EVALUASI PRINSIP SMART MOBILITY

RUANG


SPACE


DAN SMART LIVING

PADA KAMPUNG JETISHARJO YOGYAKARTA

Oleh: Sita Yuliastuti Amijaya1

Abstract

The idea of a smart city is identical to put ICT as the key to success. However, the smart-city practice depends on some aspects which build the success of urban development. The smart infrastructure aims to provide services to citizens more effectively, efficiently, and affordably. This study examines smart- mobility and life criteria shown by an urban-village. Jetisharjo village is located in Yogyakarta City that is moving increasingly to respond to city development. A qualitative method with a descriptive approach was chosen in this study and aims to find out the efforts or strategies in applying the principle of smart city, specifically smart mobility and smart living; which was found in the life of a township in Yogyakarta. Findings show that smart mobility and living concepts in the urban-village context can be traced through innovations and strategies they made, such as providing green space, improving road access to respond to emergencies, selfmanaged clean water sources, and communal toilet. These efforts and strategies aim to improve the quality of its environment, community waste management, and security from a flood. The innovative strategies are developed to approach further steps in supporting the implementation of smart urban kampung in Jetisharjo Village.

Keywords: smart city; urban village; environmental quality; smart mobility; smart living

Abstrak

Gagasan utama kota cerdas identik dengan memposisikan aspek TIK sebagai kunci keberhasilan, namun sebenarnya penerapan konsep kota cerdas sangat tergantung pada aspek-aspek lain yang turut membentuk keberhasilan pembangunan perkotaan. Pengembangan infrastruktur cerdas bertujuan untuk memberikan layanan kepada warga secara lebih efektif, efisien dan terjangkau. Penelitian ini mengkaji tentang kriteria kecerdasan mobilitas dan kehidupan cerdas yang ditunjukkan sebuah kampung. Kampung Jetisharjo merupakan salah satu kampung yang terletak di Kota Yogyakarta yang bergerak semakin aktif untuk merespon perkembangan kota. Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dipilih pada penelitian ini dan bertujuan untuk mengetahui upaya atau strategi penerapan prinsip smart city, khususnya smart mobility dan smart living; yang ditemukan pada kehidupan perkampungan kota di Yogyakarta. Temuan menunjukkan bahwa konsep smart mobility dan living pada konteks kampung dapat dilacak jejak-jejaknya melalui inovasi dan strategi, seperti penyediaan ruang hijau, perbaikan akses jalan untuk merespon situasi kegawat daruratan, penyediaan mandiri sumber air bersih serta pengelolaan fasilitas kamar mandi dan wc komunitas. Kesimpulannya adalah upaya dan strategi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, pengelolaan sampah komunitas serta meningkatkan keamanan permukiman dari banjir. Strategi-strategi lokal yang inovatif tersebut merupakan upaya pendekatan inisiatif lebih lanjut yang mendukung implementasi konsep kota cerdas di Kampung Jetisharjo.

Kata kunci: kota cerdas; kampung kota; kualitas lingkungan; kecerdasan mobilitas; kehidupan yang cerdas

1


Pendahuluan

Pengembangan infrastruktur kota yang baik merupakan salah satu ukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam memberikan layanan dan meningkatakan kesejahteraan warganya. Kampung kota di wilayah Kota Yogyakarta bergerak untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan akan infrastrukturnya. Dengan keterbatasan tingkat kesejahteraan, ekonomi, akses, sanitasi serta spasial, pamong bersama warganya berupaya untuk meningkatkan kelayakan lingkungan di sekitar permukiman mereka. Dengan dukungan program-program pemerintah dan non-pemerintah, Kampung Jetisharjo yang terletak di wilayah Kelurahan Cokrodiningratan Kota Yogyakarta telah bergerak maju melalui berbagai program perbaikan kampung dan peningkatan infrastruktur yang menjadi kunci kesejahteraan warga dalam berhuni.

Menilik kondisi perkampungan kota secara umum, masih terdapat beberapa kendala yang nyata dihadapi oleh warganya, misalnya adalah ketersediaan listrik, air bersih, sanitasi, serta akses jalan dan ruang terbuka. Namun jika melihat lebih jauh pada proses berhuni yang telah dilakukan masyarakat selama puluhan tahun tersebut, pada akhirnya telah membentuk sebuah komunitas yang stabil dan menetap. Hal inilah yang sebenarnya kemudian menjadi pekerjaan pemerintah daerah untuk berperan meningkatkan kondisi permukiman kampung kota ini menjadi lebih permukiman layak huni dan menjadi komunitas yang formal. Menurut Pratt (2014:94) dalam Wijaya (2015), smart city adalah konsep pengembangan, implementasi, dan implementasi teknologi yang diterapkan pada suatu wilayah (terutama perkotaan) sebagai interaksi kompleks antara berbagai sistem yang ada didalamnya. Secara prinsip, konsep smart city hadir untuk menjawab berbagai tantangan yang terjadi pada lingkungan perkotaan (Suketi dan Damayanti, 2019). Kampung kota, yang terletak pada skala urban memiliki berbagai tantangan fisik maupun non fisik yang memerlukan pemecahan yang efektif. Seperti misalnya masalah kemacetan, masalah lingkungan kumuh, sanitasi, pemanasan global, pencemaran lingkungan, dan masalah khas perkotaan lainnya. Kota cerdas diukur dari beberapa dimensi penting dari sebuah kota yang memiliki dimensi sebagai berikut: smart economy, smart people, smart government, smart environment, smart mobility, and smart living.

Smart kampung mengusung konsep smart city sebagai bentuk aplikasi smart city pada lingkup yang lebih mikro dengan merujuk pada tujuan yang sama. Tujuan konsep smart city adalah untuk menghubungkan, memantau, dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di kota secara efektif dan efisien untuk memaksimalkan layanan kepada masyarakat. Konsep smart city pada dasarnya tidak hanya membahas penggunaan TIK untuk kehidupan yang lebih baik, tetapi juga menekankan pada penanganan masalah yang sering terjadi di perkotaan. Mempelajari studi kasus dari beberapa kota di dunia yang merespon kompleksitas masalahnya dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dan didukung dengan pemanfaatan teknologi untuk mempermudah warga kota menikmati fasilitas kota, untuk kemudian meningkatkan kualitas layanannya melalui penerapan konsep smart city. Menarik bagi penulis untuk mempelajari bukti-bukti yang dapat ditemukan pada studi kasus Kampung Jetisharjo Kota Yogyakarta, yang berupaya untuk memberikan layanan infrastruktur dan kualitas hidup yang makin layak bagi warganya.

Penting pula meneliti aspek kemandirian atau swadaya dari warga dan pamongnya. Dalam beberapa hal, pemerintah daerah masih kurang cepat mengakses informasi dan untuk menentukan prioritas pengembangan daerahnya. Sedangkan Kampung telah bergerak cepat dengan menggandeng beberapa stake holder untuk mencapai upaya peningkatan kesejahteraan warga pada konteks kota cerdas.

Review Literatur

Kota cerdas merupakan konsep yang mengusung pengembangan manajemen sumberdaya dalam skala kota. Sumberdaya yang dimaksud disini adalah sumberdaya manusia, modal sosial serta jaringan infrastruktur telekomunikasi (Pratiwi et al, 2015). Tujuan dari manajemen sumber daya tersebut adalah kemajun perekonomian dan peningkatan kualitas kehidupn warga kota secara keseluruhan. Cohen (2011) mengidentifikasi kota cerdas melalui 6 (enam) elemen atau dimensi utama yaitu smart government (pemerintahan yang cerdas), smart economy (ekonomi cerdas), smart living (kehidupan masyarakat yang cerdas), smart mobility (mobilitas cerdas), smart environment (lingkungan yang cerdas), dan quality of life (hidup yang berkualitas). Penerapan atau prioritas penerapan enam (6) dimensi tersebut dalam pada setiap kasus perkotaan tergantung pada karakter kota/urban/wilayah, serta permasalahan yang menjadi prioritas penyelesaiannya.

Smart kampung merupakan adaptasi dari konsep smart city dengan fokus pada penyelesaian permasalah kota yang membutuhkan menajemen sumberdaya yang lebih baik, tepat sasaran, efektif dan efisien. Level penerapan dan implementasinya berada pada skala kampung atau desa. Konsep smart kampung menawarkan solusi dengan prinsip yang sama pada smart city, namun dengan permasalahan skala mikro kampung atau desa (Subekti dan Gustomy, 2018; Subekti dan Damayanti, 2019). Konsep smart city pada tidak terbatas pada pembahasan terkait penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk kehidupan yang lebih baik, melainkan efektifitas penangan permasalahan penting perkotaan menjadi penggerak dari konsep tersebut. Penekanan pada penanganan masalah yang sering terjadi di daerah perkotaan inilah yang kemudian mengaplikasikan kemajuan teknologi untuk mempermudah manajemen sumberdaya (Subekti dan Gustomy, 2018). Lebih lanjut menurut Subekti dan Gustomy (2018) prinsip kota cerdas mengelola permasalahan kota seperti : jumlah penduduk, lingkungan kota, sumber energi, sumber air bersih dan pengelolaan limbah, polusi udara dan kemacetan. Secara sederhana, konsep ini menawarkan kemudahan akses informasi dan layanan yang terintegrasi untuk permasalahan perkotaan yang dihadapi sehingga memangkas kendala-kendala : jarak, waktu serta pembiayaan.

Metode

Dilihat dari lokasinya yang berada di bawah dan di sepanjang bantaran sungai, Kampung Jetisharjo dan banyak kampung di sepanjang Sungai Code, dulunya menjadi area langganan banjir. Lokasi penelitian dipilih karena Kampung Jetisharjo masuk dalam kategori kampung wisata yang sedang dikembangkan oleh Kelurahan Cokrodiningratan, serta penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam tingkat kesiapan fasilitasnya dengan cara meneliti lebih lanjut. Pendekatan kualitatif dengan

metode pengumpulan data primer diterapkan pada penelitian ini. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap narasumber dari Kampung Jetisharjo, pengukuran di lapangan, serta melalui survei lapangan yang berfokus pada jenis-jenis layanan dan infrastruktur yang tersedia di lokasi. Sebelum melaksanakan penelitian lapangan, kajian topik terkait smart city telah dipelajari terlebih dahulu, sehingga peneliti mampu memahami dan mengidentifikasi bukti atau temuan lapangan yang mengarah kepada kriteria kecerdasan. Kriteria kecerdasan ini penting sebagai alat untuk melakukan evaluasi dan konfirmasi. Data yang dibutuhkan, dapat bersumber dari dokumen-dokumen maupun langsung dari narasumber lokal di kampung yang ditemui saat penelitian lapangan, serta mempelajari hasil-hasil penelitian para peneliti sebelumnya tentang kajian kota cerdas pada konteks kampung kota.

Hasil dan Pembahasan

a.    Jetisharjo Berkembang Menjadi Kampung Wisata

Smart city atau kota cerdas memiliki enam dimensi utama, yaitu smart governance, smart economy, smart society, smart mobility, smart environment, dan smart living. Smart mobility atau mobilitas yang cerdas dan smart living atau kehidupan yang cerdas menjadi fokus dalam pembahasan penelitian ini. Kampung Jetisharjo saat ini bergerak menjadi kampung wisata yang menawarkan wisata alternatif, yaitu dengan menikmati cara hidup yang unik di kampung perkotaan. Meskipun sebenarnya belum banyak atraksi wisata andalan yang bisa ditawarkan, namun Kampung Jetisharjo sudah mampu menerima kunjungan wisatawan yang ingin menikmati suasana hidup perkampungan yang khas . Kesan pertama ketika berkunjung ke kampung ini adalah lokasinya yang berada di bawah jalan/jembatan Sardjito, sehingga aksesnya sedikit sulit dari arah masuk melalui gang di sisi utara atau dari arah jalan Prof. Dr. Sardjito (Gambar 1). Namun terdapat juga akses lain menuju Kampung Jetisharjo yang berada di sisi barat kampung. Kampung Jetisharjo terdiri dari tiga RW yaitu RW 5, RW 6 dan RW 7. Ketiga RW ini memiliki program strategis untuk mewujudkan Jetisharjo sebagai Kampung Wisata yang bertema sungai. Kegiatan yang ditawarkan pada pengunjung ialah menyusuri Sungai Code atau disebut sebagai “susur sungai” dan sekolah sungai. Program sekolah sungai masih pada fase berkembang dan masih sangat tergantung pada permintaan wisatawan. Pengelolaan kegiatan kampung wisata ini masih belum intensif, sehingga program wisatanya masih mengandalkan pesanan atau permintaan dari wisatawan atau kalangan yang ingin belajar tentang sungai. Sebagian dari warga yang tergabung dalam kepengurusan kampung wisata mencari peluang lain dengan cara membuka kos-kosan; menyiapkan sebagian dari rumah mereka untuk bisa disewakan kepada para wisatawan yang ingin menginap di kampung. Program kampung wisata ini menjadi penggerak munculnya kegiatan-kegiatan perekonomian di bidang lain, misalnya di bidang kuliner lokal, sehingga beberapa warga berinisiatif membuka warung makan, toko kelontong dan kafe malam. Kafe malam dibuka memang hanya pada malam hari, menyediakan ruang bersantai untuk tamu yang ingin menikmati kopi dan jajanan malam di area kampung Jetisharjo. Lokasi kafe ini tidak jauh dari pintu masuk utara, berhadapan dengan ruang duduk dan taman bermain.


Informasi peta lokasi

A

Lokasi penelitian

B

Sungai Code

C

Jalan Prof. Dr.

Sardjito/Jembatan Sardjito


G ambar 1. Peta lokasi penelitian, Kampung Jetisharjo RW 6, RW 7 dan RW 8, Kelurahan

Cokrodiningratan Kota Yogyakarta

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019

  • b.    Mengelola Aset dan Permasalahan Melalui Inovasi dan Strategi yang Cerdas

Inovasi yang terus dilakukan tentunya menghasilkan banyak perubahan signifikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber ditemukan bahwa Kampung Jetisharjo mulai menambahkan banyak fasilitas dan infrastruktur. Kampung wisata Jetisharjo masih berada pada tahap perkembangan. Dimensi smart mobility dan smart living, keduanya merupakan dimensi penting dalam konsep smart city. Terkait dengan dimensi smart mobility pada kampung Jetisharjo menjadi fokus dalam pembahasan pertama pada penelitian ini. Lebih lanjut menurut Cohen (2007); Batty et al (2012), terdapat 6 dimensi kecerdasan dilengkapi dengan komponen yang lebih detail pada setiap dimensinya. Tabel 1 ditunjukkan 6 dimensi Kota Cerdas dengan semua komponen yang membentuk kuliatas setiap dimensinya. Dimensi smart mobility memiliki 4 komponen pembentuk keberhasilan, sedangkan pada dimensi smart living terdapat 7 komponen.

Pada kriteria smart mobility yang ditunjukkan pada Tabel 1, akses lokal menjadi aspek penting pertama pada kriteria ini. Beberapa hal jika dievaluasi dari aspek smart mobility masih memerlukan peningkatan. Kekurangan-kekurangan yang tampak untuk kenyamanan mobilitas yaitu akses menuju lokasi masih sangat minim, dikarenakan masih belum bisa dilalui oleh kendaraan roda 4. Peningkatan kenyamanan akses dibutuhkan, karena sebelumnya masih belum terdapat pembagian jalan khusus bagi pejalan kaki maupun kendaraan. Meskipun demikian terdapat perubahan fisik untuk mengatasi solusi akses yang terbatas, yaitu digagasnya pembuatan jalur ramp bagi pengendara motor, agar dapat dengan lebih mudah untuk bisa naik-turun di lingkungan kampung (Gambar 2). Untuk saat ini terdapat dua strategi untuk mengatasi masalah akses ini dengan menyejajarkan jalur ramp dengan tangga pejalan kaki (Gambar 3). Dengan adanya penambahan akses ramp bagi pengendara motor ini memudahkan warga untuk mobilitasnya, meskipun secara fisik masih terdapat kekurangan dalam perencanaannya, yaitu kemiringan ramp yang terjal memiliki potensi kerawanan untuk jalur sirkulasi kendaraan. Idealnya untuk kemiringan ramp memenuhi persayarat 7%-9% (Neufert et al, 2000).

Tabel 1. Tipologi Fungsi-Fungsi Kota Cerdas

Smart Mobility (Transport and ICT)

Smart Environment (Natural resources)

Smart Governance (Participation)

  • 1.    Local accessibility

  • 2.    (inter-) national accessibility

  • 3.    Availability of ICT-infrastructure

  • 4.    Sustainable, innovative and safe transport systems

Attractivity of natural conditions

Pollution

Environmental protection

Sustainable resource management

Participation in decisionmaking

Public and social services Transparent governance

Political strategies and perspectives

Smart Economy (Competitiveness)

Smart People (Social and Human Capital)

Smart Living (Quality of life)

Innovative spirit Entrepreneurship Economic image and trademarks

Productivity

Flexibility of labour market International embeddedness

Ability to transform

Level of qualification Affinity to lifelong learning Social and ethnic plurality

Flexibility

Creativity

Cosmopolitanism/Open-mindedness

Participation in public life

  • 1.    Cultural facilities

  • 2.    Health conditions

  • 3.    Individual safety

  • 4.    Housing quality

  • 5.    Educational facilities

  • 6.    Touristic attractivity

  • 7.    Social cohesion

Sumber: Griffinger, 2007; Batty et al, 2012:496

Lebih lanjut untuk memudahkan identifikasi, saat ini belum terdapat peta lokasi kampung, yang akan membantu mempermudah orientasi bagi pendatang. Selain itu akses informasi secara online untuk mengetahui lokasi masih terbatas. Selain pembangunan aspek fisik yang menjadi kunci keberhasilan untuk mewujudkan kenyaman dalam berhuni, dalam aspek teknologi pun perlu mendapatkan perhatian. Kampung Jetisharjo masih memerlukan inovasi pada bidang komunikasi dan teknologi untuk mampu berkembang lebih sebagai kampung wisata dan agar dikenal oleh masyarakat luas. Secara teknis penerapan teknologi informasi dapat diterapkan untuk mendukung promosi kampung, event-event kampung serta kemajuan dan keberhasilan yang dicapai.

Gambar 2. Akses masuk menuju Kampung

Jetisharjo (sisi utara)

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019


Gambar 3. Pembagian akses pejalan kaki dan kendaraan roda dua

Sumber: Dokumentasi Penulis, 2019


Namun penerapan teknologi informasi ini hendaknya sesuai dengan kemampuan sumberdaya masyarakatnya, dijalankan secara efisien, memanfaatkan sumberdaya manusia lokal serta dapat diadopsi oleh masyarakat dengan mudah untuk pengelolaannya, serta berorientasi jangka panjang. Untuk menjangkau lingkup yang lebih luas; secara nasional maupun internasional kuncinya pada penerapan teknologi informasi sebagai sarana untuk promosi, sehingga dibutuhkan sebuah media yang menjadi pusat informasi kampung wisata. Komponen internasional maupun nasional aksesibilitas dapat dicapai dengan memanfaatkan media promosi dengan aplikasi web maupun melalui kekuatan media sosial. Pada aspek inovasi dan keberlanjutan sistem transportasi (komponen 4 smart mobility pada Tabel 1), masih memungkinkan untuk dikembangkan dengan menyesuaikan pada konteks lingkungan kampung. Terdapat isu yang penting terkait dengan mobilitas pada saat situasi bencana. Kampung Jetisharjo masih belum mampu mengakomodasi kebutuhan untuk transportasi dari lokasi kampung di bawah menuju akses utama di jalan raya. Kesulitan ini semakin bertambah ketika dibutuhkan untuk melakukan transportasi pada keadaan darurat, sehingga dibutuhkan inovasi sistem transportasi manusia maupun barang untuk merespon situasi kebencanaan.

Pada dimensi smart living, telah ditemukan bukti-bukti inovasi terkait dengan perbaikan kondisi fisik yang menunjang kenyamanan warga. Pertama terkait dengan potensi wisata dan atraksi, kampung telah merubah diri dengan memberikan identitas yang jelas pada akses pintu masuk menuju wisata susur sungai. Melalui pintu masuk utara, dengan dukungan donasi stake holder, masyarakat setempat mengupayakan agar lokasi mereka yang berada di bawah dapat menarik minat pengunjung untuk berkunjung. Pembuatan gerbang “Wisata Code”, mempertegas identitas dari obyek yang berada di kampung. Hal ini juga terkait dengan komponen 7 pada Tabel 1 smart living, yaitu touristic attractivity dengan cara menciptakan atraksi baru melalui kegiatan jelajah kampung, fieldtrip, festival sungai, susur sungai, serta peristiwa budaya lainnya yang diupayakan untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke lokasi. Menurut data dari pengelola kampung wisata, pada tahun 2018 kedatangan wisatawan ke wilayah di sepanjang Sungai Code ada 2700 orang, yang terdiri dari, mahasiswa, kalangan pegawai instansi pemerintah daerah, serta peneliti. Kemudian dari jumlah tersebut, sebanyak 120 orang menginap di homestay yang tersedia di Kampung Jetisharjo . Pembangunan WC dan kamar mandi umum di kampung. Untuk mewujudkan pengelolaan air bersih secara mandiri, pengurus kampung melakukan inovasi dengan mengelola air dari sumur sumber yang lokasinya di RW tetangga untuk menjadi sumber air bersih kampung. Cara yang ditempuh adalah menampung air dari sumber air, kemudian dipompa dan dialirkan menuju rumah-rumah, terutama yang letaknya diatas yang kesulitan untuk menggali sumur pribadi/keluarga.2

Selanjutnya, pelatihan kebencanaan yang telah dirintis paska gempa Jogja di tahun 2006 dilaksanakan untuk selalu menyiapkan warga terhadap potensi bencana, terutama banjir. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi wisata, maka warga dan kampungnya harus selalu siap untuk merespon kejadian bencana agar wisatawan merasa lebih aman jika kampung

mampu memberikan informasi yang tepat jika terjdi bencana. Namun sayangnya, pelatihan muncul tidak rutin, sehingga banyak warga yang telah melupakan respon pada situasi bencana, atau anak-anak yang ketika kejadian 2006 belum lahir atau masih balita, merekalah yang tidak pernah tahu bagaimana respon yang tepat dalam situasi bencana. Banjir masih memerlukan banyak langkah kebijakan dan inovasi, agar kejadian yang membawa dampak ekonomi dan sosial ini tidak melumpuhkan roda kehidupan warga. Prinsip evakuasi manusia dan barang pada saat bencana, sangat perlu disiapkan dengan matang dan memerlukan kontribusi dari banyak bidang. Terkait dengan educational facilitas tidak ditemukan pada kampung ini, namun upaya edukasi terkait dengan kebencanaan, kenyamanan dan kesehatan lingkungan serta keberlanjutan kampung merespon bencana perlu selalu dilatih terutama bagi anak-anak, serta warga secara keseluruhan. Selain itu diperlukan juga pemetaan bagi warga yang rentan (anak-anak, hamil dan lansia) yang ada di Kampung Jetisharjo untuk kemudahan identifikasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, mereka yang masuk dalam golongan rentan perlu diutamakan terlebih dahulu. Pada komponen touristic attractivity telah banyak inovasi yang dilakukan warga dan pengurus kampung wisata untuk meningkatkan tipe layanan wisata dengan memunculkan ide baru, serta menggandeng banyak pihak supaya muncul ide-ide kreatif untuk mengembangkan pariwisata kampung. Meskipun demikian, hal ini belum didukung dengan program promosi yang terintegrasi, sehingga sifat promosinya masih sangat temporer, serta belum mampu mewujudkan agenda rutin budaya di kampung agar bisa masuk pada radar kegiatan budaya Kota Yogyakarta. Terkait dengan komponen keterlibatan masyarakat yang pada dimensi kecerdasan menurut Batty et al. (2012), dapat dilacak jejak keberhasilannya melalui kondisi kampung yang bersih, hijau, tertata, serta fasilitas yang ada selalu terjaga dengan baik, misalnya adalah penampungan air serta pompa air yang kinerjanya selalu dijaga dengan baik, dengan menerapkan sistem pengurus air bersih kampung dibantu juga oleh warga yang tinggal di sekitar keberadaan pompa air. Hal-hal seperti ini memberikan bukti yang jelas, bahwa masyarakat sangat merasakan manfaatnya, sehingga dari sisi partisipasi menjadi sesuatu yang spontan tanpa digerakkan oleh motif ekonomi atau motif apapun lainnya. Pemahaman akan kualitas hidup bersama yang semakin baik, merupakan keberhasilan proses edukasi masyarakat dalam menjaga lingkungannya. Hal penting yang selalu harus dilakukan adalah ketika komposisi warga selalu mengalami perubahan dari tahun ke tahun dengan hadirnya warga-warga baru yang berhuni menetap maupun hanya sementara di lingkungan. Para pendatang perlu memahami konsep kelestarian lingkungan kampung melalui edukasi bagi setiap warga baru yang akan tinggal di lingkungan Kampung Jetisharjo.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kampung Jetisharjo dengan konsep smart mobility dan smart living dapat ditemukan melalui bukti-bukti inovasi warga dan hal tersebut dapat diidentifikasi dari wujud fisik maupun strategi pengembangan. Menggunakan 6 kriteria smart city (Batty et al, 2012), terutama pada komponen smart mobility dan smart living banyak aspek yang telah terwujud untuk terus dikembangkan. Dalam rangkuman singkat pembangunan Kampung Jetisharjo menjadi kampung destinasi wisata alternatif dapat diwujudkankan dengan tujuan pencapaian, yaitu :

Tabel 2. Pencapaian Pembangunan Destinasi Wisata Alternatif Kampung Jetisharjo

Smart Mobility (Transport and ICT)

Inovasi yang dilakukan untuk keberlanjutan

Smart Living (Quality of life)

Inovasi yang dilakukan untuk keberlanjutan

1. Local accessibility

Perbaikan akses jalan untuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor

1. Cultural facilities

Sudah terdapat usaha-usaha untuk menggali potensi, serta menciptakan atraksi wisata baru yang khas kampung

2. (inter-) national accessibility

Belum  adanya  informasi

yang terpusat

2. Health conditions

Pembangunan WC dan kamar mandi umum di kampung

Mewujudkan pengelolaan air bersih secara mandiri, dengan dukungan iuran dari warga yang berlangganan air bersih

3. Availability of ICT-

infrastructure

Belum ada inovasi

3. Individual safety

Pelatihan kebencanaan yang sejak 2006 mulai sering dilaksanakan, keterbatasannya adalah kegiatan ini tidak terlaksana secara regular, sehingga efeknya warga menjadi kurang memahami arti pentingnya kesiapsiagaan bencana

4. Sustainable, innovative and safe transport systems

Perencanaan akses yang lebih baik untuk ketahanan lingkungan, terutama pada saat terjadinya bencana

4. Housing quality

Antisipasi banjir direspon dengan konstruksi rumah yang kuat dan menjaga lingkungan selalu bersih serta hijau

5. Educational facilities

Tidak ada bukti terkait fasilitas, namun terdapat bukti inovasi kegiatan edukatif menyangkut perawatan sungai serta kesiapsiagaan terhadap bencana banjir yang dulunya rutin dialami Kampung Jetisharjo

6. Touristic attractivity

Kreatif dalam menciptakan atraksi wisata baru yang khas di kampung: susur kali, jelajah kampung, cara hidup khas kampung, menggandeng pihak stakeholder untuk mengadakan festival budaya

7. Social cohesion

Kepedulian warga untuk terlibat dalam sebuah program bersama, bukti dapat ditemukan. Kondisi lingkungan semakin baik dari tahun ke tahun, semakin hijau, dan bersih. Kebersihan yang bisa dinikmati di sepanjang perjalanan studi di kampung ini membuktikan bahwa warga peduli dengan kepentingan bersama dan kelestarian lingkungan

Sumber: Analisis Penulis, 2019

Dengan membangun semua komponen pada setiap dimensi kecerdasan akan semakin meningkatkan keterlibatan warga masyarakat, karena warga merasakan manfaat dari program-program yang dilaksanakan. Pengembangan TIK pada kampung ini masih sangat perlu didorong agar menjadi media promosi baik bagi perkembangan kampung wisata. Selain itu dibutuhkan peran yang besar dari para penggerak kegiatan untuk mengajak warga peduli terhadap kepentingan bersama. Rekomendasi bagi pemerintah daerah dan

para peneliti, kekurangan-kekurangan dalam pelayanan kepada warga dapat semakin baik dan ditingkatkan. Bagi peneliti, kampung merupakan laboratorium yang hidup untuk selalu menjadi obyek studi. Perlu adanya upaya kerjasama dengan pihak kampung dalam meningkatkan keberhasilan program smart mobility dan smart living. Kajian perlu diperluas lingkupnya untuk melihat dimensi smart city secara keseluruhan, sehingga proses konfirmasi bukti-bukti inovasi menjadi lebih lengkap dan komprehensif. Tujuan jangka panjang adalah Kampung Jetisharjo menjadi satu destinasi wisata kampung kota yang unik dan semakin berkembang dengan dukungan TIK demi terwujudnya smart village tourism concept.

Daftar Pustaka

Batty, M. et al. (2012). UCL walking paper series paper 188. Smart Cities of the Future. University College London.

Cohen, B; Winn, M.I. (2007). Market imperfections, opportunity and sustainable entrepreneurship. Journal of Business Venturing, 22(1), 29-49.

Griffinger, R., et al. (2007). Smart Cities Ranking of European Medium-sized Cities. Final report October.

Neufert, E., Neufert, P., Baiche, B., & Walliman, N. (2000). Architects' Data. Oxford: Blackwell Science.

Pebriyanti, NLPE. Makna Dan Karakteristik Ruang Bermain Anak Di Bantaran Sungai Code. Studi Kasus:   Kelurahan Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta.

http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_79162 8582433.pdf diakses Agustus 2019

Pratiwi, A., Soedwiwahjono, H. A. (2015). Tingkat Kesiapan Kota Surakarta Terhadap Dimensi Mobilitas Cerdas (Smart Mobility) sebagai Bagian dari Konsep Kota Cerdas (Smart City). Jurnal Region, 6(2), 34-41.

Subekti, T. & Gustomy, R. (2018). Menguji Sistem E-Government Kota Malang menuju Smart City. Interaktif: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, 1(4), 40-60.

Subekti, T. & Damayanti, R. (2019). Penerapan Model Smart Village dalam Pengembangan Desa Wisata: Studi pada Desa Wisata Boon Pring Sanankerto Turen Kabupaten Malang. Journal of Public Administration and Local Governance, 3(1),18-28.

(http://jurnal.untidar.ac.id/index.php/publicadmini, diakses 2 Juli 2019)

Wijaya, NPNP. (2015). Analyse of Smart City Concept as Supporting the Government Information. Disclosure. Case Study: Bandung Smart City. Proceeding International Conference on Transformation in Communication (ICOTIC) (https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/icotic/article/download /5588/5564, diakses 21 Agustus 2019)

94

SPACE - VOLUME 7, NO. 1, APRIL 2020