Desain Lanskap Taman Bendi sebagai Area Olahraga Outdoor dan Bermain
on
RUANG
DESAIN LANSKAP TAMAN BENDI SEBAGAI AREA OLAHRAGA OUTDOOR DAN BERMAIN
Oleh: Muhammad Nurfauzi Ali1, Akhmad Arifin Hadi2
Abstract
The increasing urban densities go parallel with the rising demand for urban green and open spaces. As one of the environmental parks, Taman Bendi in Jakarta has its green open space, which is currently provided with inadequate supporting facilities and, therefore, rarely used. This study proposes a landscape design for Bendi Park that provides public space for sports and play-related activities for the Kebayoran Lama District and its surroundings. This study uses both qualitative and quantitative methods. Data collection was carried out by conducting an online survey to study relevant community preferences, public needs, and site observation. The outputs of this research are presented in the forms of the site plan, landscape plan, elevation, section, and threedimensional drawings. To increase public use, this study proposes that the quality of Bendi Park’s design can be obtained metaphorically by adopting the shape of bendi (horse-carriage). Regarding facilities provision, this design should be completed with playing areas, seats, jogging paths, sports facilities, signboards, directions, pedestrian bridges, animal-inviting vegetation, and vegetative barriers.
Keywords: park; Bendi park; green open space; landscape; design; sports; play
Abstrak
Bertambahnya jumlah penduduk dengan padatnya bangunan di perkotaan menyebabkan tingginya kebutuhan ruang terbuka hijau. Taman Bendi sebagai salah satu taman lingkungan di Jakarta memiliki ruang terbuka hijau yang saat ini kondisinya belum optimal dari segi fasilitas dan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan membuat desain lanskap Taman Bendi untuk fasilitas area olahraga dan bermain di daerah Kecamatan Kebayoran Lama dan sekitarnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui kuesioner daring untuk dengan memperoleh data preferensi dan kebutuhan masyarakat dan metode kuantitatif dengan pengukuran dimensi elemen lanskap di tapak. Luaran dari penelitian ini berupa gambar site plan, planting plan, potongan, dan gambar tiga dimensi. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan publik, penelitian ini mengajukan bahwa kualitas desain dari Taman Bendi dapat diusahakan secara metafora dengan mengadopsi bentukan kereta kuda atau bendi. Selain itu ditambahkan fasilitas area bermain, tempat duduk, jalur joging, fasilitas olahraga, papan nama, penunjuk arah, jembatan penyeberangan, vegetasi pengundang satwa dan vegetasi pembatas.
Kata kunci: taman; taman bendi; ruang terbuka hijau; desain; lanskap; olahraga; bermain
Pendahuluan
Ruang terbuka Hijau (RTH) sangat dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan seperti di DKI Jakarta. RTH berguna dalam pemenuhan ruang bagi masyarakat untuk menghilangkan kejenuhan melalui aktivitas olahraga dan bermain. Selain itu RTH juga merupakan infrastruktur hijau menjaga keseimbangan ekosistem dan kualitas lingkungan. Dengan menjaga keseimbangan ekosistem, masyarakat dapat memperoleh manfaat langsung seperti keindahan lingkungan, kenyamanan dan sumber daya alam, serta manfaat tidak langsung seperti kualitas lingkungan hidup dan ketersediaan air tanah dapat terjaga (Sidauruk, 2012).
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat yang berakibat pada menurunnya luasan RTH dari tahun ke tahun (Setyawati et al, 2021). Selain itu masih terdapat RTH publik yang dalam kondisi belum dimanfaatkan secara optimal (Novianty et al, 2012). Saat ini Pemerintah DKI Jakarta sulit untuk menambah luasan RTH sehingga peningkatan kualitas RTH publik menjadi RTH yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat merupakan salah satu alternatif solusi (Setiowati et al, 2021). Salah satu bentuk dari RTH yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah taman. Keberadaan taman di Jakarta menjadi perhatian bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam menjaga kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat.
Taman lingkungan merupakan salah satu bentuk RTH kota yang berada di sekitar pemukiman yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas olahraga, bermain dan rekreasi (Kusumoarto dan Librianti, 2018). Taman lingkungan biasanya dimanfaatkan masyarakat dalam suatu cakupan komunitas. Taman lingkungan merupakan salah satu altenatif dalam perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan kota. Salah satu contoh taman lingkungan adalah Taman Bendi yang berada di kawasan pemukiman di Jakarta Selatan.
Taman Bendi adalah taman lingkungan yang setiap hari digunakan oleh masyarakat sekitar untuk berolahraga, bersantai, dan bermain. Saat ini telah ada beberapa fasilitas seperti jogging track, bench, lapangan sepak bola, ayunan, dan lain lain, namun keberadaaanya masih belum optimal digunakan oleh masyarakat. Selain itu terdapat danger signal berupa jalur kereta api di samping tapak tanpa pembatas yang beresiko bagi keamanan pengunjung taman, terutama anak anak. Desain lanskap yang terdiri dari desain penanaman (softscape) dan desain fasilitas pendukung (hardscape) sesuai kebutuhan dan perilaku pengguna tapak perlu dilakukan sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kualitas hidup masyarakat melalui Taman Bendi dapat terwujud. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat menjadi acuan bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunan Taman Bendi di masa mendatang.
Review Literatur
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan ruang terbuka bervegetasi yang berada di kawasan perkotaan yang mempunyai fungsi antara lain sebagai area rekreasi, sosial budaya, estetika, fisik kota, ekologis dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi bagi manusia maupun bagi pengembangan kota (Dewiyanti, 2007). Menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa RTH adalah area memanjang/jalur dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Elemen utama dalam RTH adalah tanaman untuk penghijauan dan memiliki fungsi ekologi, sosial budaya, dan estetika sebagai berguna dalam pengendalian iklim mikro, produksi oksigen, penahan kebisingan, dan screen masuknya sinar matahari ke tanah. Sebagai pengendali iklim mikro, RTH merupakan ruang dimana kandungan emisi karbondioksida lebih rendah dari lahan terbangun (Djatnik, Zain & Dahlan, 2014). RTH juga berfungsi untuk membantu dalam infiltrasi air ke dalam tanah (Madjowa, 2018). Dalam fungsi sosial budaya, RTH berfungsi sebagai sarana interaksi sosial para pengguna dan saling berkomunikasim tempat menunggu, berolahraga, dan peralihan dari satu ruang ke ruang lainnya (Jatmiko, 2016). RTH dapat berfungsi sebagai estetika yakni menambah kenyamanan, memperindah lingkungan yang meningkatkan kreativitas dan produktivitas penggunanya (Imansari & Khadiyanta, 2015).
Taman lingkungan adalah taman yang didominasi oleh lanskap rumput, pohon, dan area untuk tanaman, biasanya terletak di lingkungan perumahan dan dilengkapi berbagai fasilitas penunjang kegiatan aktif dan pasif. Kegiatan aktif seperti olahraga, bermain dan berjalan, sedangkan kegiatan pasif seperti beristirahat, duduk, dan berjemur (Marcus & Francis, 1997). Taman lingkungan sebagai ruang publik dapat diakses masyarakat oleh segala usia sehingga harus memperhatikan kriteria pengendalian yang diperlukan untuk menjaga kualitas taman. Kriteria yang diperhatikan dalam menjaga kualitas taman meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan, keamanan, dan keindahan (Baskara, 2011). Selain itu kriteria taman berupa comfort, relaxation, active engagement, passive engagement, dan discovery juga perlu untuk dipenuhi agar taman dapat menarik perhatian dan banyak dikunjungi oleh masyarakat (Wulandari, 2020)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dijelaskan pengertian olahraga dan olahraga rekreasi. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial. Olahraga rekreasi adalah olahraga yang tumbuh berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat yang dipengaruhi oleh budaya dengan tujuan kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan. Olahraga merupakan suatu bentuk kegiatan fisik yang dapat meningkatkan dan memelihara kesehatan. Olahraga dapat dilakukan di lingkungan outdoor yaitu lingkungan terbuka seperti taman, lapangan, atau kawasan yang banyak pepohonan. Salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat gemar berolahraga adalah kualitas lingkungan yang baik (Antonius & Pramono, 2022). Suatu RTH dengan kualitas yang baik akan membuat masyarakat gemar berolahraga di tempat tersebut. Olahraga di ruang terbuka hijau memiliki efek yang baik secara psikologis, fisiologis (menurunkan denyut jantung dan tekanan darah), dan hubungan sosial. Olahraga outdoor memiliki efek yang lebih signifikan terhadap revitalisasi perasaan positif, mengurangi depresi dan meningkatkan energi (Adiono, Bakhtiar, Supatmo, & Muniroh, 2018). Fasilitas olahraga yang dibutuhkan oleh masyarakat di RTH antara lain adalah bangku taman, tempat sampah, parkir, area serbaguna, lampu, utilitas listrik, papan informasi, gazebo dan toilet (Wibowo & Ritonga, 2018). Fasilitas olahraga harus terencana dengan baik agar tidak memusat di suatu lokasi dan mencegah kerusakan (Firdaus & Purnomo, 2015). Oleh sebab itu diperlukan sebuah site plan dalam pembangunan RTH untuk olahraga.
Dalam mendesain RTH taman, dilakukan tahapan-tahapan yang disebut sebagai tahapan perencanaan dan desain lanskap. Secara umum tahapan perencanaan dan desain lanskap mengacu pada Simons & Starke (2006) yang terdiri dari 1) Commisioning, 2) Inventory, 3) Analysis-Synthesis, 4) Concept-Planning, 5) Design, dan 6) Construction. Commisioning merupakan tahap ketika klien menyatakan keinginan/kebutuhannyaserta membuat definisi pelayanan dalam suatu perjanjian kerja. Inventory merupakan tahap pengumpulan data-data fisik maupun sosial yang terkait pada tapak. Analysis-Synthesis merupakan tahap perumusan masalah pada tapak dan pengembangan alternatif-alternatif solusi untuk penanganinya. Concept-Planning merupakan tahap menghubungkan semua alternatif-alternatif yang dihasilkan dan merangkumnya dalam suatu kesatuan fungsi yang akan diaplikasikan pada tapak (Simonds & Starke, 2006).
Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Taman Bendi yang berlokasi di Jalan Delman Utama, Kecamatan Kebayoran Lama, Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Tahapan penelitian ini mengacu kepada Booth (1983), yang dimulai dari inventarisasi, riset dan analisis, desain, dan gambar konstruksi. Tahap pengumpulan data atau inventarisasi adalah tahap pertama penelitian yang bertujuan untuk menemukan kendala maupun potensi dalam mengembangkan Taman Bendi. Tahap analisis adalah pengolahan data hasil inventarisasi secara kualitatif dan kuantitatif agar dapat diidentifikasi potensi dan kendala tapak. Pada tahap ini dilakukan analisis preferensi pengguna tapak yang menjadi pertimbangan dalam penentuan kebutuhan ruang dan rencana aktivitas di Taman Bendi. Preferensi pengguna diperoleh melalui pengisian kuesioner yang diisi oleh pengguna tapak secara daring. Hasil dari analisis kemudian digunakan sebagai acuan dalam tahap desain, di
mana pada tahap ini dihasilkan gambar siteplan dan gambar persepektif. Tahap terakhir adalah pembuatan Detiled Engineering Design dan Planting Plan.
Metode analisis data kualitatif adalah analisis deskriptif terhadap variable yang tidak dapat diangkakan seperti kata-kata tertulis atau lisan dari responden serta perilaku pengguna tapak yang dapat diamati. Dalam pendekatan kualitatif dilakukan analisis terhadap data preferensi dan data profil responden dari kuesioner yang diisi responden. Data hasil kuesioner dianalisis secara Cross Tabulation untuk mengetahui pengaruh rentang usia terhadap persepsi dan preferensi desain. Sementara untuk analisis kuantitatif adalah analisis terhadap data numerik yang dapat diukur seperti dimensi ukuran elemen lanskap di tapak atau pengukuran menggunakan software gambar yang sudah terhubung dengan peta online (Muhson 2006).
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil inventarisasi dan analisis diperoleh informasi data fisik meliputi lokasi dan batas tapak, iklim, topografi dan tanah, drainase, aksesibilitas dan sirkulasi, fasilitas dan utilitas, visual, vegetasi dan satwa, serta data sosial yang meliputi pengelola tapak, pengguna tapak, aktivitas dan perilaku pengguna, perspesi dan preferensi pengguna tapak.
Lokasi penelitian berada di jalan Delman Utama, Kelurahan Kebayoran Lama Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Luas tapak penelitian adalah ± 1,8 Ha. Secara geografis lokasi tapak penelitian ini berada pada koordinat 6 5 15’01.46’’LS dan 106 5 46’20’’BT. Lokasi tapak berbatasan dengan Jalan Delman Utama dan pemukiman dibagian utara. Bagian selatan dan timur dibatasi jalur kereta api. Bagian barat dibatasi dengan Jalan Bendi Utama, pemukiman (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Inventarisasi
Taman Bendi berbatasan dengan Jalan Delman Utama dan bersebelahan langsung dengan jalur kereta. Lokasi tapak yang berbatasan dengan Jalan Delman Utama membuat tapak dapat terlihat dengan mudah oleh kendaraan yang melewati Jalan Delman Utama. Tapak yang bersebelahan dengan jalur kereta tidak memiliki pembatas antara tapak dengan jalur kereta, sehingga mengurangi keamanan bagi pengguna tapak. Taman Bendi sebagai Ruang Terbuka Hijau di Jakarta harus dapat memberikan kenyaman dan keamanan bagi penggunanya sehingga dibutuhkan pembatas antara tapak dengan jalur kereta. Kereta yang melewati tapak menjadi sebuah daya tarik sendiri bagi pengguna tapak, namun setiap kereta yang lewat menimbulkan kebisingan. Salah satu cara untuk mengurangi suara yang terdengar dari kereta adalah penggunaan tanaman peredam kebisingan.
Tapak berada pada lokasi beriklim tropis yang dicirikan dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk wilayah Jakarta memiliki karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga September. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2019, Kota Jakarta Selatan memiliki suhu udara rata-rata sebesar 28,75 ° C. Kelembaban udara rata-rata adalah sebesar 73,96%. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun sebesar 130 mm.
Vegetasi dapat berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban udara yang tercipta di tapak terutama pada saat pagi, siang dan sore hari (Sapariyanto et al 2016). Vegetasi di Taman Bendi cukup banyak sehingga tapak memiliki kelembaban yang tinggi. Hal ini merupakan potensi sekaligus kendala dalam merencanakan dan mendesain lanskap. Oleh sebab itu untuk mengurangi kelembaban udara di dalam tapak sebagai akibat tingginya jumlah pepohonan di tapak Taman Bendi.
Jakarta Selatan merupakan kawasan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 26,2 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan inventarisasi bahwa tapak penelitian yang berada di Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan memiliki ketinggian topografi 21 – 33 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan 0 – 9%. Berdasarkan (Puslittanak, 2003) kemiringan 0-9% tergolong datar sampai landai. Landform yang landai merupakan potensi karena pola desain lebih mudah diterapkan namun juga sekaligus kendala dalam hal drainase.
Kemiringan yang tergolong datar sampai landai di Taman Bendi mempengaruhi pembagian ruang yang terdiri dari ruang olahraga outdoor, bermain, bersantai dan berjalan, serta kegiatan pasif seperti beristirahat dan duduk. Kegiatan olahraga adalah kegiatan utama di Taman Bendi dimana kegiatan olahraga adalah jenis kegaitan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui perasaan positif, mengurangi depresi dan meningkatkan energi. Selain itu olahraga juga memiliki fungsi fisiologis yakni meningkatkan kesehatan, kebugaran, dan meningkatkan kondisi fisik seperti kecepatan, kerja jantung, kekuatan. Secara sosial olahraga dapat menjadi media dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di lingkungan sekitar (Prasetyo, 2015).
Pengunjung tapak dapat menuju Taman Bendi dengan menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum, dan berjalan kaki. Akses menuju tapak mudah karena lokasinya yang strategis di Jalan Delman Utama yang terhubung dengan jalan lain di sekitar tapak dan pemukiman.
Taman Bendi memiliki 8 akses masuk pejalan kaki, namun tidak ada akses masuk untuk kendaraan. Pengunjung yang membawa kendaraan memarkirkan kendaraannya di luar tapak (Gambar 3). Oleh sebab itu dibutuhkan area tempat parkir kendaraan di Taman Bendi. Taman Bendi dipisahkan oleh ruas jalan yang membagi Taman Bendi menjadi dua bagian, yakni bagian utara dan bagian selatan. Untuk memudahkan aksesibilitas di antara kedua bagian tersebut diperlukan jembatan penyeberangan orang (JPO) dan penyeberangan pejalan (zebra cross). Penggunaan jembatan penyeberangan orang (JPO) merupakan solusi pertama karena memiliki tingkat keamanan/keselamatan lebih tinggi daripada zebra cross. Berdasarkan Baskara (2011), salah satu kriteria yang diperhatikan dalam menjaga kualitas taman adalah keselamatan yang dapat melindungi pengguna taman dari kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Gambar 3. Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi Eksisting
Fasilitas dan utilitas yang ada pada tapak saat ini adalah toilet, signage, lapangan, area
bermain anak (playground), menara telekomunikasi, tempat duduk (bench), pos penjaga
palang kereta, gudang. Secara umum permasalahan dari fasilitas dan utilitas di Taman Bendi adalah kondisi fasilitas dan utilitas yang kurang baik dan mengurangi nilai fungsi dan estetika (Gambar 4 dan 5).

Gambar 4. Menara Telekomunikasi
Sumber: Survey lapangan

Gambar 5. Playground
Sumber: Survey lapangan
Kondisi kurang terawat dapat terlihat dari coretan-coretan serta warna yang luntur dari fasilitas tempat duduk dan bangunan. Kondisi kurang baik dan beresiko bagi anak anak di area bermain anak (playground) dapat terlihat dari lantai yang menggunakan material keras. Selain itu terdapat jalur yang sudah rusak sehingga menggangu sirkulasi pengguna tapak.
f. Visual
Karakter lanskap berpengaruh pada kualitas secara visual oleh pengamatnya (Shibidiva et al 2015). Kualitas suatu lanskap yang baik perlu diperhatikan karena penilaian kualitas lanskap berdasarkan pada persepsi visual (Gavrilidis et al 2016). Kategori dari kualitas visual lanskap terdiri dari good view atau lanskap dengan kualitas visual yang baik dan bad view atau lanskap dengan kualitas visual yang kurang baik.
Good view yang ada di Taman Bendi memiliki kualitas visual yang baik, salah satunya dapat dilihat dengan adanya hamparan hijau yang indah dipandang. Good View pada tapak dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Good View pada Tapak
Bad view yang ada di Taman Bendi antara lain adalah jalur jalan yang rusak dan batang pohon yang sudah tumbang di Taman Bendi. Selain itu terjadi vandalisme atau coretan yang sengaja bertujuan untuk merusak fasilitas taman seperti tempat duduk. Pemandangan yang kurang baik juga terlihat pada area taman yang gersang tanpa adanya hamparan hijau. Bad view pada tapak dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bad View pada Tapak
Vegetasi memiliki daya tarik tersendiri yang dapat memberi kesan bagi yang melihatnya dan mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keindahan di tapak. Vegetasi juga sangat mendukung dengan kelestarian satwa yang dapat menambah kealamian dari suatu lanskap. Taman Bendi memiliki vegetasi eksisting yang berfungsi sebagai peneduh, pengarah, dan keindahan. Vegetasi yang mendominasi di Taman Bendi adalah Platanus occidentalis (sycamore amerika), Polyalthia longifolia (glodokan tiang), Swietenia mahagoni (mahoni). Vegetasi peneduh yang ada di Taman Bendi dapat memberikan kenyaman bagi pengunjung dan vegetasi penutup tanah memberikan nilai estetika di Taman Bendi. Taman Bendi yang bersebelahan dengan jalur kereta berakibat pada kebisingan dari kereta saat melewati Taman Bendi. Oleh sebab itu dibutuhkan vegetasi yang dapat mengurangi kebisingan karena suara yang dihasilkan dari kereta. Selain itu adanya vegetasi peneduh di Taman Bendi menjadi habitat burung dan menambah kesan alami pada tapak.
Taman Bendi merupakan tapak yang dikelola oleh Suku Dinas Pertamanan Kotamadya Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta.
Data pengguna tapak diperoleh dari hasil kuesioner online dengan total responden adalah sebanyak 50 orang. Responden laki-laki berjumlah 58% dan perempuan berjumlah 48%. Pengguna tapak didominasi oleh masyarakat Jakarta dengan latar belakang seperti pelajar, Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta, dan lain-lain. Taman Bendi paling banyak dikunjungi oleh pelajar. Diketahui pengguna tapak dengan rentang usia 15-25 tahun sebanyak 74%, 2635 tahun sebanyak 6%, 36-45 tahun sebanyak 4%, dan diatas 45 tahun sebanyak 16%. Tujuan pengguna ke tapak paling sering adalah untuk berolahraga. Frekuensi kunjungan ke Taman Bendi 78% tidak tentu, 6% seminggu sekali, 6% sebulan sekali, 10% setahun sekali. Waktu kunjungan sebanyak 40% selama 1-3 jam, dan sebanyak 58% selama kurang dari 1 jam. Pengguna umumnya mengunjungi tapak pada pagi hari yaitu sebanyak 38% dan pada sore hari sebanyak 48%.
Pengguna biasanya mengunjungi Taman Bendi pada pagi, siang, dan sore hari. Pada pagi hari dapat terlihat aktivitas berolahraga seperti jogging. Pada siang hari relatif lebih sedikit kunjungan dibandingkan pada pagi dan sore hari. Pada sore hari dapat terlihat pengguna melakukan aktivitas berolahraga, bersantai, dan bermain. Waktu kunjungan rata -rata dari rentang waktu antara 1 sampai 3 jam. Pengguna terlihat duduk lesehan di pinggir tapak untuk melihat kereta yang lewat, hal tersebut dapat berbahaya karena kondisi saat ini tidak ada pembatas secara fisik antara Taman Bendi dan jalur kereta. Penyediaan fasilitas tempat duduk perlu ditambah dan perlu adanya pembatas fisik antara jalur kereta dengan tapak.
Hasil kuesioner preferensi pengguna tapak menunjukkan bahwa kondisi fisik Taman Bendi berada dalam kategori kurang baik. Hal tersebut dapat terlihat dari tingkat kenyaman, fasilitas, dan kualitas tapak yang rendah. Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa banyak ketidakpuasan pengguna terhadap berbagai aspek yang terdapat pada Taman Bendi. Aspek yang dinilai kurang memuaskan adalah persepsi tentang kualitas visual, kenyamanan, dan kelengkapan fasilitas. Persepsi pengguna tapak dapat dilihat pada Gambar 8.
70
60
KuaIitasVisuaI Kenyamanan Aksesbilitas Kelengkapan
Fasilitas
BSangattidaksetuju BTidaksetuju BNetraI BSetuju BSangatSetuju
Gam bar 8. Persepsi Masyarakat Sekitar Tapak terhadap Taman Bendi
Berdasarkan hasil kuesioner tentang preferensi pengguna tapak, pengguna menginginkan adanya penambahan fasilitas olahraga jogging track, outdoor gym, lapangan basket, lapangan futsal. Fasilitas yang diinginkan di playground yaitu ayunan, jungkat-jungkit, seluncuran, panjatan. Selain itu pengguna juga menginginkan adanya sitting area pada tapak, toilet, dan tempat parkir. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kategori usia pengguna tapak dengan preferensi terhadap Taman Bendi menunjukkan bahwa rentang usia 15-25 tahun dan 26-35 tahun menginginkan penambahan fasilitas olahraga outdoor, sedangkan usia 36-45 tahun dan diatas 45 tahun menginginkan penambahan fasilitas pendukung, nilai estetika, dan penambahan tanaman. Berdasarkan pertanyaan mengenai preferensi desain lanskap, responden lebih menyukai desain gabungan antara desain modern dan natural serta gabungan antara pola desain organik dan geometric. Sedangkan dalam pemilihan material taman, responden menyukai perpaduan material alami dan buatan, serta perpaduan vegetasi pohon berbunga atau berwarna.
Konsep dasar Taman Bendi adalah taman kota di tengah pemukiman perkotaan, yang dapat mengakomodasi kegiatan di luar ruangan untuk masyarakat sekitar dalam berolahraga, bersantai, dan bermain. Oleh sebab itu pada taman ini disediakan fasilitas yang menunjang aktivitas di luar ruangan dengan dihubungkan oleh sistem sirkulasi yang baik. Keberadaan ruang terbuka hijau di sekitar lingkungan pemukiman Jakarta diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar dengan melakukan aktivitas outdoor seperti berolahraga, bersantai, dan bermain.
Konsep desain yang diaplikasikan pada Taman Bendi menggunakan bentukan pola yang dapat terinspirasi dari kereta kuda atau “bendi”. “Bendi” merupakan alat transportasi tradisional pada masa lampau, dimana kuda yang menarik kereta beroda dua menjadi sumber tenaga dalam menjalankan transportasi ini. Bentukan pola yang dapat tercipta dari bendi yaitu pola geometrik yang tersusun dari garis-garis lurus dan pola organik yang tersusun dari garis-garis lengkung (Gambar 9). Pola ruang tersebut dapat diimplementasikan pada pola ruang dan pola sirkulasi. Bendi dapat mengimplementasikan gerak olahraga, bersantai, dan bermain. Bendi digunakan sebagai konsep desain diharapkan dapat menjadi sebuah identitas dari Taman Bendi yang berada di Jalan Delman Utama.
Konsep ruang dapat menjadi tahapan dalam penempatan fungsi ruang yang dapat menunjang aktivitas pengguna tapak. Konsep ruang yang dibentuk di Taman Bendi adalah area olahraga, area parkir, area pelayanan, area penerimaan, playground area, dan sitting area. Konsep olahraga adalah konsep yang sangat berguna terutama bagi kalangan lansia karena
dapat menanggulangi penurunan fisik karena bertambahnya usia (Sena, Dwijendra & Prajnawrdhi, 2021).
Area olahraga yang direncanakan pada desain ini adalah lapangan badminton, lapangan basket, lapangan futsal, jogging track, dan outdoor gym. Fasilitas pelayanan adalah area beristirahat dan toilet. Selain itu terdapat area penerimaan, playground area dan sitting area (Gambar 10).

Gambar 10. Konsep Ruang

Jalur sirkulasi sangat penting untuk direncanakan karena terkait dengan kenyamanan pengguna taman (Bandaso & Widjajanti, 2019). Konsep sirkulasi mengikuti bentuk geometrik dan organik yang terinspirasi dari transformasi bentuk bendi. Terdapat sirkulasi kendaraan dan sirkulasi manusia. Pada desain ini juga terdapat sirkulasi yang menghubungkan tapak yang terpisah yang dihubungkan dengan jalur penyeberangan orang (JPO). Konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Konsep Sirkulasi
Konsep vegetasi yang digunakan yaitu vegetasi estetika, vegetasi pembatas, vegetasi peneduh, vegetasi pengarah, dan vegetasi penghalang (Gambar 12). Vegetasi estetika dapat menambah nilai estetika pada tapak. Vegetasi pembatas digunakan untuk membatasi pergerakan dari luar dan dalam tapak. Vegetasi peneduh dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna tapak. Vegetasi peneduh sangat penting untuk menaungi pengguna tapak saat beristirahat sejenak dari kegiatan berolahraga. Vegetasi pengarah berguna untuk mengarahkan sirkulasi pengguna tapak saat jogging dam berjalan kaki. Contoh dari vegetasi peneduh yang baik adalah pohon Ketapang Kencana, Tanjung, Flamboyan, Pinus dan Bintaro. Sementara pohon Ketapang Kencana, Tanjung, Glodokan Tiang dan Palm Sadeng adalah contoh dari vegetasi pengarah yang baik (Regita, Simangunsong & Chalim, 2021). Vegetasi pemecah angin merupakan elemen penting agar angin yang melintas area olahraga dapat dikontrol kecepatan dan kelembaban yang dibawa oleh angin dengan penempatan vegetasi pemecah angin yang tepat (Salaswari, Suroto & Nirawati, 2020).
Gambar 12. Konsep Vegetasi
Hasil perumusan konsep dan analisis diterjemahkan dalam bentuk siteplan. Siteplan Taman Bendi mengacu terhadap konsep dasar, konsep desain, dan konsep pengembangan (konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi). Desain siteplan menggunakan pola geometrik dan organik yang merupakan transformasi dari bendi. Desain yang dihasilkan memaksimalkan potensi dan mengeliminasi kendala yang ada di tapak. Pada site plan digambarkan secara skalatis elemen-elemen lanskap seperti elemen olahraga outdoor, fasilitas bermain, duduk-duduk dan bersantai (Gambar 13). Desain Taman Bendi mengoptimalkan penggunaan ruang dan sirkulasi yang ada di tapak. Desain dibentuk untuk kegiatan olahraga outdoor, bersantai dan bermain di Taman Bendi.
Taman Bendi memiliki fasilitas olahraga outdoor seperti signage, jogging track, outdoor gym, lapangan basket, lapangan badminton, dan lapangan futsal. Material outdoor gym yang digunakan adalah material besi galvanis. Besi galvanis adalah material yang memiliki tingkat keamanan yang tinggi untuk outdoor gym (Arifin et al, 2020). Ukuran elemen desain sesuai standar desain agar nyaman bagi pengguna, bisa digunakan secara massal dan tahan lama. Desain outdoor gym harus sesuai dengan ergonomis manusia, diberikan alas duduk berbahan busa, material besi dan aclyric dan setiap jenis alat gym dibedakan warna (Bestari,
Putri & Nurhidayat, 2020). Signage atau penanda dan penunjuk arah juga penting ditambahkan sebagai pengarah pengguna tapak. Signage didesain dengan warna yang kontras dengan tanaman sehingga mudah dibaca oleh pengguna tapak (Mujabfaqni, 2016).
Gambar 13. Site Plan
Vegetasi yang digunakan adalah vegetasi yang berfungsi sebagai peneduh, pengarah, pemecah angin, penghalang, estetika, semak dan groundcover. Vegetasi yang digunakan pada tapak adalah Delonix regia, Swietenia mahagoni, Mangifera indica, Polyalthia longifolia, Filicium decipiens, Syzygium paniculatum, Mimusops elengi dan Platanus occidentalis. Gambar perspektif desain dapat dilihat dari ilustrasi perspektif tapak pada Gambar 14, 15, dan 16.
Gambar 14. Perspektif Desain Bangku Taman
Gambar 15. Perspektif Desain Lapangan Basket
Gambar 16. Perspektif Desain Playground
Kesimpulan
Taman Bendi merupakan ruang terbuka hijau yang fungsinya dapat dioptimalkan melalui redesain dengan memperhatikan kebutuhan dan perilaku pengguna ekologi eksisting. Untuk memperbaiki desain Taman Bendi tersebut, diperlukan pengaturan ruang, memperkuat hubungan antar ruang dan menambah fasilitas yang mendukung kegiatan sosial di tapak. Hasil desain tersebut dituangkan dalam site plan dan planting plan dapat dijadikan acuan dalam pembangunan kembali Taman Bendi.
Desain dari Taman Bendi dapat menjadi desain yang mencerminkan budaya Kota Jakarta jaman dulu yang tercermin dari pola desain kereta kuda atau yang disebut “bendi” yang ditransformasikan dalam bentuk pola geometrik dan organik untuk pola desain lanskapnya. Fasilitas pendukung kegiatan sosial antara lain adalah fasilitas olahraga outdoor gym, tempat duduk, children playground serta vegetasi yang dapat meningkatkan fungsi estetika, sosial, serta kesehatan dan produktivitas masyarakat. Diharapkan luaran desain lanskap dapat menjadi masukan dan referensi terhadap pengembangan lanskap Taman Bendi sebagai area olahraga outdoor dan bermain bagi Pemerintah DKI Jakarta sehingga masyarakat dapat memiliki ruang untuk melakukan aktivitas olahraga outdoor dan bermain.
Daftar Pustaka
Adiono, A. D., Bakhtiar, Y., Supatmo, Y., & Muniroh, M. (2018). Perbandingan Efek Olahraga Indoor dan Outdoor Terhadap Tingkat Stress Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(2), 1088–1098.
Antonius, D., & Pramono, M. (2022). Survei Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Minat Olahraga Rekreasi di Taman Bungkul Surabaya. Jurnal Kesehatan Olahraga, 10(03), 31-36.
Arifin, Z., Prasetyo, S. D., Suyitno, S., Tjahjana, D. D. D. P., Rachmanto, R. A., Juwana, W. E., ... & Trismawati, T. (2020). Rancang Bangun Alat elliptical trainer
outdoor. Mekanika: Majalah Ilmiah Mekanika, 19(2), 104-112.
Bandaso, A., & Widjajanti, R. (2019). Pengaruh Kondisi Tatanan Fisik Terhadap Kenyamanan Pengunjung Pada Taman Vatulemo di Kota Palu. TATALOKA, 21(2), 348-360.
Baskara, M. (2011). Prinsip Pengendalian Perancangan Taman Bermain Anak Di Ruang Publik. Jurnal Lanskap Indonesia, 3(1), 27–34.
Bestari, K. A., Putri, S. A., & Nurhidayat, M. (2020). Pengembangan Perancangan Outdoor Gym Di Taman Alun-alun Bandung. eProceedings of Art & Design, 7(2).
Booth, N. K. (1983). Basic Elements of Landscape Architectural Design. Illinois: Waveland.
Djatnika, A. R., Zain, A. F., & Dahlan, E. N. (2014). Analisis spasial fungsi ekologi ruang terbuka hijau di Kota Cibinong. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management), 4(1), 9-9.
Dewiyanti, D. (2007). Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. Majalah Ilmiah Unikom, 7(1), 13–26.
Firdaus, M., & Purnomo, A. M. I. (2015). Pemanfaatan Taman Rekreasi Selomangkleng (Klotok) Sebagai Sarana dan Prasarana Olahraga Masyarakat Di Kota Kediri. Jurnal Sportif, 1(1), 81-99.
Imansari, N., & Khadiyanta, P. (2015). Penyediaan Hutan Kota dan Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik Menurut Preferensi Masyarakat di Kawasan Pusat Kota Tangerang. Ruang, 1(3), 101–110.
Jatmiko, B. W. (2016). Kajian fungsi sosial terhadap taman kota sebagai Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang. Geo Educasia-S1, 1(3).
Kusumoarto, A. & Librianti, D. (2018), September. Desain taman lingkungan permukiman di Kota Bogor berbasis aktivitas komunitas. In Seminar Nasional dan Diskusi Panel Multidisiplin Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat 2018 (Vol. 1, No. 1).
Madjowa, N. F. (2018). Fungsi ekologi sebagai penyerap limpasan air hujan pada taman kota. Fraktal: Jurnal Arsitektur, Kota dan Sains, 2(2).
Marcus, C. C., & Francis, C. (1997). People Places: Design Guidlines for Urban Open Space (2nd Edition; C. F. Clare Cooper Marcus, ed.). New York: John Wiley & Sons.
Muhson, A., 2006. Teknik analisis kuantitatif. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta, 183-196.
Mujabfaqni, A. (2016). Perancangan Sign System Taman Flora Surabaya (Doctoral dissertation, State University of Surabaya).
Novianty, R., Neolaka, A. and Rahmayanti, H. (2012). Evaluasi Mengenai Kuantitas dan Kualitas Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah DKI Jakarta. Menara: Jurnal Teknik Sipil, 7(1), 26-26.
Prasetyo, Y. (2015). Kesadaran Masyarakat Berolahraga Untuk Peningkatan Kesehatan dan Pembangunan Nasional. Medikora, 11(2), 219–228.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (2003). Usaha Tani Pada Lahan Kering. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Regita, R. S., Simangunsong, N. I., & Chalim, A. (2021). Kajian Peletakan Fungsi Vegetasi Terhadap Kondisi Ruang Terbuka Kampus (Studi Kasus: Indonesia Port Corporation University, Ciawi, Bogor). Jurnal Lanskap Indonesia, 13(2), 38-44.
Salaswari, U., Suroto, W., & Nirawati, M. A. (2020). Penerapan Prinsip Arsitektur Hijau Pada Pusat Pelatihan Olahraga Penyandang Disabilitas di Surakarta. Senthong, 3(1).
Svobodova, K., Sklenicka, P. and Vojar, J. (2015). How does the representation rate of features in a landscape affect visual preferences? A case study from a post-mining landscape. International Journal of Mining, Reclamation and Environment, 29(4), 266276.
Sapariyanto, S., Yuwono, S.B. Riniarti, M. (2016). Kajian Iklim Mikro Di Bawah Tegakan Ruang Terbuka Hijau Universitas Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 4(3), 114-123.
Sena, I G. B. N, Dwijendra, N. K. A., & Prajnawrdhi, T. A. (2021). Wilayah Pelayanan dan Aksesibilitas Taman Kota Bagi Lansia di Kota Denpasar. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 8(2), 123-136.
Setiowati, R., Hasibuan, H.S., Koestoer, R.H. (2021). Analisis Zonasi Hijau di Jakarta. TATALOKA, 23(2), 212-224.
Sidauruk, T. (2012). Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan. Jurnal Geografi, 4(2), 79-94.
Simonds, J. O., & Starke, B. W. (2006). Landscape Architecture: A Manual of Enviromental Planning and Design (vol. 4). New York: The McGraw-Hill Companies.
Wibowo, A., & Ritonga, M. (2018). Kebutuhan pengembangan standar nasional indonesia fasilitas taman kota. Jurnal Standardisasi, 18(3), 161.
Wulandari, A. (2020). Taman Indonesia Kaya sebagai Ruang Terbuka Publik di Semarang Berdasarkan Kebutuhan Pengguna. RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment), 7(2), 171-186.
162
SPACE - VOLUME 9, NO. 2, OCTOBER 2022
Discussion and feedback