RUANG


SPACE


TEKNIK TRADISIONAL PADA STRUKTUR RUMAH PANGGUNG DI KABUPATEN BIMA UNTUK KETAHANAN TERHADAP GEMPA

Oleh: Agus Dwi Hariyanto1, Sugeng Triyadi2, Andry Widyowijatnoko3

Abstract

This study aims to identify the structural system of stilt houses in Mbawa Village and their connection between elements that support earthquake resistance. Field observations were used to observe the system, form, and building materials. They were mainly conducted on local structural systems and construction as a critical part of the building to anticipate seismic force. The connections between post and beam and the logic of structural loading interpretation are carried out. The research found some unique detail and system to respond to the seismic load. The local technique of pa’a and ceko, which developed empirically by communities during centuries can reduce the vulnerability of their houses.

Keywords: structural system; wooden joint; stilt house; seismic load

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sistem struktural rumah panggung di Desa Mbawa dan hubungan antar elemen yang mendukung ketahanannya terhadap gempa. Observasi lapangan digunakan untuk mengamati sistem struktur dan konstruksi lokal, yaitu hubungan antar elemen sebagai bagian utama dari bangunan untuk mengantisipasi beban gempa. Interpretasi hubungan antar elemen struktur dan logika pembebanan struktur dilakukan. Beberapa hubungan elemen struktur yang unik untuk merespons beban gempa ditemukan. Teknik struktur lokal, yaitu pa’a dan ceko pada rumah panggung yang dikembangkan secara empiris oleh masyarakat selama bertahun-tahun dapat mengurangi kerentanan rumah mereka terhadap gempa.

Kata kunci: sistem struktur; sambungan kayu; rumah panggung; beban gempa

Pendahuluan

Kabupaten Bima adalah wilayah yang memiliki index risiko bencana paling tinggi di Pulau Sumbawa. Menurut data BNPB (2014), skor Kabupaten Bima adalah 209, lebih berisiko dibandingkan daerah lain yaitu Kabupaten Dompu (184), Kota Bima (171), Kabupaten Sumbawa Barat (152), dan yang terakhir Kabupaten Sumbawa (150). Salah satu penyebab tingginya index adalah kerentanan daerah ini terhadap gempa. Hal ini didukung dengan kondisi geografis Pulau Sumbawa yang diapit oleh dua jalur patahan gempa, di sebelah selatan sekitar pertemuan lempeng tektonik Samudera Indonesia – Eurasia dan di sebelah utara yaitu patahan aktif Flores Back Arc Thrust. Selain itu, di wilayah kabupaten ini terdapat gunung api yang masih aktif yaitu Gunung Tambora, sehingga menambah kerentanan bila terjadi gempa bumi vulkanik. Pada tahun 2015 dan 2017 tercatat kejadian gempa sebanyak 16 kali gempa tektonik dengan kekuatan gempa antara 5 – 6,2 skala Richter (BMKG, 2017). Kejadian terbanyak ditahun 2016, yaitu 50% dari total kejadian selama tiga tahun tersebut. Di Bima, masih banyak desa-desa yang masyarakatnya tinggal di rumah panggung dari kayu. Pada saat terjadi gempa kerusakan yang terjadi pada bangunan rumah didominasi kerusakan ringan Kemungkinan hal ini terjadi karena rumah panggung kayu memiliki potensi untuk bertahan ketika terjadi gempa.

Desa Mbawa adalah salah satu desa adat di Kabupaten Bima. Di desa ini rumah panggung dengan material kayu masih mendominasi pemukiman penduduk, yaitu sekitar 76% (BPS Kabupaten Bima, 2016). Di sini terdapat dua tipologi rumah panggung yang masih digunakan untuk tempat tinggal sampai saat ini yaitu uma mbolo dan uma ruka /uma panggu (Gambar 1). Keduanya memiliki bentuk dan jumlah tiang yang berbeda. Uma mbolo adalah rumah panggung kayu dengan 4 tiang dengan denah lantai berbentuk seperti bujur sangkar, sedangkan uma ruka adalah rumah panggung kayu dengan 6, 9, 12, dan 16 tiang dengan bentuk denah persegi panjang. Tipe yang pertama memiliki luasan lantai yang kecil, yaitu sekitar 11 m². Tipe kedua dibangun sebagai jawaban atas kebutuhan ruang yang lebih luas. Kedua tipe ini memiliki teknik konstruksi yang berbeda dan unik yang mampu bertahan hingga saat ini. Hal ini menjadi kearifan lokal yang menarik untuk diidentifikasi dan disebarluaskan kepada masyarakat.

Gambar 1. Uma Mbolo (A) dan Uma Ruka (B) Sumber: dokumentasi peneliti

Kedua tipe tersebut terbukti mampu bertahan sejak beberapa generasi yang lalu sampai saat ini di Desa Mbawa. Bagaimana bentuk dan sistem strukturnya mampu bertahan saat terjadi gempa, perlu diungkap untuk dapat disebarluaskan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kapasitas untuk mitigasi bencana. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi teknik struktur yang diterapkan pada uma mbolo dan uma ruka untuk menahan beban lateral akibat gempa. Selain itu perbedaan keduanya dalam hal sistem dan detil konstruksi juga dibahas dalam makalah ini. Untuk uma ruka, pembahasan fokus pada rumah dengan jumlah tiang 9. Jenis tiang 9 ini paling banyak ditemukan di Desa Mbawa, dibandingkan dengan jenis uma ruka lainnya.

Penelitian terdahulu: Struktur Tradisional untuk Ketahanan Terhadap Gempa

Pada bagian ini dibahas hasil studi literatur yang mengungkapkan fitur-fitur rumah tradisional dengan material kayu yang mampu meningkatkan ketahanan terhadap gempa. Pembahasan dibagi dalam tiga bagian sesuai letaknya yaitu: struktur bawah, struktur tengah, dan struktur atas.

Bagian struktur bawah pada rumah-rumah di Kampung Naga (Tasikmalaya) dan Kampung Duku (Garut) diteliti oleh Triyadi, S. & Harapan, A. (2008). Rumah-rumah tersebut adalah rumah panggung kayu dengan tinggi tiang panggung ± 60 cm. Pondasinya berupa tiang yang diletakkan di atas batu datar yang luas permukaannya lebih besar dari luas penampang tiang kolom. Dengan pondasi seperti ini, apabila terjadi gempa, maka tiang kolom dapat bergeser, sehingga bangunan tidak mengalami kerusakan. Sistem pondasi yang sama juga diteliti oleh Lumantarna, B dan Pudjisuryadi, P (2012), yang meneliti kinerja sistem pondasi rumah tradisional omahada (Nias) dan uma lengge (Bima) yang berupa tiang kayu yang diletakkan pada landasan batu datar. Sistem ini dievaluasi terhadap gempa. Hasilnya adalah kolom kayu yang diletakkan diatas batu datar berlaku seperti friction damper atau base isolation, dimana pergeseran yang terjadi dapat mengurangi gaya-gaya internal pada struktur secara signifikan. Jadi sistem ini dinilai lebih mampu merespon gempa bila dibandingkan dengan tiang yang ditanam ke dalam tanah.

Bagian struktur tengah konstruksi rumah tahan gempa di Shimla dan Kinnaur, bukit Himachal Prades yang dinamakan Kath-khuni diteliti oleh Dave, B., dkk (2012). Teknik konstruksi ini adalah sambungan kayu pada sudut dinding, tanpa menggunakan metal nails, tetapi di-insert dengan wooden braces, sehingga sambungan antar batang tersebut bersifat non-rigid. Hal ini memberikan sifat lentur, sehingga bangunan mampu bertahan saat terjadi gempa. Peran bracing pada rangka dinding rumah tradisional di Anatolia, Turki diungkap oleh Gűçhan, S.N. (2007). Batang-batang vertikal dan balok pengikat dihubungkan dengan bracing untuk meningkatkan ketahanan terhadap gaya lateral yang ditimbulkan oleh gempa. Triyadi, S. & Harapan, A. (2008) mengungkap peran batang diagonal atau bracing pada struktur rumah vernakular di Kampung Naga Jawa Barat. Balok diagonal mengikat elemen rangka kolom dan balok untuk memperkaku hubungan kedua elemen tersebut. Rangka kolom dan balok juga disatukan dengan rangka dinding untuk menambah kekakuan seluruh rangka bangunan.

Bagian struktur atas rumah panggung di Kampung Tarung dan Ratenggaro, Sumba memanfaatkan batang diagonal bambu untuk elemen stabilitas terhadap gaya lateral (Nurdiah, E.A. dan Hariyanto, A.D., 2013). Batang diagonal bambu tersebut dipasang pada rangka atap rumah, yaitu pada bidang sisi trapesium. Selain itu di Ratenggaro, batang diagonal juga ditemukan pada bidang horizontal pada rangka atap. Batang diagonal ini sangat berguna untuk menahan beban angin pada rangka atap karena bentuk atap yang menjulang tinggi rawan terhadap beban angin atau gaya lateral. Beban gempa juga dikategorikan sebagai gaya lateral. Sehingga batang diagonal pada rangka atap rumah tradisional Sumba juga berperan dalam menahan gaya lateral saat terjadi gempa.

Pembahasan setiap bagian struktur tradisional rumah panggung dengan konstruksi kayu bertujuan untuk mengungkap bagaimana secara keteknikan, struktur tersebut menahan beban lateral akibat gempa. Beberapa contoh tersebut menunjukkan fitur-fitur atau teknik lokal yang diterapkan pada pada rumah-rumah panggung dengan material kayu. Teknik lokal tersebut antara lain: teknik pondasi geser yang berupa tiang kayu yang diletakkan pada batu datar dan penambahan elemen batang diagonal pada rangka struktur bawah, tengah dan atas. Hal tersebut terbukti dapat berperan dalam meningkatkan ketahanan bangunan terhadap gempa. Kajian-kajian tersebut kemudian dijadikan dasar dalam mengidentifikasi teknik struktur pada uma mbolo dan uma ruka dalam merespon kondisi Kabupaten Bima yang rawan terhadap gempa. Selain itu hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah analisis bentuk-bentuk rangkaian dan sambungan antar elemen struktur dan penyusunan skema stabilitas struktur dari kedua kasus studi tersebut.

Metode Penelitian

Identifikasi bentuk – sistem struktur dan hubungan antar elemen dilakukan melalui beberapa tahap metode pelaksanaan. Tahap pertama adalah yaitu: kajian literatur dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang karakter struktur tradisional rumah panggung kayu yang tahan terhadap gempa. Bagian in dibagi menjadi tiga yaitu: struktur bawah, tengah, dan atas. Tahap kedua adalah melakukan pengumpulan data melalui observasi lapangan dan wawancara dengan narasumber. Hal ini dilakukan untuk melengkapi data mulai dari bentuk, sistem, material, dan detil pertemuan antar elemen pada kedua jenis rumah panggung di Desa Mbawa. Secara khusus observasi dilakukan pada bentuk – sistem struktur dan hubungan antar elemen. Tahap berikutnya adalah membuat gambar-gambar sketsa bagian-bagian struktur dan membuat gambar-gambar terukur 2 dan 3 dimensi. Setelah itu dilakukan analisis, yaitu dengan menguraikan setiap bagian struktur menjadi elemen-elemen untuk mengidentifikasi bagaimana secara sistem, struktur tersebut dapat menahan gaya lateral yaitu beban gempa. Dari hasil identifikasi tersebut kemudian disusun skema stabilitas struktur dari kedua kasus studi.

Hasil dan Pembahasan

a.    Bentuk Struktur dan Hubungan Antar Elemen pada Uma Mbolo dan Uma Ruka

Struktur bawah pada uma mbolo dan uma ruka berupa struktur pondasi dan struktur panggung. Pondasi pada uma mbolo berupa tiang kayu (ri’i) yang diletakkan pada batu (pali) datar (Gambar 2A), sehingga memiliki karakter sebagai friction damper atau base

isolation. Struktur pondasi pada uma ruka dengan tiang 9 sedikit berbeda dengan pondasi uma mbolo. Perbedaannya adalah, diantara tiang dan batu datar diletakkan papan kayu seukuran dasar tiang sebagai alas pertemuan antara tiang kayu dan batu pondasi (Gambar 2B). Fungsi papan ini untuk meratakan beban dari tiang ke batu. Dengan model pondasi seperti ini, maka saat terjadi gempa, pergeseran yang terjadi antara tiang dengan batu dapat mengurangi gaya-gaya dalam (internal forces). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lumantarna, B dan Pudjisuryadi, P (2012) pada pondasi omahada di Nias dan uma lengge di Bima. Luas permukaan batu datar pada uma mbolo dan ruka lebih besar dibandingkan luas penampang tiang sebagai bidang kontaknya. Hal ini memberi keuntungan saat tiang bergeser bila terjadi gempa. Tiang masih tetap berada di atas batu, sehingga posisi rumah panggung tetap pada ketinggiannya.

Gambar 2. Pondasi Tiang pada Batu Datar Uma Mbolo (A) dan Uma Ruka (B) Sumber: dokumentasi peneliti

Struktur panggung pada uma mbolo terdiri dari dua level pembalokan yang menghubungkan empat tiang. Pada level pertama (bawah), tiang dan balok (sentira wela dan sentira doro) dihubungkan dengan cara membuat dua lubang persegi pada tiang (gambar 3A dan B). Jarak kedua sisi lubang sekitar 10 cm. Dimensi lubang dibuat lebih lebih tinggi dari dimensi balok. Setelah sentira wela dan doro dihubungkan dengan ri’i (tiang), kemudian keduanya dikunci dengan pasak (wole). Sistem sambungan ini bersifat rigid tetapi masih memiliki fleksibilitas sehingga struktur tidak patah (crack) saat terjadi gempa. Fleksibiltas terjadi karena wole akan mengendor saat terjadi gerak pada struktur akibat gempa. Pada pembalokan level kedua, lampi berperan untuk memperluas bidang kontak antara tiang (ri’i) dan balok (sembanta). Penampang lampi berbentuk lingkaran dengan diameter 40 cm (gambar 3C). Perluasan bidang kontak ini dapat meningkatkan stabilitas dan kekakuan sehingga meningkatkan ketahanan struktur terhadap beban lateral akibat gempa. Di atas balok sembanta, pada arah tegak lurus, dipasang balok nggore. Balok ini menjadi penghubung antar tiang sehingga sistem rangka pada struktur panggung uma mbolo menjadi lengkap dua arah (gambar 3D). Rangka struktur panggung uma mbolo secara lengkap dapat dilihat pada gambar 3E. Sistem rangka ini dapat digolongkan sebagai rangka dengan rigid joint atau di Mbawa disebut dengan sistem pa’a. Sistem ini tidak mengaplikasikan batang diagonal pada hubungan antar tiang (ri’i) dan balok (sembanta). Tetapi pada tiang dibuat lubang persegi untuk memasukkan balok sebagai purus, kemudian

diberi pasak untuk memperketat sambungan (fitting-type joint). Jenis sambungan ini, yang biasa disebut dengan sambungan purus. Tankut, A.N. dan Tankut, N. (2005), meneliti bahwa sambungan kayu purus (tenon) dan lubangnya (mortise) dengan bentuk persegi lebih mampu menahan beban gaya luar dibandingkan dengan bentuk purus yang ujungnya lengkung.

Gambar 3. Struktur dan Konstruksi Uma Mbolo Sumber: hasil analisis peneliti

Struktur panggung uma ruka terdiri dari elemen struktur tiang (ri’i) dan balok ganda (nggapi) yang dihubungkan dengan join sendi yaitu dengan pasak (wole), seperti yang terlihat pada gambar 4 bagian A – D. Untuk menahan gaya lateral atau beban gempa pada konstruksi tersebut, terdapat tiga teknik. Yang pertama adalah penempatan tembuku pada tiang (ri’i) untuk menahan balok (nggapi wela) pada arah memanjang. Tembuku ini adalah bagian dari ri’i yang dibuat menonjol berbentuk menyerupai trapesium dengan ukuran bidang atas sesuai dimensi tebal balok (gambar 4A). Yang kedua adalah kontruksi balok ganda yang tepat bersilangan, dimana nggapi doro berada persis bersilangan diatas nggapi wela (gambar 4B – 4C). Yang ketiga adalah penempatan batang diagonal (ceko) di kedua arah yang menghubungkan tiang dengan kedua balok ganda (gambar 4D). Sistem stabilitas struktur ini sangat efektif untuk menahan beban lateral dua arah tanpa mengurangi kekuatan dari tiang, karena sambungan mengandalkan bidang kontak dengan tembuku dan alat sambung pasak (wole).

Struktur tengah pada uma mbolo berupa rangka kayu dengan bidang dinding panel kayu sebagai elemen stabilitas. Dinding panel kayu diletakkan pada sisi depan belakang dan samping kiri kanan sehingga dapat memdukung stabilitas struktur rangka pada kedua sisi (gambar 5A) . Kondisi ini sangat menguntungkan apabila struktur mendapatkan dorongan akibat gempa. Struktur tengah pada uma ruka berbeda dengan uma mbolo. Perbedaan ini terletak pada tiang (ri’i) pada uma ruka yang merupakan tiang menerus dari struktur panggung (gambar 5B). Tiang ini selain menahan beban lantai juga meneruskan beban dinding dan atap sampai ke pondasi.

Gambar 4. Struktur dan Konstruksi Uma Ruka Sumber: hasil analisis peneliti

Gambar 5. Perbedaan Sistem dan Konstruksi Dinding Uma Mbolo (A) dan Uma Ruka (B) Sumber: hasil analisis peneliti

  • b.    Stabilitas Sistem Struktur pada Uma Mbolo dan Uma Ruka

Salah satu persyaratan pada struktur bangunan agar bisa berdiri dan mampu menahan gaya lateral (dalam hal ini adalah beban gempa) adalah stabilitas (Macdonald, A.J., 2001). Sistem penyaluran beban pada kedua jenis rumah panggung tersebut memiliki perbedaan pada bagian struktur bawah dan struktur tengah. Perbedaan sistem tersebut berdampak dalam cara membuat sistem menjadi stabil. Penyusunan skema sistem stabilitas struktur pada masing-masing objek diawali dengan menganalisis hubungan antar elemen/batang struktur (gambar 6 dan 7).

Rumah panggung kayu dengan sistem struktur rangka pada uma mbolo distabilkan dengan menggunakan joint kaku (rigid) pada bagian bawah dan tengah (gambar 6D dan 6E), serta menggunakan batang-batang diagonal pada struktur rangka atap (gambar 6A – 6C). Selain itu, bidang dinding juga mendukung stabilitas pada struktur bagian tengah uma mbolo. Berbeda dengan uma mbolo, sistem struktur rangka kayu bagian bawah pada uma ruka

diperkuat dengan menggunakan elemen stabilitas batang-batang diagonal yang disebut dengan ceko (gambar 7D). Sistem ceko pada uma ruka ini kemungkinan adalah pengembangan dari sistem pa’a pada uma mbolo. Selain bagian bawah, pada bagian atas (rangka atap) pada uma ruka juga dipasang batang-batang diagonal untuk stabilitas sistem strukturnya (gambar 7A – 7C).

Gambar 6. Elemen dan Jenis Sambungan pada Rangka Struktur Uma Mbolo Sumber: hasil analisis peneliti

Gambar 7. Elemen dan Jenis Sambungan pada Rangka Struktur Uma Ruka Sumber: hasil analisis peneliti

Stabilitas struktur pada struktur rangka dapat dicapai apabila terdapat maksimal 3 join sendi (pin) pada satu bagian portal (Macdonald, A.J., 2001). Skema stabilitas sistem struktur pada uma mbolo dapat dilihat pada gambar 8A dan 8B. Pada gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwa stabilitas sistem struktur bagian bawah dapat dicapai karena hubungan antar elemennya adalah hubungan rigid (kaku). Begitu pula pada struktur bagian tengah, hubungan antar elemennya juga rigid. Tetapi struktur pada bagian atas hubungan antar batangnya adalah sendi (pin). Bagian ini tetap stabil karena hanya terdapat 3 sendi (pin), baik pada rangka pada gambar 8A dan 8B. Struktur yang stabil pada setiap bagian struktur uma mbolo, mendukung ketahanan keseluruhan sistem terhadap gaya lateral, yaitu

beban gempa. Friction support menggambarkan jenis pondasi yang berupa perletakan tiang kayu pada batu datar.

Gambar 8. Stabilitas Sistem Struktur Uma Mbolo Sumber: hasil analisis peneliti

Stabilitas struktur pada uma ruka dapat dilihat pada gambar 9. Berbeda dengan uma mbolo, pada struktur bagian bawah uma ruka terdapat hubungan sendi pada elemen-elemen struktur bagian pada batang-batang diagonal dengan batang vertikal dan horisontal. Struktur bagian ini tetap stabil karena batang vertikal dan horizontal dihubungkan dengan join rigid. Batang diagonal dengan join sendi (pin) yang dihubungkan dengan batang menerus horisontal dan vertikal semakin menambah kekakuan pada setiap sub rangka. Pada struktur bagian tengah stabilitas dicapai dengan hubungan rigid antar batang (gambar 9A dan 9B). Struktur bagian atas uma ruka tersebut tetap stabil walaupun hubungan antar batangnya adalah sendi (pin), karena hanya terdapat 3 sendi (pin) masing-masing skema (gambar 9A dan 9B). Struktur yang stabil pada setiap bagian tersebut, mendukung ketahanan keseluruhan sistem terhadap gaya lateral, yaitu beban gempa. Seperti skema pada uma mbolo, friction support pada skema stabilitas sistem struktur pada uma ruka juga menggambarkan jenis pondasinya.

Gambar 9. Stabilitas Sistem Struktur Uma Ruka Sumber: hasil analisis peneliti

Kesimpulan

Ketahanan terhadap gempa pada rumah panggung di Kabupaten Bima dicapai melalui sistem struktur yang stabil pada stiap bagian, yaitu bawah, tengah, dan atas. Sistem stabilitas pada uma mbolo dan uma ruka memililki memiliki persamaan pada bagian struktur atas (rangka atap). Perbedaan sistem pada keduanya terletak pada struktur bagian bawah dan tengah. Selain stabilitas pada sistem struktur, ketahanan terhadap gempa juga didukung oleh penerapan bentuk pondasi yang dapat berfungsi sebagai friction support. Keunikan pada bentuk dan sistem struktur pada konstruksi uma mbolo dan uma ruka merupakan kearifan lokal masyarakat yang mendukung ketahanan rumahnya terhadap gempa. Pengetahuan tersebut dapat dikembangkan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas wilayah di desa-desa di Kabupaten Bima. Peningkatan kapasitas wilayah tersebut akan mendukung upaya mitigasi bencana, khususnya gempa bumi.

Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan ekperimen untuk membuat dan menguji model dari setiap jenis rumah panggung di Kabupaten Bima. Hasil dari pengujian dapat dimanfaatkan untuk pengembangan struktur rumah panggung sehingga ketahanannya terhadap gempa semakin baik.

Daftar Pustaka

BMKG. (2017). Data Kejadian Gempa 2016 dan 2017 di Pulau Sumbawa. Stasiun Meteorologi Muhammad Salahuddin Bima.

BNPB. (2014). Indeks Risiko bencana Indonesia Tahun 2013. Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Dave, B., Thakkar, J., dan Shah, M. (2012). Details of Resistance: Indigenous Construction Systems in Himachal Pradesh. Context, Spring, 9(1), 5 – 17.

Gűçhan, S.N. (2007). Observations on Earthquake Resistance of Traditional TimberFramed Houses in Turkey. Building and Environment, 42, 840-851.

Lumantarna, B., Pudjisuryadi, P. (2012). Learning from Local Wisdom: Friction damper in Traditional Building. Civil Engineering Dimension, 14(3), 190-195.

Macdonald, A.J. (2001). Structure in Architecture (2nd ed). Architectural Press

Nurdiah, E., Hariyanto, A.D. (2013). Struktur Rangka Atap Rumah Tradisional Sumba. Proseding Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara. Universitas Udayana, Bali

Tankut, A. N., & Tankut, N. (2005). The Effects of Joint Forms (Shape) and Dimensions on the Strengths of Mortise and Tenon Joints. Turkish Journal of Agriculture and Forestry, 29(6), 493-498.

Triyadi, S., Harapan, A. (2008). Kearifan Lokal Rumah Vernakular di Jawa Barat Bagian Selatan dalam Merespon Gempa. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, 18(2), 123 – 134.

Ucapan Terima Kasih

Makalah ini adalah bagian dari penelitian awal penulis pada Program Studi Doktor Arsitektur SAPPK - ITB yang dibiayai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan didukung oleh Universitas Kristen Petra sebagai institusi asal penulis.

14

SPACE - VOLUME 7, NO. 1, APRIL 2020