Kekerasan Wanita dalam komik Azumi karya Yuu Koyama
on
SAKURA VOL. 2. No. 2 Agustus 2020
DOI: https://doi.org/10.24843/JS.2020.v02.i02.p02
P-ISSN: 2623-1328
E-ISSN:2623-0151
Kekerasan Wanita dalam Komik Azumi karya Yuu Koyama
Made Cindy Candra Sari
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [itscyn11@gmail.com]
Denpasar, Bali, Indonesia
Abstrak
Penelitian dengan judul “Kekerasan wanita dalam Komik Azumi karya Yuu Koyama” memiliki tujuan untuk megetahui bentuk-bentuk kekerasan wanita dalam komik Azumi karya Yuu Koyama serta bagaimana sikap yang ditunjukkan perempuan terhadap kekerasan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yang didapat, terdapat lima bentuk kekerasan terhadap perempuan yakni, kekerasan fisik, pemerkosaan, prostitusi, pelecehan seksual dan pelecehan verbal. Serta, sikap yang ditunjukkan tokoh perempuan dalam komik dapat menampilkan sikap perempuan yang kuat dan perempuan yang berani.
Kata kunci: kekerasan, wanita, sikap
Abstract
This research’s titled is "Women's Violence in Azumi Comics by Yuu Koyama". This research aims to find out how the forms of female violence in the comic Azumi by Yuu Koyama and what attitudes are shown by women towards violence. This research uses descriptive qualitative method. The research results are, there are five forms of violence against women such as, physical violence, rape, prostitution, sexual harassment and verbal harassment.
Also, the attitudes shown by female characters in comics are the strong women and brave women.
Keywords : Violence, Women, attitudes
Fakih menjelaskan pengertian kekerasan yang dikutip oleh Ely Nurhayati, kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk serangan atau invansi fisik atau integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terbentuk oleh otoritas kekuasaan kelompok masyarakat yang dalam posisi subordinat akan selalu menjadi korban kekerasan (dalam Ridwan, 2006:5). Kekerasan yang terjadi biasanya dialami oleh korban yang dirasa inferior oleh pelaku kekerasan. Kaum perempuan sebagai makhluk yang berada dalam posisi yang lemah, sehingga kerapkali menjadi korban tindakan kekerasan (violence) oleh laki-laki. (Fakih, 2008:37).
Kekerasan terhadap wanita umumnya terjadi di negara-negara asia yang dianggap masih memegang tradisi pathriarkhi yang kuat, tak terkecuali Jepang. Jepang sebagai negara maju pun secara mengejutkan memiliki jumlah kasus kekerasan dengan pelecehan seksual terhadap wanita dengan jumlah yang tinggi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Yoshihama dan Sorensen, dari bulan juli hingga desember 1992 dengan menggunakan 796 sampel perempuan Jepang, tercatat pada tahun 1997 sebanyak 34% wanita pernah mengalami dengan kekerasan seperti tamparan, kekerasan dalam berhubungan seksual, dan kekerasan dengan menggunakan benda tumpul. 23% lainnya mengalami kekerasan yang fatal dan berakibat pada cedera yang serius. (Yoshihama dan Sorenson, 1994:6377). Berkembangnya fenomena yang terjadi dalam masyarakat ini, tak jarang memunculkan inspirasi bagi pencipta karya sastra untuk membuat karya sastra yang sesuai dengan keadaan pada masa itu, seperti pada komik Azumi karya Yuu Koyama (1994).
Adanya unsur kesamaan antara fenomena yang ada di dalam masyarakat dengan apa yang diceritakan dalam komik menjadi menarik untuk diteliti. Pentingnya untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang dialami wanita sejak dini merupakan langkah preventif untuk menghentikkan tindakan tersebut, dan juga untuk mengetahui cara penanggulangannya, dengan cara melihat sikap yang ditunjukkan oleh wanita yang sekaligus merupakan langkah antisipasi agar kejadian kekerasan tidak terjadi kembali menimpa kaum wanita. Berdasarkan hal inilah maka dalam penelitian ini akan membahas bagaimana bentuk kekerasan yang dialami kaum perempuan dan bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh tokoh perempuan terhadap kekerasan kepada wanita dalam komik Azumi Karya Yuu Koyama.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskripstif seperti kata-kata tertulis, atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (dalam Moleong, 2002). Pengumpulan data yang digunakan dengan cara studi pustaka dan penyajian data menggunakan metode informal dengan menyajikan data dalam bentuk kata-kata tertulis dan gambar.
Penelitian ini menggunakan Teori Kekerasan terhadap wanita oleh Fakih (2008) dan teori feminisme Tong (2009). Teori Kekerasan terhadap wanita menurut Fakih (2008) terdiri dari lima sub bahasan, meliputi kekerasan fisik, pemerkosaan, prostitusi, pelecehan seksual, dan pelecehan verbal. Teori Fakih (2008) digunakan untuk menganalisis bentuk-bentuk kekerasan yang dialami oleh wanita, sedangkan Teori Feminisme Liberal Tong (2009) digunakan untuk menjawab sikap tokoh perempuan terhadap kekerasan dalam Komik Azumi karya Yuu Koyama. Kedua teori ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan kemudian didukung oleh Teori Semiotika Danesi (2011) untuk menganalisis gambar pada komik.
Penelitian ini menggunakan teori kekerasan oleh Fakih (2008) dan teori feminisme liberal Tong (2009). Mansoer Fakih menjelaskan berdasarkan analisis gender terdapat 3 bentuk kekerasan terhadap perempuan, yang terbagi menjadi kekerasan individu, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan publik atau negara. Kekerasan individu terbagi atas kekerasan fisik dan pemerkosaan, sedangkan kekerasan dalam rumah tangga terbagi atas kekerasan yang dialami anggota keluarga dan yang terakhir, kekerasan publik atau negara terbagi atas pelacuran, pornografi dan pelecehan seksual dan verbal (dalam Marlia, 2007;17). Sehingga Teori Kekerasan Fakih digunakan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam komik, sedangkan Teori Liberalisme dari Tong digunakan untuk mengetahui sikap yang ditunjukkan oleh tokoh perempuan terhadap kekerasan dalam komik.
Komik Azumi merupakan komik yang menceritakan perjalanan samurai wanita bernama Azumi yang dalam menjalankan misinya sering mendapatkan bentuk kekerasan dari lawan atau bahkan teman laki-lakinya. Tak hanya Azumi, dalam komik ini juga menampilkan fenomena kekerasan yang dialami oleh wanita-wanita desa. Adanya fenomena kekerasan terhadap wanita dalam komik sangat relevan dengan penelitian ini yang membahas mengenai bentuk-bentuk kekerasan dan sikap yang ditunjukkan oleh perempuan terhadap kekerasan.
Perempuan dalam masyarakat patriarkhi diletakkan pada posisi inferior. De Beauvoir dalam “the second sex” menyatakan bahwa pada hakekatnya perempuan tidak diciptakan inferior tetapi wanita menjadi inferior karena ada struktur kekuasaan dalam masyarakat berada di tangan laki-laki. (dalam Wardani, 2009:36). Penempatan posisi yang lebih rendah inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya perilaku semena-mena oleh laki-laki yang berujung pada kekerasan. Kekerasan akibat inferioritas wanita juga dialami oleh tokoh perempuan dalam komik Azumi karya Yuu Koyama. Adapan bentuk-bentuk kekerasan terhadap wanita dalam komik Azumi dibagi menjadi lima bagian, yang akan dijelaskan sebagai berikut.
-
a) Kekerasan Fisik
Pengertian dari kekerasan fisik adalah serangan langsung terhadap fisik seseorang. Kekerasan fisik terhadap perempuan dapat berupa siraman zat kimia atau air panas, dorongan, kekerasan dengan senjata tajam, cubitan, tendangan, menenggelamkan, pukulan, cekikan, bekapan, luka bakar, pemukulan dengan alat pemukul, jambakan dan tembakan (Sulistina, 2018). Sehingga kemudian ditambahkan menurut Fakih, kekerasan fisik merupakan masalah yang paling uatama atau mendasar untuk dipecahkan terlebih dahulu (Fakih, 2008:13-14). Jadi dapat dikatakan, kekerasan fisik merupakan perilaku mendasar dari kekerasan terhadap perempuan yang sering dialami perempuan.
Dalam komik Azumi, tokoh Azumi dan tokoh perempuan lainnya mendapatkan banyak perilaku kekerasan dari laki-laki. Diceritakan Azumi mendapatkan penyiksaan oleh Shizune dan saudara kembarnya, Tadane. Pembantu Shizune yang telah mengasuh mereka sejak kecil pun tidak luput menjadi korban penyiksaan. Azumi digantung secara terbalik dan dimasukan ke dalam wadah air. Tidak hanya ditenggelamkan dalam wadah air saja, namun Azumi juga disiksa bersama dengan pembantu Shizune dan Tadane. Leher Azumi diikat dan disambungkan dengan ikatan leher pembantu Shizune. Kemudian mereka disuguhkan makanan dan mereka harus saling menarik diri untuk mencapai makanan tersebut. Azumi membiarkan pembantu Shizune mengambil makanan dengan mulut terlebih dahulu, sehingga membuat Azumi tercekik dalam waktu yang lama. Seperti yang tergambar dalam gambar (1) berikut.
Gambar 1. Azumi dan pembantu Shizune ketika mendapatkan penyiksaan oleh Shizune
(Azumi Vol. 20, 1994:158-159)
Pada gambar (1) digambarkan ekspresi wajah kesakitan tokoh Azumi yang sedang disiksa. Pada gambar pertama digambarkan Azumi yang sedang mengambil nafas setelah ditenggelamkan ke dalam wadah air. Dibuktikan dengan tulisan katakana “フハーハーハア ハア” ‘fuhah hah hah’ menandakan Azumi mengatur nafasnya setelah mendapatkan penyiksaan. Pada gambar kedua, digambarkan ekspresi Azumi menahan sakit. Digambarkan alis Azumi turun dengan ekspresi kesakitan dan ditambahkan keringat yang terus mengalir menandakan Azumi sedang menahan rasa sakit akibat penyiksaan yang dilakukan Shizune dan Tadane. Hal ini sekaligus menandakan Azumi dan pembantu Shizune mendapatkan perilaku kekerasan fisik oleh Shizune dan Tadane.
-
b) Pemerkosaan
Warshaw menggungkapkan perkosaan pada sebagian besar negara memiliki pengertian adanya serangan seksual oleh laki-laki dengan menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi terhadap vagina korban. Tindakan tersebut biasanya dilakukan dengan pemaksaan ataupun disertai kekerasan baik secara fisik ataupun mental (dalam Faturochman, 2001). Fakih juga menambahkan bahwa setiap enam menit perempuan diperkosa dan tiga orang di amerika mengalami serangan seksual dalam hidup mereka. (dalam Prasetyo dan Marzuki, 1997:13). Sementara itu di Jepang, dilaporkan pada tahun 1995 tedapat 1.500 kasus dengan 1.160 pelaku yang berhasil ditangkap (Milton dan Uchiyama, 1999).
Percobaan pemerkosaan juga pernah dialami Azumi dan tokoh perempuan lainnya oleh musuh, bandit dan bahkan temannya. Pemerkosaan yang dialami oleh tokoh perempuan dalam komik terjadi pada volume 1, volume 3, volume 15,
volume 16, volume 20 dan volume 26. Salah satu praktik pemerkosaan terdapat pada gambar (2) yang menggambarkan kondisi perempuan desa yang diperkosa oleh bandit-bandit desa. Hal itu dilihat secara langsung oleh Hyuga, teman Azumi. Hyuga yang masih awam dengan fenomena pemerkosaan pun heran melihat apa yang bandit lakukan terhadap wanita-wanita desa.
Gambar 2.Wanita-wanita desa yang akan diperkosa oleh para bandit samurai (Azumi Vol. 3,1994:17)
Pada gambar (2) diatas terlihat tokoh perempuan dalam komik meronta dan berusaha melawan dengan menggoyangkan kaki dan mendorong tubuh bandit, namun karena jumlah pelaku lebih banyak, tokoh wanita desa pun tidak bisa melawan lebih keras. Digambarkan juga tokoh bandit tertawa melihat calon korbannya yang tidak berdaya. Hal ini membuktikan bahwa laki-laki dengan jabatan (seperti samurai), kaum perampok laki-laki, ataupun bahkan seorang kelompok remaja jalanan memandang wanita hanya sebagai objek seksual yang bisa didapatkan oleh laki-laki dengan mudah walau dengan menyertakan kekerasan didalamnya, sehingga bisa disimpulkan Pemerkosaan dengan paksaan juga masuk ke dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan.
-
c) Prostitusi
Prostitusi masuk kedalam bagian kekerasan karena wanita dijadikan sebagai mekanisme ekonomi yang tentu saja sangat merugikan kaum perempuan (Fakih, 2008:21). Senada dengan Fakih, Kartini dan kartono menambahkan bahwa prostitusi merupakan sebuah penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya karena dalam pekerjaan ini terdapat unsur komersial dan barter seks, atau perdagangan tukar menukar seks dengan benda bernilai (kartini dan kartono, 2011:217). Fenomena pelacuran sendiri sangat erat kaitannya dengan kehidupan Jepang tradisional, bahkan dapat kita temui pada karya sastra Jepang kuno mengenai kehidupan prostitusi secara mendetail.
Fenomena prostitusi juga terdapat dalam komik Azumi karya Yuu Koyama pada gambar berikut (3). Pada gambar (3) diceritakan bahwa Yae yang mendapatkan perilaku semena-mena oleh tuan rumah bordil yang bernama Yohei. Yae diintimidasi dengan diperlakuan secara kasar.
Gambar 3. Yae yang mendapatkan perlakuan semena-mena (Azumi Vol. 17 Hal. 8)
Pada gambar (3) menunjukkan sikap tuan rumah bordil, Yohei, yang semena-mena terhadap Yae. Wajah yang digambarkan Yae mengisyaratkan ekspresi ketakutan, digambarkan alis yae yang menurun dan terdapat tetesan keringat di dahinya.Yae sering mendapatkan perlakuan kasar oleh tuan rumah bordil yang mengganggapnya sebagai budak.
Hal itu kemudian didukung oleh percakapan antara Sakon dan Yae chan ketika bertemu, Sakon yang tidak sengaja melihat Yae yang sedang bekerja mengatakan bahwa dari ekspresi wajah Yae seperti ingin meminta pertolongan pada dirinya, dan kemudian hal itu membuat Yae sedikit terkejut karena dugaan Sakon benar. Meski demikian, Yae berusaha menutupinya demi profesionalitas pekerjaan. Seperti pada percakapan (1) berikut.
-
(1) 倉石左近:今日、船の客はそうんなに嫌な客だったのか!?
やえ :え。。。
倉石左近:逃げ出したい助けて欲しい。。。とすがるような顔をしてい たぞ。。
やえ :そんな顔してました!? だめですね。。顔に出してちゃ (あずみ十六弟1994年160ページ)
Kuraishi Sakon : kyou, fune no kyaku ha sounani iya na kyaku datta no ka!?
Yae : e...
Kuraishi Sakon : Nigedashitai tasukete hoshii..tosugaruyouna kao wo shiteita
zo
Yae : sonna kao shitemashita !? dame desune... kao ni dashitecha
(Azumi Vol. 16, 1994:160)
Kuraishi Sakon : Hari ini, apakah para tamu di perahu begitu menjijikan ?
Yae : eh...
Kuraishi Sakon : kamu menampilkan wajah seperti ingin melarikan diri dan
meminta pertolongan
Yae : aku memperlihatkan wajah seperti itu? Tidak boleh ya, tapi keluar dengan sendirinya..
(Azumi Vol. 16 Hal. 160)
Sakon yang merasa iba pun menanyakan mengenai ekrpresi Yae ketika melayani tamu di perahu yang menurut Sakon seperti ingin meminta pertolongan
padanya, namun tokoh yae berusaha agar ia terlihat menikmati pekerjaannya di depan sakon. Meski demikian sakon mengetahui bahwa yae menginginkan pertolongan dari sakon. Kehadiran fenomena rumah bordil mendominasi perekonomian pada masa edo. Banyak wanita yang pada akhirnya memilih untuk menjalani pekerjaan sebagai wanita penghibur, selain karena desakan ekonomi juga karena dijualperbelikan oleh keluarganya sebagai bentuk penebusan hutang keluarga. Fenomena prostitusi dengan pemaksaan ini dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan terhadap wanita dan menempatkan pelaku pelacuran sebagai korban. (Yuhermansyah, 2018)
-
d) Pelecehan Seksual
Fakih dalam Kurniawati menyebutkan pelecehan seksual merupakan tindakan kejahatan yang paling umum dilakukan dalam masyarakat. Ada beberapa kategori yang termasuk didalam pelecehan seperti menyampaikan lelucon jorok, menyakiti atau membuat malu dengan omongan kotor, mengintrogasi seseorang mengenai kehidupan seksualnya, menyentuh atau menyenggol tubuh tanpa minat dan seizin yang bersangkutan, dan meminta imbal seksual sebagai rangka pekerjaan atau promosi-promosi jabatan atau janji-janji lain. (kurniawati, 2004;107).
Wanita sebagai objek seksual laki-laki akan sangat rentan untuk mengalaminya. Pelecehan seksual juga terdapat dalam komik Azumi karya Yuu Koyama yang dibuktikan pada gambar (4) dibawah ini. Digambarkan tokoh Azumi ketika mengunjungi desa untuk pertama kalinya mendapatkan pelecehan seksual dari ketua kelompok ninja remaja, yakni dengan menyentuh bagian payudara milik Azumi. Azumi yang merupakan satu-satunya perempuan dikelompoknya menjadi sasaran oleh ketua kelompok ninja remaja tersebut untuk melakukan tindakan pelecehan.
Gambar 4. Azumi yang mendapatkan pelecehan seksual oleh kelompok ninja, karena Azumi satu-satunya perempuan di kelompok Okudani.
(Azumi Vol. 1,1994: 39)
Pada gambar (4) digambarkan ketua kelompok ninja remaja yang bernama Kurajiro, melecehkan Azumi dengan menyentuh payudara milik Azumi. meski akhirnya pelecehan tersebut dapat dihentikan oleh Yaemon-sama, namun Azumi masih mengingatnya hingga ia meninggalkan desa. Pelecehan yang dialami Azumi merupakan tindakan kekerasan terhadap wanita yang bersifat eksploitatif, mengintimidasi dan merendahkan perempuan. (Kurniawati, 2004:108).
-
e) Pelecehan secara verbal
Pelecehan seksual juga dapat terjadi melalui verbal. Fakih dalam kurniawati menjelaskan bahwa pelecehan yang terjadi secara verbal meliputi
beberapa tindakan yang mengarah pada lelucon jorok dan menyakiti atau mempermalukan orang lain dengan omongan kotor. (kurniawati, 2004:107) kemudian ditambahkan oleh Jauhariyah, pelecehan secara verbal juga dapat meliputi siulan nakal, komentar berkonotasi seks atau gender, dan humor porno (Jauhariyah, 2016).
Ucapan yang dilontarkan oleh pelaku pelecehan biasanya menyiratkan bentuk meremehkan atau bahkan melecehkan harga diri wanita. Pelecehan secara verbal juga dapat ditemui dalam komik Azumi karya Yuu Koyama. Seperti ketika Azumi hendak menjual ikan hasil tangkapannya, ia bertemu dengan tiga bandit yang mencegatnya dan melakukan pelecehan secara verbal. Seperti pada data (2) berikut.
-
(2) 男の人 1:おい女だぜ!
男の人 2:まだ子供じゃないかね
男の人 3:ガキでももう女の体してるぜ、
(あずみ弟―巻1994年33ページ)
Otoko no hito 1 : oi! Onna daze!
Otoko no hito 2 : mada kodomo janai ka ne
Otoko no hito 3 : Gaki demo mo onna no karada shiteruze, hehehe (Azumi Volume 1,1994:33)
Terjemahan :
Laki-laki 1 : Oi! Cewe!
Laki-laki 2 : masih anak-anak bukan sih
Laki-laki 3 : walaupun masih bocah tapi badannya sudah menjadi perempuan kan hehehe
(Azumi Vol. 1,1994:33)
Pada data (2) diatas diceritakan ketika Azumi menjual ikan, Azumi dihampiri oleh tiga orang laki-laki yang merupakan bandit desa. Laki-laki bandit tersebut bermaksud untuk memperkosa Azumi, mereka melakukan pelecehan dengan mengatakan bahwa walaupun masih kecil namun selama badan Azumi mencirikan bahwa ia merupakan seorang perempuan ia bisa diperkosa. Pelecehan verbal dengan konteks merendahkan drajat wanita ini dilakukan memang atas niat jahat pelaku, sehingga dapat dikatakan termasuk dalam tindakan kekerasan terhadap perempuan secara psikis.
Kekerasan yang dialami korban seringkali meninggalkan bekas kenangan buruk terhadap suatu kejadian dan dampak yang terjadi biasanya tidak lepas dari perasaan malu, jengkel, merasa bersalah, trauma hingga depresi (Faturochman,2002:13). Berbeda dengan citra wanita kebanyakan yang justru memilih menanamkan rasa takut dan traumanya, tokoh Azumi dan tokoh wanita desa yang diceritakan dalam komik justru menggambarkan karakter wanita yang kuat dan berani setelah menjadi korban kekerasan. Sikap yang ditimbulkan ini kemudian menumbuhkan paham feminsime dalam diri perempuan, seperti menjadi perempuan yang kuat, dan menjadi perempuan yang berani.
-
a) Perempuan Kuat
Tokoh Azumi dalam komik Azumi karya Yuu Koyama digambarkan sebagai seorang wanita yang memiliki kekuatan fisik yang hampir setara dengan laki-laki. Meskipun dilatih secara bersamaan sejak kecil, namun sosok Azumi tetap paling unggul daripada teman laki-lakinya. Hal ini dibuktikan oleh data (3) yaitu pernyataan jiji mengenai kemampuan yang dimiliki Azumi. Sekaligus mematahkan anggapan bahwa secara kemampuan, perempuan kalah dengan laki-laki melalui representasi tokoh Azumi.
-
(3) じじ : あずみ。。。中で一番の手練な剣土に成長するとは。
(あずみ弟二巻1994年10ページ)
Jiji : Azumi... nakade ichiban no terenna Kentsuchi ni seichou suru to ha... (Azumi Vol. 2 ,1994:10)
Terjemahan :
Jiji : Azumi... tumbuh menjadi yang paling terampil dan terbaik ketika memainkan pedang
Pada data (3) disebutkan sebuah pernyataan dari jiji mengenai kemampuan Azumi yang tumbuh menjadi anak yang paling mahir atau terampil dalam menggunakan pedang. Dibandingkan kawannya yang lain, kemampuan Azumi memang paling menonjol dan pergerakannya sangat cepat. Sekaligus membuktikan meski satu-satunya perempuan dalam kelompok samurai remaja tersebut namun kemampuan Azumi dalam memainkan pedang tidak dapat diragukan lagi, seperti pada gambar berikut (5).
Gambar 5. Azumi yang terampil dalam memainkan pedangnya membunuh musuh Komik Azumi Vol 21 Hal. 96
Pada gambar (5) diceritakan Azumi yang datang menemui Yae yang sedang disandera oleh musuh. Meski seorang diri Azumi dapat mengalahkan musuh meski jumlahnya lebih banyak. Azumi menggunakan keterampilan dalam menggunakan pedang untuk membunuh bandit yang telah melakukan kekerasan dan pelecehan terhadap Yae. Ketepatannya dalam memainkan pedang dan insting yang kuat membuat Azumi dapat mengalahkan musuh dalam sekejap.
Sikap yang ditunjukkan Azumi sangat relevan dengan teori feminisme tong (2009) yang mengatakan bahwa feminisme liberal menjabarkan bahwa citra suatu gender tidak dapat menjadi penentu tingkah laku seseorang seperti perempuan dapat bertingkah laku maskulin ataupun laki-laki yang dapat bertingkah laku feminisme.
-
b) Perempuan Berani
penggambaran wanita yang berani juga diwujudkan oleh keberanian tokoh-tokoh wanita desa dalam komik ketika menghadapi para bandit samurai, yang tak sunkan untuk melawan dengan pegang meski bertarung dengan membawa anak mereka. Seperti yang tergambar pada gambar (6) berikut.
Gambar 6. Perempuan desa menggunakan pedangnya untuk membela diri dari serangan musuh
Komik Azumi Vol. 1 hal. 88
Pada gambar (6) diatas menunjukkan keberanian perempuan-perempuan desa untuk melawan musuh dengan menggunakan pedang milik suaminya yang telah telah meninggal. Hal ini dilakukan setelah melihat aksi Azumi melawan musuh dengan pedang. Sikap berani yang ditunjukkan para wanita desa ini muncul sebagai akibat kondisi dan situasi yang mendesak. Keberanian yang ditunjukkan perempuan-perempuan desa ini juga sekaligus mematahkan anggapan bahwa perempuan adalah objek yang harus dilindungi dan tidak bisa melindungi diri sendiri.
Oleh karena itu, perempuan dan laki-laki seharusnya dapat bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa ada stereotif masyarakat yang membedakan, bahkan seharusnya nilai-nilai tradisional maskulin harus dimiliki oleh setiap individu baik oleh laki-laki ataupun perempuan. Dalam komik Azumi penggambaran tokoh perempuan desa yang berani sesuai dengan pandangan feminisme liberal.
Terdapat lima bentuk kekerasan terhadap perempuan menurut Teori Kekerasan oleh Fakih (2008) yang terdapat dalam komik Azumi karya Yuu Koyama. Adapun kekerasan yang dimaksud meliputi kekerasan fisik, pemerkosaan, prostitusi, pelecehan seksual dan juga pelecehan verbal (Psikis) yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan dalam komik. Sedangkan sikap yang ditunjukkan oleh wanita terhadap kekerasan, dengan menampilkan sikap sebagai perempuan yang kuat dan juga sebagai perempuan yang berani.
Danesi, Marcel. 2011. Pesan Tanda dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra
Fakih, Mansour, 2008, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Faturochman, Ekandari Mustaqfirin. 2001. Perkosaan, dampak dan alternatif penyembuhannya. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Jauhariyah, Witriyatul. 2016. akar kekerasan seksual terhadap perempuan. Jurnal Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Kartini dan Kartono, 2011. Patalogi Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Kurniawati, Dewi. 2004. Kekerasan dan pelecehan perempuan di media. Jurnal Universitas Sumatra Utara.
Marlia, Milda. 2007. Marital Rape: Kekerasan seksual terhadap istri. Pustaka pesantren
Milton D. & Uchiyama, A. 1999. Pornography, Rape and Sex Crimes in Japan. Published: international Journal of law and Psychiatry 22(1). University of Hawaii.
Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya
Prasetyo, Eko dan Suparman Marzuki. 1997. Perempuan dalam wacsana perkosaan, Yokyakarta; PKBI-DIY
Ridwan. 2006. Kekerasan berbasis gender. Yogyakarta: Fajar Pustaka.
Sulistina, Ratna Dewi. 2018. Kekerasan perkosaan pada perempuan. Jurnal Universitas Airlangga.
Faturochman (2002). Dampak sosial psikologis perkosaan. Buletin Psikologi, Tahun X, No. 1, Juni 2002. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Tong, Rosemarie. 2008. Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction, Yogyakarta: Jalasutra
Yuhermansyah, Edi. 2018. Kedudukan PSK sebagai korban dalam tindak pidana prostitusi. Jurnal Fakultas Hukum Pidana dan Ilmu politik, Ar-Raniry.
Yoshihama, M., & Sorenson, S. B. (1994). Physical, sexual, and emotional abuse by male intimates: Experiences of women in Japan. Violence and Victims, 9(1). Wardani, Eka Harisma. 2009. Belenggu-belenggu patriarki: Sebuah pemikiran feminisme psikoanalisis toni morrison dalam the bluest eye. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro. Semarang.
84
Discussion and feedback