SAKURA VOL. 6. No. 1, Februari 2024

DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2024.v06.i01.p04

P-ISSN: 2623-1328

E-ISSN:2623- 0151

Analisis Kesantunan pada Penggunaan Campur Kode oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Jepang (Kajian Pragmatik)

Putu Dewi Merlyna Yuda Pramesti1), Gede Satya Hermawan2)

  • 1,2 Prodi Pendidikan Bahasa Jepang, Fakultas Bahasa & Seni, Universitas Pendidikan Ganesha Jl. Ahmad Yani no 67, Singaraja, Bali, Indonesia

Pos-el: [email protected]

Analysis of Politeness in the Use of Code Mix by Students of Japanese Language Education Study Program (Pragmatics Study)

Abstract

Politeness plays an essential role in interaction to avoid conflict between speaker and hearer. This article describes politeness by students and lecturers in academic interaction at the Japanese Program in Undiksha. This study is qualitatively approached using pragmatics design. The data were collected using the technique of observation by listening, writing notes, and participating. The data was then, analyzed using an interactive model adopted from Miles & Huberman. The data were classified according to the face theory of Brown & Levinson i.e. strategy of positive politeness and strategy of negative politeness. Data analysis reveals positive politeness strategies and negative politeness strategies students use in academic interaction at the Japanese Program in Undiksha. Both strategies contained a constituent such as code-mixing. The reason for using code mixing in speech between lecturer and students is not only from speech situation but most part because of politeness factor. Using code-mixing of the Indonesian language and Japanese, made the speaker comfortable speaking because the code-mixing can make the utterance still in polite mode and formal form.

Keywords: face theory, interaction, politeness, strategy

Abstrak

Kesantunan memegang peranan yang sangat penting dalam proses berinteraksi untuk menghindari kesalahpahaman antara mahasiswa dan dosen pada interaksi dalam lingkungan akademik pada Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Ganesha. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan kajian pragmatik. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dengan mendengarkan, mencatat, dan berpartisipasi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan model interaktif yang diadopsi dari teori Miles & Huberman. Data kemudian diklasifikasikan menggunakan teori muka dari Brown & Levinson yaitu mengenai strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan negatif. Analisis data menunjukkan bahwa adanya penggunaan kedua strategi kesantunan tersebut pada interaksi akademik antara mahasiswa dan dosen Prodi Bahasa Jepang di Undiksha. Kedua strategi tersebut memuat konstituen berupa campur kode. Campur kode yang terjadi pada tuturan antara mahasiswa dengan dosen, bukanlah karena faktor situasi (peralihan situasi) melainkan disebabkan oleh bentuk kesantunan. Mencampurkan

tuturan dengan bahasa ibu, bagi penutur merupakan strategi tuturan yang tepat agar komunikasi tetap dalam bentuk formal dan terjaganya kesantunan tuturan.

Kata kunci: interaksi, kesantuan, strategi, teori muka

  • 1.    Pendahuluan

Sebuah tindak tutur berpotensi mengancam muka petutur maupun muka penutur itu sendiri. Fenomena ini ditemukan pada interaksi komunikasi antara mahasiswa yang menggunakan variasi bahasa campur kode dengan sesama temannya ataupun dengan dosen pengajar. Tuturan mahasiswa dan dosen di dalam kelas seperti tuturan ajakan, sanggahan, ataupun pendapat berpotensi mengancam muka positif dan muka negatif petutur ataupun penuturnya.

Brown & Levinson (1978) dalam konsep kesantunannya menyebutkan bahwa strategi kesantunan merupakan satu usaha dari penutur untuk menghindari pengancaman muka. Hal ini sesuai dengan pendapatnya bahwa kesantunan berhubungan dengan konsep muka baik muka positif maupun muka negatif. Lima strategi penyelamatan muka diantaranya bertutur apa adanya, strategi kesantunan positif, strategi kesantunan negatif, strategi tuturan langsung, dan strategi bertutur dengan diam. Pada penelitian ini analisis strategi kesantunan dari tuturan campur kode antara mahasiswa dan dosen dihubungkan dengan nosi muka baik muka positif maupun muka negatif.

Penelitian ini merupakan penelitian lintas bahasa yang oleh Leech (2014:261) disebut dengan istilah interlanguage pragmatics yaitu studi mengenai pembelajar bahasa asing memperoleh pengetahuan Bahasa asing yang dipelajarinya. Sehingga pembelajar bahasa asing dapat menggunakan bahasa asing tersebut untuk berkomunikasi sesuai dengan kebiasaan linguistik penutur asli bahasa tersebut. Penelitian lintas bahasa yang banyak dilakukan saat ini adalah analisis mengenai penggunaan bahasa kedua dibandingkan dengan pembahasan mengenai proses pembelajaran bahasa kedua tersebut. Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini misalnya penelitian dari Backhaus (2009) yang meneliti strategi yang digunakan para perawat ketika berkomunikasi dengan lansia di rumah sakit khusus lansia di Tokyo dan Jerman. Hasil dari penelitian Backhaus adalah perawat lansia di Tokyo dan di Jerman menggunakan strategi yang sama dalam proses berkomunikasi dengan lansia yaitu memberikan lelucon dan pujian. Strategi ini juga merupakan upaya perawat lansia untuk memitigasi tuturan

sehingga tidak mengancam muka lansia. Penelitian Backhaus (2009) ini dapat dijadikan rujukan karena penelitian ini juga menganalisis mengenai kaitan kesantunan dengan pengancaman muka. Penelitian lain yang juga sejalan dengan penelitian ini adalah penelitian Gabriela (2004). Pada penelitian tersebut membahas mengenai fenomena terkait studi pragmatik lintas bahasa (Gabriela, 2004). Analisis kesantunan berbahasa dalam pendidikan juga telah banyak dilakukan antara lain oleh Simpen, dkk (2015) yang membahas mengenai kaitan kesantunan dan kecerdasan emosional penuturnya, dan pembahasan kaitan antara kesantunan berbahasa dengan pendidikan karakter (Setiawan & Rois, 2017).

Dari beberapa hasil penelitian yang menjadi rujukan di atas, ada perbedaan kajian antara penelitian kesantunan yang dilakukan oleh kelima peneliti sebelumnya. Dimana penelitian ini akan mengkaji kesantunan berbahasa Jepang antara mahasiswa dan dosen dengan menganalisis tuturan antara mahasiswa dan dosen yang mengandung campur kode.

  • 2.    Metode dan Teori

    2.1.    Metode Penelitian

Metode Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bersumber dari penelitian deskriptif dalam jenis penelitian lapangan (Field Research). Penelitian dilakukan di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha dengan menggunakan metode pengambilan data observasi partisipatif dimana peneliti melakukan observasi sambil terlibat dalam proses komunikasi antara mahasiswa dan dosen. Metode lain yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah metode simak dan catat. Instrumen pengambilan data yang digunakan telah mengalami proses uji pada saat penelitian pendahuluan di tahun 2022. Mahasiswa yang menjadi objek penelitian adalah mahasiswa kelas A dan B semester 4 yang berjumlah 41 orang dengan rentangan usia 19-21 tahun dan 1 orang dosen.

  • 2.2.    Teori

Konsep kesantunan dari Brown & Levinson (1987) yang mengacu pada nosi muka merupakan kerangka teoritis kesantunan verbal. Pada penelitian ini, konsep kesantunan dari Brown & Levinson didukung juga dengan konsep-konsep kesantunan dari linguis

Bahasa Jepang. Hal ini dilakukan karena konsep Brown & Levinson (1987) patut disesuaikan dengan kajian kesantunan bahasa Jepang. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa konsep kesantunan dalam bahasa Jepang yang merupakan karakteristik bahasa Jepang, yang berbeda penggunaannya dengan kesantunan bahasa asing lain yang digunakan tolak ukur oleh Brown & Levinson (1987). Ide (1982, 2006) adalah seorang linguis berkebangsaan Jepang yang fokus pada kajian pragmatik seperti salah satunya mengenai kesantunan berbahasa Jepang. Ide (1982, 2006) menyebutkan bahwa konsep Brown & Levinson (1987) mengabaikan dua hal yakni keberadaan bentuk honorifik dan konsep wakimae yang memiliki pengaruh penggunaan kesantunan berbahasa Jepang. Brown & Levinson dalam teorinya, menggunakan konsep honorifik sebagai salah satu upaya mitigasi pengancaman muka. Sedangkan wakimae yang merupakan sebuah sikap penutur yang menjadi bagian dari sebuah masyarakat dalam mengamati konvensi yang berlaku, tidak disebutkan pada konsep kesantunan Brown & Levinson. Ketika membahas mengenai kesantunan berbahasa Jepang, terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain kedudukan sosial, kekuasaan, usia, dan tingkat keformalan. Keempat faktor ini melahirkan empat aturan dasar, yaitu (1) be polite to a person of a higher social position (santunlah terhadap orang yang memiliki status sosial lebih tinggi); (2) be polite to a person with power (santunlah terhadap orang yang memiliki kekuasaan); (3) be polite to an older person (santunlah terhadap orang yang lebih tua); 4) be polite in a formal setting (santunlah dalam situasi formal) (Ide, 1989:230). Lebih jauh, konsep kesantunan berbahasa dalam Bahasa Jepang dikenal dengan Bahasa honorifik (keigo) yang di dalamnya terdiri dari sonkeigo ‘exalted terms’, kenjougo ‘humble terms’, dan teineigo ‘neutral terms’ (Tsujimura, 1991). Pada konsep keigo yang dipertimbangkan adalah konteks tuturan orang pertama, orang kedua, ataupun orang ketiga.

  • 3.    Kajian Pustaka

Mandala dkk (2023) membahas tentang penggunaan campur kode yang dilakukan oleh guru di SMAS Lab Undiksha, penelitian tersebut membahas tentang penggunaan konstituen bahasa Jepang dalam gramatika bahasa Indonesia. Penggunaan campur kode dalam pembelajaran bahasa Jepang tersebut untuk mendukung penyampaian materi dalam pelajaran. Terdapat pula, Cahyanti dan Dewi (2022), yang mendiksusikan penggunaan alih dan campur kode pada video blogger sukasuki Japan. Pada diskusi

penelitian tersebut memperlihatkan situasi tuturan mempengaruhi terjadinya peralihan bahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Jepang atau pun sebaliknya. Berbeda dari kedua penelitian tersebut, diskusi penelitian ini lebih menekankan penggunaan campur kode sebagai satu bentuk kesantunan dalam tuturan. Sehingga diketahui bahwa kesantunan dalam tuturan dapat mempengaruhi penggunaan peralihan atau campur kode pada tuturan.

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

Hasil observasi selama lima bulan, dengan 14 kali pertemuan pada masing-masing kelas, ditemukan bahwa pada tuturan campur kode antara mahasiswa dan dosen ditemukan dua jenis strategi kesantunan yang digunakan yaitu strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan negatif. Pada korpus data penelitian, dari 15 sub strategi yang dipaparkan oleh Brown & Levinson (1987), yang menjadi ciri bahwa sebuah ujaran tergolong strategi kesantunan positif, hanya ditemukan empat penerapan substrategi yaitu (1) penutur melebih-lebihkan minat, simpati, persetujuan kepada petuturnya; (2) tuturan mengandung gurauan; (3) penutur membuat persepsi bahwa penutur memahami keinginan petutur, dan (4) penutur memberikan alasan atau menanyakan alasan kepada petuturnya mengenai suatu hal. Kemudian dari 10 strategi yang dipaparkan Brown & Levinson (1987), yang menjadi penanda bahwa ujaran tersebut termasuk strategi kesantunan negatif, hanya ditemukan tiga penerapan substrategi antara lain (1) penutur mengurangi hal-hal yang mengandung paksaan kepada petutur; (2) penutur berusaha membuat jarak dengan petutur yang ditandai dengan pemakaian bentuk honorifik, dan (3) penutur meminta maaf pada petutur.

  • 1)    Strategi kesantunan positif.

Data SKP04

DS : ⅛^⅛⅛^^Hθgl⅛r2m±⅛0 (a)

Minnasan, kyou no jugyou ha dou omoimasuka.

Saudara sekalian, bagaimana pendapat kalian tentang perkuliahan hari ini

Ml: S⅛^⅜⅛o⅛⅜^⅞L<⅞^⅛⅞^⅜To Tapi masih sedikit

bingung. L^L"0"⅛⅜⅛⅛L⅛^T^o (b)

Omoshiroi sensei. amari muzukashikunai to omoimasu. Tapi masih sedikit bingung. Shikashi kono koto wo benkyoushitai desu.

Menarik Bu. Saya pikir tidak terlalu sulit. Tapi masih sedikit bingung. Tapi ada keinginan mempelajari hal ini.

DS : じゃ、頑張って下さい。

Ja, ganbatte kudasai.

Kalau begitu, tolong semangat.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan di atas terjadi antara dosen dan mahasiswa di dalam kelas ketika dosen selesai menampilkan materi perkuliahan. Pada saat itu, dosen bertanya tentang pendapat mahasiswa mengenai perkuliahan hari itu. Penggunaan bentuk teinei yang ditandai dengan pemakaian desu dan masu oleh penutur dan petutur pada percakapan di atas sebagai upaya mengurangi pengancaman muka terhadap muka penutur dan petutur. Ini berarti dalam percakapan pada ranah formal yaitu di dalam kelas dimungkinkan situasi saling menjaga muka antara kedua pelibat tutur. Penggunaan campur kode pada tuturan (b) digunakan mahasiswa untuk memperjelas pendapatnya mengenai materi hari itu. Mahasiswa memilih penggunaan campur kode ke dalam dengan mencampurkan kalimat berbahasa Indonesia dengan maksud memberi penekanan mengenai pendapatnya. Tuturan pada data tersebut merupakan perwujudan sub strategi penutur melebihkan minat terhadap sesuatu yang menjadi topik (Brown & Levinson, 1987). Mahasiswa pada tuturan (b) menyampaikan pendapatnya mengenai materi perkuliahan yang diberikan dosen, dengan mengatakan ‘menarik’ petutur ingin menunjukkan minatnya tehadap materi tersebut. Meskipun kemudian petutur pada kalimat berikutnya memberi penekanan bahwa dirinya masih sedikit bingung dengan materi yang baru diberikan, namun petutur kembali menyampaikan bahwa petutur memiliki keinginan untuk mempelajari materi tersebut. Strategi ini sering digunakan oleh penutur ataupun petutur dalam interaksi di dalam kelas. Peralihan terjadi pada tuturan M1, karena menyatakan dua pertentangan. Setelah menggunakan ‘tapi’ dalam Bahasa Indonesia, M1 juga menggunakan ‘shikashi’ dalam Bahasa Jepang. Hal ini menunjukan keraguan akan keputusan yang dibuat, sehingga dua petentangan diwujudkan dalam dua Bahasa Indonesia dan Jepang.

Data SKP15

M1 : 先生、中間試験は来週ですか。

Sensei, chuukan shiken wa raishuu desuka.

Bu, apakah UTS minggu depan?

DS : はい、そうです。中間試験のために今日のトピックまで勉強し

てください。100番のテストを作りたいです

Hai,sou desu. Chuukan shiken no tame ni kyou no topikku made benkyoushite kudasai. 100 ban no tesuto wo tsukuritai desu.

Ya, betul. Untuk UTS, tolong pelajari sampai topik hari ini. Saya berencana membuat tes 100 soal.

M3 :  うわあ。。怖い。Beneran 先生?Horor。。

Uwaa…Kowai. Beneran sensei ? Horor. Waa…Takut. Beneran Bu? Horor.

DS : (Tertawa) いえいえ。。冗談だけ。一所懸命勉強しますね。

(Tertawa) ieie…joudan dake. Isshoukenmei benkyoushimasune. (Tertawa) Tidak..tidak…saya bercanda. Belajarlah yang rajin ya.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan di atas terjadi antara mahasiswa dan dosen di dalam kelas sesaat sebelum dosen mengakhiri pertemuan. Seorang mahasiswa memastikan jadwal pelaksanaan UTS kepada dosen jika benar akan dilaksanakan minggu depan. Penggalan percakapan data SKP015 tersebut dari tuturan yang digaris bawah terlihat bahwa dosen menyampaikan gurauan akan membuat 100 soal UTS. Strategi ini merupakan strategi kesantunan positif yaitu sub strategi tuturan yang mengandung gurauan (Brown & Levinson, 1987). Gurauan diberikan oleh dosen kepada mahasiswa dengan tujuan untuk melakukan mitigasi pengancaman muka petutur. Gurauan bermanfaat juga untuk mencairkan suasana. Peralihan pada ‘benran, sensei’ itu dimaksudkan untuk memberi penekanan dari hal yang M3 dengar. Untuk memastikan hal tersebutlah, ekspresi Bahasa Indonesia digunakan.

Data SKP17

M5 : 先生、今日はとても疲れました。私たちはひるごはんをまだた べませんよ。Maaf curhat 先生。

Sensei, kyou wa totemo tsukaremashita. Watashitachi wa hiru Gohan wo mada tabemasen yo. Maaf curhat sensei.

Bu, hari ini sangat melelahkan. Kami belum makan siang lho. Maaf curhat Bu.

DS : ああ、そうですか。朝からずっと従業がありますか。大変です

ね。じゃ、早く発表してください。発表してから、すぐ質問しま す。それから休憩します

Aa sou desuka. Asa kara zutto juugyou ga arimasuka. Taihen desune. Ja, hayaku happyoushite kudasai. Happyoushitekara, sugu shitsumon shimasu. Sorekara kyukeishimasu.

Ah..begitu.Sejak pagi terus menerus ada kuliahkah. Melelahkan ya.

Kalau begitu, tolong segera presentasi. Setelah selesai presentasi, saya akan segera bertanya. Kemudian bisa istirahat.

M5 : Baik, 先生。ありがとうございます。

Baik, sensei. Arigatou gozaimasu.

Baik, Bu. Terimakasih banyak.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan pada data di atas terjadi pada saat kuliah jam GH (pk.13.30 – pk. 15.10) akan di mulai. Seorang mahasiswa

mengungkapkan kegiatan mereka di hari itu sangat penuh sejak pagi sehingga belum sempat makan siang. Mendengar cerita tersebut dosen menunjukkan empati dan kepeduliannya seperti terlihat pada tuturan yang diberi garis bawah. Tuturan dosen tersebut tergolong strategi kesantunan positif sub strategi penutur membuat persepsi memahami keinginan petutur. Jadi, secara tersirat dari cerita mahasiswa tersebut, terkandung keinginan cepat mendapat waktu beristirahat untuk makan siang. Dosen berusaha menjaga muka petutur dengan menunjukkan pemahamannya terhadap keinginan petutur. Peralihan yang dilakukan oleh M5, dilakukan untuk menyatakan keinginannya. Hal ini agar maksud yang dinginkan diketahui oleh dosennya.

Data SKP22

M1 : 先生、すみません。今朝急いでから宿題が忘れてしまいました。 従業を終わったら、すぐ家に取ってきます。

Sensei, sumimasen. Kesa isoide kara shukudai ga wasureteshimaimashita. Jugyou wo owattara,sugu ie ni tottekimasu. Bu, maaf. Karena tadi pagi terburu-buru, saya lupa membawa tugas. Setelah kuliah, segera saya ambil ke rumah dan kembali lagi.

DS :  了解。大丈夫。Saya tunggu.

Ryokai. Daijoubu. Saya tunggu.

OK. Tidak apa-apa. Saya tunggu.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan di atas terjadi dalam situasi formal di dalam kelas antara mahasiswa dan dosen. Seorang mahasiswa menyampaikan bahwa dirinya melupakan tugas karena tadi pagi terburu-buru. Mahasiswa tersebut menyatakan akan segera mengambil tugas itu ke rumah setelah kuliah berakhir. Dari tuturan mahasiswa yang digaris bawah tersebut tergolong penerapan strategi kesantunan positif sub strategi penutur mengungkapkan alasan. Brown&Levinson (1987) menyatakan bahwa mengemukakan alasan adalah salah satu upaya menjaga muka dari penutur itu sendiri. Peralihan terjadi ketika dosen mengungkapkan keinginannya untuk segera menerima tugas mahasiswa tersebut dengan menyatakan ‘saya tunggu’.

  • 2)    Strategi kesantunan negatif.

Data SKN08

DS :    みんなさん、来週の火曜日に私は出張しなければなりませ

んから、スケジュールは変わりたいです。Hari apa sebaiknya ?金曜日の夕方はどうですか。Ada kuliah sore?

Minnasan,raishuu no kayoubi ni watashi wa shucchoushinakereba narimasen kara,suke-juuru wa kawaritai desu.Hari apa sebaiknya? Kinyoubi no yuugata wa dou desuka. Ada kuliah sore?

Anak-anak, hari Selasa minggu depan saya ada dinas luar, saya ingin mengubah jadwal hari ini. Hari apa sebaiknya? Bagaimana kalau hari Jumat sore? Ada kuliah sore?

M1 :

ああ、そうですか。金曜日に休みですから大丈夫と思いま す。金曜日の朝はどうですか。Jumat sore banyak yang pulang kampung 先生。

Aa, sou desuka. Kinyoubi ni yasumi desu kara daijoubu to omoimasu. Kinyoubi no asa wa dou desuka. Jumat sore banyak yang pulang kampung Sensei.

Oh..begitu. Karena hari Jumat libur, saya piker tidak apa-apa. Bagaimana kalau hari Jumat pagi ? Jumat sore banyak yang pulang kampung Bu.

DS :

ああ、そうなんですね。Pulang kampung ya. じゃあ、ズーム ミーティングで教えます

Aa, sou nan desune. Pulang kampung ya. Jaa,zu-mu mi-tinggu de oshiemasu.

Oh..begitu ya. Pulang kampung ya. Kalau begitu, saya akan mengajar dengan zoom.

M1, M2:

へえ、ごめんください先生。 Hee, gomen kudasai sensei. Wah, mohon maaf Bu.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan tersebut terjadi di ruang kelas. Dosen menyampaikan keinginannya untuk memindahkan jadwal kuliah hari itu menjadi hari Jumat sore jika mahasiswa tidak ada kuliah sore. Seorang mahasiswa (M1) menyampaikan bahwa Jumat sore mereka libur, namun biasanya mahasiswa yang berasal dari luar kota Singaraja akan pulang kampung di hari Jumat sore. Dosen kemudian memberikan pilihan lain yaitu kuliah secara daring lewat zoom. Tuturan dosen yang diberi garis bawah menunjukkan upaya dosen untuk mengurangi paksaan kepada petutur. Hal ini sesuai dengan ciri dari strategi kesantunan negatif yaitu sub strategi penutur mengurangi paksaan kepada petutur. Upaya dosen terlihat ketika bertanya, dosen mengalihkannya menjadi Bahasa Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar siswa memahami keinginan dari dosen. Begitu pun dengan, mahasiswa (M1), menyatakan alasan keberatan jika dilakukan hari jumat, dengan menggunakan peralihan ke Bahasa Indonesia. Tujuan ini agar membuat dosen paham dengan maksud dari M1. Mengetahui hal tersebut, dosen menekankan alasan M1 kembali dengan peralihan dari Bahasa Jepang ke Bahasa Indonesia.

Data SKN12

M2 : こんにちは先生。お忙しいところごめんなさい

Konnichi wa sensei. Oisogashii tokoro gomen nasai.

Selamat siang Bu. Maaf mengganggu kesibukannya.

DS : こんにちは、何がありますか。

Konnichi wa, nani ga arimasuka.

Selamat siang, ada apa?

M1 : 明日、私はMohon ijin 先生。村で大きい祭りがあって、私は 踊

りします。Calonarangという踊りを踊ります。

Ashita, watashi wa mohon ijin sensei. Mura de ookii matsuri ga atte, watashi wa odorimasu. Calonarang to iu odorimasu.

Besok, saya mohon ijin Bu. Di kampung saya ada perayaan, saya akan menari. Tari calonarang.

DS :  はい、了解です。Mantap.

Hai, ryoukai desu. Mantap.

Ya, oke. Mantap.

Konteks situasi percakapan : penggalan percakapan terjadi di ruang dosen. Seorang mahasiswa mendatangi ruangan dosen untuk mohon ijin tidak mengikuti kuliah besok dikarenakan harus pulang kampung karena ada festival besar di kampungnya. Pada festival tersebut mahasiswa yang bersangkutan akan menari Calonarang. Mengawali percakapan tersebut, mahasiswa menggunakan ungkapan honorifik ‘お忙しいところご めんなさい’ untuk menunjukkan rasa hormat dan penyesalan karena telah mengganggu kesibukan dosen tersebut. Pada strategi kesantunan negatif, ungkapan dalam bentuk honorifik digunakan untuk memitigasi pengancaman muka dari penutur. Peralihan terlihat pada tuturan dosen diakhir, untuk memberikan komentar, yaitu ‘mantap’. Sedangkan Calonarang merupakan kata serapan budaya ke dalam bahasa Jepang.

Data SKN18

DS : みんなさん、すみません。今日は一日中会議があって、今日の授

業のために宿題をあげます。

Minnasan, sumimasen. Kyou wa ichi nichijuu kaigi ga atte,kyou nojugyou no tame ni shukudai ga agemasu.

Hadirin, maaf. Hari ini saya ada rapat sepanjang hari, saya akan memberi penugasan untuk kuliah hari ini.

M2 : はい、先生、大丈夫です。Terimakasih.今日の授業はとても大変

ですから。

Hai, sensei,daijoubu desu. Terimakasih. Kyou no juugyou wa totemo taihen desukara.

Ya, Bu, tidak masalah. Terimakasih. Karena hari ini kuliah sangat

melelahkan.

DS : すごくごめんなさい。

Sugoku gomennasai.

Saya benar-benar minta maaf.

Konteks Situasi Percakapan : percakapan di atas terjadi di dalam kelas. Dosen memohon maaf bahwa hari itu karena sepanjang hari akan ada rapat maka perkuliahan hari itu akan diganti dengan penugasan. Tuturan mohon maaf yang disampaikan di awal oleh dosen, dan tuturan maaf yang dituturkan pula di akhir percakapan merupakan ciri strategi kesantunan negatif yaitu sub strategi penutur meminta maaf kepada petutur. Untuk menunjukan ekspresi bahwa tidak masalah jika bentuk kuliah berganti menjadi penugasan, M2 mengalihkan ungkapan terimakasih ke dalam bahasa Indonesia.

  • 5.    Simpulan

Uraian pembahasan beberapa penggalan percakapan pada korpus data dapat ditarik simpulan bahwa pada percakapan yang melibatkan mahasiswa dan dosen pada lingkungan formal di ruang kelas, atau di ruangan lain, ada dua strategi yang digunakan yaitu strategi kesantunan positif dan strategi kesantunan negatif. Pencampuran atau peralihan terjadi dengan tujuan untuk dapat memberikan pesan kepada mitra tutur secara jelas dan penutur memastikan pesan dari tuturan tersebut tersampaikan dengan baik.

  • 6.    Daftar Pustaka

Backhaus, P. (2009). Politeness in Institutional Elderly Care in Japan: A Cross Cultural Comparisson. Journal of Politeness Research 5. Hal. 53-71. Walter de Gruyter.

Brown, P., & Levinson, S. C. (1987). Politeness. Some Universals in Language Use. Cambrige: University Press.

Cahyanti, W. P., & Dewi, N.M.A.A. (2022). Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Video Blogger Suki Suka Japan. Sakura, vol. 4, no. 2. DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2022.v04.i02.p08

Gabriela, P. (2004). Cross-cultural Pragmatic Failure and Implication for Language Teaching. ISST Vol 4.

Ide, S. (1982). Japanese Sociolinguistics Politeness and Women’s Language. Lingua 57. 357-385. North Holand Publishing Company.

Ide, S. (1989). Formal Forms and Discerment: Two Neglected Aspects of Universals of Linguistic Politeness. Multilingua 8-2/3. Hal. 223-248. Australia: De Gruyter Mouton.

Ide, S. (2006). Wakimae no Goyouron. Japan: Taishukan Shoten.

Leech, G. (2014). The Pragmatics of Politeness. Jericho: Oxford University Press.

Mandala, A.K.U.D.A., Dwipayanti, N. K., Dewi, P.T.K., Merlyna, P. D. (2023). Penggunaan Campur Kode Guru dalam Pembelajaran Bahasa Jepang Kelas XI IBB di SMAS LAB Undiksha. Sakura, vol. 5, no. 2. DOI: http://doi.org/10.24843/JS.2023.v05.i02.p08

Setiawan, H., & Rois, S. (2017). Wujud Kesantunan Berbahasa Guru: Studi Kasus di SD Immersion Ponorogo. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(2). Hal. 145-161.

Simpen, I. W., Mbete, A. M., Suastra, I. M., & Pastika, I. W. (2015). Kesantunan Berbahasa Pada Penutur Bahasa Kambera Di Sumba Timur. PhD Proposal, 1, 1 – 15.Tidak diterbitkan.

Tsujimura, T. 1991. Keigo no Youhou. Tokyo: Kadokawa Shoten.

54