RUANG


KARAKTER VISUAL CANDI BENTAR PURA PURU SADA DI BADUNG, BALI

SPACE


Oleh: I Putu Sathya Dharma1, Gusti Ayu Made Suartika2

Abstract

Candi bentar is a gate or the main door to enter a specific area, such as temple and palace in Bali. However, in the current situation, it can be found in many entries points to various premises, including a border between areas, a house, and public facilities. Puru Sada Temple, one of Kahyangan Jagat Temples located in Badung Regency of Bali Province, has a candi bentar, which at first glance similar to that of the Wringin Lawang Temple - a legacy of the Majapahit Kingdom of East Java. In terms of scale, however, the size of the Puru Sada Temple’s candi bentar is smaller. The purpose of this study is to discuss the visual characters of candi bentar in places that functioned for worship by taking Puru Sada Temple as its case study. The study used a descriptive qualitative approach. Its analysis is supported by relevant views offered by both Yudoseputro (2008) and Ching (1991). This study finds that intimacy has been a dominant visual character supported by the existence of sacred ornaments that are considered as guarding figures.

Keywords: visual character; candi bentar; gate; Puru Sada Temple

Abstrak

Candi bentar adalah gerbang atau pintu utama dalam memasuki area khusus seperti pura maupun puri di Bali. Namun saat ini candi bentar dapat ditemukan di berbagai tempat seperti perbatasan daerah, rumah tinggal, dan fasilitas umum. Pura Puru Sada termasuk dalam Pura Kahyangan Jagat berlokasi di Badung memiliki candi bentar yang sekilas mirip dengan Gapura Wringin Lawang peninggalan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Namun ukuran candi bentar Pura Puru Sada lebih kecil. Tujuan penelitian ini adalah membahas karakter visual candi bentar di tempat suci dengan mengambil Pura Puru Sada sebagai studi kasus. Penelitian ini menggunakan pedekatan kualitatif deskriptif. Dianalisa dengan teori relevan yang ditawarkan oleh Yudoseputro (2008) dan Ching (1991). Studi ini menemukan jika intimasi merupakan karakter visual dominan yang didukung dengan adanya ornamen sakral sebagai sosok penjaga.

Kata kunci: karakter visual; candi bentar; gapura; Pura Puru Sada

Pendahuluan

Indonesia memiliki beranekaragam wujud arsitektur. Setiap daerahnya memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Seperti halnya dengan candi bentar atau gapura, merupakan gerbang pintu utama. Candi bentar di Bali merupakan pintu utama dalam memasuki area yang dihormati. Adanya candi bentar dalam Arsitektur Tradisional Bali biasanya terdapat di area pura maupun puri. Dengan bentuk bangunan terbelah menjadi dua sisi yang memiliki kesamaan bentuk. Namun pada saat ini keberadaan candi bentar bisa dijumpai selain di pura dan puri seperti di perbatasan daerah, rumah tinggal, dan fasilitas umum.

Dalam kawasan Pura Puru Sada terdapat bangunan candi bentar. Wujud dari candi bentar Pura Puru Sada terlihat sama dengan Gapura Wringin Lawang di Jawa Timur. Terlihat ukuran dari candi bentar Pura Puru Sada lebih meramping dan kecil, dibandingkan dengan Gapura Wringin Lawang. Serta adanya perbedaan yang mencolok dari aspek ornamentasi. Selain itu Pura Puru Sada ini merupakan Pura Kahyangan Jagat yang terletak di Desa Kapal, Mengwi, Badung. Sedangkan Gapura Wringin Lawang merupakan bagian dari peninggalan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Dari hal tersebut yang melatar belakangi dalam penelitian ini.

Beberapa penelitian yang pernah membahas karakter visual ialah Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) berjudul Karakteristik Visual Gapura Wringin Lawang Pada Gapura di Perbatasan Kota Malang menggunakan metode penelitian kualitatif mendapatkan hasil penelitian bahwa kesamaan aspek dengan gapura di perbatasan Kota Malang dengan Gapura Wringin Lawang adanya dan merupakan salah satu rujukan desain sebagai referensi rancangan gerbang Kota Malang, kesamaan elemen desain melalui garis, bentuk, massa, ruang, dan tekstur. Pada prinsip desain, kesamaan terdapat pada keseimbangan, kontras dan penekanan, bentuk, koneksi, makna, simbol, dan citra, pola, skala dan proporsi, ritme dan variasi. Penelitian lainnya Astutiningsih, Titisari, & Razziati (2015) berjudul Karakter Visual Pura Mandaragiri Semeru Agung di Lumajang menggunakan metode kualitatif mendapatkan hasil penelitian bahwa secara visual Pura Mandaragiri Semeru Agung dalam arsitekturnya dipengaruhi oleh pura di Bali dengan oranamen yang lebih sederhana sedangkan yang membedakan ialah penggunaan material.

Dari beberapa penelitian tersebut telah membahas mengenai candi bentar dengan lokasi penelitian yang berbeda dan fungsi yang berbeda. Jadi tujuan penelitian ini akan fokuskan dalam membahas mengenai karakter visual candi bentar di tempat suci khusus candi bentar di Pura Puru Sada sebagai pintu gerbang utama masuk ke tempat suci.

Pemahaman Mengenai Candi Bentar Pura di Bali

Candi bentar berasal dari dua kata yaitu candi dan bentar. Kata candi yang berarti bangunan yang mereplikakan tempat tinggal dari para dewa yang merujuk pada bangunan keagamaan peninggalan dari masa Hindu-Buddha. Sedangkan menurut Soekmono (1988) candi juga merupakan bentuk tiruan dari gunung, yakni stana para dewa yang sesungguhnya yaitu Gunung Mahameru. Sedangkan kata bentar yang berarti belah. Sehingga candi bentar ialah bangunan yang merupakan akses keluar masuk yang wujudnya terbelah dua.

Bangunan candi bentar biasanya juga disebut sebagai gapura (Muyasyaroh & Aminuddin, 2015). Sejalan dengan itu dalam Muyasyaroh & Aminuddin (2015) menyebutkan gapura berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu gopuram yang berarti pintu gerbang menuju ke kota. Istilah gapura juga memiliki arti sebagai pintu masuk candi, rumah bangsawan, keraton, desa dan negara (Alston, 1964). Selain itu dalam Widyosiswoyo (2006) menyebutkan dari segi fungsi dan arsitekturnya, di Bali lebih dikenal adanya pintu yang disebut candi bentar, dan paduraksa.

Sebagai pintu masuk, keberadaan candi bentar sering ditemui pada area pura di Bali. Pura menurut Gelebet (1986) ialah tempat ibadah dengan bangunan suci yang dibangun di tempat yang suci atau disucikan. Sejalan dengan hal tersebut dalam Indradewi (2016) menjelaskan bahwa pura adalah tempat suci untuk memuja Ida Sanghyang Widi Wasa, para dewa serta roh leluhur yang disertai dengan rangkaian upacara. Dalam konsep Arsitektur Tradisional Bali dijelaskan bahwa pura merupakan perwujudan dari makrokosmos. Makrokosmos merupakan wujud dari keseimbangan yang tercipta dari konsep Tri Hita Karana terwujudnya dari yang paling makro (bhuana agung/alam semesta) dan yang paling mikro (bhuana alit/manusia) (Dwijendra, 2003). Selain itu dalam Soebandi (1990) menjelaskan bahwa makrokosmos merupakan lingkungan buatan atau bangunan dan mikrokosmos merupakan manusia yang mendirikan dan menggunakan wadah tersebut.

Pada sebagian besar area pura di Bali terdapat pembagian area dengan sebutan tri mandala. Aspek dari tri mandala antara lain utama mandala, madya mandala, dan nista mandala (Wahana dkk, 2015). Utama mandala merupakan area pura paling dalam (jeroan). Madya mandala merupakan area peralihan (jaba tengah) antara area terdalam (utama mandala) dan area terluar (nista mandala). Nista mandala merupakan area terluar pura (jaba sisi).

Jika dilihat dari luar sebagian besar area terluar kawasan pura di Bali dikelilingi oleh tembok pembatas atau penyengker. Pembatasan itu bertujuan dalam menjaga area sakral dalam pura. Dalam dinding pembatas itu ada jalan berupa pintu masuk. Dalam Laksmi dkk (2015) menjelaskan dalam lingkungan terluar pura yang berbatasan dengan area nista mandala terdapat candi bentar sebagai gerbang lingkungan terluar pura. Sejalan dengan itu Budiadnya & Sujaelanto (2021) menyebutkan candi bentar merupakan area terluar kawasan pura. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Patra (1992) yang menyebutkan bahwa candi bentar ialah pintu masuk pertama dari halaman luar ke dalam halaman tengah pura. Namun dibeberapa pura ada pula keberadaan candi bentar tidak berada di luar sebagai pembatas dengan area nista mandala.

Keberadaan candi bentar yang berada di area terluar pura di Bali bagaikan gerbang yang dibelah dua, juga bisa ditemui di Pulau Jawa. Dengan adanya bangunan-bangunan berwujud candi bentar atau gapura yang sampai saat ini bisa dilihat, contohnya Gapura Wringin Lawang bisa dilihat pada Gambar 1. Dari materialnya menggunakan batu bata merah, dengan proporsi skala yang monumental.

G ambar 1. Gapura Wringin Lawang

Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/ diakses 2021

Pemahaman Mengenai Karakter Visual

Karakter visual adalah suatu ciri dari fisik kawasan maupun bangunan yang elemen pembentuknya dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan) (Lynch, 1982). Dalam Ching (1991) dijelaskan bahwa karakter visual ialah image perception yang dapat dirasakan dengan mata melalui petunjuk visual. Selain itu Berry (1980) menjelaskan bahwa karakter dapat dilihat secara keseluruhan melalui elemen fisik dari bangunan tersebut.

Dalam hal ini karakter visual akan menampilkan ciri khas (identitas), atau image yang khas. Identitas mengarah pada nilai arsitektur dan estetika yang ditangkap secara visual oleh pengamat (Shirvani, 1985). Dengan tampilan yang memberitahukan mengenai identitas (Krier, 2001), sehingga identitas tersebut akan memberikan perbedaan objek bangunan. Sejalan dengan Fajarwati (2011) menyebutkan objek yang khas merupakan objek yang dapat dibedakan dengan objek satu dengan objek lainnya. Hal itu juga disampaikan dalam Adenan dkk (2012) yang menjelaskan bahwa kekhasan merupakan sesuatu hal yang membedakan dari objek satu dengan objek lainnya.

Teori Karakter Visual Candi Bentar

Tampilan candi bentar yang khas bisa dilihat dari beberapa elemen pembentuk karakter visual. Selain itu dalam tampilannya juga terdiri dari beberapa ciri-ciri. Dalam Yudoseputro (2008) disebutkan ciri dari gapura, yaitu pada bagian atap terbuka/kepala (gapura belah), bagian badan dan kaki (tidak dilengkapi ornamentasi melainkan garis horisontal yang dominan). Pembagian tersebut juga terdapat dalam konsep tri angga dalam Arsitektur Tradisional Bali. Susanta (2017) menjelaskan pada bangunan adanya pembagian secara vertikal pada bagian paling atas (kepala) bernilai utama, bagian tengah (badan) bernilai madya, dan bagian paling bawah (kaki) bernilai nista.

Karakter visual dalam Ching (1991) menyebutkan adanya wujud, warna, orientasi, tekstur, irama, proporsi, skala, dan dimensi. Wujud merupakan bentuk dari bangunan yang diamati. Warna merupakan unsur warna yang terdapat dalam setiap elemen bangunan. Orientasi merupakan arah dari bangunan. Tekstur merupakan unsur tekstur berupa kasar, halus, licin dari bangunan. Irama merupakan elemen berupa pengulangan yang berkesinambungan. Skala merupakan ukuran nyata untuk mengukur proporsi. Proporsi merupakan hubungan dari elemen bangunan. Serta dimensi merupakan ukuran bangunan. Dengan adanya elemen tersebut akan memberikan identitas tersendiri didalam tampilan sebuah bangunan. Dalam Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) dan Astutiningsih, Titisari, & Razziati (2015)

menjelaskan elemen karakter visual pembentuknya berupa garis, bentuk, warna, material, tekstur, ornamen, irama, proporsi, skala, keseimbangan, kesatuan.

Metode

Penelitian menggunakan metode pedekatan kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan dalam menyajikan maupun menggambarkan obyek penelitian pada saat sekarang. Penelitian ini akan membahas mengenai karakter visual candi bentar Pura Puru Sada, Badung. Tahap awal yang dilakukan ialah pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi ke lokasi penelitian Pura Puru Sada, serta dilakukannya studi literatur. Setelah itu dilakukan analisis data bisa dilihat pada Tabel 1. Dengan menggunakan teori dari Yudoseputro (2008) dalam memahami mengenai ciri fisik dari candi bentar. Setelah itu menggunakan teori Ching (1991) dalam membahas elemen pembentuk karakter visual candi bentar. Elemen tersebut meliputi wujud, warna, irama, dan skala, proporsi, dimensi. Sehingga mendapatkan hasil serta kesimpulan dalam penelitian mengenai karakter visual candi bentar Pura Puru Sada di Badung.

Tabel 1. Variabel Penelitian

No

Teori

Variabel Penelitian

1

Pemahaman mengenai ciri fisik candi bentar dengan teori Yudoseputro (2008)

  • •   Bagian kepala candi bentar

  • •   Bagian badan candi bentar

  • •   Bagian kaki candi bentar

2

Pemahaman mengenai elemen pembentuk karakter visual candi bentar dengan teori Ching (1991)

  • •  Wujud

  • •  Warna

  • •   Irama

  • •   Skala, proporsi, dimensi

Sumber: Pengembangan dari Yudoseputro ( 2008) dan Ching (1991)

Deskripsi Umum Mengenai Pura Puru Sada

Pura Puru Sada terletak di Jalan Soka, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung Bali. Keberadaan Pura Puru Sada terletak ditengah-tengah permukiman masyarakat Desa Kapal bisa dilihat pada Gambar 2. Pura Puru Sada termasuk dalam pura kahyangan jagat. Pura kahyangan jagat, merupakan media dalam mengembangkan kerukunan regional dan universal (Goris, 2012; Susanta, 2017).

G ambar 2. Peta Lokasi Pura Puru Sada

Sumber: https://www.google.com/maps dimodifikasi oleh dharma, 2021

Pura Puru Sada kemungkinan sudah terbangunan pada tahun 800an dilihat dari temuan yang ditemui (Jro Mangku Nyoman Sudira, komunikasi pribadi, 23 Juni 2022). Dalam Sanjaya (2013) menyebutkan dalam Prasasti Pakraman Kapal bahwa Pura Puru Sada singkatan dari Pura Prasadha yang dipugar pada zaman keemasan Majapahit, dipersembahkan kepada Siwa Guru dengan Bhtara Sakti Jayanggrat dan Bhatara Sri atau Manik Galih. Pura Puru Sada dalam pembagian ruangnya berdasarkan konsep tri mandala meliputi nista mandala, madya mandala, dan utama mandala (Ananda, Yudana, & Sunu, 2013). Candi bentar Pura Puru Sada terletak di area nista mandala yang juga terdapat bangunan berupa Pelinggih Ratu Sedahan Bingin dan Pelinggih Jaran. Candi bentar Pura Puru Sada mengandung lokal genius sebagai peninggalan dari masa Hindu Budha (Ananda, Yudana, & Sunu, 2013).

Tampilan Fisik Candi Bentar Pura Puru Sada

Sesuai dengan yang dijabarkan dalam Yudoseputro (2008) adanya pembagian fisik gapura dibagi menjadi atap (kepala), badan, dan kaki. Pada candi bentar Pura Puru Sada, ciri fisiknya akan dikategorikan dalam beberapa bagian. Pembagian terdiri dari beberapa bagian (segmen) meliputi bagian kepala (atap), bagian tengah (badan), dan bagian bawah (kaki). Dengan rincian pembagian tersebut bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Ciri Fisik Candi Bentar

No Bagian Candi


Gambar


Deskripsi


Bentar

1    Kepala



2    Badan


3     Kaki



  •    Bagian atap terbuka (kepala).

  •    Bentuk mengerucut keatas.

  •    Terdapat ornamentasi pada bagian puncak atap.

  •    Proposi bagian atap lebih kecil dari bagian badan candi bentar, dengan adanya 7 tingkatan.

  •    Bagian badan didominasi dengan bentuk garis horizontal.

  •    Terdapat ornamentasi berupa karang bhoma dan geometri persegi dan lingkaran di setiap sisi kiri dan kanan.

  •    Proporsi bagian badan lebih besar dari bagian atap candi bentar.

  •    Pada bagian tangga didominasi dengan bentuk garis horizontal.

  •    Proporsi bagian kaki lebih besar dari bagian badan candi bentar, dengan adanya 11 anak tangga.

  •    Terdapat dua patung dwarapala dan buron pukang.


Sumber: Observasi, 2022

Candi bentar Pura Puru Sada pada bagian kepala bentuknya lebih mengerucut ke atas dibandingkan bagian badan bisa dilihat pada Gambar 3. Sejalan dengan penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) menjelaskan bagian kepala atau atap gapura yang semakin

mengerucut ke atas. Serta bagian kepala candi bentar Pura Puru Sada tersebut didominasi oleh garis horizontal dan terdapat ornamentasi pada bagian paling puncak.

Gambar 3. Bagian Kepala Candi Bentar Pura Puru Sada Sumber: Observasi, 2022

Pada bagian badan didominasi oleh bentuk horizontal dengan ornamentasi karang bhoma dan ornamentasi geometri bisa dilihat pada Gambar 4. Berbeda dengan bagian badan dalam penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) menjelaskan bagian badan gapura didominasi dengan garis horizontal yang berulang, tanpa adanya ornamentasi.

G ambar 4. Bagian Badan Candi Bentar Pura Puru Sada Sumber: Observasi, 2022

Pada bagian kaki didominasi dengan bentuk horizontal yang bentuknya lebih besar daripada bagian badan bisa dilihat pada Gambar 5. Sejalan dalam penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) menyebutkan bahwa bagian kaki hanya didominasi dengan garis horizontal. Namun candi bentar Pura Puru Sada terdapat dua patung dwarapala dan buron pukang.

Gambar 5. Bagian Kaki Candi Bentar Pura Puru Sada Sumber: Observasi, 2022

Elemen Pembentuk Karakter Visual Candi Bentar Pura Puru Sada

Setelah memahami mengenai fisik dari candi bentar Pura Puru Sada. Maka tahap selanjutnya memahami mengenai elemen-elemen dari karakter visualnya. Elemen karakter visual candi bentar Pura Puru Sada terdiri dari beberapa elemen pembentuk. Elemen kakteristik visual candi bentar Pura Puru Sada yang akan dibahas ialah menggunakan pendekatan dari teori

Ching (1991) yang terdiri dari wujud, warna, irama, proporsi dan skala, dimensi. Dengan rincian elemen karakter visual candi bentar Pura Puru Sada, bisa dilihat pada Tabel 3.


Tabel 3. Elemen Karakter Visual Candi Bentar


No   Elemen

1      Wujud


Gambar


2      Warna


3       Irama


4        Skala,

Proposi, Dimensi



Deskripsi

  •    Dengan bentuk dasar trapesium yang terbelah dua, dengan kedua sisinya yang simetris.

  •    Dari bentuk belahan antara sisi kiri dan kanan menghasilkan lubang yang berfungsi sebagai pintu.

  •    Candi bentar didominasi oleh elemen garis horizontal. Garis lengkung dan lingkaran lebih sedikit.


Ornamentasi karang bhoma pada bagian badan candi yang berada pada bagian sisi kanan dan kiri.


Terdapat dua patung dwarapala dan buron pukang


  •    Warna didominasi oleh warna merah kecoklatan dari material bata merah, pada bagian kaki, badan, dan kepala pada candi bentar.

  •    Pengulangan pada elemen penyusun bagian kepala, bagian badan, dan bagian kaki dalam pembentukan irama. Serta keselarasan dalam pengulangan elemen garis horizontal.

  •    Beskala intim dengan jalur sirkulasi bisa dilewati oleh dua orang dewasa.

  •    Dimensi tinggi 7,4 m dan lebar 4,9 m

  •    Dengan proporsi perbandingan 7:5


Sumber: Observasi, 2022


Wujud candi bentar Pura Puru Sada memiliki bentuk dasar trapesium. Dengan trapesium yang terbelah menjadi dua yang simestris bisa dilihat Gambar 6. Sejalan dengan penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) yang menjelaskan bentuknya memiliki dasar trapesium. Selain itu bentuk dasar menyerupai seperti bentuk gunung yang terbelah menjadi dua.

Gambar 6. Bentuk Dasar Trapesium Sumber: Observasi, 2022

Dalam Soekmono (1988) menyebutkan candi merupakan bentuk tiruan dari gunung sebagai istana para dewa. Sejalan dengan Patra (1992) yang menjelaskan candi bentar merupakan bangunan pintu masuk pura yang pertama dari halaman luar ke halaman tengah. Candi bentar Pura Puru Sada sekaligus membuat pembatasan area nista mandala dan madya mandala dalam area pura bisa dilihat pada Gambar 7. Dengan terciptanya sirkulasi ke dalam dan ke luar. Sesuai dengan Laksmi dkk (2015) yang menjelaskan candi bentar merupakan gerbang untuk lingkungan terluar yang membatasi kawasan luar pura dengan nista mandala.

Gambar 7. Pembatas Area Nista Mandala dan Madya Mandala Sekaligus Sirkulasi Area Sumber: Observasi, 2022

Wujud candi bentar Pura Puru Sada didominasi oleh garis horizontal yang seirama antara sisi kiri dan kanan candi bentar bisa dilihat pada Gambar 8. Sejalan dengan penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018), dalam tampilannya didominasi dengan garis horizontal dan garis vertikal. Namun dalam penelitian Astutiningsih, Titisari, & Razziati (2015), menjelaskan tampilannya didominasi dengan garis lengkung pada bagian pinggir candi bentar. Dominasi garis horizontal candi bentar Pura Puru Sada berada pada semua bagian dari bagian kepala, bagian badan, dan bagian kaki bisa dilihat pada Gambar 8. Sehingga garis lengkung maupun bentuk lingkaran sangatlah minim.

Gambar 8. Irama Garis Horizontal Candi Bentar Pura Puru Sada Sumber: Observasi, 2022

Wujud candi bentar dipertegas dengan adanya ornamentasi karang bhoma yang terbelah dua bisa dilihat pada Gambar 9. Berada pada bagian badan candi bentar atau bagian tengah (madya). Ornamentasi kekarangan dapat disebut sebagai ragam hias Arsitektur Tradisional Bali yang refrensi bentuknya dari makhluk hidup yang memiliki nilai estetika (Wijaya & Budayana, 2019). Karang bhoma dipercaya sebagai pelindung dan penjaga. Karang bhoma dimaknai sebagai penjaga kesakralan bangunan suci di Bali (Titib, 1983). Selain itu adanya oranamentasi geometri persegi yang disertai lingkaran didalam bentuk persegi tersebut. Pada bagian paling bawah (kaki) bernilai nista terdapat dua patung penjaga yang disebut dengan patung dwarapala bisa dilihat pada Gambar 9, dalam memasuki ke area Pura Puru Sada. Keberadaan patung ini juga sebagai sosok penjaga di depan area pura. Dalam Kaulacara (1966) menyebutkan dwarapala ialah penjaga pintu candi. Sejalan dengan itu dalam Sarjanawati (2010) dwarapala ialah gabungan dari kata dwara memiliki arti pintu dan pala memiliki arti penjaga, yang berarti dwarapala berarti penjaga pintu. Selain terdapat patung yang dipercayai sebagai sosok penjaga, terdapat juga patung yang menyerupai hewan yaitu buron pukang. Patung buron pukang tersebut menyerupai seperti hewan koala (Jro Mangku Nyoman Sudira, komunikasi pribadi, 23 Juni 2022). Dari hal itu dalam tampilan karakter visualnya candi bentar Pura Puru Sada terdapat simbol-simbol yang memiliki makna sebagai pelindung dan penjaga. Berbeda dengan tampilan candi bentar dalam Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) yang menjelaskan tampilan karakter visual yang lebih menonjol dengan garis horizontal tanpa adanya penggunaan ornamentasi.

Gambar 9. Ornamentasi Karang Bhoma dan Ppatung Dwarapala & Buron Pukang Sumber: Observasi, 2022

Elemen warna pada candi bentar Pura Puru Sada identik dengan warna merah kecoklatan. Berbeda dengan penelitian Astutiningsih, Titisari, & Razziati (2015) yang menyebutkan bahwa warna dari candi bentarnya identik dengan warna oranye dan abu-abu. Warna merah kecoklatan candi bentar Pura Puru Sada tersebut berasal dari material batu bata. Selain itu penggunaan batu bata dalam pengerjaan bangunan karena cukup mudah. Dipertegas dalam Alam (2020) menyebutkan penggunaan batu bata lebih mudah, dan material batu bata mudah didapatkan. Pemilihan batu bata juga dikarena material dari batu bata tersebut kuat dan tahan lama serta akan membuat tampilan akan terlihat kokoh.

Untuk elemen skala candi bentar Pura Puru Sada menampilkan skala yang intim. Terlebih lagi sirkulasi untuk memasuki ke area dalam pura hanya bisa dilewati oleh dua orang dewasa. Sejalan dengan penelitian Astutiningsih, Titisari, & Razziati (2015) yang menyebutkan skala intim dengan manusia yang melewatinya. Namun berbeda dengan penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018) yang mejelaskan skala dari gapuranya yang berskala monumental. Serta dimensi dari candi bentar Pura Puru Sada dengan tinggi 7,4 m dan lebar 4,9 m sehingga dimensinya lebih kecil dari penelitian Widisono, Yusran, &

Antariksa (2018). Dengan proporsi dari candi bentar Pura Puru Sada 7:5. Menyebabkan tampilannya sedikit lebih kecil dan pipih dibandingkan dengan elemen proporsi penelitian Widisono, Yusran, & Antariksa (2018). Namun dari hal tersebut, tampilan proporsi dari candi bentar Pura Puru Sada tetap terlihat kokoh.

Kesimpulan

Pura Puru Sada merupakan pura kahyangan jagat yang berlokasi di Kabuptaen Badung, Bali. Pada area Pura Puru Sada terdapat candi bentar dengan wujud yang memiliki identitas yang khas. Hal tersebut terwujud dalam karakter visual candi bentar sebagai pintu masuk ke area dalam pura. Dengan tampilan wujudnya menampilkan masa bangunan yang memiliki keintiman terhadap yang melewati sirkulasi ke luar masuk ke area pura. Hal itu juga dikarenakan dengan wujud dari candi bentar yang memiliki bentuk yang iramanya seimbang antara sisi kiri dan kanan. Dengan adanya dominasi garis horizontal yang tegas sehingga tidak adanya bentuk-bentuk yang terlalu abstrak. Terlebih lagi didukung dengan adanya ornamentasi karang bhoma dan patung dwarapala. Adanya ornamentasi dan patung tersebut dianggap sebagai sosok penjaga area pintu masuk ke dalam pura yang membuat suasana ketika masuk ke dalam terasa lebih aman. Karena adanya sosok sakral yang dianggap pelindung dan penjaga.

Daftar Pustaka

Adenan, K., Budi, B. S., & Wibowo, A. S. (2012). Karakter Visual Arsitektur Karya A.F. Aalbers di Bandung (1930-1946)-Studi Kasus: Kompleks Villa’s dan Woonhuizen. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1(1), 63–74.

Alam, B. P. (2020). Pilihan Material Pada Bangunan Candi. Human Narratives, 2(1), 33– 38.

Alston, W. (1964). Psychoanalytic Theory and Theistic Belief’ in J. Hick (ed.) Faith and the Philosophers. New York: St. Martin’s Press.

Ananda, I. W., Yudana, I. M., & Sunu, I. G. K. A. (2013). Manajemen Asta-Kosala Kosali Candi Purasada, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali (Perspektif Lokal Genius dan Pemanfaatan Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Bagi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Tabanan. Jurnal Administrasi Pendidikan Indonesia, 4(1), 1–13.

Astutiningsih, W., Titisari, E. Y., & Razziati, H. A. (2015). Karakter Visual Pura Mandaragiri Semeru Agung di Lumajang. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur UB, 3(4), 1–7.

Berry, W. (1980). Building Next to History. State: Historical society of Colorado: Good Neighbors.

Budiadnya, P. S. (2021). Agama Hindu Pelestari Budaya Lokal Hindu Religion Preserve Local Culture. Jurnal Widya Aksara, 26(1), 122–131.

Ching, F. D. K. (1991). Bentuk, Ruang dan Susunannya. Jakarta: Erlangga.

Dwijendra, N. K. A. (2003). Perumahan dan Permukiman Tradisional Bali. Jurnal Permukiman Natah, 1(1).

Fajarwati, N. A. (2011). Pelestarian Bangunan Utama Eks Rumah Dinas Residen Kediri. Arsitektur e-Journal, 4(2), 85–105.

Gelebet. (1986). Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Goris, R. (2012). Sifat Religius Masyarakat Pedesaan di Bali. Denpasar: Udayana

University Press.

Indradewi, A. . S. N. (2016). Pergeseran Fungsi Pura di Bali: Dari Ritual ke Pertemuan Politik. Jurnal Kajian Bali, 6(2), 195–208.

Jro Mangku Nyoman Sudira, wawancara oleh I Putu Sathya Dharma. 2022. Pura Puru Sada Desa Kapal (23 Juni 2022).

Kaulacara, R. (1966). Silpa Prakasa, Medieval Orrisan Sanskrit Text on Temple Architecture. Leide: E.J. Brill.: Silpa Prakasa, Medieval Orrisan Sanskrit Text on Temple Architecture. Terj. Alice Boner & Sadasiva Rath Sarm.

Krier, R. (2001). Komposisi Arsitektur. Jakarta: Erlangga.

Laksmi K.Wardani, Ronald H.I. Sitindjak, S. M. S. (2015). Estetika Ragam Hias Candi Bentar dan Paduraksa di Jawa Timur. Konferensi Nasional Pengkajian Seni Arts and Beyond, 1–16.

Lynch, K. (1982). The Image of The City. London: MIT Press.

Muyasyaroh, U. & A. K. (2015). Perkembangan Makna Candi Bentar di Jawa Timur Abad 14-16. AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, 3(2), 153–161.

Patra, M. S. (1992). Hubungan Seni Bangunan dengan Hiasan dalam Rumah Tinggal Adat Bali. Jakarta: Balai Pustaka.

Sanjaya, I. P. A. E. (2013). Pura Puru Sada Sebagai Cagar Budaya Dilihat dari Persepetif Sejarah, Struktur dan Fungsinya Sebagai Media Pendidikan Pewarisan Nilai Budaya. Widya Winayata: Jurnal Pendidikan Sejarah, 1(2), 1–10.

Sarjanawati, R. S. W. (2010). Arca Dwarapala Pada Candi-Candi Buddha di Jawa Tengah. Paramita, 20(2), 158–168.

Shirvani, H. (1985). The Urban Design Process. USA: Van Nostrand Reinhold Companies. Soebandi, K. (1990). Konsep Bangunan Tradisional Bali. Denpasar: Percetakan Bali Post.

Soekmono, R. (1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 Cetakan kelima.

Yogyakarta: Kanisius.

Susanta, I. N. (2017). Makna dan Konsep Arsitektur Tradisional Bali dan Aplikasinya Dalam Arsitektur Bali Masa Kini. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 4(2), 199–212.

Titib, I. M. (1983). Arti dan Fungsi Bhoma pada Kori Agung di Bali. Denpasar: Institut Hindu Dharma.

Wahana, N. P. P., Sari, S. M., & Rakhmawati, A. (2015). Wujud Ajaran Tri Hita Karana pada Interior Pura Agung Jagad Karana Surabaya. Jurnal Intra, 3(2), 520–530.

Widisono, A., Yusran, Y. A., & Antariksa. (2018). Karakteristik Visual Gapura Wringin Lawang Pada Gapura di Perbatasan Kota Malang. Langkau Betang, 5(2).

Widyosiswoyo, S. (2006). Sejarah Seni Rupa Indonesia. Jakarta: Penerbit Trisakti.

Wijaya, I. P. S. & I. W. G. B. (2019). Kajian Makna dan Bentuk Ornamen Kekarangan “Kera” Pada Pelinggih Ibu Atau Paibon di Pura Baban Desa Singapadu. Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA), 2, 137–143.

Yudoseputro, W. (2008). Jejak-Jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama. Jakarta: Yayasan Seni Visual Indonesia.

Ucapan Terima Kasih

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat-Nya, penelitian dengan judul “Karakter Visual Candi Bentar Pura Puru Sada di Badung, Bali” dapat terselesaikan. Serta saya ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang terlibat dalam penyusunan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Serta semoga ada penelitian lanjutan dalam pembahasan mengenai karakteristik visual mengenai candi bentar dengan lokasi dan objek yang berbeda. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

186

SPACE - VOLUME 9, NO. 2, OCTOBER 2022