Metode dan Ideologi Penerjemahan Kotowaza dalam Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen
on
SAKURA VOL. 2. No. 2 Agustus 2020
DOI: https://doi.org/10.24843/JS.2020.v02.i02.p05
P-ISSN: 2623-1328
E-ISSN:2623-0151
Metode Penerjemahan Kotowaza dalam Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen
Ni Ketut Suni Weliantari
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [sunyweliantari.sw@gmail.com]
Denpasar, Bali, Indonesia
Abstract
This study is aimed at identifying the type of translation methods and their application in translating kotowaza on the Japanese Course blog Evergreen. The data were obtained by using observation method and note-taking technique. Furthermore, the analysis of the data was done by applying the translational identity method and glossing technique. The theory of translation methods by Newmark (1988) was also used in this study. The result shows that the translation of 40 kotowaza on the Japanese Course blog Evergreen use only four from eight translation methods proposed by Newmark. Based on its translation methods, the study found out that 13 data use literal translation, 9 data use adaptation, 14 data use the free translation, and 4 data use communicative translation. Kotowaza that has an equivalent in Indonesian proverb tends to be translated by using adaptation and communicative translation. However, not all kotowaza are equivalent to Indonesian proverbs with both of those methods. In this case, using literal translation is another way of translating kotowaza. Meanwhile, kotowaza which its equivalent cannot be found in Indonesian proverb is translated with literal translation or free translation.
Keywords: kotowaza, method, translation.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis metode penerjemahan yang digunakan dalam proses penerjemahan kotowaza pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan teknik catat. Selanjutnya, digunakan metode padan translasional dan teknik glossing dalam proses analisis data. Teori yang digunakan adalah teori metode penerjemahan menurut Newmark (1988). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1988) ditemukan empat metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahakan 40 data kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Dari 40 data, ditemukan 13 data menggunakan metode harfiah, 9 data menggunakan metode adaptasi, 14 data menggunakan metode bebas, dan 4 data menggunakan metode komunikatif. Kotowaza yang memiliki padanan dalam peribahasa Indonesia cenderung diterjemahkan dengan metode adaptasi dan metode komunikatif. Namun, ada pula kotowaza yang diterjemahkan dengan menggunakan metode harfiah, meskipun sebenarnya kotowaza tersebut memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kotowaza yang padanannya tidak ditemukan dalam peribahasa Indonesia diterjemahkan dengan metode harfiah dan metode bebas.
Kata Kunci : kotowaza, metode, penerjemahan
-
1. PENDAHULUAN
Era globalisasi telah memecah batas ruang dan waktu antar negara di seluruh dunia. Namun, kemunculan era tersebut tidak diikuti dengan lancarnya komunikasi tiap negara. Perbedaan bahasa menjadi faktor penghambat komunikasi antar negara, sehingga penerjemahan bahasa berperan penting sebagai jembatan penghubung komunikasi antar negara. Menerjemahkan bahasa bukanlah hal yang mudah, karena dalam suatu bahasa terdapat budaya di dalamnya sesuai dengan kebiasaan masyarakat penuturnya. Salah satu ragam bahasa yang kental dengan budaya masyarakat penuturnya adalah peribahasa atau kotowaza. Kotowaza merupakan salah satu bentuk ragam bahasa yang berasal dari masyarakat penutur suatu bahasa dan di dalamnya terdapat pelajaran hidup, nasehat, serta sindiran. Masyarakat berdasarkan pengalamannya memperoleh dan menyadari nasehat itu sendiri (Kaneko, 1983: 1).
Berbicara mengenai kotowaza, tidak hanya menyinggung bahasanya saja, melainkan juga menyinggung budaya yang melatarbelakangi masing-masing bahasa. Umumnya, dalam kotowaza mengandung unsur budaya masyarakat seperti pandangan hidup, norma-norma, atau nilai-nilai budaya yang tertanam pada masyarakat penuturnya. Perbedaan budaya ini menjadi sebuah kendala dalam proses penerjemahan kotowaza. Kesalahan dalam menerjemahkan kotowaza dapat memberikan penafsiran berbeda bagi pembacanya. Metode penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah sangat mempengaruhi kualitas dan aspek keberterimaan dari hasil terjemahannya. Maka dari itu, untuk menghasilkan terjemahan yang berkualitas dan berterima seorang penerjemah terlebih dahulu harus menentukan metode penerjemahan yang tepat.
Kotowaza biasanya dapat dijumpai dalam karya sastra dan kegiatan komunikasi yang mengandung nasehat atau petuah. Tidak hanya dalam karya sastra dan kegiatan komunikasi, kotowaza juga dapat ditemukan dalam media internet yang berisi tentang pembelajaran bahasa Jepang, salah satunya adalah blog yang bernama Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Dalam blog tersebut, terdapat kumpulan kotowaza yang popular di Jepang. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini mengangkat topik mengenai metode penerjemahan kotowaza dalam blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen, karena dengan adanya penelitian mengenai metode penerjemahan kotowaza diharapkan dapat dipahami secara lebih mendalam lagi mengenai metode penerjemahan kotowaza, khususnya yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Dalam penelitian ini, digunakan beberapa penelitian sebelumnya yang relevan sebagai referensi. Adapun penelitian tersebut, yaitu Sutopo (2014), Asri (2018), dan Andriani (2019).
Objek kajian penelitian ini berupa blog yang bernama Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Pengumpulan data menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode simak adalah menyimak penggunaan bahasa pada objek kajian penelitian (Sudaryanto, 2015:203). Proses analisis data mengguakan metode padan translasional dan teknik glossing. Metode padan translasional adalah metode analisis yang menggunakan bahasa lain sebagai alat penentunya (Sudaryanto,
2015:15). Penyajian hasil analisis menggunakan metode formal dan informal. Secara formal, penyajian hasil analisis menggunakan tanda-tanda maupun lambang. Secara informal, penyajian hasil analisis dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 2015:241).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1988). Teori metode penerjemahan ini digunakan untuk menganalisis jenis-jenis metode penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen.
Pada bagian ini dibahas hasil analisis mengenai jenis-jenis metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemakan kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Selain itu, dibahas juga mengenai penerapan masing-masing metode yang digunakan dalam menerjemahkan 40 data kotowaza dalam blog tersebut. Berikut adalah pemaparan dari hasil analisis.
Metode Penerjemahan yang Diterapkan dalam Menerjemahkan Kotowaza yang Terdapat pada Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap 40 data kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergeen, dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1988) ditemukan empat jenis metode penerjemahan yang diterapkan untuk menerjemahkan kotowaza tersebut, yakni harfiah, adaptasi, bebas, dan komunikatif. Sementara itu, empat metode penerjemahan lainnya, yakni kata demi kata, semantis, setia, dan idiomatik tidak ditemukan dalam penelitian ini. Adapun rincian jumlah data beserta persentase dari masing-masing metode yang ditemukan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut.
Metode Penerjemahan |
Jumlah Data |
Persentase |
Harfiah |
13 |
32,5% |
Adaptasi |
9 |
22,5% |
Bebas |
14 |
35% |
Komunikatif |
4 |
10% |
Total |
40 |
100% |
Sesuai dengan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa sebanyak 13 data dengan persentase 32,5% diterjemahkan dengan menggunakan metode harfiah. Data yang diterjemahkan dengan menggunakan metode adaptasi ditemukan sebanyak 9 data dengan persentase 22,5%. Selanjutnya, data yang diterjemahkan dengan menerapkan metode bebas ditemukan sebanyak 14 data dengan persentase 35%.
Data yang diterjemahkan menggunakan metode komunikatif ditemukan hanya 4 data dengan persentase 10% .
Ryouyaku wa kuchi ni nigashi
Obat manjur TOP mulut di pahit
BSa: Obat mujarab pahit di mulut
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (1) yakni kotowaza ‘Ryouyaku wa kuchi ni nigashi’ yang diterjemahkan menjadi ‘Obat mujarab pahit di mulut. Kata-kata pada kotowaza tersebut diterjemahkan satu per satu ke dalam BSa. Selain itu, terdapat penyesuaian terhadap susunan kata BSu ke dalam BSa yakni pada frasa ‘kuchi ni nigashi’, sehingga frasa ‘kuchi ni nigashi’ menjadi ‘pahit di mulut’. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa metode penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan kotowaza ‘Ryouyaku wa kuchi ni nigashi’ adalah metode penerjemahan harfiah. Adapun makna kotowaza ‘Ryouyaku wa kuchi ni nigashi’ menurut Shobou (2012), yaitu obat yang menyembuhkan dan manjur adalah obat yang terasa pahit di mulut, sehingga terasa sulit untuk ditelan. Obat yang pahit dalam kotowaza ini diibaratkan sebagai suatu nasehat yang menjadikan seseorang menjadi lebih baik. Jadi, kotowaza ini merupakan suatu perumpamaan yang menyatakan bahwa nasehat yang baik, mujarab, dan bermanfaat untuk seseorang adalah yang sulit diterima.
(2) |
BSu: 失敗 |
は |
成功 |
の |
もと |
Shippai |
wa |
seikou |
no |
moto | |
Kegagalan |
TOP |
keberhasilan |
GEN |
sumber |
BSa: Kegagalan adalah pangkal keberhasilan
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (2) dapat digolongkan sebagai penerjemahan yang menggunakan metode penerjemahan harfiah, dikatakan demikian karena kosakata pada kotowaza tersebut diterjemahkan satu per satu sesuai dengan arti pada kamus dan konstruksi gramatikal pada frasa ‘seikou no moto’ disesuaikan dengan konstruksi gramatikal BSa, sehingga menjadi ‘pangkal keberhasilan’. Kata ‘moto’ dalam BSu yang berarti ‘sumber’ diterjemahkan menjadi ‘pangkal’ dalam BSa, tetapi hal ini tidak menimbulkan perubahan makna karena kata ‘sumber’ dan ‘pangkal’ masih memiliki korelasi dan makna yang sama yakni ‘asal’. Adapun makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Shippai wa seikou no moto’ menurut Koji Kotowaza Jiten (2011), yaitu walaupun mengalami kegagalan tidak boleh patah semangat dan harus mencari tahu penyebab kegagalan tersebut, kemudian merenungkan
kekurangan serta memperbaikinya, lalu memulai kembali dengan cara yang baru, maka kesuksesan akan segera tercapai. Kotowaza ini mengajarkan kepada kita ketika kita mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan kita tidak boleh mudah menyerah dan tetap berusaha semaksimal mungkin. Kegagalan yang kita alami dapat kita jadikan pembelajaran.
(3) |
BSu: 苦 |
は |
楽 |
の |
種 |
Ku |
wa |
raku |
no |
tane | |
Kesengsaraan TOP |
kesenangan |
GEN |
bibit |
BSa: Penderitaan adalah bibit kesenangan
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan harfiah pada data (3) dapat dilihat pada kotowaza ‘Ku wa raku no tane’ yang diterjemahkan menjadi ‘Penderitaan adalah bibit kesenangan’. Sesuai dengan hasil terjemahannya, kosakata pada kotowaza tersebut diterjemahkan secara langsung ke dalam BSa dan terjadi perubahan sistem gramatikal BSu menjadi sistem gramatikal BSa pada frasa ‘raku no tane’, sehingga pada BSa menjadi ‘bibit kesenangan’. Menurut Shobou (2012), kotowaza ‘Ku wa raku no tane’ mengandung makna yaitu jika saat ini mengalami kesulitan, maka kedepannya kesulitan tersebut akan menjadi kesenangan karena kesulitan yang dijalani saat ini adalah awal dari kesenangan itu. Kotowaza ini mengajarkan bahwa untuk mencapai masa depan yang cerah haruslah ada kerja keras.
-
(4) BSu: 泣き面 に 蜂
Nakitsura ni hachi
Wajah menangis pada lebah
BSa: Sudah jatuh tertimpa tangga
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (4) menggunakan metode penerjemahan adaptasi. Terdapat peralihan budaya dari budaya BSu ke dalam budaya BSa pada kotowaza ‘Nakitsura ni hachi’, sehingga terjemahannya menjadi ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Nakitsura ni hachi’ menjadi ‘Lebah pada wajah menagis’, tetapi diterjemahkan menjadi ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’. Penerjemah menerjemahkan kotowaza tersebut berbeda dari bentuk aslinya. Kosakata dalam BSu tidak dimunculkan lagi dalam BSa. Adapun makna yang terkadung dalam kotowaza ‘Nakitsura ni hachi’ menurut Koji Kotowaza Jiten (2011) yaitu wajah yang sedang menangis dan bengkak ditambah lagi dengan disengat lebah. Artinya, ketika baru saja hal buruk sedang menimpa, lalu hal-hal buruk lainnya juga datang, dengan kata lain satu masalah belum terselesaikan tetapi masalah lain sudah datang lagi. Sementara itu, menurut Badudu (2009: 46), makna peribahasa ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’ yaitu mendapat musibah atau kesusahan secara berturut-turut.
Sesuai dengan makna kotowaza dan peribahasa tersebut dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki makna yang sama yakni ungkapan yang menggambarkan ketika seseorang jatuh karena ditimpa kesusahan, lalu ia tertimpa tangga lagi sehingga mendapatkan kesusahan lainnya dalam kurun waktu yang bersamaan.
(5) BSu: 苦楽
Kuraku
Suka duka
を |
ともに |
する |
o |
tomoni |
suru |
AK |
bersama- |
sama mengerjakan |
BSa: Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan yang diterapkan pada data (5) adalah metode penerjemahan adaptasi karena penerjemahan BSu dilakukan dengan cara mengganti budaya BSu dengan budaya BSa. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Kuraku o tomoni suru’ menjadi ‘Mengerjakan suka duka bersama-sama’, tetapi diterjemahkan menjadi ‘Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul’. Menurut Kotobank (2009), makna yang terkadung dalam kotowaza ‘Kuraku o tomoni suru’ yaitu bersama-sama berjuang dan menikmati hasilnya. Kotowaza ini biasanya digunakan untuk keluarga, pasangan, dan teman yang sedang mengalami kesulitan sebagai ungkapan motivasi. Sementara itu, menurut Badudu (2009: 12), makna peribahasa ‘Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul’ yaitu bersama-sama dalam suka dan duka, baik dan buruk ditanggung dan dirasakan bersama. Berdasarkan makna dari kotowaza ‘Kuraku o tomoni suru’ dan peribahasa ‘Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul’ dapat dikatakan bahwa keduanya memiliki makna yang sama yakni mengajarkan kita untuk selalu bersama-sama menjalani susah dan senang, tidak hanya berada di sisi seseorang ketika ia senang, tetapi memberikan semangat dan dukungan ketika ia terjatuh ataupun kesusahan agar bisa bangkit kembali.
-
(6) BSu: 急がば 回れ
Isogaba maware
Terburu-buru kalau-B.PRSYTN berputarlah-B.PRTH
BSa: Biar lambat asal selamat
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan adaptasi pada data (6) terlihat dari kotowaza ‘Isogaba maware’ yang diterjemahkan menjadi ‘Biar lambat asal selamat’. Budaya pada BSu diterjemahkan dengan cara dikonversikan dengan budaya BSa. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Isogaba maware’ menjadi ‘Kalau terburu-buru berputarlah’, tetapi diterjemahkan menjadi ‘Biar lambat asal selamat’. Menurut Shobou (2012), makna yang terkadung dalam kotowaza ‘Isogaba maware’ yaitu ketika sedang terburu-buru untuk menyelesaikan sesuatu ada baiknya kita mengambil jalan memutar yang terjamin keamanannya daripada harus melalui jalan pintas yang belum diketahui keamanannya dan dapat membahayakan. Jika
mengambil jalan pintas yang tidak biasa dilalui, maka kita akan tersesat dan menjadi lebih lambat. Lebih baik mengambil jalan memutar yang aman, meskipun membutuhkan waktu dan usaha lebih, tetapi pada akhirnya akan tiba di tujuan dengan selamat, bahkan tiba lebih cepat daripada melalui jalan pintas. Sementara itu, menurut Badudu (2009: 99), peribahasa ‘Biar lambat asal selamat’ mengandung makna bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan hendaknya selalu berhati-hati dan tidak perlu tergesa-gesa. Sesuai dengan makna kotowaza ‘Isogaba maware’ dan peribahasa ‘Biar lambat asal selamat’ keduanya memiliki makna yang sama yaitu mengajarkan kita untuk selalu bekerja dengan penuh kesabaran agar mendapatkan hasil yang baik dan selalu utamakan keselamatan dalam mencapai tujuan.
c. Metode Penerjemahan Kotowaza Secara Bebas
(7) |
BSu: 善 |
は |
急げ |
Zen |
wa |
isoge | |
Kebaikan |
TOP |
segeralah-B.PRTH |
BSa: Lakukan segera apa yang dianggap baik
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (7) merupakan data yang menggunakan metode penerjemahan bebas. Kotowaza ‘Zen wa isoge’ diterjemahkan dengan mengutamakan isi pesan pada BSu daripada bentuknya. Dalam hal ini, terdapat penambahan beberapa kata yang tidak ada pada BSu, sehingga hasil terjemahannya menjadi parafrasa yang lebih panjang daripada bentuk aslinya. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Zen wa isoge’ menjadi ‘segeralah lakukan kebaikan’, tetapi penerjemah menerjemahkan menjadi ‘Lakukan segera apa yang dianggap baik’. Penerjemah menambahkan ungkapan ‘apa yang dianggap’ pada hasil terjemahan meskipun dalam BSu tidak ditemukan ungkapan yang menyatakan ungkapan tersebut. Menurut Shobou (2012), makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Zen wa isoge’ yaitu sebaikanya hal-hal yang dianggap baik segera dikerjakan tanpa adanya keragu-raguan sebelum akhirnya berubah pikiran dan peluang yang ada menghilang. Kotowaza ini mengajarkan bahwa kita harus memanfaatkan peluang dengan sebaik-baiknya. Peluang tersebut tidak boleh disia-siakan karena selanjutnya belum tentu peluang yang sama akan datang lagi, maka dari itu kita harus segera bertindak agar peluang itu tidak terbuang sia-sia dan akhirnya menyesal karena telah membuang peluang tersebut.
(8) BSu:
Kouin
Waktu
BSa: Waktu beralu bagaikan anak panah lepas dari busurnya
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan yang digunakan pada data (8) adalah metode penerjemahan bebas, karena pada hasil terjemahannya terdapat penambahan
beberapa kata dan menjadi parafrasa yang lebih panjang daripada bentuk BSu. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Kouin ya no gotoshi’ menjadi ‘Waktu bagaikan anak panah’, tetapi penerjemah menerjemahkan menjadi ‘Waktu berlalu bagaikan anak panah lepas dari busurnya’. Penerjemah menambahkan ungkapan ‘berlalu’ dan ‘lepas dari busurnya’ pada hasil terjemahan, meskipun dalam BSu kata-kata tersebut tidak ditemukan. Menurut Shobou (2012), makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Kouin ya no gotoshi’ yaitu layaknya anak panah yang lepas dari busurnya dan melaju begitu cepat, begitu pula dengan waktu yang tanpa terasa berlalu dengan cepat dan tidak dapat dihentikan. Kotowaza ini merupakan cerminan bagi kita untuk dapat memanfaatkan waktu sebaik mungkin sebelum waktu itu berlalu, karena waktu yang telah berlalu tidak dapat dikembalikan lagi.
(9) BSu: 人 の
Hito no
uwasa mo
Orang GEN gosip pun
BSa: Gosip akan berlalu dengan sendirinya
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (9) menunjukkan penggunaan metode penerjemahan bebas karena pada hasil terjemahan terjadi pengurangan kata dan terdapat ungkapan yang mengandung unsur budaya tetapi diterjemahkan tanpa memperhatikan budaya tersebut. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Hito no uawasa mo nana juu go nichi’ menjadi ‘Gosip orang pun 75 hari’, tetapi penerjemah menerjemahkan menjadi ‘Gosip akan berlalu dengan sendirinya’. Penerjemah tidak menerjemahkan kata ‘hito’ ke dalam BSa dan istilah ‘nana juu go nichi’ diterjemahkan menjadi ‘akan berlalu dengan sendirinya’. Hal tersebut dilakukan agar pembaca BSa lebih mudah memahami kotowaza tersebut, karena dalam BSa tidak mengenal istilah ‘nana juu go nichi’. Menurut Shobou (2012), makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Hito no uawasa mo nana juu go nichi’ yaitu gosip orang tidak akan bertahan lama. Gosip tersebut akan terlupakan dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Tanpa peduli apapun itu gosipnya, itu hanya sementara dan akan hilang setelah 75 hari. Adapun yang dimaksud dengan 75 hari dalam kotowaza ini yang didapat dari Koji Kotowaza Jiten (2011), yaitu dahulu di Jepang terdapat konsep lima musim dalam satu tahun atau 365 hari. Selain musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin, termasuk juga hari pertengahan musim panas. Jika satu tahun atau 365 hari dibagi menjadi lima, maka masing-masing musim akan berlangsung selama 73 hari. Selain itu, menurut kalender lama, periode musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin adalah 70 hingga 75 hari tergantung pada tahunnya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa 75 hari mewakili satu musim dan ketika musim telah berlalu, maka gosip orang juga berlalu dan terlupakan. Maka dari itu, biarlah orang membuat gosip dan kita tidak perlu mempedulikannya, karena gosip yang orang buat suatu saat akan hilang dengan sendirinya.
-
d. Metode Penerjemahan Kotowaza Secara Komunikatif
(10)
BSu: 空き
樽
は
音
が 高い
Aki
taru
wa
oto
ga takai
Kosong
tong
TOP
bunyi
NOM tinggi
BSa: Tong kosong nyaring bunyinya
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan data (10) yakni pada kotowaza ‘Aki taru wa oto ga takai’ adalah metode penerjemahan komunikatif. Kotowaza ‘Aki taru wa oto ga takai’ diterjemahkan dengan cara mengganti ungkapan BSu dengan ungkapan BSa yang akrab atau komunikatif dengan pembaca BSa, sehingga bahasa pada hasil terjemahan lebih efektif dan pembaca BSa tidak mengalami kesulitan dalam memahami isi pesan BSu. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Aki taru wa oto ga takai’ menjadi ‘Tong kosong bunyinya tinggi’, tetapi diterjemahkan menjadi ‘Tong kosong nyaring bunyinya’. Ungkapan ‘oto ga takai’ yang berarti ‘bunyinya tinggi’ diterjemahkan menjadi ‘nyaring bunyinya’ hal ini dikarenakan dalam BSa lebih akrab dengan ‘Tong kosong nyaring bunyinya’. Makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Aki taru wa oto ga takai’ dalam Shobou (2012) yaitu tong yang ada isinya ketika dipukul akan mengeluarkan bunyi yang berat, sedangkan tong yang kosong ketika dipukul akan mengeluarkan bunyi yang tinggi atau berbunyi nyaring. Orang yang tidak berisi atau tidak berilmu biasanya lebih banyak bicara hal yang tidak penting dan tidak pandai dalam bertindak atau pelaksanaanya kurang optimal. Tipe orang yang seperti ini biasanya mengeluarkan pendapat hanya berdasarkan akal yang asal-asalan dan bukan dari segi pengalamannya ataupun berdasarkan pertimbangan yang matang dan apabila diminta untuk melakukan sesuatu ia akan berusaha menghindar dengan berbagai alasan.
-
(11) BSu: 言わぬ が 花
Iwanu ga hana
Tidak mengatakan-B.NEG NOM bunga
BSa: Diam adalah emas
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Data (11) menunjukkan penggunaan metode penerjemahan komunikatif karena penerjemah mengganti kata pada BSu dengan kata yang akrab dan sesuai budaya BSa. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Iwanu ga hana’ menjadi ‘Tidak mengatakan adalah bunga’, tetapi diterjemahkan menjadi ‘Diam adalah emas’. Penerjemah menerjemahkan kata ‘iwanu’ yang berarti ‘tidak mengatakan’ menjadi ‘diam’, tetapi antara kata ‘tidak mengatakan’ dan kata ‘diam’ masih memiliki korelasi, kemudian kata ‘hana’ yang berarti ‘bunga’ yang melambangkan kebaikan dan kecantikan diterjemahkan menjadi ‘emas’ (logam mulia yang bermutu tinggi dan berharga), hal ini dikarenakan dalam peribahasa Indonesia lebih dikenal dengan ‘Diam adalah emas’. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa
keefektifan bahasa pada hasil terjemahan sangat diperhatikan oleh penerjemah, sehingga lebih memudahkan pembaca BSa untuk memahaminya. Adapun makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Iwanu ga hana’ dalam Shobou (2012) yaitu tidak mengucapkan semua dan diam merupakan salah satu cara sederhana untuk tidak melukai perasaan seseorang dan menjaga hubungan agar tetap utuh. Umumnya mengomunikasikan hal yang sedang dipikirkan memang perlu dilakukan untuk mendapatkan kejelasan, tetapi ada kalanya diam lebih baik daripada mengucapkannya. Terkadang ada hal yang sedang dipikirkan tetapi tidak perlu dikatakan untuk menghargai dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Lebih baik diam daripada berbicara hal tidak penting yang pada akhirnya hanya sia-sia bahkan dapat merugikan diri sendiri.
(12) |
BSu: 地獄 |
の |
さた |
も |
金 |
次第 |
Jigoku |
no |
sata |
mo |
kane |
shidai | |
Neraka |
GEN |
penentuan |
pun |
uang |
tergantung |
BSa: Segala sesuatu ditentukan dengan uang
(Blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen)
Metode penerjemahan komunikatif pada data (12) dapat dilihat dari kotowaza ‘Jigoku no sata mo kane shidai’ yang diterjemahkan menjadi ‘Segala sesuatu ditentukan dengan uang’. Jika diterjemahkan secara harfiah, kotowaza ‘Jigoku no sata mo kane shidai’ menjadi ‘Penentuan neraka pun tergantung uang’, tetapi penerjemah menerjemahkan menjadi ‘Segala sesuatu ditentukan dengan uang’. Penerjemah menerjemahkan kata ‘jigoku’ yang berarti ‘neraka’ menjadi ‘segala sesuatu’, hal ini dikarenakan dalam BSu lebih akrab dengan ungkapan ‘segala sesuatu’ yang mencakup segala hal di dunia ini termasuk neraka. Makna yang terkandung dalam kotowaza ‘Jigoku no sata mo kane shidai’ menurut Shobou (2012) yaitu segala sesuatu di dunia ini ditentukan oleh kekuatan uang. Bahkan penghakiman di neraka oleh iblis yang dikatakan sangat keras pun, pada akhirnya jika dibayar dengan uang kita bisa mendapatkan penilaian yang menguntungkan bagi kita. Hal ini berarti segala sesuatu dapat dilakukan dengan uang, bahkan hal yang paling sulit sekalipun.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat ditarik simpulan mengenai metode penerjemahan kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1988), ditemukan empat metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan 40 data kotowaza yang terdapat pada blog Kursus Bahasa Jepang Evergreen. Pertama adalah metode penerjemahan harfiah dengan jumlah data sebanyak 13 data atau 32,5%. Kedua yaitu metode penerjemahan adaptasi dengan jumlah data sebanyak 9 data atau 22,5%. Ketiga adalah metode perejemahan bebas dengan jumlah data sebanyak 14 data atau 35%. Keempat yaitu metode penerjemahan komunikatif dengan jumlah data sebanyak 4 data atau 10%. Metode penerjemahan yang dominan digunakan dalam proses penerjemahan kotowaza yang terdapat pada blog
Kursus Bahasa Jepang Evergreen adalah metode penerjemahan bebas karena dapat memberikan kemudahan kepada pembaca BSa dalam memahami makna BSu, meskipun dalam hasil terjemahan masih mengandung unsur budaya BSu, tetapi dengan penerjemahan makna yang disesuaikan dengan tata bahasa dan budaya BSa pembaca dapat memahami kotowaza tersebut tanpa harus melakukan penyesuaian terhadap budaya BSu. Dalam menerjemahkan kotowaza tersebut, apabila sebuah kotowaza memiliki padanan dalam peribahasa Indonesia, penerjemah cenderung menerjemahkannya dengan menggunakan metode adaptasi dan komunikatif. Namun, kotowaza yang memiliki padanan dalam peribahasa Indonesia tidak semua diterjemahkan dengan kedua metode tersebut, ada juga yang diterjemahkan dengan menggunakan metode harfiah. Sementara itu, kotowaza yang padanananya tidak ditemukan dalam peribahasa Indonesia diterjemahkan dengan menggunakan metode harfiah dan metode bebas.
Andriani, Natalia, I. Nyoman Rauh Artana, and Made Ratna Dian Aryani. 2019. “Metode dan Ideologi Penerjemahan Makna Kanyouku Organ Tubuh dalam Cerpen Kappa Karya Akutagawa Ryuunosuke.” Jurnal SAKURA: Sastra, Bahasa, Kebudayaan dan Pranata Jepang 1.2: 92-103.
Asri, Alfi Lutfiana. 2018. “Struktur dan Makna Kotowaza yang Mengandung Unsur Hi ‘Api’” (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.
Badudu, J.S. 2009. Kamus Peribahasa: Memahami Arti dan Kiasan Peribahasa, Pepatah, dan Ungkapan. Jakarta: Kompas.
Izuru, Shinmura. 1998. Koujien. Tokyo: Iwanami Shoten.
Kaneko, Takeo. 1983. Nihon No Kotowaza. Tokyo: Umitsubame Shoubou.
Koji Kotowaza Jiten. 2011. Diakses pada tanggal 19 November 2019. http://kotowaza-allguide.com/.
Kotobank (The Asahi Shinbun Company/Voyage Marketing). 2009. Diakses pada tangga 19 November 2019. https://kotobank.jp/word/.
Larson, Mildred L. 1984. Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-languange Equivalence. Lanham: University Press of Amerika.
Matsuura, Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang-Indonesia. Kyoto: Kyoto Sangyo University Press.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. United Kingdom: Prentice Hall International (UK) Ltd.
Shiang, Tjhin Thian. 2013. Kamus Lengkap: Jepang-Indonesia Indonesia-Jepang. Jakarta: Gakushudo.
Shobou, Mejiro. 2012. Kotowaza・Yojijukugo Nandoku Kanji Gakushuu Kojiten.
Tokyo: Product in Tokyo co.,ltd.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Lingustik. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
Sutopo, Anam. 2014. “Analisis Metode Terjemahan Naskah Pidato Kenegaraan dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris: Perspektif Teori Peter Newmark” (Jurnal). Semarang: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Taniran, Kencanawati. 1989. Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman untuk Pemadanan Antarbahasa. Jakarta: Penerbit Arcan.
123
Discussion and feedback