques and methods of translating expressive speech act in the subtitle of Paradise Kiss, which was translated by Island Fansubs. To analyze the data of this study using glossing techniques and translational equivalents. Based on the results of the study, it was found that there were 6 types of Japanese expressive speech act. The types of expressive speech act found were then translated using 8 types of translation techniques, amplification, discursive creation, established equivalent, generalization, linguistic amplification, literal translation, particularization and reduction. Expressive speech act translation techniques are dominated by linguistic amplification. Finally, there are 4 types of translation methods, word for word translation, idiomatic translation, free translation and communicative translation. The translation method is dominated by the free translation method.

Keywords : Subtitle, expressive speech act, translation techniques, translation method.

  • 1.    Pendahuluan

Film sebagai salah satu bentuk karya sastra telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa melalui dubbing maupun subtitle. Subtitle merupakan penerjemahan yang mengacu pada pengalihan pesan dalam bentuk teks. Penerjemahan subtitle tidak semudah menerjemahkan teks biasa. Penerjemahan subtitle dibatasi oleh waktu dan jumlah kata/huruf berdasarkan kemampuan/kecepatan membaca yang ditentukan untuk menampilkan hasil terjemahan di layar. Sehingga, penerjemah menggunakan berbagai

teknik dan metode penerjemahan. Teknik dan metode penerjemahan akan berpengaruh pada hasil terjemahan. Teknik dan metode penerjemahan juga dapat diterapkan pada penerjemahan tuturan ekspresif dalam sebuah subtitle film. Penerjemahan tuturan ekspresif dalam sebuah subtitle film tidaklah mudah. Penerjemahan tuturan ekspresif tidak hanya menerjemahkan makna harfiah saja, tetapi juga menerjemahkan maksud tertentu dari penutur meskipun tidak dinyatakan secara jelas.

Penelitian ini menggunakan Film Paradise Kiss sebagai sumber data. Hal tersebut dikarenakan hasil subtitling film tersebut memiliki kualitas terjemahan yang dapat diterima oleh pembaca bahasa sasaran. Penerjemah mengalihkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran jauh lebih ringkas tanpa mengurangi makna dari pesan yang disampaikan. Selain itu, dalam film tersebut ditemukan berbagai jenis ungkapan ekspresif bahasa Jepang yang mengandung berbagai makna meskipun tidak dinyatakan secara jelas. Hal tersebut menjadi keunikan dari subtitle film Paradise Kiss sehingga dijadikan sumber data yang representatif untuk pembahasan teknik dan metode penerjemahan yang diterapkan penerjemah.

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

  • a.    Bagaimanakah teknik penerjemahan tuturan ekspresif dalam subtitle Film Paradise Kiss yang diterjemahkan oleh Island Fansubs?

  • b.    Bagaimanakah metode penerjemahan tuturan ekspresif dalam subtitle Film Paradise Kiss yang diterjemahkan oleh Island Fansubs?

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan teknik dan metode penerjemahan tuturan ekspresif dalam subtitle film Paradise Kiss yang diterjemahkan oleh Island Fansubs. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa teknik dan metode penerjemahan subtitle diterapkan agar hasil terjemahan jauh lebih ringkas daripada penerjemahan novel tanpa mengurangi makna dari pesan yang disampaikan. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, teknik penerjemahan data tuturan ekspresif dianalisis menggunakan teori teknik penerjemahan Molina dan Albir (2002) dan metode penerjemahan dianalisis menggunakan teori metode penerjemahan Newmark (1988).

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1    Metode Penelitian

Teori teknik penerjemahan Molina & Albir (2002) dan teori metode penerjemahan Newmark (1988) digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis masalah. Penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik catat untuk mengumpulkan. Pada tahap analisis data, penelitian ini menggunakan metode padan translasional dan teknik glossing. Terakhir, penelitian ini menggunakan metode informal untuk menyajikan data.

  • 2.2    Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, teori Searle (1985) mengenai tuturan ekspresif untuk dapat mempermudah pengelompokan data tuturan berdasarkan jenis-jenisnya. Data tuturan ekspresif yang sudah dikelompokkan berdasarkan jenisnya, kemudian dibandingkan dengan hasil substile dalam bahasa Indonesia agar dapat mengetahui teknik dan metode penerjemahan yang digunakan. Dalam membandingkan hasil terjemahan, penelitian ini dibantu dengan kamus Matsuura (1994). Kemudian, teori teknik penerjemahan Molina dan Albir (2002) dan teori metode penerjemahan Newmark (1988) digunakan dalam menganalisis data tuturan yang telah dikelompokkan.

  • 3.    Kajian Pustaka

Beberapa penelitian tentang teknik penerjemahan telah dilakukan sebelumnya oleh Siti (2017), Sarhita (2016) dan Wahana (2019). Hasil penelitian Siti (2017) menunjukkan teknik penerjemahan didominasi oleh padanan lazim yang memiliki pengaruh baik pada kualitas terjemahan novel berjudul Allegiant. Kemudian, hasil penelitian Sarhita (2016) menunjukkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung berorientasi pada BSu dalam menerjemahkan komik berjudul Naruto Volume 41-60 karya Kishimoto Masashi. Terakhir, hasil penelitian Wahana (2019) juga menunjukkan bahwa teknik penerjemahan didominasi oleh padanan lazim pada penerjemahan komik berjudul Flawless. Beberapa referensi penelitian sebelumnya telah banyak menggunakan sumber data berupa komik maupun novel. Subtitle sebagai sumber data masih sedikit ditemukan, khususnya penelitian tentang penerjemahan tuturan ekspresif bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 34 data yang merupakan tuturan ekspresif. Data tersebut dapat ditemukan sebanyak 6 jenis tuturan ekspresif yang kemudian diterjemahkan dengan menggunakan 8 jenis teknik dan 4 jenis metode penerjemahan.

  • 4.1    Tuturan Meminta Maaf

    (1)    BSu   : どうも すみません。

Doumo sumimasen

Maaf

(Paradise Kiss, 2011, 00:38:01 – 00:38:02)

BSa    : Maaf mengenai sebelumnya.

(Paradise Kiss, 2011, 00:38:01 – 00:38:02)

Ungkapan ‘doumo sumimasen’ merupakan jenis ungkapan meminta maaf dalam bahasa Jepang. Kata ‘doumo sumimasen’ digunakan sebagai ungkapan permintaan maaf atas sesuatu yang telah terjadi. Selain itu, penggunaan kata tersebut juga dapat sebagai bentuk rasa penyesalan yang ada pada diri penutur. Ungkapan ‘doumo sumimasen’ memiliki arti ‘maaf sekali; maafkan sekali’ (Matsuura, 1994:152). Pada BSa, kata ‘doumo sumimasen’ diterjemahkan menjadi ‘maaf’ yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai ungkapan rasa penyesalan dan permintaan maaf. Sehingga, tuturan data (1) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Penerjemah menerapkan teknik amplifikasi, yaitu menambahkan informasi secara eksplisit ke dalam BSa (Molina dan Albir, 2002:510). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penambahan informasi yakni kata ‘mengenai sebelumnya’. Penambahan informasi tersebut menjelaskan bahwa tuturan data (1) merujuk pada kesalahan yang dilakukan oleh tokoh Tokumori karena sebelumnya telah menegur tokoh George. Meskipun demikian, tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna.

Metode penerjemahan komunikatif merupakan metode yang diterapkan penerjemah pada data (1). Metode penerjemahan komunikatif berupaya untuk menerjemahkan makna kontekstual dalam bahasa sumber (Newmark (1988:47). Pada data (1), penerjemah tidak hanya menerjemahkan hasil terjemahan berupa kata ‘maaf’ saja, tetapi dijelaskan lebih rinci menjadi ‘maaf mengenai sebelumnya’. Hasil terjemahan data (1) didukung oleh konteks/situasi percakapan yakni sebelumnya penutur telah menegur seseorang yang belum ia kenal. Penutur merasakan penyesalan yang mendalam atas kesalahpahamannya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa penerjemah memiliki maksud untuk

mengungkapkan makna tuturan meminta maaf yang diucapkan tokoh Tokumori kepada tokoh George lebih detail agar para pembaca memahami makna dan memperjelas konteks/situasi tuturan data (1) diungkapkan.

  • 4.2 Mengucapkan Terima Kasih

  • (2)    BSu   :  介抱、    ありがとう   ございました!

Kaihou,       arigatou       gozaimashita !

Perawatan, terima kasih     HON-LAM !

(Paradise Kiss, 2011, 00:10:36 – 00:10:28)

BSa      : Terimakasih sudah merawatku !

(Paradise Kiss, 2011, 00:10:36 – 00:10:28)

Kata ‘kaihou’ memiliki arti ‘perawatan’ (Matsuura, 1994:400) dan termasuk ke dalam kelas kata benda pada bahasa Jepang. Pada BSa, kata ‘kaihou’ kemudian diterjemahkan dengan kata ‘merawat’ yang termasuk ke dalam verba. Kata ‘perawatan’ dan ‘merawat’ masih dapat mengandung makna yang sama, yakni cara seseorang dalam menjaga dan merawat sesuatu dengan baik. Situasi tuturan (2) menunjukkan bahwa penutur mengungkap rasa terima kasih dan bersyukur kepada mitra tutur yang telah merawatnya hingga pulih. Sehingga, meskipun terjadi pergeseran makna kata, tuturan data (2) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Teknik penerjemahan yang digunakan pada data (2) adalah kesepadanan lazim. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penerjemahan yang menunjukkan adanya pemilihan kata yang lebih lazim didengar dalam bahasa sasaran. Apabila tuturan data (2) diterjemahkan secara harfiah akan menjadi ‘terimakasih atas perawatan’. Tetapi, terjemahan harfiah tersebut masih terdengar sangat baku dan tidak lazim dimunculkan dalam penerjemahan. Oleh karena itu, penerjemah mengubah kalimat tersebut menjadi ‘terimakasih sudah merawatku’ yang merujuk adanya perasaan bersyukur atas bantuan. Pemilihan kata ‘merawat’ juga sudah merujuk pada perbuatan menyembuhkan yang dilakukan oleh mitra tutur. Sehingga, tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna dalam bahasa sasaran.

Metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah pada data (2) adalah komunikatif. Hal tersebut dibuktikan dengan mengganti kata ‘pemeliharaan’ menjadi ‘merawat’. Sehingga, hasil terjemahan data (2) menunjukkan penggunaan aspek bahasa yang lebih umum. Penambahan sufiks ‘ku’ merujuk pada ‘aku’ sebagai penutur. Selain itu, penambahan kata ‘sudah’ menunjukkan bahwa penerjemah memiliki maksud untuk

mengungkapkan makna tuturan berterima kasih yang diucapkan penutur lebih detail agar pembaca memahami situasi. Hasil terjemahan data (2) juga didukung dengan situasi tuturan, yakni ketika tokoh Yukari merasa adanya perasaan bersyukur atas bantuan perawatan dari tokoh Miwako selama ia tidak sadarkan diri. Sehingga, penerjemahan data (2) dirasa lebih mudah dan cepat diterima penonton/pembaca bahasa sasaran secara umum.

  • 4.3 Menyatakan Simpati

  • (3)    BSu    : いい   の それで。

ii      no sorede.

Baik-Adj SHU karena itu.

(Paradise Kiss, 2011, 01:09:09 – 01:09:12)

BSa      : Jangan khawatir.

(Paradise Kiss, 2011, 01:09:09 – 01:09:12)

Tuturan data (3) merupakan tuturan ekspresif jenis menyatakan simpati. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tuturan ‘ii no sore de. Kata ‘ii’ termasuk ke dalam kelas kata adjektiva yang memiliki makna bahwa penutur menunjukkan sikap atau perilaku seseorang yang dianggap bagus atau baik sesuai keadaan yang sepatutnya. Pada BSa, kata ‘ii’ diterjemahkan menjadi ‘jangan khawatir’ yang termasuk ke dalam interjeksi atau bentuk kalimat perintah. Frasa ‘jangan khawatir’ memiliki makna bahwa penutur menunjukkan perasaan simpati terhadap mitra tutur yang sedang mengalami kegelisahan terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Penerjemahan kata ‘ii’ menjadi bentuk perintah ‘jangan khawatir’ juga didukung oleh situasi tuturan. Sehingga, sangat layak disepadankan dan dapat dikatakan bahwa tuturan data (3) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Teknik penerjemahan yang digunakan pada data (3) adalah kreasi diskursif, yaitu upaya untuk menciptakan sebuah padanan sementara pada bahasa sasaran di luar konteks bahasa sumber (Molina dan Albir, 2002:510). Hal tersebut dibuktikan dengan hasil penerjemahan tuturan data (3) yang menunjukkan adanya pemilihan padanan sementara. Apabila diterjemahkan secara harfiah hasil terjemahan yang dimiliki menjadi ‘itu baik’. Akan tetapi, ‘itu baik’ yang dimaksud diubah dengan padanan sementara menjadi ‘jangan khawatir’ yang merujuk pada konteks tuturan diucapkan. Hasil terjemahan ‘jangan khawatir’ menunjukkan bahwa penerjemah memperhatikan konteks tuturan diucapkan. Selain itu, penerjemahan data (3) diterjemahkan dengan memperhatikan kebutuhan

pembaca agar dapat memahami situasi saat tuturan diucapkan. Meskipun demikian, tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna.

Metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah pada data (3) adalah komunikatif. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil terjemahan harfiah yakni ‘itu baik’ diubah menjadi ‘jangan khawatir’ yang sepadan dan merujuk pada konteks tuturan diucapkan. Hasil terjemahan data (3) juga didukung oleh situasi tuturan, yakni ketika penutur menunjukkan rasa simpati terhadap kegelisahan mitra tutur atas suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Sehingga, penerjemahan data (3) dirasa lebih komunikatif dan dapat dengan mudah diterima pembaca bahasa sasaran.

4.4 Mengeluh

  • (4)    BSu   : 私 に 出来るわけない じゃない

Watashi ni     dekiruwakenai     jyanai !

Saya DAT tidak bisa melakukan SHU!

(Paradise Kiss, 2011, (00:50:21 – 00:50:22) BSa      : Aku tidak bisa melakukan ini !

(Paradise Kiss, 2011, (00:50:21 – 00:50:22)

Tuturan data (4) merupakan tuturan ekspresif jenis mengeluh yang dibuktikan dengan frasa ‘dekiruwakenai jyanai’. Frasa tersebut termasuk ke dalam jenis ungkapan mengeluh pada bahasa Jepang yang memiliki makna ‘tidak bisa melakukan atau tidak bisa mengerjakan sesuatu’. Pada BSa, frasa ‘dekiruwakenai jyanai’ diterjemahkan menjadi ‘tidak bisa melakukan ini’ yang juga termasuk ke dalam ungkapan perasaan mengeluh. Penambahan kata ‘ini’ telah merujuk pada konteks tuturan diucapkan. Sehingga, tuturan data (4) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Penerjemah menggunakan teknik adalah amplifikasi linguistik pada data (4). Hal tersebut dibuktikan dengan penambahan unsur linguistik kata ‘ini’ pada hasil terjemahan. Tuturan ‘watashi ni dekiruwakenai jyanai’ jika diterjemahkan secara harfiah berarti ‘aku tidak bisa melakukan’, akan tetapi hasil terjemahan yang didapat menjadi ‘aku tidak bisa melakukan ini’. Hal tersebut menunjukkan bahwa tuturan ini merupakan ungkapan mengeluh atas sesuatu yang dirasakan penutur. Penambahan kata ‘ini’ diperkuat dengan situasi penutur. Sehingga, tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna dari BSu ke dalam Bsa.

Metode yang diterapkan pada data (4) adalah metode penerjemahan bebas. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil terjemahan yang tidak hanya berupa ‘aku tidak bisa

melakukan’ saja, tetapi dijelaskan lebih rinci menjadi ‘aku tidak bisa melakukan ini’. Hasil terjemahan data (4) didukung oleh situasi tuturan ketika penutur merasakan sebuah ketidakpuasan atas suatu keadaan yang harus diterimanya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa penerjemah memiliki maksud untuk mengungkapkan makna tuturan mengeluh yang diucapkan tokoh Yukari kepada tokoh George lebih detail agar para penonton/pembaca memahami alur cerita dengan baik.

  • 4.5 Memuji

  • (5)    BSu    : あら、綺麗な   

Ara,   kireina    ashi.

Ah, indah-Adj kaki.

(Paradise Kiss, 2011, 00:08:16 – 00:08:17)

BSa      : Kaki yang bagus.

(Paradise Kiss, 2011, 00:08:16 – 00:08:17)

Tuturan data (5) merupakan tuturan ekspresif jenis memuji yang dibuktikan dengan adanya frasa ‘kaki yang bagus’. Kata ‘kirei’ termasuk ke dalam kelas kata adjektiva yang memiliki arti yaitu ‘cantik; indah; elok; bagus’ (Matsuura, 1994:500). Pada BSa, kata ‘kirei’ diterjemahkan menjadi ‘bagus’ yang juga termasuk ke dalam kelas kata adjektiva. Kata ‘indah’ dan ‘bagus’ masih mengandung makna yang sama, yakni kata pujian seseorang terhadap sesuatu yang dianggap elok untuk dilihat maupun dipandang. Sehingga, dapat dilihat dengan jelas data (5) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Penerjemah menerapkan teknik generalisasi untuk menerjemahkan data (5). Teknik generalisasi digunakan untuk menghasilkan terjemahan yang lebih umum (Molina & Albir, 2002). Hal tersebut dibuktikan dengan dipilihnya kata ‘bagus’ pada hasil terjemahan. Menurut kamus Matsuura (1994:35), tuturan ‘kireina ashi’ memiliki arti ‘kaki yang indah’. Akan tetapi, penggunaan kata ‘indah’ dalam BSa lebih sering digunakan untuk sesuatu seperti benda atau tempat dalam keadaan enak/bagus dipandang. Sehingga, penggunaan kata ‘indah’ sangat jarang digunakan untuk menunjukkan pujian terhadap kaki dalam kehidupan sehari-hari, meskipun tuturan ‘kaki yang indah’ dapat digunakan pada BSa. Hasil terjemahan yang ditampilkan pada data (5) menjadi ‘kaki yang bagus’. Penerjemah menunjukkan upaya mencari kata yang lebih umum digunakan pada BSa. Kata ‘indah’ diterjemahkan menjadi ‘bagus’ yang lebih umum digunakan pada BSa. Penerjemah ingin memunculkan pesan yang lebih spesifik bahwa tuturan memuji

penampilan seseorang tersebut ditujukan untuk kaki mitra tutur yang terlihat bagus. Sehingga, penggunaan kata ‘bagus’ akan mempermudah pemahaman pembaca. Meskipun demikian, tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna dalam bahasa sasaran.

Metode komunikatif dipilih penerjemah untuk menerjemahkan data (5). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pemilihan kata yang lebih umum pada hasil terjemahan. Penerjemah tidak hanya menerjemahkan hasil terjemahan berupa kata ‘kaki yang indah’ saja, tetapi memunculkan tuturan yang lebih umum menjadi ‘kaki yang bagus’. Hasil terjemahan data (5) juga didukung dengan situasi tuturan, yakni ketika tokoh Isabela melihat kaki Yukari yang terlihat bagus menjadi seorang model. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa penerjemah memiliki maksud untuk mengungkapkan makna tuturan memuji yang diucapkan penutur lebih spesifik yang merujuk pada situasi tuturan.

  • (6)    BSu    : 知っている の? 感激 !

Shitteiru no? kan’geki !

Tahu-HJD SHU ? Terharu !

(Paradise Kiss, 2011, 00:09:19 – 00:09:21)

Bsa      : Kau sudah mendengarnya ? Hebat !

(Paradise Kiss, 2011, 00:09:19 – 00:09:21)

Tuturan data (6) merupakan tuturan ekspresif jenis memuji. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kata ‘kangeki’ yang berarti ‘terkesan’. Kata ‘kangeki’ termasuk ke dalam kelas kata nomina yang memiliki arti yaitu ‘keterharuan; terharu’ (Matsuura, 1994:427).

Kata ‘kangeki’ dalam bahasa Jepang digunakan untuk mengungkapkan ekspresi terkesan penutur terhadap suatu kehebatan. Pada BSa, kata ‘kangeki’ diterjemahkan menjadi ‘hebat’ yang termasuk ke dalam kelas kata adjektiva. Kata ‘terharu’ dalam BSu dan kata ‘hebat’ dalam BSa masih mengandung makna yang sama, yakni ungkapan pujian atau ekspresi terharu seseorang terhadap sesuatu yang dianggap hebat. Sehingga, dapat dilihat dengan jelas bahwa tuturan data (6) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Teknik partikularisasi ditemukan pada penerjemahan data (6). Hal tersebut dibuktikan dengan dipilihnya kata ‘mendengar’ dan kata ‘hebat’ pada hasil terjemahan. Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa penerjemah memunculkan istilah yang lebih spesifik. Kata ‘mendengar’ merujuk pada perasaan penutur yang memperoleh kesan terhadap sesuatu yang telah didengar sebelumnya dari mitra tutur. Kemudian, kata ‘hebat’

menunjukkan bahwa sebenarnya penutur terkesan karena suatu kehebatan mitra tutur. Tuturan ini dirasa tepat karena tidak terjadi pergeseran makna dalam bahasa sasaran.

Metode penerjemahan komunikatif juga ditemukan pada tuturan data (6). Hal tersebut dibuktikan dengan penggunaan aspek bahasa yang lebih spesifik yakni kata ‘mengetahui’ diubah menjadi ‘mendengarnya’ pada hasil tuturan. Selain itu, penambahan kata ‘kau’ dan kata ‘sudah’ menunjukkan bahwa penerjemah memiliki maksud untuk mengungkapkan makna tuturan memuji yang diucapkan lebih detail agar para pembaca memahami situasi yang dirasakan penutur. Tuturan data (6) juga didukung situasi ketika penutur memperoleh kesan terhadap sesuatu yang telah didengar dari mitra tutur. Sehingga, penerjemahan data (6) dirasa lebih mudah dan cepat diterima penonton/pembaca bahasa secara umum.

  • 4.6 Mengucapkan Salam

  • (7)    BSu     : 早坂、   じゃあね

Hayasaka, jaane!

Hayasaka, sampai jumpa-SHU.

(Paradise Kiss, 2011, 00:05:53 – 00:05:55)

BSa      : Hayasaka, sampai jumpa.

(Paradise Kiss, 2011, 00:05:53 – 00:05:55)

Tuturan data (7) merupakan tuturan ekspresif jenis mengucapkan salam yang dibuktikan dengan kata ‘jaane’. Kata ‘jaane’ termasuk ke dalam jenis ungkapan salam pada bahasa Jepang yang memiliki makna ‘sampai jumpa’. Pada BSa, kata ‘jaane’ tetap diterjemahkan menjadi ‘sampai jumpa’ yang juga termasuk ke dalam ungkapan salam. Kata ‘sampai jumpa’ mengandung makna yaitu ucapan salam saat ingin berpisah dengan mitra tutur. Sehingga, tuturan data (7) tidak terjadi pergeseran makna pesan antara BSu dan BSa.

Teknik penerjemahan harfiah juga ditemukan pada data (7). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kata ‘jaane’ yang diterjemahkan menjadi ‘sampai jumpa’. Hasil terjemahan memiliki arti sesuai dalam kamus. Kemudian, dilihat dari struktur kalimat secara keseluruhan tetap sama sesuai BSu. Tuturan data (7) diterjemahkan secara harfiah dan sesuai dengan kaidah dalam BSa. Dengan demikian, hasil terjemahan tuturan data (7) dirasa tepat karena telah menunjukkan nuansa keakraban antara penutur dan tidak mengalami pergeseran makna dari BSu ke dalam Bsa.

Metode penerjemahan kata demi kata digunakan dalam menghasilkan terjemahan data (7). Tuturan ‘Hayasaka, jaane’ dalam BSa diterjemahkan sesuai arti yang dimiliki dalam kamus serta dilakukan secara kata per kata sehingga menjadi ‘Hayasaka, sampai jumpa’. Hasil terjemahan data (7)didukung dengan situasi tuturan yakni ketika tokoh Tokumori mengucapkan salam perpisahan kepada teman dekatnya yang tak lain adalah tokoh Yukari. Dengan demikian, metode penerjemahan data (7) dirasa tepat.

  • 5.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dari 34 data tuturan ekspresif dalam subtitle film Paradise Kiss, diperoleh 2 kesimpulan sebagai berikut: Penerjemah menggunakan 8 jenis teknik penerjemahan yaitu amplifikasi (6), kreasi diskursif (2), kesepadanan lazim (4), generalisasi (1), amplifikasi linguistik (9), terjemahan harfiah (6), partikularisasi (2) dan reduksi (4). Teknik penerjemahan tuturan ekspresif didominasi oleh amplifikasi linguistik. Penggunaan teknik tersebut lebih mengutamakan keefektifan hasil terjemahan tuturan ekspresif dengan menambahkan unsur-unsur linguistik sesuai konteks tuturan diucapkan. Selain itu, teknik penerjemahan amplifikasi linguistik juga menunjukkan bahwa penerjemah ingin menghasilkan terjemahan efektif pada tuturan ekspresif yang menjelaskan situasi perasaan penutur.

Metode yang digunakan penerjemah sebanyak 4 jenis yaitu penerjemahan kata demi kata (4), penerjemahan idiomatis (1), penerjemahan bebas (16) dan penerjemahan komunikatif (13). Metode penerjemahan didominasi oleh metode penerjemahan bebas. Penggunaan metode tersebut lebih mengutamakan keterbacaan isi pesan BSu dari pada bentuk teks BSu. Sehingga, memudahkan penerjemah untuk memparafrasakan hasil terjemahan tuturan BSu ke dalam kata maupun kalimat yang lazim digunakan pada BSa.

  • 6.    Daftar Pustaka

Hartono, Rudi. 2017. Pengantar Ilmu Menerjemahkan. Semarang : Cipta Prima Nusantara

Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Japan : Kyoto Sangyo University Press.

Molina, L&Albir, A.H. 2002. Translation Techniques Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach. Meta,Vol.48,No 4 (hlm.499-512)

Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. UK: Prentice Hall.

Sarhita. 2016. “Teknik dan Metode Penerjemahan Kata-Kata Bijak (Meigen no Kotoba) dalam Komik Naruto Volume 41-60 Karya Masashi Kishimoto”. Jurnal Humanis Fakultas Ilmu Budaya Unud, Vol 17, (hlm. 241 – 248)

Siti. 2017. “Analisis Teknik dan Kualitas Terjemahan pada Ujaran yang Merespon Tindak Tutur Membantah pada Novel Allegiant Karya Veronica Roth dan Terjemahannya”.Tesis. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.

Searle. 1985. Foundations of Illocutionary Logic. London: Cambridge University Press.

Wahana, Desi. 2019. “Translation Techniques of Expressive Speech Acts on Anger Speech Events in Flawless”. International Journal of Linguistics, Literature and Translation (IJLLT), Volume 2, Nomor 5 (hlm. 118-131).

80