Bale Buga Desa Adat Tenganan Pegringsingan - Sebuah Eksplorasi Tektonika Bangunan
on
RUANG
SPACE
BALE BUGA DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN - SEBUAH EKSPLORASI TEKTONIKA BANGUNAN
Bale Buga of Desa Adat Tengangan Pegringsingan – an Exploration of Building Tectonics
Oleh: Kadek Agus Surya Darma1, I Gusti Agung Bagus Suryada2
Abstract
The bale buga of Tenganan Pegringsingan demonstrates simple tectonics. It is, however, fully loaded with exciting and unique traditional knowledge and carpentry skills. This building could be used as a medium for learning in architectural education, especially in the structure and construction of traditional buildings. This research collects data through site observation, architectural documentation, and on-site empirical measurements. This process is also enriched by structured discussions with local respondents, including local undagi (architect) and owners of the bale buga. Data analysis is carried out in stages, embracing phases of data classification, definition, and description of every single structural element of the bale buga before they are ready to be included in learning materials to improve students’ competencies, knowledge, and skills in architectural drawing capacity through the stages of classifying, defining and elaborating the elements of bale buga construction. This information is presented as teaching materials that are comprehensively used to achieve students’ competence, knowledge, and skills in architectural drawing. The result of this study is a tectonics exploration of the bale buga that includes detailed constructions of its floor, wall, and roof; building construction materials in use, dimensions, and scale; and functions of the bale buga in the context of traditional homes in the Tenganan Pegeringsingan Village.
Keywords: tectonics; bale buga; Balinese traditional architecture; Tenganan Pegringsingan
Abstrak
Bale buga Tenganan Pegringsingan menunjukan tektonika yang sederhana, namun sarat dengan tinggalan pengetahuan serta keterampilan pertukangan tradisional yang menarik dan unik. Bangunan ini dapat dipakai sebagai media pembelajaran di dalam pengembangan dunia pendidikan arsitektur, khususnya untuk bidang struktur konstruksi bangunan tradisional. Proses pendataan di dalam penelitian ini dilaksanakan melalui observasi, pendokumentasian, serta pengukuran langsung secara empiris di lokasi penelitian. Data-data yang diperoleh juga diperkaya oleh hasil diskusi terstruktur dengan para narasumber setempat, seperti para undagi dan pemilik bale buga. Proses analisis dilakukan melalui tahapan pengklasifikasian, pendefinisian dan penjabaran elemen-elemen konstruksi bale buga. Informasi yang disajikan disiapkan agar secara komprehensif bisa dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk mencapai kompetensi, pengetahuan dan keterampilan menggambar mahasiswa di bidang arsitektur. Hasil dari penelitian ini adalah eksplorasi tektonika bale buga yang meliputi penggambaran ilustrasi sistem konstruksi sambungan mulai dari elemen lantai, dinding dan atap; jenis bahan penyusun konstruksi; dimensi eksisting bale buga; serta penjelasan terkait fungsi bale buga dalam konteks rumah tradisional di Desa Tenganan Pegringsingan.
Kata kunci: tektonika; bale buga; arsitektur tradisional Bali; Tenganan Pengringsingan
Pendahuluan
Pengungkapan kembali eksotisme bale buga melalui eksplorasi tektonika struktur bale buga Desa Tenganan Pegringsingan, merupakan suatu upaya dalam mengklasifikasikan, mendefinisikan dan menjabarkan dengan lebih komprehensif tentang elemen struktur penyusun konstruksi bangunan. Tujuan eksplorasi ini didasari keinginan dalam memperkenalkan dasar-dasar struktur konstruksi bangunan vernakular Bali Aga kepada mahasiswa Arsitektur Udayana melalui proses pembelajaran di dunia pendidikan arsitektur. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini berupa dokumentasi fotografi dan gambar visualisasi yang dihasilkan melalui aplikasi digital. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menambah wawasan informasi dan pengetahuan bagi mahasiswa arsitektur secara visual serta dapat menjadi bahan penyajian informasi mendetail (Ihsan,M.,2019).
Bangunan bale buga merupakan suatu bangunan tradisional yang berada di dalam area pekarangan tempat tinggal setiap warga adat Tenganan Pegringsingan, yang berfungsi memfasilitasi aktifitas adat dan ritual yang bersifat sakral. Fenomena sisi ketahanan gempa elemen tektonika bangunan bale buga sudah teruji oleh periode waktu. Eksistensi estetika wajah bangunan dan filosofinya terhadap pemanfaatan material lokal sebagai kekayaan keilmuan dan keahlian pertukangan tradisional Bali Aga, akan diulas melalui artikel ini dengan berpijak pada dua pertanyaan mendasar tentang “elemen apa saja yang menyusun tektonika bangunan bale buga dari bagian sub structure hingga super structure, serta bagaimana rincian susunan kualitas dan kuantitas material penyusun elemen tektonika bale buga yang masih sesuai aslinya?”. Penelitian ini tentunya diharapkan memberikan manfaat langsung sebagai substansi pengetahuan keteknikan dalam melengkapi substansi materi pada buku-buku ajar Arsitektur Tradisional Bali pada Program Studi Arsitektur Udayana, dan pemuliaan kembali nilai-nilai pengetahuan kearifan lokal Tenganan Pegringsingan (Suprijanto,2002).
Bale buga sebagai balai adat tradisional memiliki fungsi sakral dan profan. Fungsi sakralnya adalah ketika digunakan sebagai balai adat untuk kegiatan pelaksanaan upacara adat keluarga, sedangkan fungsi profan ketika digunakan saat mewadahi aktifitas di luar kepentingan adat dan agama.
Tipologi eksisting bale buga lebih menyerupai bangunan semi tertutup atau terbuka yang dilengkapi dengan delapan buah konstruksi tiang kayu (sesaka) , dengan fungsi sebagai tiang kolom penopang utama. Berdasarkan hasil pengukuran empiris di lapangan memiliki dimensi tinggi rata-rata dua meter yang diukur dari ambang atas sambungan sendi. Bale buga memiliki bentuk dasar cenderung berbentuk persegi panjang dengan tipologi antara sisi-sisinya yang berbeda ukuran panjang atau lebarnya (7,68 m x 3 m). Balai ini memiliki komponen konstruksi yang dapat diklasifikasikan secara jelas dan terdiri atas bagian elemen bataran atau dasar bangunan dengan elevasi 75 cm dari atas permukaan tanah, elemen tengah atau dinding bangunan dengan elevasi 1.57 m , tiang bangunan, dan elemen atas atau konstruksi kap dan penutup atap. Bale buga memiliki tiga bagian area ruang yang dibagi sama besar oleh delapan buah tiang utama (sesaka). Di bawah ini dipaparkan hasil perolehan data pengukuran empiris yang dilakukan melalui observasi (dokumentasi dan
pengukuran) pada salah satu obyek bale buga milik Bapak Putu Yudiana, disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Gambar Teknik Bale Buga Tenganan Pegringsingan (dari atas ke bawah: gambar denah, potongan melintang, tampak depan dan samping, potongan memanjang,), skala: NTS Sumber: Hasil analisis, 2022
Gambar 2. Ilustrasi Estetika Bale Buga Tenganan Pegringsingan
Sumber: Hasil analisis, 2022
“Secara definisi sudut pandang keilmuan arsitektur, tektonika dapat dipahami sebagai elemen yang menekankan timbulnya aspek estetis dari adanya dampak rekayasa desain, pada suatu sistem struktur atau timbulnya sebuah ekspresi dan kesan pada tampilan konstruksi bangunan diluar aspek teknologinya”. Tektonika sendiri menurut beberapa ahli arsitektur dan konstruksi memiliki beragam pengertian, beberapa ahli yang dimaksud diantaranya yaitu Adolf Heinrich Borbein (1982), Karl Otfried Muller (1830), Eduard Sekter (1973), Eko Prawoto (1999), Y.B. Mangunwijaya (1988), Demokritos dalam Mangunwijaya (1988), secara umum mereka berpendapat bahwasanya tektonika dapat dikatakan sebagai sebuah seni pertemuan dan seni sambungan, dimana tektonika menurut beliau berfokus pada teknologi. Berdasarkan rumusan para ahli tersebut, maka penelitian ini dimulai dari sisi tektonika bangunan yang berfokus pada elemen konstruksi sambungan obyek bangunan bale buga beserta jenis material penyusunnya, dan dilengkapi dengan pemaparan singkat tentang fungsi bangunan bagi kehidupan sosial warga Tenganan. Hal ini akan dipaparkan melalui metode eksplorasi yang dirumuskan berdasarkan hasil analisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Metode Penelitian
Dalam menjamin tingkat validitas dan kredibilitas hasil temuan pada penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa kumpulan referensi data sekunder dari rujukan beberapa literatur terkait yang sudah ada sebelumnya, beberapa rumusan pendapat para ahli, dan hasil temuan beberapa peneliti dengan tema serupa, yang dapat ditempuh melalui triangulasi dalam proses penelitian. Temuan penelitian ini dihasilkan dengan metode campuran melalui pendekatan triangulasi metodologis. Triangulasi metodologis ditempuh penulis untuk menghindari terjadinya bias hasil data yang pada tahap akhir, sehingga dibutuhkan data pembanding melalui cara-cara yang beragam (pengukuran, pengamatan langsung , wawancara, literasi artikel terkait) namun tetap mengacu pada satu acuan yang sama yang sudah dituangkan dalam rumusan persoalan yang akan dipecahkan. Dalam proses riset kuantitatif, penulis menempuh suatu kegiatan penelusuran data eksisting obyek bale buga, melalui pengamatan langsung pada obyek dengan melibatkan unsur tim mahasiswa Arsitektur Universitas Udayana sebagai pembelajaran dan praktek laboratorium lapangan yang berupa aktifitas pencatatan melalui pengamatan seksama, pengukuran, pencatatan data empiris, pendokumentasian langsung, serta penggambaran dengan sketsa cepat untuk proses perekaman data dasar yang dilengkapi juga dengan padanan hasil studi
literasi artikel serupa yang lebih dulu ada. Aktifitas riset kualitatif ditempuh melalui proses kegiatan wawancara langsung terstruktur pada narasumber setempat (stakeholder terkait) yang merupakan salah seorang tokoh adat yang juga seorang pensiunan akademisi di bidang terkait (arsitektur) yaitu; Bapak I Nengah Sadri dan Bapak Ketut Surata, serta Bapak Putu Yudana selaku pemilik bangunan bale buga yang dijadikan obyek penelitian. Wawancara terstruktur yang dilakukan pada Bulan Nopember 2022, dilakukan dalam rangka menghimpun informasi lisan guna melengkapi informasi utama dari proses pengukuran dan observasi langsung serta hasil studi literasi beberapa artikel terkait.
Lokasi penelitian secara umum berada di wilayah teritorial Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Dengan detail lokasi obyek penelitian bangunan bale buga yang berada dalam pekarangan warga adat Tenganan Pegringsingan yang bernama Bapak Putu Yudiana (Gambar 3).
Gambar 3. Dokumentasi Kegiatan Perijinan, Observasi Lapangan dan Wawancara Terstruktur dengan Stakeholder Setempat
Sumber: Observasi, 2022
Diskusi dan Hasil Temuan
Hasil temuan berupa pemaparan komponen tektonika yang teridentifikasi, seperti komponen tektonika sistem tipologi struktur bangunan bale buga, jenis pertemuan sambungan struktur konstruksi bangunan, pemilihan jenis material bangunan, penyusunan bahan serta penyiapan bahan material bangunan beserta cara pemasangannya dan beberapa paparan terkait fungsi bangunan. Berikut ini adalah pemaparan dari hasil temuan yang disebut di atas.
Komponen tektonika bale buga dalam penelitian ini diklasifikasikan dalam empat kategori komponen yaitu: komponen bagian sistem struktur, komponen detail model sambungan, komponen bahan material, dan komponen teknik pemasangan, yang akan dibagi lagi dalam masing-masing kategori pada elemen sub struktur, elemen super struktur dan elemen upper struktur.
Ciri khas sistem bangunan tradisional bale buga terletak pada penggunaan metode purus dan lubang yang kemudian diperkuat oleh elemen lait (Siwalatri, 2016) sebagai sistem sambungan dalam struktur utamanya. Komponen dinding tidak berfungsi dalam menahan beban melainkan sebagai fungsi selubung bangunan saja. Sistem konstruksi tiang sesaka yang berbahan kayu utama dan terpilih merupakan konstruksi struktur utama. Stabilitas tiang vertikal sesaka diperkuat oleh rangka struktur balai yang berbentuk persegi empat, sebagai elemen pengaku dengan fungsi sama seperti konstruksi pelantaian pada konstruksi bangunan modern (konstruksi beton). Konstruksi balai berfungsi sebagai elemen pengaku dalam mempertahankan stabilitas terhadap gaya beban geser arah horisontal. Semakin keatas, bahan yang digunakan semakin ringan, sehingga struktur penopang utama yang berada dibawahnya tidak mengalami penyaluran pembebanan yang cukup besar. Bagian sistem pondasi menggunakan pondasi jongkok asu dengan susunan batu alam / batu kali yang direkatkan menggunakan tanah liat yang sudah berumur lebih dari tiga hari, ketika sedang dalam pengolahannya sehingga memiliki daya rekat yang lebih berkualitas. Pondasi ini diperkuat/dikunci oleh urugan tanah liat yang menjadi pengisi dasar bangunan/bataran bangunan dan dipadatkan secara merata.
Pertemuan sambungan struktur konstruksi bale buga menggunakan sistem purus, lubang dan lait (Siwalatri, 2016) yang dilengkapi perkuatan lainnya berupa elemen pasak. Pada teknik sambungan pemasangan bahan penutup atap dari bahan daun kelapa (pal-palan) dan beberapa bangunan yang masih menggunakan alang-alang, digunakan teknik ikatan tali temali yang terbuat dari bahan material ijuk (material serat berupa serabut pada pangkal pelepah pohon enau), maupun batang bambu yang dipotong cukup tipis sehingga mendekati karakter elastisitas seutas tali yang biasa digunakan untuk mengikat sebuah benda. Pertemuan sambungan konstruksi kayu dengan sistem dan teknik purus,lubang,lait dan pasak serta sebagian kecil ikatan, menjadikan komponen tektonika bangunan bale buga mudah untuk dibongkar pasang kembali, dan lebih memiliki ketahanan terhadap gempa. Pertemuan konstruksi elemen sub struktur dengan elemen super strukturnya bertumpu pada struktur sendi, yang terbuat dari batu kali dengan diberi lubang di tengah-tengahnya sebagai titik pancang elemen purus yang terdapat pada ujung bawah tiang kolom sesaka. Pada bagian elemen konstruksi dinding yang bertumpu di atas lantai bangunan, terdiri atas susunan pasangan ikatan tanah pol-polan yang saling merekat dan disusun secara arah vertikal, namun tidak dibuat menyatu dengan bagian konstruksi atap bangunan karena masih terdapat jarak ruang pada ambang atas elemen dindingnya dan hanya sebagai selubung bangunan yang tidak difungsikan dalam menerima atau menyalurkan beban apapun selain beban sendiri.
Tektonika Bahan Material Bangunan Bale Buga
Tektonika bahan material bale buga merupakan jenis material berbahan dasar organik yang umumnya didapat dari lingkungan terdekat. Seperti kayu hutan setempat (kayu pohon Cempaka, kayu pohon Ketewel), tanah liat, dan batu alam (batu kali dan batu padas) serta daun-daunan (daun kelapa, dan rumput-rumputan/alang-alang). Bahan material sangat
sederhana, tersedia dalam jarak yang dekat dengan permukiman dan memiliki sifat ramah lingkungan serta dapat diremajakan kembali. Bahan material lokal tersebut secara pengolahan juga cukup mudah diolah dan dibentuk serta dipasang menggunakan keahlian pengetahuan ketukangan setempat, hal ini juga menjadi sebuah tradisi ketika pembelajaran pengetahuan seni ketukangan setempat dikenalkan di setiap generasinya.
Komponen elemen dasar lantai bangunan merupakan komponen penyusun yang terdapat di bagian dasar bangunan bale buga dan secara tektonika bangunan lebih berfungsi sebagai struktur penyangga dasar atau bataran bangunan. Secara terperinci elemen sub struktur ini disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 4 hingga Gambar 5.

Senderan datar bangunan, kombinat: batu kali dengan tanah liat
Tabel 1. Komponen Tektonika Elemen Sub Struktur Bale Buga
Komponen Konstruksi |
Bahan Material |
|
Batu kali setempat Tanah urugan berupa tanah liat yang dipadatkan dan dittumpuk dengan batu kali sebagai alas pijakan kaki |
• Lantai bangunan |
Tanah liat yang dituang langsung dan diratakan serta dipadatkan |
|
Urugan tanah liat yang dipadatkan (tanah pol-polan) Tanah liat yang diolah dalam periode waktu 3 hari Menggunakan batu padas sebagai lapisan terluar |
Sumber: Hasil analisis, 2022
Unigan tanah liat yang dipadatkan
Gambar 4. Bagian Komponen Tektonika elemen lantai/dasar bangunan Sumber: Hasil analisis, 2022

G ambar 5. Jenis Material Penyusun Komponen Tektonika Elemen Lantai/Dasar Bangunan Sumber: Hasil analisis, 2022
Komponen elemen dinding bangunan merupakan komponen yang menyusun lingkupan selubung bangunan bale buga, sebagai bagian dinding bangunan dan semua komponen konstruksi kayu yang berada di atas dasar bangunan bale buga. Secara tektonika bangunan, lebih berfungsi sebagai struktur selubung dan struktur utama penyangga atap. Secara terperinci elemen sub struktur ini disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 6 hingga Gambar 7.
Tabel 2. Komponen Tektonika Elemen Super Struktur Bale Buga
Komponen Konstruksi |
Bahan Material |
• Struktur konstruksi pasangan dinding bale buga |
Tanah liat yang diolah selama tiga hari dan dipadatkan melalui remasan tangan sebelum disusun bertumpuk-tumpuk membentuk konstruksi dinding |
• Struktur konstruksi Sesaka tiang kolom vertikal |
Berupa kayu dengan jenis dan kelas tertentu yang diambil dari hutan sekitar desa |
bale buga Sendi |
Berupa batu padas yang dibentuk menyerupai bidang trapesium atau punden berundak dengan lubang ditengahnya untuk tempat memasukkan sesaka (lingga yoni) |
• Struktur konstruksi Lait, Purus, Sunduk |
Berupa kayu dari jenis dan kelas tertentu yang |
tiang balok horisontal Bawak, Sunduk Dawa bale buga |
diambil dari hutan sekitar desa |
• Struktur konstruksi Slimar, Waton, |
Berupa kayu dari jenis dan kelas tertentu yang |
balai-balai bale buga Galar, likah |
diambil dari hutan sekitar desa |
• Struktur bahan Tembok pelapis dinding |
Material tatal (tanah liat yang difermentasikan selama tiga hari, kemudian dibentuk menyerupai kubus), material bungkalan ( yaitu campuran batu padas dengan tanah liat) dan kombinasi batu kali dengan tanah liat sebagai pengisi dan perekat pada celah siar. |
Sumber: Hasil analisis, 2022
Kayu pohon ketewel/nangka
kombinasi batu kali dengan tanah Hat
G ambar 6. Bagian Komponen Tektonika Elemen Dinding Bangunan Sumber: Hasil analisis, 2022

Gambar 7. Pertemuan Hubungan Konstruksi Balok Sineb dan Lambang
dengan Tiang Kolom Sesaka,Sunduk dan Sendi Sumber: Hasil analisis, 2022
Komponen elemen atap bangunan yang merupakan komponen penyusun bagian konstruksi selubung atap pada bangunan bale buga yang terdapat di atap bangunan bale buga. Secara tektonika bangunan, lebih berfungsi sebagai struktur selubung rangka dan penutup atap. Secara terperinci elemen sub struktur ini disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 8 hingga Gambar 9.

G ambar 8. Bagian Komponen Tektonika Elemen Atap Sumber: Hasil analisis


G ambar 9. Pertemuan Hubungan Konstruksi Rangka Atap dengan Balok Sineb Sumber: Hasil analisis
Tabel 3. Komponen Tektonika Elemen Upper Struktur Bale Buga
Komponen Konstruksi |
Bahan Material |
konstruksi langit, tabing langit-langit, iga- atap bale iga, gerantangan, kolong, tatab, buga tadaalas
bahan tali ijuk penutup atap |
Konstruksi iga-iga menggunakan bahan dari kayu pohon cempaka Lapisan lembaran alas antara penutup atap dengan iga-iga terbuat dari pelupuh (bambu yang diratakan), penutup atap menggunakan bahan daun kelapa (pal-palan) |
Sumber: Hasil analisis, 2022
Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Artikel ini dapat memberikan cara pandang baru tentang pewarisan ketukangan tradisional yang tidak hanya dapat ditempuh melalui aspek pemodelan obyek fisik di lapangan, namun juga dapat diwujudkan melalui cara yang lain yaitu dengan pemodelan gambar ilustrasi yang komprehensif baik secara manual maupun digital. Tahapan proses pembangunan bale buga yang cukup sederhana, membutuhkan teknik keterampilan ketukangan lokal, hal ini menjadi dasar bagi keberlanjutan pelestarian pengetahuan nilai-nilai kearifan lokal Arsitektur Vernakular (pengetahuan tektonika bale buga), sebagai warisan tak benda.
Melalui penggambaran secara terstruktur dan mendetail, menunjukkan bahwa penjabaran sistematis yang lebih terperinci tentang elemen tektonika bale buga dapat dilakukan dengan lebih mudah dan terstruktur. Hal ini tentunya dapat dilihat sebagai sebuah tambahan referensi tentang khasanah wawasan di bidang pengetahuan arsitektur nusantara, khususnya Arsitektur Bali Kuno. Pemaparan tahapan konstruksi bale buga yang dijabarkan secara komprehensif dengan metode visualisasi penggambaran ilustrasi detail struktur konstruksi, diharapkan dapat memberikan peningkatan pemahaman dan keterampilan mahasiswa Arsitektur tentang pembelajaran tektonika dasar, baik secara wawasan maupun kemampuan dalam menggambar. Pengayaan referensi materi tentang arsitektur nusantara sudah terpenuhi melalui artikel ini, sebagai salah satu tambahan referensi dan peremajaan materi yang bermanfaat bagi mahasiswa arsitektur
Penelitian tentang bale buga tentunya diharapkan dapat terus berlanjut untuk mengungkap kembali sisi lain di luar elemen ketektonikaannya. Eksplorasi mendalam tentang perawatan dan penggunaan bahan material alternatif yang masih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar tektonika bale buga yang masih otentik, dapat menjadi substansi yang bisa diangkat kembali oleh peneliti lainnya. Penggambaran skematik arah-arah gaya beban yang bekerja pada konstruksi bale buga dapat ditelusuri lebih lanjut sebagai sebuah penelitian lanjutan untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. Penggambaran skematik arah-arah gaya pembebanan ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi mahasiswa Arsitektur dalam memahami logika pembebanan, sehingga dapat membedakan karakter pembebanan di masing-masing elemen konstruksi bale buga.
Daftar Pustaka
Afriyanto, D. S., Putri, P. D., & Pradipto, E. Tektonika Perpaduan Unsur Jawa dengan Eropa pada Pendopo Dalem Kabupaten Rembang. ARSITEKTURA, 19(2), 239248.
Altman, I., & Chemers, M. (1980). Culture and Environment, Monterey, CA: Brooks Cole Pub.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2011). Sejarah Bali Kuno, Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali,
Fajarwati, A. N., Efendi, M., Suhariyanto, S., & Sudarmanto, S. (2020). Identifikasi Struktur Bangunan Rumah Tradisional di Desa Pinggirpapas. NALARs, 19(2), 139148.
Gantini, C. (1999). Kajian Proporsi Bangunan Arsitektur Bali. Naskah Arsitektur Nusantara I. Surabaya : Jurusan Arsitektur FTSP-ITS.
Gelebet, N. (2006). Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Ginarsa, K. Darmaning Asta Kosala,(L.01.A). Salinan dari Asal; Br.Uma Abian, Marga-Tabanan. Team Kosala Saba, Koleksi B.I.C, Bali.
Gomudha, I W. (1997). Kejatidirian ragam Hias (Ornament dan Dekorasi): Kajian Kasus Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar : Jurusan Arsitektur FT Universitas Udayana.
Hariyanto, A. D., Triyadi, S., & Widyowijatnoko, A. (2020). Teknik Tradisional pada Struktur Rumah Panggung di Kabupaten Bima Untuk Ketahanan Terhadap Gempa. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment),, 7(1), 5-14.
Idznillah, M. (2010). Fotografi sebagai Perangkat dalam Riset Arsitektural. (Skripsi Tidak Diterbitkan), Fakultas Teknik, Departemen Arsitektur, Universitas Indonesia, Depok
Ihsan, M., & Sugandi, D. (2019). Pemanfaatan Produk Fotogrametri Digital untuk Media Pembelajaran. Geografi Gea, 115.
Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali. (2008). Denpasar: Pustaka Arsitektur Bali, Ikatan Arsitektur Indonesia Daerah Bali.
Juniwati, A., & Widigdo, W. (2003). Perlunya Pengetahuan Tektonika pada Pengajaran Struktur di Arsitektur. DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment), 31(2).
Kapilawi, Y. W., Nday, R. U., & Hardy, I. G. N. W. (2019). Kajian Tektonika Arsitektur Rumah Tradisional Sabu di Kampung Adat Namata. GEWANG: Gerbang Wacana dan Rancang Arsitektur, 1(1), 8-13.
Maharani, I. A. D., Santosa, I., & Wardono, P. (2017). Representasi Nilai Kosmologi pada Wujud Lokal Bangunan Hunian Bali Aga. Panggung, 26(4).
Maharani, S. A., Suartika, G. A. M., & Saputra, K. E. (2021). Transformasi Elemen Rancang Bangun Tradisional dalam Tampilan Arsitektur Bangunan Kekinian. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment),, 8(1), 61-78.
Mendra, I. W., & Wiriantari, F. (2016). Perubahan Spasial Permukiman Tradisional di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Bali. Jurnal Anala, 4(2).
Nurjani, N. P. S. Struktur Rumah Tinggal Masyarakat Julah: Wujud Pewarisan Tradisi Arsitektur Berkelanjutan di Bali Utara. Vitruvian: Jurnal Arsitektur, Bangunan, dan Lingkungan, 5(2), 265312.
Oktavia, A. M., & Prihatmaji, Y. P. (2019, February). Tektonika Rumah Gadang sebagai Bentuk Struktur Konstruksi yang Ramah Gempa. In SENADA (Seminar Nasional Manajemen, Desain dan Aplikasi Bisnis Teknologi) (Vol. 2, pp. 655-663).
Poerwadarminta, W. J. S. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Prabasmara, P. G., Wibowo, S. H., & Yuniastuti, T. (2020). Kajian Struktur Bangunan Tradisional Jawa pada Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 16(1), 44-51.
Prabawa, M. A. A., Adhika, I. M., & Gde, I. B. (2019). Konservasi Arsitektur Pura Berbasis Komunitas di Pura Dasar Buana Gelgel, Klungkung. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 6(1), 5-20.
Prijotomo, J., dkk. (2009). Ruang di Arsitektur Bali. (pp. 83-102). Jurnal Nalar, 9(2).
Purwestri, N., dkk. (2015) Atlas Arsitektur Tradisional Indonesia Seri 2: (Sulawesi, Bali dan Kalimantan). Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Saefudin, A. (2007). Pemanfaatan Kayu sebagai Bahan Struktur Bangunan. Menara: Jurnal Teknik Sipil, 2(1), 14-14.
Siwalatri, N. K. A. (2016, November). Tektonika Arsitektur Bali. In Seminar Nasional Tradisi dalam Perubahan: Arsitektur Lokal dan Rancangan Lingkungan Terbangun-Bali.
Suartika, G. A. M. (Ed.). (2013). Vernacular Transformations: Architecture, Place, and Tradition. Pustaka Larasan in conjunction with Udayana University's Masters Program.
Sudara. (1983). Ornamen Bali, kumpulan Pola Hias. Denpasar: Sekolah Menengah Seni Rupa Negeri.
Sudarwanto, B., & Murtomo, B. A. (2013). Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Rumah ‘Pencu’di Kudus. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 2(1), 35-42.
Suprijanto, I. (2002). Rumah Tradisional Osing Konsep Ruang dan Bentuk. Dimensi (Journal of Architecture and Built Environment), 30(1).
Surya D., K. A. (2019). Potensi Kearifan Lokal Pada Bangunan Tradisional Bali Aga Di Desa Sukawana. Proceedings of the International Conference on Science Technology and Humanities Bali, Indonesia, 16,123-130.
Swanendri, N. M., & Susanta, I. N. (2018). Transformasi Permukiman Bali Aga di Desa Pakraman Timbrah Kabupaten Karangasem. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment),, 5(2), 217-232
Utari, S. D., Agustin, M. L., Dzikri, A. M., & Ayundasari, L. (2021). Perancangan Aplikasi Virtual Reality Cagar Budaya untuk Pembelajaran Sejarah Lokal. Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah, 4(2), 103-114.
Wardhani, C. A. R., Permatasari, F. P., & Dwiasmaraditya, N. (2022, February). Kajian Etnomatematika pada Konstruksi Rumah Suku Muna dari Sulawesi Tenggara. In PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika (Vol. 5, pp. 354-363).
Windhu, I. B. O. (1984). Bangunan tradisional Bali serta fungsinya. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Zain, Z., & Fajar, I. W. (2014). Tahapan Konstruksi Rumah Tradisional Suku Melayu Di Kota Sambas Kalimantan Barat. Langkau Betang: Jurnal Arsitektur, 1(1), 15-26.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana atas hibah pendanaan dalam mendukung kegiatan penelitian ini, Fakultas Teknik dan Program Studi Arsitektur sebagai lembaga yang turut memberikan kesempatan pada penulis dalam tetap berkarya, Kepala Lingkungan Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang telah memberikan izin bagi penulis dalam berkegiatan melakukan penelitian di lokasi, adik-adik mahasiswa yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan dan menyusun data dasar, serta narasumber setempat sebagai informan penting yang telah membagikan informasi terkait obyek penelitian dengan sangat detail dan tulus, beserta semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu. Atas sumbangsih semua pihak tersebut, kami haturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
74
SPACE - VOLUME 10, NO. 1, APRIL 2023
Discussion and feedback