Kajian Townscape Koridor Jalan Pahlawan Tabanan
on
RUANG
SPACE
KAJIAN TOWNSCAPE KORIDOR JALAN PAHLAWAN TABANAN
Oleh: I Gde Putu Esa Prakara Nayaka1, Anak Agung Ayu Oka Saraswati2,
Ni Ketut Ayu Siwalatri3
Abstract
Jalan Pahlawan is the main road of Tabanan City, the center for government offices of Tabanan Regency in Bali. This road used to be dominated by buildings dedicated to offices. Over time, however, this is no longer the case. It has been decorated with other building types that eventually change its visual character. This study aims to analyze the visual character of 2 segments of the Jalan Pahlawan corridor. The study uses a qualitative descriptive method by applying the townscape theory, namely serial vision (place and content). The study limits its research by only investigating the first layer of buildings that exist on both sides of the Jalan Pahlawan. This study shows that 3 segments have focal points while the other segment does not. This is due to the low visual diversity created by building sited in this corridor. The largest viscosity is found in the Tabanan Regent's Office which has a 35-meter border of undeveloped area. Sidewalks for pedestrians are found on both the northern and southern parts of the corridor which are also well decorated by thick vegetation. Vegetation is important in creating shade, but it should be wisely selected so it will not omit visual character potentially created by a series of unique buildings that exist along the corridor.
Keywords: building façade; serial vision; townscape; street corridor
Abstrak
Jalan Pahlawan merupakan jalan protokol yang menjadi pusat pemerintahan di Kota Tabanan di Bali. Seiring berjalannya waktu, dominasi bangunan perkantoran mulai berkurang dengan munculnya berbagai jenis bangunan lain. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan karakter visual. Studi ini bertujuan untuk menganalisis karakter visual dari 2 segmen di sepanjang koridor Jalan Pahlawan untuk mengetahui perubahan karakter visual di sepanjang koridor tersebut. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menerapkan teori townscape, yaitu serial vision (place dan content). Batas penelitian berupa satu lapis deret bangunan yang saling berhadapan di sepanjang koridor Jalan Pahlawan. Penelitian ini menunjukkan bahwa 3 segmen memiliki focal point dan 1 segmen tidak punya. Ini disebabkan rendahnya keragaman visual pada wajah bangunan di koridor ini. Viscosity terbesar ditemukan pada Kantor Bupati Tabanan yang memiliki garis sempadan 35 meter. Trotoar untuk pejalan kaki ditemukan di bagian utara dan selatan dari koridor ini yang juga dipenuhi dengan pepohonan yang lebat. Vegetasi berperan penting dalam menciptakan keteduhan, namun harus dipilih secara bijaksana sehingga keberadaannya tidak menghilangkan visual karakter yang dimunculkan oleh bangunan-bangunan yang unik yang berada di sepanjang koridor.
Kata kunci: fasad bangunan; serial vision; townscape; koridor jalan
Pendahuluan
Kabupaten Tabanan merupakan salah satu Kabupaten yang sedang berkembang dan merupakan kawasan penyangga kota Denpasar. Pusat kota terdapat di jalan Pahlawan yang merupakan jalan utama penghubung anatara kawasan barat pulau Bali dan kota Denpasar. Jalan Pahlawan di Kota Tabanan merupakan jalan protokol yang sangat penting karena merupakan akses utama yang menjadi salah satu landmark Kota Tabanan. Jalan ini berbentuk koridor timur barat dengan dua deret massa bangunan pada sisi utara dan selatan.
Koridor ini ditetapkan sebagai pusat pemerintahan/civic centre kota Tabanan oleh karena itu banyak dapat ditemukan pusat pemerintahan Kabupaten Tabanan, seperti Kantor Bupati, Rumah Sakit Umum Daerah, Kantor Polisi, Kantor Pengadilan dan beberapa instansi pemerintahan lainnya. Jalan Pahlawan merupakan akses utama yang menghubungan kawasan barat dan timur oleh karena itu menjadi salah satu faktor penarik masyarakat untuk membangun berbagai fasilitas di kawasan tersebut. Seiring berjalannya waktu bermunculan juga jenis bangunan lain seperti bank, restoran dan pertokoan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan yang cukup pesat tersebut memicu munculnya pergesekan bangunan-bangunan baru dengan bangunan-bangunan lama, yang menyebabkan terjadinya pergeseran karakter visual kawasan tersebut. Karakter visual Jalan Pahlawan yang sebelumnya identik dengan kawasan perkantoran mengalami perubahan sedikit demi sedikit.
Penelitian dari Jamaluddin, dkk, (2019) dengan judul Serial Vision pada Koridor Jalan Menara Kota Kudus mendapatkan bahwa sangat penting untuk menjaga karakter visual sebuah koridor khususnya melalui elemen-elemen fisik dari penataan bangunan yang sudah ada agar tidak kehilangan identitas kawasan oleh perkembangan jaman. Penelitian lainnya dari Widiantara, (2017) dengan judul Unsur Pemandangan Berseri/Serial Vision sebagai Pembentuk Karakter Visual Koridor Jalan Letjen Suprapto, Kawasan Kota Lama Semarang mendapatkan bahwa karakter visual koridor dapat dinilai salah satunya melalui amatan-amatan visual secara menyeluruh saat melintasi koridor. Hasil dari penelitian ini menunjukan adanya elemen dari warna pada bangunan dan atap sebagai titik amatan yang memberikan rasa penasaran kepada pengamat serta seolah-olah pengamat dibimbing untuk menuju ke area tertentu, serta menjadikan bangunan tersebut sebagai focal point.
Cullen menyatakan bahwa pemandangan kota memiliki dua kataegori yaitu pemandangan kota kadang tidak terlihat dari sudut pandang tertentu, dan untuk menikmatinya kita harus melewatinya atau berbelok, memutar objek tersebut dan kedua ada beberapa aspek internal dari objek amatan tidak dapat dilihat langsung, tetapi dapat dideduksi melalui bentuk dan fasad objek tersebut (Cullen, 1961).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan karakter visual pusat kota Tabanan dengan mengevaluasi karakter visual menggunakan elemen townscape pada koridor Jalan Pahlawan. Koridor tersebut dibagi menjadi beberapa segmen dan dianalisis dengan teori townscape yaitu secara serial vision. Selanjutnya, 2 komponen serial vision (place dan content) dari tiap segmen dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan karakter visual yang dimiliki oleh setiap segmen.
Review Literatur
-
a. Townscape
Townscape/pemandangan kota adalah seni yang dapat dinikmati secara visual dalam penataan bangunan-bangunan, jalan, serta ruang yang menghiasi lingkungan perkotaan (Cullen, 1961). Selain itu, townscape juga dapat diidentifikasi melalui bentuk penataan atau desain dari bangunan-bangunan dan jalan yang ditangkap berdasar berbagai tingkatan emosional masing-masing pengamat. Hal-hal yang ditekankan Cullen (1961) pada bukunya adalah serial vision, place, dan content. Bangunan tunggal yang berdiri di sebuah tanah lapang dapat disebut dengan karya arsitektur, tetapi selusin bangunan yang membentuk rangkaian tersendiri akan membentuk sebuah seni yang lebih dari arsitektur. Cullen (1961) juga menjelaskan konsep townscape dalam bentuk serial vision yakni susunan sikuen yang dibentuk secara serial, urut, bersinambung dan menerus yang di dalamnya terkandung existing view dan emerging view. Serial vision merupakan urutan pengamatan atau alur pemandangan ke suatu titik klimaks dari suasana atau objek yang ditampilkan (Simonds, 1983). Sikuen adalah penggal jalur atau lorong lintasan gerakan manusia dari titik awal ke titik akhir dan masing-masing menyajikan tampilan dan makna. Selain itu, setiap sikuen dari serial vision mengandung sebuah cerita. Susunan cerita ini merupakan upaya manusia dalam memanipulasi situasi ruang dalam menimbulkan rangsangan emosi dan kesan. Setiap cerita dapat menimbulkan perasaan terkejut, gembira, tertekan, penasaran, dan lainnya. Cerita ini dibagi menjadi dua, yakni place (posisi) dan content (isi) (Cullen, 1961).
Place (sense of position) berkaitan dengan reaksi posisi pada setiap orang terhadap lingkungan melalui pengalaman ruang. Salah satu penerapan reaksi tubuh kita terhadap lingkungan adalah ‘here and there’, pengamat berada di sini dan obyek yang diamati berada di sana. Konsep ini merupakan kondisi umum dari sebuah pengaturan lingkungan dan tergantung pada penekanan yang lebih spesifik terhadap obyek. Place merupakan perpaduan dari space (ruang) dan content (makna dan kegiatan). Dengan kata lain keberadaan place tidak dapat dipisahkan dari content. Penggolongan place berdasarkan posisi dan pengalaman ruang dapat dilihat pada Tabel 1 (Cullen, 1961).
Tabel 1. Sub Kategori Place
Possesion Occupied territory |
Insubstantial space |
Grandiose vista |
Possesion in movement Focal point |
Defining space |
Screened vista |
Viscosity |
Division of space Looking out of enclosure |
Deflection |
Enclaves |
Thereness |
Narrows |
Enclosure |
Here and there |
Fluctuation |
Looking into enclosure Precinct |
Pinpointing |
Handsome gesture |
Indoor landscape - outdoor room |
Truncation |
Undulation |
Outdoorroom-enclosure |
Pedestrian ways |
Recession |
Multiple enclosure |
Change of level |
Anticipation |
Block house |
Netting |
Mistery |
Punctuation |
Silhoutte |
The maw |
Infinity |
Closure |
Linking and joining |
Hazards |
Closed vista |
Closed vista |
Sumber: Cullen (1961)
Menurut Cullen (1961), content merupakan isi dari konsep place yang berkaitan dengan urban fabric (bentuk fisik dari sebuah kota). Bentuk fisik ini dapat diketahui melalui warna, tekstur, skala, gaya, karakter, sifat atau kepribadian dan keunikan. Selain itu, content juga banyak mengandung makna dan kegiatan masyarakat setempat. Penggolongan content dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sub Kategori Content
Juxtaposition |
Entanglement |
Relationship |
Immediacy |
Nostalgia |
Scale |
The white peacock | ||
Thisness |
Exposure |
Scale on plan |
Seeing in detail |
Intimacy |
Distortion |
Secret town |
Illusion |
Trees incorporated |
Urbanity |
Metaphor |
Calligraphy |
Intricacy |
Building as sculpture |
Publicity |
Propriety |
Multiple use |
Taming with tact |
Animism |
Significant object |
The tell-tale |
Sumber: Cullen (1961)
Sepaham dengan konsep serial vision dari Cullen, McCluskey (1992) memaparkan bahwa bangunan, jalan, vegetasi, dan elemen lansekap lainnya secara bersamaan terdapat dalam persepsi setiap orang dan jalan dilihat sebagai keseluruhan komposisi. Jalan dapat dianalogikan sebagai sebuah ruang atau serial ruang. Permukaan jalan adalah lantai, bangunan dan atau vegetasi sebagai dinding, dan ranting pohon atau kanopi bangunan atau langit sebagai plafon. Selain itu, sebuah jalan akan memiliki nilai ketertarikan jika memiliki focal point (struktur, bangunan, atau elemen yang ditonjolkan) pada saat pengamat mendekati bagian akhir penggal jalan, baik dengan berjalan kaki maupun mengendarai kendaraan. Serial vision berarti terdapat perubahan obyek yang diamati sesuai dengan posisi pengamat. Dengan kata lain saat pengamat berjalan maju maupun mundur, kesan ruang yang dihasilkan atau yang ditangkap akan selalu berubah.
Bentuk jalan yang bervariasi dari lingkungan perkotaan seperti jalan yang sempit, jalan lengkung berbelok, meluas atau melebar, kontras dramatis dalam skala-bentuk-volume, dapat menciptakan townscape yang baik dan beragam (McCluskey, 1992). Selain dari bentuk jalan, pengalaman ruang juga dapat dibentuk melalui massa bangunan yang tersusun dalam plot kawasan. Susunan massa yang memiliki perbedaan dalam ketinggian dapat lebih menciptakan pengalaman daripada berjalan melewati permukaan yang rata dan tidak aktif. Perbedaan dalam ketinggian dapat menciptakan naungan, dan kedalaman ruang. Selain itu, perbedaan ketinggian yang teratur lalu timbul massa yang dominan juga akan menciptakan pandangan dan pengalaman ruang. Sebuah jalan dapat dibuat menarik dan atraktif untuk menciptakan kualitas visual dan spasial. Seperti halnya kontribusi seni pada ruang kota seperti patung, monumen, detail bangunan, dan lainnya akan menciptakan kesan ruang yang berbeda-beda.
Berdasarkan tabel-tabel penggolongan di atas, penjabaran dari inti towsncape memiliki banyak komponen, namun dalam penelitian ini hanya akan diambil beberapa komponen sebagai variabel amatan dengan alasan dan tolak ukur yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Variabel Penelitian
No |
Inti Townscape |
Sub Kategori |
Alasan Pemilihan |
Indikator |
1 |
Serial Vision |
- |
Bagian utama dari inti townscape karena berhubungan langsung dengan koridor yang mencakup place dan content. | |
2 |
Place |
Focal point Viscosity Pedestrian ways Block house |
Berkaitan dengan pengamatan elemen-elemen fisik. Berkaitan dengan pergerakan manusia dan ruang statis pada lokasi penelitian. Merupakan salah satu standar dalam ruang jalan perkotaan. Berdasarkan survey awal ditemukan banyak vegetasi pada lokasi penelitian. |
Titik pusat perhatian dari sebuah lingkungan, dan dijadikan titik orientasi hingga sebuah landmark kawasan. Tempat bertemunya ruang untuk bergerak. Jalur pejalan kaki bersifat terbuka. Massa bangunan atau vegetasi yang menghalangi obyek sehingga menimbulkan efek psikologis untuk menahan kecepatan kendaraan. |
3 |
Content |
Seeing in detail Scale Exposure Intimacy Trees incorporated |
Memiliki detail visual tersendiri yang menggugah perasaan. Berhubungan langsung antara jarak pandang pengamat dengan luas ruang. Berkaitan dengan bentuk fasad bangunan yang terlihat dari jalan. Berhubungan dengan jarak bangunan dengan jalan (garis sempadan). Berkaitan dengan jumlah vegetasi pada lokasi penelitian. |
Ornamen yang menghidupkan sebuah tampak bangunan. Membandingkan antara pengamat dengan ruang/obyek yang diamati. Keterbukaan, keleluasaan pandang dan suasana yang lapang. Ruang sempit membentuk kesan akrab, saling mengenal, ramah. Pepohonan sebagai mitra bangunan. |
Sumber: Cullen (1961)
Krier (1979) menyebutkan secara garis besar koridor memiliki arti sebagai jalan yang menghubungkan antar kawasan dan dibatasi oleh deretan elemen pembatas seperti bangunan dan pohon. Koridor jalan merupakan bagian yang paling mudah dibaca oleh pengguna jalan sehingga menjadi identitas dalam suatu kawasan. Sementara itu, karakter visual koridor merupakan ciri khas atau ciri utama yang bisa dilihat atau tampak dari sebuah ruang jalan memanjang yang menghubungkan dua kawasan dimana di dalamnya terdapat dua deretan massa bangunan, pepohonan, dan perabot jalan di sisi kanan dan kiri. Ciri tersebut dapat mewakili kawasannya dan merupakan pembeda kawasan tersebut dengan lainnya dalam sebuah lingkungan perkotaan.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif antara lain dengan melakukan dokumentasi visual fasad bangunan eksisting pada sisi utara dan selatan koridor Jalan Pahlawan, Tabanan (8°32'21.1" Lintang Selatan, 115°07'52.1" Bujur Timur) dan menganalisis karakteristik dari kawasan tersebut melalui unsur serial vision. Lokasi penelitian merupakan kawasan perkotaan yang menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan di Tabanan.
Batas penelitian berupa satu lapis deret bangunan yang saling berhadapan di sepanjang koridor Jalan Pahlawan, dengan panjang ke belakang sebesar panjang 1 bangunan yang berbatasan langsung dengan Jalan Pahlawan. Lokasi wilayah penelitian dibagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen 1 (Patung Debes-Wagimin hingga perempatan di depan Kantor Bupati Tabanan) dan segmen 2 (perempatan di depan Kantor Bupati Tabanan hingga Kantor Pemadam Kebakaran). Pembagian segmen tersebut berdasarkan elemen batas jalan dan simpul, misalnya persimpangan atau perempatan, yang berada pada koridor Jalan Pahlawan. Pembagian ini bertujuan untuk memudahkan observasi. Data hasil pengamatan kemudian dianalisis dan dibahas menggunakan teori-teori townscape yang berkaitan (Gambar 1.).
Gambar 1. Kerangka Penelitian Sumber: Analisis Penulis (2019)
Data, diskusi, dan hasil/temuan
a. Pembagian Fungsi Bangunan
Dari hasil observasi, diperoleh sebanyak 37 bangunan yang selanjutnya dikategorikan menjadi segmen 1 dan 2 (Gambar 2) dengan situasi eksisting yang berbeda (Tabel 4). Sebanyak 19 bangunan pada segmen 1 memiliki berbagai fungsi yaitu, perkantoran (47%), jasa (42%) dan perdagangan atau usaha (11%). Pada segmen ini, didominasi oleh kondisi eksisting yang terlihat adalah bangunan pemerintah, misalnya rumah sakit, kantor polisi dan kantor bupati dengan ketinggian bangunan yang bervariasi (lantai 1 hingga lantai 3). Segmen 1 memiliki lebar jalan sebesar 16 meter dan terbagi menjadi dua sisi dengan pemisah jalan berupa taman.
Sementara itu, segmen 2 terdiri dari 18 bangunan yang memiliki fungsi perdagangan (67%), jasa (22%) dan perkantoran (11%). Kondisi eksisting fungsi bangunan pada segmen ini sebagian besar merupakan bangunan perdagangan, misalnya usaha makanan, toko swalayan dan toko mainan anak. Jalan pada segmen 2 memiliki lebar sebesar 12 meter dan terbagi menjadi 2 sisi tanpa adanya pemisah jalan.
Gambar 2. Koridor Jalan Pahlawan S umber: Modifikasi Google Maps (2019)
Tabel 4. Pembagian Lokasi Penelitian
Segmentasi
Foto Eksisting
Fungsi
Koridor Jalan Pahlawan Segmen 1
Segmen 1 didominasi oleh bangunan perkantoran
Koridor Jalan Pahlawan Segmen 2
Segmen 2 didominasi oleh bangunan perdagangan
Sumber: Observasi Penulis (2019)
Gambar 3 menunjukkan segmen 1 yang terbagi menjadi 2 sisi, yaitu sisi selatan (10 bangunan) dan sisi utara (9 bangunan). Penomoran bangunan pada sisi selatan dilakukan dengan cara pengamat berjalan dari arah timur ke barat sesuai dengan arah kendaraan.
Sedangkan pada sisi utara, penomoran bangunan diperoleh melalui pengamatan dari arah barat ke timur sesuai dengan arah kendaraan.
G ambar 3. Segmen 1
Sumber: Modifikasi Google Maps (2019)
Segmen 1 sisi selatan merupakan segmen pertama yang dilalui saat memasuki kawasan perkotaan Tabanan. Trotoar dengan lebar 1.15 meter terlihat sepanjang tepi jalan di segmen ini (pedestrian ways). Gambar 4 menunjukkan adanya 10 titik amatan dengan focal point terletak pada bagian akhir segmen yaitu titik amatan ke-10 (Kantor Bupati Tabanan). Focal point tersebut mudah diamati dan dirasakan karena memiliki prominence (utama atau dominan di dalam suatu kawasan). Secara visual Kantor Bupati Tabanan dominan warna krem dengan kombinasi tempelan batu alam. Perpaduan antara pemakaian ragam hias dengan tembok yang tanpa tempelan batu alam cukup serasi (seeing in detail). Keberadaan Kantor Bupati Tabanan mulai terlihat sejak titik amatan ke-9 (Apotek Restu), namun adanya vegetasi pohon perindang sepanjang tepi jalan sedikit menutupi fasad bangunan dari pinggir jalan (block house). Papan nama bangunan terlihat dengan jelas saat pengamat berada di titik amatan ke-10 dan disertai dengan latar Kantor Bupati Tabanan tepat di belakang papan tersebut.
Selain itu, kualitas transparansi melalui vegetasi dapat diamati hanya pada titik amatan ke-1 hingga 3. Sedangkan pada titik amatan ke-4 hingga 9 vegetasi sangat rendah, bayangan hanya tercipta melalui kanopi namun tidak maksimal. Melalui pengamatan bentuk jalan, diketahui bahwa Jalan Pahlawan memiliki bentuk yang cenderung lurus. Selain itu, hasil observasi menunjukkan bahwa tidak terdapat elemen penanda pada titik amatan ke-1 yang merupakan bagian pertama yang terlihat saat bergerak pada segmen 1 sisi selatan. Bentuk jalan dan ketiadaan elemen penanda dapat menciptakan karakter visual yang monoton dari koridor Jalan Pahlawan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pemberian elemen penanda yang dapat menarik perhatian pengguna jalan, terutama pada bagian permulaan akses jalan.
Unsur dari serial vision yang lain adalah skala ruang. Pada titik amatan ke-10, skala ruang berkesan luas dan terbuka. Pengamat dapat melihat lebar bangunan dengan jelas (exposure). Selain itu, dilakukan juga pengamatan jarak bangunan dari jalan (building setback) yang dapat mendukung kesan luas sebuah bangunan. Pada segmen 1 sisi selatan,
sebagian besar building setback yang teramati berukuran lebih dari 3 meter. Namun, bangunan pada titik amatan ke-10 memiliki building setback terbesar yaitu 35 meter dari pinggir jalan dan berupa halaman luas. Area di depan bangunan tersebut berfungsi untuk kebutuhan parkir kendaraan pegawai dan masyarakat (viscosity). Tepian halaman ini ditanami dengan pepohonan yang rindang (trees incorporated).
1
Kantor DKLH
2
Kantor BPS
3
Kantor JNE
4 Restoran
5
Warung Makan
6
Dharma Santika
7
Bengkel Honda
8
Bengkel Toyota
9
Apotek Restu
10
Kantor Bupati
Gambar 4. Serial Views Segmen 1 Sisi Selatan Sumber: Observasi Lapangan (2019)
Pada Gambar 5 menunjukkan 9 titik amatan yang berada pada segmen 1 sisi utara. Trotoar dengan lebar 1.15 meter terlihat sepanjang tepi jalan di segmen ini (pedestrian ways). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa titik amatan ke-12 (Kantor Polisi Tabanan) merupakan focal point pada segmen ini. Adanya jalan kecil di samping bangunan memberikan celah ruang sehingga kedua sisi bangunan pada titik amatan ke-12 dapat terlihat dengan jelas (exposure). Namun, pandangan ini hanya dapat diamati oleh pejalan kaki karena kendaraan bermotor selalu membelakangi posisi pengamatan. Sementara itu, pada titik amatan ke-13 hingga 19 tidak ditemukan elemen yang menarik. Pengamat hanya menangkap adanya berbagai bentuk bangunan perkantoran yang berderetan dengan vegetasi yang sedikit.
Bangunan pada titik amatan ke-12 memiliki prominence (yang utama atau dominan di dalam suatu kawasan) yang tinggi sepanjang koridor pada segmen 1 sisi utara. Bangunan tersebut memiliki ukuran terbesar dan ditandai dengan halaman rumput di depan bangunan. Halaman ini digunakan sebagai tempat upacara dan tempat parkir kerndaraan. Secara visual bangunan didominasi warna krem dan tempelan batu alam pada kolom. Perpaduan antara pemakaian ragam hias dengan tembok tanpa tempelan batu alam terlihat serasi (seeing in detail). Dari segi pemakaian ragam hias, bangunan tidak terlihat berlebihan dan dapat menyatu dengan lingkungan sekitar.
Hasil observasi skala ruang bangunan pada titik amatan ke-12 menunjukkan kesan luas dan terbuka. Pengamat dapat melihat lebar bangunan dengan jelas. Dibandingkan dengan bangunan pada titik amatan lainnya, Kantor Polisi Tabanan memiliki building setback terbesar yaitu 30 meter dari pinggir jalan. Bentuk jalan yang lurus dengan material aspal menciptakan pergerakan kendaraan bermotor yang tinggi. Pada segmen ini, ruang untuk
bertemunya masyarakat dan bangunan sebagian besar dibatasi oleh pagar permanen transparan (viscosity).
11 12
RSUD
Kantor Polisi
17
13
Kantor Partai
14
Hotel Tabanan
15 Bumiputera
16
Pengadilan Kantor Pos
18
Mandiri Taspen
19
IKIP Saraswati
G ambar 5. Serial Views Segmen 1 Sisi Utara Sumber: Observasi Lapangan (2019)
Dari pengamatan segmen 1 nampak bahwa Kantor Bupati dan Kantor Kepolisian Tabanan memiliki karakter yang dominan di kawasan tersebut dengan bentuk dan dimensi bangunan yang cukup besar dan memiliki jarak amatan/setback yang memadai sehingga dapat dengan mudah menikmati objek bangunan tersebut.
Segmen 2 lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Seperti segmen sebelumnya, segmen ini juga dibagi menjadi sisi selatan dan utara. Pada sisi selatan, terdapat 7 bangunan dengan 9 titik amatan (titik ke-20 hingga 28) berdasarkan pengamatan dari arah timur ke barat. Sementara itu, pada sisi utara terdapat 11 bangunan dan 12 titik amatan yang diurutkan dari barat ke timur. Kedua sisi pengamatan dilakukan sesuai dengan arah kendaraan.
Gambar 6. Koridor Jalan Pahlawan Segmen 2
Sumber: Modifikasi Google Maps (2019)
Gambar 7 menunjukkan 9 titik amatan pada segmen 2 sisi selatan yang terdiri dari bangunan dan area hijau. Trotoar dengan lebar 1.15 meter terlihat sepanjang tepi jalan di segmen ini (pedestrian ways). Hasil pengamatan menunjukkan adanya 2 focal point, yaitu titik amatan ke-25 (Bank Padma) dengan bentuk mengerucut pada bagian atap dan titik amatan ke-27 (Kantor Desa Delod Peken) dengan tinggi bangunan dua lantai serta pemakaian ragam hias style bali pada fasad bangunan. Sebagian besar bangunan yang terdapat di sepanjang koridor pada segmen ini merupakan bangunan perdagangan yang menempel langsung dengan trotoar (intimacy).
Observasi pada segmen ini dimulai dari titik amatan ke-20 dan diketahui bahwa focal point tidak tampak dominan. Hal ini disebabkan oleh adanya vegetasi yang padat (block house) pada titik amatan ke-22 kemudian menyambung dengan deretan bangunan pada titik amatan ke-23 dan 24. Focal point dapat terlihat jelas saat memasuki titik amatan ke-25 hingga 27. Selain itu, pandangan pertama pada titik awal menangkap kesan sebagian kecil bangunan focal point. Saat pengamat bergerak mendekat ke arah barat, maka hasil pengamatan merupakan perbesaran dari pengamatan sebelumnya.
Hasil observasi pada segmen ini menunjukkan keragaman bangunan dan garis sempadan dengan material permukaan jalan yang digunakan tidak memiliki keunikan, pola dan tekstur yang beragam. Hal ini menyebabkan kurangnya elemen townscape yang menarik, terutama untuk pejalan kaki. Sementara itu, penataan massa dan ketinggian pada titik amatan awal segmen ini memiliki keunikan yaitu bangunan yang cukup tinggi di sisi timur dipadukan dengan vegetasi yang tinggi dan lebar sehingga membentuk ruang yang nyaman secara visual. Namun semakin pengamat bergerak ke barat, keintiman tersebut menghilang karena bentuk jalan yang sedikit melebar dan dinding vegetasi yang berkurang. Kurangnya kesan hijau muncul pada titik amatan ke-23 hingga 26. Kesan ruang yang masif dan tidak interaktif tercipta karena tidak ada vegetasi yang menciptakan permainan bayangan.
20 21 22
Pura Dalem Wantilan Ruang hijau
25 26 27
23
Toko Sastra Mas
24
Kantor Notaris
Bank Padma Toko Kacamata Kantor Desa
28
Bakesbangpol
G ambar 7. Serial Views Segmen 2 Sisi Selatan Sumber: Observasi Lapangan (2019)
Gambar 8 menunjukkan 12 titik amatan pada segmen 2 sisi utara tanpa adanya focal point.
Trotoar dengan lebar 1,15 meter terlihat sepanjang jalan di segmen ini (pedestrian ways).
Bangunan yang ada pada segmen ini sebagian besar berfungsi sebagai bangunan pertokoan. Tampilan fasad bangunan cenderung sama yaitu memakai pintu harmonika dan pemasangan papan penanda pada wajah bangunan (seeing in detail). Vegetasi pohon sangat sedikit ditemukan karena bangunan cenderung menonjolkan fasad bangunan agar terlihat jelas oleh masyarakat yang ingin berbelanja. Elemen vegetasi pohon terbanyak dapat terlihat pada titik amatan ke-34. Deretan bangunan pada segmen ini tidak memiliki garis sempadan sehingga diperoleh kesan padat dan akrab dalam sebuah lingkungan (intimacy).
Seluruh permukaan jalan menggunakan material aspal dengan tekstur halus. Jalan tidak berpola dan tidak terdapat perabot jalan sehingga tidak ada hal yang menarik untuk diamati sebagai karakter visual. Penambahan perabot jalan seharusnya diberikan dan dibuat menyatu dengan lingkungan. Selain itu, material permukaan jalan dengan tekstur kasar dibutuhkan untuk memperlambat pergerakan sehingga pengamatan pada bangunan dan ruang akan lebih baik. Tekstur kasar cenderung menghalangi orang atau kendaraan untuk lewat, atau pengendara dapat melewati jalan dengan kecepatan rendah (McCluskey, 1992).
29 30
31 32
Toko Kue Bank Danamon Toko Makanan
Toko Mainan
33 Suzuki
34 35 36
Ruang Hijau Pertokoan Pertokoan
37
Planet Ban
38
Toko Mainan
39
40
Bengkel Motor
Pertokoan
G ambar 8. Serial Views Segmen 2 Sisi Utara Sumber: Observasi Lapangan (2019)
Kesimpulan
Koridor Jalan Pahlawan, Tabanan memiliki berbagai fungsi bangunan. Hasil analisis serial vision dari 4 segmen dalam koridor tersebut menunjukkan bahwa focal point dimiliki oleh segmen 1 sisi selatan, segmen 1 sisi utara dan segmen 2 sisi selatan. Ketiadaan focal point
pada segmen 2 sisi utara disebabkan oleh rendahnya keragaman visual pada wajah bangunan di segmen tersebut. Viscosity terbesar pada Kantor Bupati Tabanan yang memiliki garis sempadan 35 meter. Sepanjang koridor di sisi utara dan selatan terdapat trotoar sebagai akses pejalan kaki. Pada Jalan Pahlawan ditemukan beberapa titik vegetasi berkarakter gemuk yang menghalangi bangunan (block house).
Rekomendasi
Kota yang berkualitas adalah kota yang memberikan kesempatan warganya untuk berjalan, bertemu, beristirahat, dan berekspresi. Untuk memfasilitasi hal tersebut, maka kebutuhan yang berhubungan dengan fisik perkotaan perlu dikaji. Selain itu, pemilihan vegetasi sebaiknya memperhatikan posisi dan karakter bangunan. Vegetasi di sekitar focal point sebaiknya menggunakan vegetasi pohon dengan karakter yang tidak gemuk. Keragaman wajah bangunan pada koridor Jalan Pahlawan, Tabanan dapat diikat secara visual menggunakan jenis vegetasi dan material permukaan jalur pejalan kaki yang sama.
Daftar Pustaka
Amsamsyum, K.A.S. (2019). Perubahan Morfologi Kawasan Dusun Sukunan Di Yogyakarta. Jurnal Arsitektur Komposisi, 12(1), 53.
Anonim. (2012). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2012 - 2032. Tabanan: Kabupaten Tabanan.
Ashihara, Y. (1970). Exterior Design in Architecture. New York: Van Nastrand Reinhold Co.
Ching, D. K. F. (2008). Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Tatanan, Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Cullen, G. (1961). The Concise of Townscape. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Feriyan & Jumaylinda. (2014). Pengaruh Pembaruan Fasad Bangunan Terhadap Karakter Visual Kawasan Studi Kasus: Jalan Tanjungpura Pontianak. Langkau Betang Jurnal Arsitektur, 1(2).
Halim, G., & Roychansyah, M. S. (2018). Perubahan Morfologi Kawasan Seturan, Yogyakarta. Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 2018, 37–43. Semarang: Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia.
Halim, G. & Widyastuti, D. T. (2019). Kajian Townscape Koridor Kawasan Pecinan. Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur, Vol 2 Februari 2019, 613-619.
Harani & Motic. (2017). Pengaruh Fasade Bangunan Terhadap Karakter Visual Kawasan Studi Kasus: Pecinan Semarang, Malaysia, dan Singapura. Jurnal Pengembangan Kota, 5.
Jamaluddin, R., Sardjono, A. B., Murtini, T.W. (2019). Serial Vision Pada Koridor Jalan Menara Kota Kudus. Arcade: Jurnal Arsitektur, 3(3), 197-202.
Krier, R. (1979). Urban Space. New York: Rizzoli International Publications.
Laurens, J. M. (2004). Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: Grasindo.
Lynch, K. (1960). The Image of The City, 2nd Printing. Cambridge: MIT Press.
Lang, J. (2005). Urban Design: A Typology of Procedures and Products. Burlington: Architectural Press.
Munggiarti, A., & Buchori, I. (2016). Pengaruh Keberadaan Perguruan Tinggi Terhadap Perubahan Morfologi Kawasan Sekitarnya. Geoplanning: Journal of Geomatics and Planning, 2(1), 51–68.
Mumford, L. (1967). The Myth of The Machine (Vol. I): Technics and Human Development. New York City: Brace and Jovanovich.
Mulyandari, H. (2011). Pengantar Arsitektur Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Putri, M. A., Rahayu, M. J., & Putri, R. A. (2017). Bentuk Morfologi Kawasan Permukiman Urban Fringe Selatan Kota Surakarta. Jurnal Pengembangan Kota, 4(2), 120.
Pocock, D., & Hudon R. (1978). Images of The Urban Environment. Department of Geography, University of Durham.
Rossi, A. (1982). The Architecture of The City. The M.I.T. Press, Cambridge, Massachusetts, and London, England.
Rukmana dkk. (2017). Tipologi Fasade Bangunan Komersial Di Kawasan Koridor Jalan Soekarno-Hatta Malang. Jurnal Arsitektur, 5(1).
Shirvani, H. (1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold.
Smardon, R. C., James F. P., & John B. (1986). Foundation for Visual Project Analysis. New York: John Willey & Sons.
Spreiregen, P. (1965). The Architecture of Towns and Cities. USA: Mc. Grawl Hill Companies.
Setiawan & Utami. (2016). Tipologi Perubahan Elemen Fasad Bangunan Ruko Pada Penggal Jalan Puri Indah, Jakarta Barat. Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan, 6(1). Jakarta: Universitas Mercu Buana.
Trancik, R. (1986). Finding Lost Spaces: Theories of Urban Design. USA: John Wiiley and Sons.
Widiantara, I.W.A., Purwanto, E., Sardjono, A.B. (2017). Unsur Pemandangan Berseri/ Serial Vision Sebagai Pembentuk Karakter Visual Koridor Jalan Letjen Suprapto, Kawasan Kota Lama Semarang. Modul, 17(1) Juli-Desember 2017, 62-68.
Yunus, H. S. (2000) Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Zahnd, M. (1999). Perancangan Kota Secara Terpadu: Teori Perancangan Kota dan Penerapannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
16
SPACE - VOLUME 8, NO. 1, APRIL 2021
Discussion and feedback