Vol. 42, No. 2, Agustus 2020

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika

E-ISSN 2579 9487

P-ISSN 0215 899X


Perlindungan Hukum Tanpa Penegakan Hukum Dalam Sengketa Transaksi Elektronik

Aan Aswari1

1Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, E-mail: aanaswari@umi.ac.id

Info Artikel

Masuk : 12 Juli 2020 Diterima : 25 Agustus 2020

Terbit : 31 Agustus 2020

Keywords :

Legal Protection; Law Enforcement; Electronic Transactions; Market Place


Kata kunci:

Perlindungan

Hukum;Penegakan

Hukum;Transaksi Elektronik;

Market Place

Corresponding Author:

Aan Aswari, E-mail:

aanaswari@umi.ac.id


Abstract

The imbalance of quality between legal protection and law enforcement is the focus of this article in revealing digital traces at every step of the buying and selling transaction process in the market place, in order to create shopping security on every buying and selling site that uses almost uniform transaction methods. This article reflectsa legal research with a conceptual approach that describes the limitations of legal theory that apply in electronic transactions. The results suggested that the form of transaction procedures where innovation began to slow down, when the need for increased security in online transactions was still very much needed. The secure transaction process has presented more information that can be used as electronic evidence for dispute resolution, so that the legal protection graph continues to increase and is deemed sufficient to provide a sense of security for every party involved in a buying and selling transaction in the market place. The realization of legal protection in the form of law enforcement is apparently not able to keep up with the graph of the achievement of legal protection which is indicated by the minimal use of evidence from digital traces. Therefore there is a malfunctioning role of evidence in the dispute settlement, amid the slow growth of the quantity and quality of the information society and reliable law enforcement in the era of the use of electronic systems in carrying out legal actions. As a result, the concept of legal protection can achieve the expected goals, but law enforcement has not been able to keep up.

Abstrak

Ketimpangan kualitas antara perlindungan hukum dan penegakan hukum menjadi fokusbahasan artikel ini dalam mengungkap jejak-jejak digital disetiap langkah proses transaksi jual beli di market place, demi menciptakan keamanan berbelanja pada setiap situs jual beli yang menggunakan metode bertransaksi yang hampir seragam. Artikel ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan konseptual yang menggambarkan batasan teori hukum yang berlaku dalam transaksi secara elektronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk prosedur bertransaksi yang inovasinya mulai melambat, disaat kebutuhan peningkatan keamanan dalam bertransaksi online masih sangat dibutuhkan. Proses bertransaksi aman telah

DOI :

10.24843/KP.2020.v42.i02.p05


menghadirkan lebih banyak informasi yang dapat dijadikan electronic evidence dalam penyelesaian sengketa, sehingga grafik perlindungan hukum terus mengalami peningkatan dan dipandang cukup memberikan rasa aman bagi setiap pihak yang terkait dalam sebuah transaksi jual beli di marketplace. Perwujudan perlindungan hukum dalam bentuk penegakan hukum ternyata tidak mampu mengimbangi grafik capaian perlindungan hukum yang ditandai dengan minimnya pemanfaatan bukti dari jejak-jejak digital. Oleh karenanya terdapat ketidakberfungsian peran alat bukti dalam menyelesaikan sengketa, ditengah lambatnya pertumbuhan kuantitas dan kualitas bentuk masyarakat informasi beserta penegakan hukum yang handal diera pemanfaatan sistem elektronik dalam melakukan perbuatan hukum. Dampaknya, konsep perlindungan hukum dapat mencapai tujuan yang diharapkan, namun penegakan hukum belum mampu mengimbangi.

  • 1.    Pendahuluan

Era pemanfaatan transaksi jual beli melalui media elektronik adalah bentuk pengembangan model bertransaksi baru terhadap suatu objek atau materi bernilai ekonomis, yang dapat diperjual belikan dengan memanfaatkan media sistem elektronik secara maksimal. Terlihatsebelum era teknologi dan informasi serta sistem elektronik maka masyarakat hanya mengandalkan satu sistem transaksi jual beli barang dengan cara-cara konvensional,1 dan kini terdapatpilihan lain dalam metode transaksi dengan tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional namun dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan media atau sarana sistem elektronik.2 Fenomena ini masih menarik untuk dijadikan sebuah objek kajian, ketika persoalan transaksi jual beli secara konvensional masih saja sering terjadi misalnya produsen mengabaikan hak atas informasi konsumen.3 Kini sengketa semakin banyak sebab masalah kerap timbul karena adanya perubahan cara/metode berprilaku masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum yaitu transaksi jual beli dengan memanfaatkan sarana elektronik dan sistem penyelesaian sengketanya.4Sebelumnya jejak-jejak tindakan bagi para pihak dalam bertransaksi secara konvensional begitu terbatas, diketahui hanya sekedar adanya pertemuan antara kedua belah pihak dan nota sebagai bukti yang timbul

setelah terjadinya transaksi, perbuatan hukum tersebut menjadi sulit memberikan informasi ketika dibutuhkan proses pembuktian.5

Jika bertransaksi konvensional yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam pasar tradisional membuat seseorang yang menyaksikan dan/atau para pihakhanya bisa menangkap gambaran adanya penyerahan uang dan barang yang dilakukan oleh para pihak.Langkah-langkah dalam bertransaksi jual beli secara elektronik hingga sampai pada tataran penyerahan dan penerimaan seolah-olah seseorang sedang menyaksikansebuah pembuatan film kartun dalam bentuk slow motion yang memuat ribuan kertas gambar/informasi secara detil dan bertahap.Jika terdapat kesalahan maka kesalahan tersebut merupakan sebuah jejak yang diberi tanda untuk dilakukan perbaikan atau penyempurnaan. Proses peralihan hak dan pelaksanaan kewajiban terjadi termuat dalam beragam tindakan-tindakan yang dilaksanakan secara sadar oleh pihak konsumen, dan tindakan-tindakan yang sebagian dilaksanakan oleh agen elektronik,6 penyelenggara agen elektronik, dan oleh pihak penyedia barang jualan.

Jelas terlihat beberapa bagian dari kegiatan memastikan lavering dalam jual beli secara elektronik dan semakin nyata dapat dirasakan bahwa dampak teknologi moderen ini membawa berbagai masalah baru,7 ditandai dengan adanya ciri-ciri kesenjangan antara hukum dan peristiwa yang diaturnya. Hal tersebut ditandai dengan adanya tingkah laku melakukan perbuatan hukum dalam dunia siber, yang kemudian warga masyarakat tidak lagi merasakan adanya kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh hukum padahal seharusnya sebagai sesuatu yang harus dilakukan dan diperjuangkan karena merasa itu adalah sebuah perbuatan yang lumrah terjadi didalam bertransaksi elektronik.Risiko besar sedang menanti/mengintai maka konsumen memerlukan sebuah pengambilan keputusan besar untuk mendapatkan barang dan yang menguntungkan dari beragam aspek yang terdapat pada produk Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK),8dan cenderung mengabaikan potensi risiko kekecewaan dari sebuah keputusan yang salah. Oleh karenanya, kepastian hukum menjadi harapan masyarakat untuk perlindungan dan penegakan hukum yang berperan sebagai solusi dalam penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul melalui pemanfaatan beragam informasi elektronik9berasal darijejak-jejak digital pada sebuah perbuatan hukum, kini beragam pembentukan jejak digital tumbuh berkembang untuk mengakomodir keinginan dan kepuasan masyarakat dari transaksi secara elektronik yang dilakukannya.

Bertransaksi secara elektronik di Indonesia seakan menjadi pemuas dahaga bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sangat konsumtif dan cukup produktif melihat

peluang,10 karena perbedaan yang cukup menonjol dalam setiap metode jual beli yang dikenal oleh masyarakat dewasa ini adalah cakupan, skala dan sirkulasi. Perekonomian mulai terderegulasi akibat perubahan pola bertransaksi melalui media elektronik yang mulai marak digunakan masyarakat, dan fenomena teknologi yang mulai mempengaruhi terbentuknya suatu perubahan baru dalam berprilaku hukum, sehingga menimbulkan perbuatan hukum baru pula.11 Dampaknya menjadi salah satu faktor terpenting dalam membangun perekonomian bangsa dengan kecepatan yang sangat tinggi seakan sebuah mainan baru anak yang dibeli dan terus dimainkan serta meninggalkan mainan yang sudah lama juga membosankan/kurang menantang.

Alasan kuat bagi hukum untuk hadir dengan tujuan mengoordinir aktivitas warga masyarakat yang baru dalam bertransaksi elektronik dan berbentuk sebagai beragam aktivitas dengan konsep perlindungan hukum, dimana aktivitas itu senantiasa berubah sesuai dengan perubahan atas kebutuhan masyarakat informasi12 dan moderen, layaknya masyarakat perkotaan.13Di satu sisi sengketa dalam bertransaksi masih kerap terjadi diderita oleh konsumen. Di sisi lainnya, ragam upaya dan bentuk memastikan kualitas produk diselenggarakan secara maksimal oleh penyedia, menyatakan adanya perlindungan hukum melalui pembentukan citra dibangun begitu kuat untuk menegaskan bahwa informasi elektronik yang diutarakan sesuai dengan wujud yang dipikirkan oleh siapapun yang melihatnya, rating, kuantitas feedback positif, predikat kepercayaan penjual, tingkat responsivitas tanggapan, kecepatan penyelesaian proses transaksi, keamanan kemasan, hingga peran pihak ketiga sebagai kurir pun disajikan untuk mendorong peningkatan penilaian penjual yang berprestasi.

Penyedia produk secara nyata terus melakukan pembangunan kepastian hukum dalam tataran bertransaksi secara elektronik untuk meminimalisir timbulnya sengketa bagi para pihak dalam transaksi melalui beragam informasi elektronik yang disajikan, tindakan menginformasikan itu bukan sekedar iming-iming yang dilakukan oleh penjual ulung sebagai pelaris produk yang ditawarkan.14Artikel ini memandangnya sebagai sebuah inovasi untuk memberikan perlindungan hukum tambahan kepada konsumen agar tidak mendapatkan risiko kekecewaan ketika bertransaksi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta dampak positif lainnya dari pemberdayaan market place15 di Indonesia.

Jual beli dengan memanfaatkan media elektronik terlihat jelas bahwa adanya perbedaan yang sangat mencolok dengan pola konvensional sehingga acapkali menimbulkan pertanyaan bahwa bagaimana mungkin perbuatan yang tidak sama diperlakukan sama, contohnya kepastian hukum bagi para pihak dalam jual beli

telepon selular melalui media elektronik jelas berbeda dengan metode transaksi telepon selular konvensional, fenomena bertransaksi konvensional pembeli dapat memastikan langsung dengan membuka produk setelah terjadinya penyerahan (lavering), pengaktifan garansi dan produk melalui sign-in ke akun-akun tertentu, sehingga jika terjadi sebuah masalah maka dapat diselesaikan seketika itu pula. Keadaan sebaliknya dirasakan oleh pembeli ketika transaksi telepon selular pada situs jual beli akan dipastikan produknya dan diaktifkan perlengkapannya oleh penjual, tentu setelah produk terbayar namun pembeli belum menguasainya sehingga verifikasi kelayakan hanya diselenggarakan oleh penjual, dan diketahui bahwa telepon selular yang ditampilkan dalam dunia siber harus disadari bahwa objek tersebut memiliki paten, untuk memodifikasi model, termasuk karakteristik, spesifikasi, perlengkapan dan aksesoris, perlu dicamkan bahwa materi dan gambar hanya bertujuan memberi gambaran terhadap telepon selular, dan bukan sebagai ketentuan pasti.16Disinilah letak celah yang dapat dipergunakan sebagai peluang untuk memasarkan barang dengan informasi yang tidak sepenuhnya benar (menyesatkan) dan berindikasi terjadinya te kwader trouw.

Kebutuhan akan kemampuan masyarakat dalam melihat adanya konsep perlindungan hukum dalam transaksi jual beli melalui media elektronik yang terus berinovasi tidak dapat dielakkan. Baik penegak hukum yang menjadi bagian dari masyarakat sesungguhnya wajib untuk dapat dikatakan sebagai masyarakat informasi diberagam wilayah yang telah terjangkau sistem jaringan informasi elektronik, karena masyarakat informasi sesungguhnya yang dapat dikatakan mampu bertindak untuk menjalankan konsep penegakan hukum untuk meraih apa yang menjadi hak dan menjalankan kewajiban mereka sesuai dengan norma serta aturan yang berlaku ditengah masyarakat. Oleh karenanya, artikel ini akan mengulaspada bagianproses atau prosedur untuk bertransaksi barang elektronik pada situs jual beli online sudah menghadirkan perlindungan hukum bagi konsumen demimendorong efektivitas alat bukti elektronik untuk meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian hukum ini berasal darisebuah konstruksi pemikiran dan pemahaman penulis terhadap sumber-sumber hukum dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Pemahaman bersumber daribahan-bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder mengantar penulis mengurai hasil pengamatan dari sebuah proses utuh sebuah tindakan atau perbuatan hukum, termasuk pada aspek keamanan dalam bertransaksi dengan memanfaatkan sistem elektronik pada marketplace, dan melakukan penelusuran mendalam tentang perlindungan hukum serta penegakan hukum yang secara implisit termuat dalam beragam tindakan atau perbuatan. Artikel ini mengurai hasil tinjauanterhadap reaksiakibat rangsangan dari lingkungan marketplaceterbatas pada konsep perlindungan hukum dan penegakan hukum yang terdeskripsikan secara koheren dan konfrehensif. Teori hukum digunakan sebagai pisau analisis sesuai dengan isu hukum yang terurai dalam tulisan ini, didukung dengan sumber-sumber hukum yang relevan. Penulis berupaya agar metode penulisan konseptual terhadap hukum ini dapat menjadi referensi tambahan bagi penstudi dan pengemban ilmu

hukum lainnya dalam upaya membangun argumentasi hukum pada sengketa konkrit dalam transaksi dengan menggunakan sarana sistem elektronik, pengembangan keamanan dunia siber,serta ketika dibutuhkan sebagai upaya konstruksi creative legal problem solving pada saat ini dan akan datang.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Respon PengunjungMarket Place

Penawaran yang dilakukan oleh pihak penyedia barang dalam marketplace sesungguhnya mengandung banyak informasi yang dapat dimanfaatkan dalam membangun perlindungan hukum, dan penegakan hukum bagi para pihak yang terkait ketika bertransaksi atau bersengketa dalam transaksi elektronik, market place sejak semula hadir dan berkepentingan untuk mengumpulkan beragam jenis data pengguna, bahkan yang sifatnya privasi. Informasi atau data yang telah tersedia berisikan beragam hal-hal yang sangat cocok untuk tawarkan, dan peluang sukses memasarkan produk sangat tinggi, sehingga mempersingkat waktu mendapatkan tanggapan dari masyarakat informasi yang berupa penyelesaian beragam langkah-langkah hingga tercipta sebuah kesimpulan, yaitu baik berupa melanjutkan berbelanja atau meninggalkan. Keragaman barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh penyedia bukan hanya keragaman barang, namun juga keragaman strategi untuk mempengaruhi konsumen dengan beragam fitur-fitur yang mudah sebagai pendorong keputusan yang diharapkan tercipta dari lengkapnya kedua belah pihak untuk dapat dikatakan sebuah transaksi jual beli yang dilakukan oleh para pihak.17

Konsumen dalam pemanfatan informasi elektronik akan menemukan penawaran berawal dari inisiatif sendiri dan/atau digital ads, meski inisiatif itu terkadang lahir dari sebuah iklan yang telah diingatnya.18Berangkat daripengamatan penulis, tindakan sebuah pemetaan, menyimpan, atau merekam dalam ingatan saja, dan akan dikunjungi ketika dibutuhkan, dapat dijadikan sebagai referensi bagi yang membutuhkan ketika ada yang memerlukan informasi, bahan obrolan, atau tidak serta merta dilakukan kunjungan langsung pada situslayaknya sebagai “korban iklan” yang hadir dan tercatat sebagai pengunjung market place, sebab market place membantu masyarakat informasi untuk menemukan kebutuhannya yang paling sesuai, bersumber dari data seseorang ketika mencari informasi sehingga diolah menjadi subyek reputasi.19 Selain itu terdapat pula tindakan yang dilakukan oleh konsumen aktif atas inisiatif sendiri ini tidak terpenjara dalam sebuah market place yang diketahuinya dari sebuah iklan untuk mengurangi kecemasan akan keamanan

bertansaksi,20 kerap kali konsumen lebih mengembangkannya hingga mencari informasi pembanding pada situs lain untuk mendapatkan informasi lengkap dari beragam tanggapan/feedback pengguna sebagai pengulas terhadap produk/jasa, pelapak,bahkan agen elektronik. Jenis konsumen ini jika akan berbelanja sebuah produk elektronik atau memanfaatkan jasa, maka prilaku konsumen jenis ini tidak hanya mencari informasi pada satu lapak atau satu market place saja, namun kegiatan tersebut dirangkaikan dengan melihat hasil ulasan pada majalah online, toko online, video ulasan, dan beragam forum khusus.21Sehingga,upaya meminimalisir risiko-risiko dengan melakukan perbandingan antar produk atau uji kompetensi begitu kuat untuk memenuhi kebutuhan informasi konsumen dalam upayanya meneguhkan pilihan.22

Penawaran dalam sebuah produk yang diperhatikan oleh calon konsumen tidak lagi sebatas pada situs tertentu yang secara aktif dikunjungi, terkadang penawaran sebuah barang yang sering kali dilihat seseorang pengunjung pada produk yang baru dilihatnya, akan ditawarkan pula pada situs-situs lain yang dikunjungi seseorang tersebut misalnya iklan jenis produk yang baru diamatinya pada market place tiba-tiba terdapat pula pada laman instagramnya, yang dikenal dengan teknologi cookies,23 digital ads atau cyberbranding.24Potensi yang dapat terjadi ketika seseorang dalam aktivitas kesehariannya berada dalam dunia siber terus ditawarkan produk yang baru-baru dilihatnya atau dikunjunginya, merangsang untuk membeli produksecepatnya karena varian dan harga sebuah produk yang ditawarkan sangat beragam. Pengalaman keseharian seseorang memantau produk/jasa dalam market place mempengaruhi besaran niat calon konsumen membeli produk atau membayar jasa, terkadang besarnya niatan akibat penawaran produk yang terdapat diberagam akun sosial media pribadi seseorang (selain akun market place) dapat membuat salah bertindak dalam belanja aman dan handal, atau mengakibatkan risiko kinerja yang sangat dikhawatirkan oleh konsumen.25

Calon konsumen memasuki market place untuk menyelesaikan transaksi elektronik dari aktivitas yang dapat diselenggarakan secara multitasking oleh masyarakat informasi yang seringkali terperangkap dalam aktivitas dunia siber pada gawainya disela-sela

aktivitas intinya.26Hal ini merupakan peluang dan terlihat untuk dapat terus melanggengkan pemaparan, digital ads atau penyebarluasan informasi kepada warganet, agar mereka tertarik dan ikut menyebarkan informasi ke orang lain, bahkan membeli sebuah barang. Perlu disadari bahwa setiap peluang untuk memanfaatkan aktivitas masyarakat yang sedang digandrunginya sangat butuh perlindungan agar tidak terjadi keadaan yang krisis, termasuk prilaku misbruik omstandigheden (praktik negatif pedagang).27

Konsumen ketika mengalami sengketa akan mengalami banyak kerugian, misalnya masa pemanfaatan atau menikmati manfaat dari sebuah barang yang telah di transaksikannya, barang yang telah terbeli sejak pertama kali tentu sudah mengalami penyusutan nilai, kehilangan daya tawar bahkan out of pocket.28 Seringkali sengketa yang terselesaikan tidak mengembalikan kerugian yang timbul dari waktu yang sia-sia tanpa kejelasan hak atas sebuah barang, bahkan kehilangan kekayaanatas sengketa dalam bertransaksi jual beli sangat berpotensi terjadi. Masyarakat enggan melakukan laporan atas kerugian karena beragam faktor,29 padahal kewajiban setiap para pihak harus mengedepankan penyelesaian tanpa sedikit pun yang mengalami kerugian atau kehilangan kekayaan serta potensi kekayaan, atas dasar hukum yang mengakomodir perwujudan keadilan bagi para pihak. Krisis keadaan ini masih saja berlangsung dan masih belum ditemukan solusi atas kerugian yang cenderung dialami konsumen. Hal ini terindikasi dari efektivitas prilaku misbruik omstandigheden yang disebabkan oleh orientasi menguasai uang yang telah dibayarkan dan mempertahankannya sebagai keuntungan, meskipun terdapat cacat tersembunyi,kehilangan daya tawar atau barang yang dikategorikan out of pocket, sungguh sebuah keadaan krisis moral bagi pihak yang hanya ingin membuat sebuah status transaksi telah selesai atau seolah kewajiban telah terlaksana.Padahal secara esensial, sebuah transaksi batal demi hukum jika objek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan informasinya sehingga wajib mengembalikan apa yang menjadi hak bagi setiap pihak sebagai pemenuhan prinsip itikad baik dalam hukum perikatan.30

Transaksi yang selesai dalam sebuah perdagangan dengan menggunakan media elektronik belum dapat dikatakan selesai sepenuhnya, karena masih saja dapat menyisakan persoalan-persoalan akibat praktik pedagang yang tidak jujur, dalam hal ini dapat berupa menyembunyikan informasi yang seharusnya diketahui oleh pembeli secara lengkap.Misalnya,International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada telepon seluler harus terdaftar oleh Kementerian Perdagangan untuk menghindari penyebaran barang-barang blackmarket (BM) yang dapat merugikan konsumen maupun negara.

Timbulnya sengketa dikemudian hari akan memberikan gambaran bahwa transaksi melalui media elektronik memang masih menyisakan banyak persoalan, dipengaruhi jarak dan sulitnya penyelesaian sengketa yang menyebabkan kurangnya kepercayaan warganet terhadap hukum dari aspek kepastian dan kemanfaatan yang melahirkan keadilan. Persoalan informasi yang tidak lengkap dalam artikel ini sudah cukup menggambarkan beragam masalah hukum antara para pihak dan bahkan negara Indonesia, dan menguji efektivitas hukum dalam isu hukum artikel ini, serta menggambarkan batasan cakupan perlindungan hukum serta penegakan hukum. Potensi demikian tentu juga dapat terjadi diwilayah manapun yang menggunakan transaksi elektronik.31

  • 3.2.    PerspektifPerlindungan Hukum dalam Market Place

Hak dan kewajiban dalam melakukan transaksi elektronik terlihat telah terpenuhi ketika penjual telah melakukan pengiriman barang, disisi lain konsumen telah melakukan pembayaran (menerima barang), merujuk pada prinsip prestasi harus terdiri dari: (1) memberikan sesuatu, (2) melakukan sesuatu, dan (3) tidak melakukan sesuatu.32 Proses dalam melakukan perbuatan hukum dalam jual beli secara elektronik memiliki jejak yang tersimpan dalam database secara rapi dan berurutan berdasarkan tempat dan waktu.

Pada konsep adanya barang yang ditransaksikan dan sebab yang halal tidak menjadi perhatian secara serius bagi para pihak, padahal akibat hukumnya adalah batal demi hukum.33 Sesungguhnya pada bagian konsep yang berakibat batal demi hukum bersama konsep perbuatan yang dapat dibatalkan oleh hukum adalah syarat sahnya sebuah perjanjian itu terdapat sebuah perlindungan hukum bagi para pihak. Pemahaman konsep berprilaku sesuai dengan hukum terukur minim dimiliki oleh para pihak dan masyarakat,34 akibatnya jika terjadi sebuah ketidaksesuaian apa yang diharapkan oleh salah satu pihak dalam sebuah transaksi maka salah satu pihak terpenjara dalam sebuah kondisi yang tidak menguntungkan (just take or leave it)35 baginya karena pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan hukum perikatan yang dimiliki oleh para pihak. Perlindungan hukum pada situasi ini tidak dirasakan oleh pihak yang dirugikan karena ketidaksanggupannya menciptakan alasan yang tepat baginya untuk menuntut haknya yang sebagaimana recht idee yang terdapat secara implisit pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP-PSTE).

Perlindungan hukum lahir sejak hukum dianggap sebagai sistem nilai yang memiliki kekuatan dalam memberikan solusi pada setiap permasalahan, selanjutnya memberikan hak dan membebani kewajiban bagi setiap subyek hukum ketika terwujudnya secara sempurna setiap unsur-unsur yang diaturnya. Pihak yang ketika mengalami kerugian namun tidak mampu melihat kesalahannya sendiri secara objektif, seringkali menjadi pihak yang menyalahkan pihak lain/menyalahkan substansi dan struktur hukum, serta melihat perlindungan hukum itu sangat minim dalam transaksi elektronik. Perspektif demikian akan bias dan melahirkan argumentasi pada perlindungan hukum yang belum mampu hadir sesuai yang didambakan pada metode transaksi secara elektronik, sebaliknya tanpa disadari mayoritas pengguna/netizen bahwa sesungguhnya perlindungan hukum telah hadir dan berevolusi dalam bertransaksi elektronik,36 dan juga secara umum memberikan perlindungan kepada pengguna/pemanfaat informasi elektronik.

Evolusi perlindungan hukum dapat dilihat dari regulasi yang hadir dan terus melakukan perubahan, teori-teori hukum dalam melakukan perbuatan hukum didunia siber terus dikembangkan dan diaplikasikan dengan beragam produk dengan menggunakan sistem elektronik.Keduanya adalah sebagian dari upaya perlindungan hukum di antaranyabanyaknya konsep perlindungan hukum yang semakin berkembang dan dengan menyesuaikan paradigma zaman. Sesungguhnya upaya hukum dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam sengketa transaksi elektronik sudah tersedia dan siap dimanfaatkan, bahkan perlindungan hukum itu memberikan legalitas dalam membentuk hubungan hukum dan perbuatan hukum dalam dunia siber, termasuk mencakup setiap prosesnya yang serba tercatat/terekam itu. Hukum diciptakan untuk manusia sebagai subyek hukum dan tidak memiliki daya apapun jika tidak dimanfaatkan, namun sebaliknya menjadi berbeda jika hukum sebagai pedoman berprilaku maka terlihat ia memiliki kekuatan dalam memberikan solusi “…the law is believed to always be able to provide strength in solving the arising problems and as a driving force to realize the legal ideal of society,”37 maka dibutuhkan pengetahuan hukum bagi setiap pihak untuk bisa melihat bahwa informasi elektronik itu dapat memberikannya perlindungan hukum baginya dan masyarakat pengguna pada umumnya.

Proses bertransaksi sejak penawaran dilakukan hingga berakhirnya hubungan hukum para pihak pada transaksi elektronik akan tampilpada laman akun setiap pengguna dengan sejumlah proses penting yang dianggap perlu untuk diketahui oleh setiap pemilik akun market place. Tetapi selain itu terdapat informasi penting lainnya terdapat pada sistem elektronik,38 yang hanya dapat dibuka, dilihat dan dibaca oleh mereka yang memiliki kewenangan atau orang-orang yang ahli dibidang tersebut.39 Orientasi untuk mewujudkan perlindungan hukum kepada masyarakat pengguna maka di Indonesia memberikan kewenangan kepada penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan aturan yang berlaku.40 Informasi yang terdapat

pada setiap laman situs jual beli, baik yang secara terang terlihat maupun kandungannya berupa script adalah sebuah electronic evidence yang dapat memberikan beragam bentuk perlindungan hukum bagi yang membutuhkkannya. Olehnya, sejak awal lahirnya metode transaksi elektronik maka sejak itu pula hukum memberikan perlindungannya pada setiap orang yang melakukan hubungan dan perbuatan hukum dalam sistem elektronik.

Masyarakat kini semakin dibentuk sebagai pengguna aktif dalam bertransaksi elektronik, uang dan sistem pembayaran telah dikembangkan menjadi e-money sebagai perwujudan konsep cashless dan mendukung penyelenggaraan e-payment disegala sektor. Prilaku keseharian manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup telah banyak kena sentuhan elektronik.41 Capaian perlindungan hukum sudah sangat jauh menjangkau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas kemanusiaan, teori-teori pendukung terhadap teori perlindungan hukum didunia siber dalam melakukan transaksi terus dikaji dan dikembangkan.Sistem pembuktian elektronik telah dikenal dan diterapkan oleh struktur hukum dalam rangka penegakan hukum, maka jangkauan perlindungan hukum didunia siber sudah seperti halnya capaian jangkauan perlindungan hukum diluar dunia siber.

Penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik menggunakan electronic evidence memuat banyak informasi yang dapat diraih untuk memberikan perlindungan hukum maksimal pada setiap orang yang mengalami kerugian. Merujuk pada definisi informasi elektronik bahwa “satu atau sekumpulan data elektronik yang termasuk tapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, dst serta sejenisnya berupa tanda atau simbol maupun porforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang/ahli,” dapat diinterpretasi bahwa alat-alat bukti perkara perdata yang diatur dalam BW (contoh alat bukti yang diatur oleh Hukum Indonesia) berupa surat selain akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, telah termuat pada informasi elektronik. Informasi elektronik dapat memuat suara dan gambar sehingga dapat memberikan informasi yang berkualitas kepada penegak hukum karena memiliki kemampuan bagi penegak hukum untuk berperan sebagai saksi yang mendengar, melihat dan berada di tempatkejadian. Kemudahan ini dianggap lebih bermutu karena terkadang alat bukti yang kurang cukup menguatkan berdampak pada sulitnya membentuk ratio decidendi dalam sebuah putusan hukum. Pengakuan, persangkaan dan sumpah juga dapat ditemukan pada informasi elektronik, perlindungan hukum pada seseorang harus ditegakkan secara maksimal dalam upaya mencapai tujuan hukum, bersumber dari informasi-informasi yang ditemukan pada perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pada bagian ini perlindungan hukum telah menyediakan beragam bentuk informasi elektronik yang siap dimanfaatkan untuk penegakan hukum, dan ilmu pengetahuan diberagam bidang.

Perlindungan hukum terlahir sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan hukum pada subyek hukum, digunakan sebagai solusi yang ideal untuk pemulihan keseimbangan dan mengatur kehidupan ini, manusia akan kesulitan menemukan dan merasakan

perlindungan hukum karena kesulitan mendapatkan informasi yang berkualitas sebagai bahan pembentukan hukum. Electronic evidence telah menjadi sebuah smartsystem dalam sistem pembuktian perkara sengketa dalam transaksi elektronik, karena kemampuannya mengakomodir banyak hal dalam 1 (satu) upaya pengajuan bukti, yaitu meningkatkan kualitas alat-alat bukti lainnya dalam proses pemeriksaan dan pembuktian. Ketika salah satu pihak merasa dirugikan dalam bertransaksi elektronik, maka seharusnya pihak tersebut menyadari bahwa informasi elektronik dapat memberikan perlindungan hukum baginya, sehingga dapat berdampak pada pembangunan budaya hukum, misalnya jika terjadi kerugian maka wajib bagi setiap orang untuk melakukan pengaduan kepada penegak hukum, atau pihak terkait yang dipandang mampu mengatasinya.

  • 3.2.    WujudPenegakan Hukumyang Kurang Mengimbangi Perlindungan Hukum

Penegakan hukum dalam sengketa transaksi elektronik diperankan oleh penegak hukum bersama masyarakat sebagai penyelenggara sistem elektronik42 yang secara aktif mengembangkan metode efektif penegakan hukum tersebut.43Market place menyediakan fasilitas penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik secara bertingkat, dimulai dari penyediaan fasilitas untuk melakukan komunikasi secara pribadi bagi para pihak melalui pesan, yang dapat digunakan untuk mencari jalan keluar ketika terdapat ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan pada produk dan/atau jasa. Setiap market place menyediakan fasilitas komunikasi pada setiap akun yang dimiliki oleh pengguna, yang sejak semula bertujuan untuk sarana membangun kesepakatan dari proses komunikasi serta tawar-menawar, namun sampai saat ini fasilitas menu pesan pribaditersebut melahirkan beragam fungsi, salah satunya memberdayakan mesin penjawab mekanis terkait status pemilik akun.

Apabila sengketa transaksi tidak dapat diselesaikan dalam menu pesa pribadi yang digunakan para pihak, maka penegakan hukum akan melaksanakan mediasi dan diakomodir oleh mediator online, meskipun diperankan oleh orang yang menurut hukum tidak dapat dianggap sebagai profesional hukum.44 Kesepakatan yang lahir dari proses mediasi online para pihak akan tercatat/terekam dalam ruang percakapan yang digunakan khusus akan menimbulkan hak dan kewajiban baru bagi para pihak, dan merupakan dampak dari penegakan hukum yang relevan dengan sengketa kongkrit para pihak. Peranan langkah mediasi secara online diharapkan sebagai langkah lanjutan dan upaya akhir penyelesaian sengketa para pihak ketika menemukan hambatan dalam upaya sebelumnya. Selain itu upaya hukum ini menjaga agar masalah sengketa bertransaksi tidak menjadi informasi/berita bagi masyarakat yang dapat memperlihatkan ketidakmampuan penyelenggara sistem elektronik dalam menyelesaikan persoalan dalam wilayah kewenangannya. Kemampuan mengatasi setiap persoalan khususnya sengketa transaksi elektronik yang dialami para pihak akan meningkatkan kepercayaan terhadap agen elektronik.

Pembaruan agen elektronik merupakan proses mengaplikasikan hasil pengembangan, salah satunya dalam menghadirkan perlindungan hukum dan upaya penegakan hukum sehingga saat ini masyarakat sudah mulai familiar terhadap istilah mediator online. Pengguna yang sedang menghadapi situasi yang belum cukupaman dan nyaman dalam bertransaksi secara elektronik, pengembangan terus dilakukan tercetus dari pemanfaatan fasilitas feedback, rating, atau kotak saran sebagai upaya memenuhi ekspektasi pengguna secara menyeluruh. Sektor pengembangan kerjasama dengan beragam lembaga keuangan, kurir, mendapatkan pengakuan ISO dan lembaga sertifikasi keandalan, dan sebagainya akan menunjukkan kepada pengunjung bahwa penyelenggaraan sebuah market place telah memenuhi standar dalam berprilaku sesuai hukum yang berlaku dan terkesan profesional, sehingga ketika terjadi sengketa bagi para pihak dalam market place yang mendapatkan pengakuan atau keberhasilan melakukan kerjasama tersebut, maka dipandang bahwa tindakan penegakan hukum dalam market place dapat terwujud.

Mengamati realitas capaian perlindungan hukum yang maksimal kesegala bentuk aktivitas masyarakat didunia siber adalah gambaran yang memuaskan karena perlindungan hukum itu efektif dalam mengimplementasikan konsepnya pada realitas dunia siber. Adanya upaya berkesinambungan dalam pembangunan perlindungan hukum dan pada sistem penyelesaian sengketa transaksi elektronik yang orientasinya adalah penegakan hukum, jangkauan capaian dan pemahaman penegakan hukum tidak berbanding lurus dengan capaian perlindungan hukum.45 Celah kesenjangan antara capaian perlindungan hukum dengan capaian penegakan hukum semakin melebar setiap waktu, disebabkan tidak semua market place tempat bersemayam perlindungan hukum dapat menjalankan penegakan hukum.

Pelebaran celah semakin meningkat setiap waktu dapat menyebabkan penekanan atau penyempitan pada wilayah creative legal problem solving, penegakan hukum diharapkan mampu terus berperan penuh demi dapat mengejar ketertinggalannya dari pencapaian perlindungan hukum. Sebaliknya, pergerakan penegakan hukum dalam mengejar titik capaian perlindungan hukum akan menumbuhkan beragam creative legal problem solving dalam sengketa transaksi elektronik. Namun sayangnya prosedur bertransaksi yang sudah menghadirkan perlindungan hukum bagi para pihak masih belum mampu meningkatkan capaian penegakan hukum.

Faktor penghambat penegakan hukum dalam sengketa transaksi elektronik masih belum sepenuhnya teratasi,46dan merupakan penyebab laju penegakan hukum dinilai lebih lambat dibanding perlindungan hukum dalam meraih setiap pencapaiannya. Pemanfaatan informasi elektronik berupa jejak-jejak digital menjadi fokus kajian pada artikel ini memaparkan bahwa jika semua pengguna transaksi secara elektronik yang bersengketa dengan pihak lain dapat menggunakan informasi elektronik sebagai dasar untuk mendapatkan tindakan dari penegakan hukum, maka kecepatan perkembangan dan capaian penegakan hukum akan meningkat.Sebaliknya,jika minim yang menggunakan jejak digital sebagai dasar untuk mendapatkan tindakan penegakan hukum maka terlihat adanya ketidak-berfungsian peran dari informasi elektronik yang

dapat dibentuk menjadi electronic evidence dalam proses pembuktian, baik upaya hukum litigasi maupun non litigasi. Informasi elektronik berupa jejak digital seakan meluap-luap dari sebuah wadahnya karena tidak pernah dimanfaatkan dalam upaya penyelesaian sengketa transaksi elektronik, sehingga laju penegakan hukum tidak meningkat padahal dorongan informasi elektronik dari pemanfaatannya dapat memberikan tekanan yang kuat untuk meningkatkan kuantitas penegakan hukum sengketa dalam transaksi elektronik sebagai upaya meningkatkan keamanan.

Potensi peningkatan capaian dari penegakan hukum sesungguhnya sangat besar, didukung oleh pemanfaatan informasi elektronik dan pembangunan creative legal problem solving, namun laju menuju target pencapaian penegakan hukum dalam sengketa transaksi elektronik tidak meningkat karena pengemban tugas untuk menghadirkan sengketa transaksi elektronik yaitu masyarakat sebagai pihak yang bersengketa itu tidak memahami peran penting informasi elektronik dalam penciptaan keamanan bertransaksi. Pengemban tugas untuk menyelesaikan persoalan yang telah dihadirkan oleh masyarakat juga ikut memberikan andil dalam penyelenggaraan penegakan hukum menjadi tidak maksimal memberikan rasa aman didunia siber. Faktor pertumbuhan jumlah masyarakat informasi (information and digital society)47 termasuk penegak hukum yang memiliki kriteriamasyarakat informasi dinilai tidakcukup dan bahkan belum memenuhi syarat untuk kriteria masyarakat informasi, dan mengakibatkan penegakan hukum menjadi lambat bahkan terkesan minim, ditambah prilaku menyalahkan efektivitas hukum tidak terwujud akibat ketidakhadiran bagian yang terdapat pada teori tersebut, misalnya sarana dan prasarana pendukung untuk menyelenggarakan penegakan hukum.

  • 4.    Kesimpulan

Uraian artikel ini menunjukkan adanya sebuah upaya pembangunan informasi elektronik secara konprehensifdari jejak-jejak digital yang terkandung padamarket place. Electronic evidence sulit untuk dikesampingkan dalam proses penyelesaikan sengketa bertransaksi menggunakan media elektronik, setiap tahapan dari sebuah proses utuh transaksi jual beli yang berlangsung, yaitu sejak terjadinya penawaran hingga tuntasnya hubungan hukum para pihak memuat beragam langkah-langkah inovatif,dan semakin lengkap sertalebih efisien.Sesungguhnya perlindungan hukum bersemayam dan berevolusi sejak sistem elektronik memuat informasi elektronik dan hasil cetakannya dapat dijadikan bukti akan suatu tindakan atau perbuatan, akhirnya secara mekanissenantiasamengakomodir kebutuhan masyarakat berupaperlindungan hukum, kini perlindungan hukum bahkan selalu siap untuk menjadi bahan pengembangan konsep terbaru dan terwujud secara konkret yaitu dalam setiap tindakan-tindakan penegakan hukum.

Perilaku hukummasyarakat yangmasih enggan menyerahkan penyelesaian sengketa kongkret pada penegak-penegak hukum dalam transaksi melalui media elektronik semakin membuat masyarakat khawatir akan risiko kinerja dari sebuah produk yang ditransaksikannya.Efektivitas pelaksanaan penegakan hukumterhadap masalah-masalah hukum ketika bertransaksi dengan memanfaatkan sistem elektronik adalah sarana mewujudkankonsep perlindungan hukum sebagaimana didambakan, yang akan membangun budaya hukum masyarakat dalam menyikapi setiap persoalan

hukum atau sengketa kongkretyang dihadapinya diera pemanfaatan sistem dan transaksi elektronik.

Daftar Pustaka / Daftar Referensi

Buku

Rowles, D. (2014). Digital branding: a complete step-by-step guide to strategy, tactics and measurement. Kogan Page Publishers.

Pasamai, S. (2014). Sosiologi dan Sosiologi Hukum (Suatu Pengetahuan Praktis dan Terapan). Makassar: Arus Timur.

Tobing, D. (2019). Klausula Baku: Paradoks dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal

Anggraini, C. A., Perbawasari, S., & Budiana, H. R. (2018). Cyberbranding sebagai Upaya Membangun Brand Awareness Shopee Indonesia. Commed: Jurnal Komunikasi dan Media, 2(2), 72-86.

Aminah, S. (2018). Transportasi Publik dan Aksesbilitas Masyarakat Perkotaan. Jurnal Teknik Sipil, 9(1), 1142-1155.

Akhmaddhian, S., & Agustiwi, A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Secara Elektronik Di Indonesia. UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum, 3(2), 40-60.

Ardiyanti, H. (2016). Cyber-Security dan Tantangan Pengembangannya di Indonesia. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional, 5(1).

Aswari, A. (2018). Peran Ganda Administrator sebagai Mediator dalam Sengketa Transaksi Ponsel Bekas secara Online. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 12(3), 259274.

Aswari, A., Buana, A. P., & Rezah, F. S. (2018). Harmonisasi Hukum Hak untuk Dilupakan bagi Koran Digital terhadap Calon Mahasiswa di Makassar. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 20(1), 39-62.

Desiani, A., Amirulloh, M., & Suwandono, A. (2019). Implementasi asas itikad baik dalam perlindungan konsumen atas pembatalan transaksi yang dilakukan oleh situs belanja elektronik. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 2(1), 56-68.

Gifary, S. (2015). Intensitas Penggunaan Smartphone Dan Perilaku Komunikasi (Studi Pada Pengguna Smartphone di Kalangan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Telkom). Jurnal Sosioteknologi, 14(2).

Indahingwati, A., Launtu, A., Tamsah, H., Firman, A., Putra, A. H. P. K., & Aswari, A. (2019). How Digital Technology Driven Millennial Consumer Behaviour in Indonesia. The Journal of Distribution Science, 17(8), 25-34.

Indriyani, M. (2017). Perlindungan Privasi dan Data Pribadi Konsumen Daring Pada Online Market place System. Justitia Jurnal Hukum, 1(2).

Mahler, T., & Olsen, T. (2004). Reputation Systems and Data Protection Law.Eadoption And The Knowledge Economy: Issues, Applications, Case Studies, Part 1, P. Cunningham, M. Cunningham, eds., pp. 180-187, IOS Press, Amsterdam.

Panggabean, R. M. (2010). Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 17(4), 651-667.

Perkasa, R. E., Nyoman Serikat, P., & Turisno, B. E. (2016). Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual/Beli Online (E-Commerce) Di Indonesia. Diponegoro Law Journal, 5(4), 1-13.

Putra, Y., Swardhana, G. M., & Wirasila, A. N. Tinjauan Yuridis Terhadap

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan Jual Beli Melalui Online. Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum.

Sari, R. P. (2018). Kebijakan Perpajakan atas Transaksi E-Commerce. Akuntabel, 15(1), 67-72. Sumadi, H. (2016). Kendala dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penipuan Transaksi Elektronik di Indonesia. Jurnal Wawasan Yuridika, 33(2), 175-203.

Suleman, D. (2018). Faktor Penentu Keputusan Konsumen Indonesia Memilih Tempat Belanja Disebuah E-Commerce (Theory of Planned Behavior). Jurnal Doktor Manajemen, 1, 1-9.

Syafriana, R. (2017). Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik. DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, 1(2), 430-447.

Turisno, B. E. (2012). Perlindungan Konsumen dalam Iklan Obat. Masalah-Masalah Hukum, 41(1), 20-28.

Qamar, N., & Aswari, A. (2018). Healing or Hurting: Development of Highway Public Transportation Technology. Jurnal Dinamika Hukum, 18(3), 319-328.

Widyantari, N. P. T., & Wirasila, A. N. (2019). Pelaksanaan Ganti Kerugian Konsumen Berkaitan Dengan Ketidaksesuaian Produk Pada Jual Beli Online. Jurnal Hukum, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 7(8).

Disertasi

Arwiedya, M. R., & Sugiarto, S. (2011). Analisis Pengaruh Harga, Jenis Media Promosi, Risiko Kinerja, dan Keragaman Produk Terhadap Keputusan Pembelian Via Internet Pada Toko Online (Studi Kasus Pada Konsumen Toko Fashion Online yang bertindak sebagai Reseller yang ada di Indonesia). Disertasi Doktor, Universitas Diponegoro.

Aswari, A. (2017). Hakikat Perwujudan Kepastian Hukum Bagi Para Pihak Dalam Transaksi Jual Beli Telepon Selular Melalui Media Elektronik. Disertasi Doktor, Universitas Muslim Indonesia.

Siregar, N. N. N. (2019). Hukum Memberikan Informasi Yang Tidak Benar Terhadap Ulasan Produk Kosmetik Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum Dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial (Studi Kasus

Selebgram Kota Medan). Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP-PSTE)

Jurnal Kertha Patrika, Vol. 42, No. 2 Agustus 2020, h. 163-179

179