IMPLIKASI PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP LINGKUNGAN FISIK DI KAWASAN SEMPADAN PANTAI YEH GANGGA TABANAN, BALI

Oleh: I Made Widiastra1, I Gusti Ngurah Anom Rajendra2, I Wayan Kastawan3

Abstract

Sempadan pantai (a waterfront setback which by law is reserved and in which development is restricted) of Yeh Gangga Beach at the Tabanan Regency-Bali has been increasingly well used. This area is supposedly protected and dedicated to public uses, as outlined by Local Government Regulation number 11, year 2012. Unfortunately, the government has not yet been effectively imposing this policy. There is a growing concern, if the uncontrolled used of sempadan pantai is perpetuated, it will affect the nature of this reserved area. This study aims to determine the impact of the construction of tourist facilities on the sempadan of Pantai Yeh Gangga. The analysis is grounded by conceptions offered by several literatures relevant to tourism development and environmental protection. This study uses a qualitative research method. Data is collected through observations, photographic documentation, and interviews with community leaders, government authorities, employers and tourists. The collected data is presented in the form of tables and narratives. Study results show that development of tourist facilities on Yeh Gangga's setback area has various negative impacts on the physical environment. This research strongly recommends local government to carry out a routine control over waterfront development. Alternatively, this can be done by empowering local communities and enforcing sanctions when violations over an enforced regulation take place. Local communities are strongly advised to preserve the natural state of their physical environment by not polluting it. Business owners should also participate in this move by conducting environmentally conscious business-practices and taking adequate premeditated protections of the environment in their hand at all chances.

Keywords: coastal development, environment, law enforcement, Yeh Gangga

Abstrak

Sempadan Pantai - kawasan yang berfungsi utama sebagai kawasan lindung - di Pantai Yeh Gangga, Kabupaten Tabanan, Bali mengalami perkembangan pemanfaatan yang pesat. Area ini seharusnya dilindungi dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik seperti halnya yang diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012. Akan tetapi Pemerintah Daerah Tabanan belum epektif memberlakukan kebijakan ini. Apabila ini terus berlangsung, maka akan tumbuh bangunan ilegal dan akan sulit ditertibkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pembangunan fasilitas pariwisata terhadap lingkungan fisik kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga. Teori kepariwisataan dan lingkungan digunakan dalam pendekatan kajian ini. Dengan menggunakan metode kualitatif, data dikumpulkan melalui observasi bertahap, dokumentasi langsung, wawancara dengan tokoh masyarakat, pemerintah, pengusaha. Penyajian data dilakukan dengan dokumentasi, dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil penelitian menunjukkan pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan berdampak negatif terhadap aspek lingkungan fisik. Rekomendasi penelitian ini adalah pemerintah daerah harus melakukan pengawasan secara rutin dengan memberdayakan masyarakat setempat dan bertindak tegas terhadap pelanggaran. Masyarakat setempat agar memprioritaskan kelestarian lingkungan fisik dengan tidak mencemari lingkungan. Pengusaha dan industri pariwisata dalam menjalankan bisnis harus juga menjaga lingkungan.

Kata kunci: pembangunan pesisir, lingkungan, penegakan aturan,Yeh Gangga

Latar belakang

Pembangunan fasilitas pariwisata merupakan salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan devisa negara dan seterusnya. Dalam membangun fasilitas pariwisata, sudah tentu tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan, baik yang bersifat positif maupun negatif terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Untuk menekan dampak negatif dan mengembangkan dampak positif, diperlukan pemahaman yang komprehensif terhadap permasalahan fisik lingkungan, sehingga pembangunan fasilitas pariwisata yang berkelanjutan bisa terwujud.

Menurut I Wayan Winda (Bendesa Adat Yeh Gangga Tabanan) belakangan ini pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan, menunjukkan jumlah yang terus meningkat. Pembangunan tersebut berupa hotel, villa, jasa pariwisata, rumah makan, kios pedagang dan lain-lain. Dimulai sejak tahun 1980, yaitu pembangunan Bungalow Bali Wisata, Hotel Waka Gangga pada tahun 1989, Villa Varis tahun 2004, Villa Khantaka dan Bali Horse Riding pada tahun 2005, Villa Setha pada tahun 2008, kios pedagang sebanyak 3 unit pada tahun 2011, Hotel Taman Sari Gangga pada tahun 2014, kios pedagang lagi 5 unit dibangun pada tahun 2015, kantor pengelola pada tahun 2015 dan rumah makan sebanyak 2 unit pada tahun 2017.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2032, pasal 79 ayat b. kegiatan atau bangunan yang diperbolehkan di kawasan sempadan pantai, mencakup: (1) kegiatan sepanjang tidak berdampak negatif terhadap fungsi lindungnya; (2) bangunan fasilitas penunjang pariwisata non permanen dan temporer, bangunan umum terkait sosial keagamaan, bangunan terkait kegiatan perikanan tradisional, perikanan budidaya dan dermaga, bangunan pengawasan pantai, bangunan pengamanan pantai dari abrasi, bangunan evakuasi bencana, dan bangunan terkait pertahanan dan keamanan; (3) kegiatan dan bangunan yang diperbolehkan dengan syarat adalah permukiman, akomodasi wisata secara terbatas dan fasilitas penunjang permukiman lainnya; (4) integrasi sinergi antara pada kawasan dengan penggunaan campuran antara kegiatan ritual, penambatan perahu nelayan tradisional serta kawasan rekreasi pantai, dan; (5) pelarangan membuang sampah, limbah padat dan/atau cair.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 1 ayat 20 disebutkan kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya. Pada ayat 21 disebutkan bahwa kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Pada ayat 22 disebutkan bahwa kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Kawasan Sempadan Pantai, pasal 1 ayat 2 menyebutkan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Pemerintah Kabupaten Tabanan selama ini belum epektif melakukan pengawasan dan penertiban terhadap bangunan-bangunan ilegal di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga, walau telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW dan Nomor 9 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung. Menurut I Gusti Ngurah Arbayasa (Kasi Pelayanan Atraksi Wisata Dinas Pariwisata Kabupaten Tabanan) salah satu alasan Pemerintah Kabupaten Tabanan terhadap kurangnya perhatian pada daya tarik wisata Pantai Yeh Gangga Tabanan adalah terbatasnya jumlah anggaran dan tenaga yang dimiliki serta prioritas pembangunan lebih diarahkan pada obyek wisata yang telah berkembang.

Apabila perkembangan pembangunan fasilitas pariwisata tersebut tidak segera diawasi dan ditertibkan, maka akan tumbuh bangunan-bangunan ilegal lainnya dan pada akhirnya akan sulit ditertibkan. Tumbuhnya bangunan ilegal tersebut sudah tentu akan membawa dampak terhadap fisik lingkungan yang selama ini belum pernah diteliti. Untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkan, sangatlah perlu dilakukan penelitian tentang dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan fasilitas pariwisata terhadap lingkungan fisik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan fasilitas pariwisata terhadap lingkungan fisik di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan. Kedua dapat dipakai acuan dalam penelitian keberikutnya maupun penyusunan perencanaan kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan.

Kepariwisataan dan Lingkungan

Pembangunan kepariwisataan berkelanjutan dimaknai sebagai upaya pemenuhan kebutuhan wisata saat ini dengan tidak mengorbankan dan mengurangi hak serta kebutuhan generasi yang akan datang (Inskeep, 1995; Swarbrooke, 1999; Cooper et al., 2008, dalam Teguh 2015:15). Pembangunan kepariwisataan merupakan suatu proses perubahan pokok yang dilakukan oleh manusia secara terencana pada suatu kondisi kepariwisataan tertentu, yang dinilai kurang baik, dan diarahkan menuju ke suatu kondisi kepariwisataan tertentu yang dianggap lebih baik (Sunaryo, 2013:129). Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan secara terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (Dahuri, Rais et al. 2001:12).

Di samping menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat, pembangunan fasilitas pariwisata juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan. Hal ini dikarenakan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis. Dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dilaksanakan lebih didominasi oleh pertimbangan aspek ekonomi, dan kurangnya mempertimbangkan aspek fisik lingkungan serta aspek sosial sehingga tidak berkelanjutan. Bahkan tidak jarang untuk kepentingan kegiatan pembangunan, dilakukan konversi kawasan lindung peruntukkan bagi kegiatan pembangunan lainnya.

Berdasarkan karakteristik dan dinamika dari kawasan pesisir serta lautan, potensi dan permasalahan pembangunan serta kebijakan pemerintah, maka pencapaian pembangunan

kawasan pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Paling tidak berdasarkan pada alasan empirik terdapat keterkaitan ekologis, baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau lambat mempengaruhi ekosistem lainnya (Dahuri, dalam Budilestari, Hutomo et al. 2014:94).

Menurut Sunaryo (2013:74) minimal ada enam kemungkinan dampak positif dan sembilan dampak negatif yang bersifat fisik yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas kegiatan kepariwisataan terhadap lingkungan destinasi pariwisata. Keenam kemungkinan dampak positif kegiatan kepariwisataan terhadap lingkungan di destinasi adalah: mengkonservasi cagar alam, mengkonservasi situs (cagar) budaya, memperbaiki kualitas lingkungan, pengembangan lingkungan, perbaikan infrastruktur, dan peningkatan kesadaran lingkungan. Kesembilan dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas kepariwisataan terhadap lingkungan fisik adalah: pencemaran air tanah, pencemaran udara, kebisingan udara, polusi pemandangan, persoalan sampah, kerusakan lingkungan, bencana lingkungan, kerusakan situs dan peninggalan sejarah, dan persoalan tata guna lahan.

Berdasarkan teori Sunaryo tersebut, dan mengingat ruang lingkup penelitian ini hanya pada tingkatan desa dengan instrumen dan metode penelitian yang terbatas, maka kajian mengenai dampak negatif pembangunan fasilitas pariwisata terhadap lingkungan fisik yang dilakukan tidak terpaku pada sembilan kategori dampak diatas. Dampak terhadap pencemaran udara dan dampak kebisingan udara tidak dikaji dalam penelitian ini.

Metodologi

Lokasi penelitian terletak di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan, Banjar Dinas Yeh Gangga, Desa Sudimara, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Lokasi ini dipilih karena merupakan wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya, dimana akhir-akhir ini perkembangan pembangunan fasilitas pariwisata yang terus meningkat. Untuk menjawab permasalahan penelitian ini, dipilih metode pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi bertahap, wawancara langsung dengan para responden yang kompeten seperti Kelian Dinas Banjar Yeh Gangga, Bendesa Adat Yeh Gangga, Pemerintah, pedagang, pengusaha dan lain-lain. Data berupa dokumen dikumpulkan melalui survey literatur dan dokumentasi langsung di lapangan. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasi, menjabarkan data yang diperoleh, melakukan sintesa, memilih yang penting dan membuat kesimpulan. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel, dokumentasi, uraian singkat, dan dengan teks yang bersifat naratif.

Gambaran Umum Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan

Kawasan sempadan pantai Yeh Gangga terletak di wilayah Banjar Dinas Yeh Gangga, Desa Sudimara Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Jarak dari Ibukota Kabupaten ke Pantai Yeh Gangga Tabanan kurang lebih 9 kilometer. Panjang garis pantai berdasarkan buku Rencana Strategis Wilayah Pesisir Kabupaten Tabanan tahun 2014-2034, adalah 1.940 meter terdiri dari 170 meter tanah bertebing dan 1.770 meter tanah berpasir. Kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan berbatasan dengan sungai Yeh Abe di

sebelah barat, sungai Yeh Empas di sebelah timur, wilayah Desa Sudimara di sebelah utara dan Samudra Hindia di sebelah selatan. Sejak tahun 2014 telah dibangun pengaman pantai sepanjang kurang lebih 1.000 meter beserta jalan setapak. Dari garis pantai selebar 100 (seratus) meter ke arah daratan (Gambar 3).


Gambar 1. Peta Pulau Bali Sumber: RTRW Kab. Tabanan 2012


Gambar 2. Peta Kabupaten

Tabanan

Sumber: Kementerian PU


Gambar 3. Peta Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Sumber: Google map


Di sepanjang pantai terdapat beberapa tempat suci/pura yang diempon oleh Desa Adat Yeh Gangga yaitu: Pura Dalem, Pura Pesimpangan Ratu Dalem Nusa, Pura Mrajapati Kuburan dewasa, Pura Batu Bolong, Pura Mrajapati kuburan anak-anak, Pura Segara dan Pura Yeh Gangga. Jumlah penduduk Banjar Dinas Yeh Gangga Tabanan pada tahun 2018 sebanyak 1.614 orang. Bila dilihat dari pekerjaannya, sebagian besar penduduk setempat bekerja sebagai petani dan nelayan yang mereka warisi secara turun temurun. Dengan masuknya pariwisata, perlahan-lahan mereka mulai bekerja di sektor pariwisata sebagai pegawai hotel, pegawai villa, membuka usaha sendiri, berdagang, menjadi pemandu wisata dan lain-lain.

Pembangunan Fasilitas Pariwisata

Pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan menurut I Wayan Winda (Bendesa Adat Yeh Gangga Tabanan) telah dimulai sejak tahun 1980. Diawali oleh wisatawan berkebangsaan Jerman bernama Mr. Fetter yang membangun Bungalow Bali Wisata. Disusul pembangunan Hotel Waka Gangga pada tahun 1998 oleh pengusaha lokal. Selanjutnya berturut-turut dibangun fasilitas pariwisata Bali Horse Riding pada tahun 2004 oleh wisatawan Australia bernama Mrs. Nataly yang kemudian berkembang keolahraga mobil ATV. Villa Kanthaka dibangun pada tahun 2005 oleh Mr. Steven More disusul Villa Varis pada tahun 2008 oleh wisatawan berkebangsaan Perancis bernama Mr. John Merry dan Villa Setha pada tahun 2008.

Pada tahun 2014, Mr. Fetter meninggal dunia, Bungalow Bali Wisata miliknya dijual kepada PT. Wika Realty dan Ibu Suzan dari Bandung, serta sebagian tanahnya disumbangkan kepada Desa Adat Yeh Gangga Tabanan. Tanah yang dibeli oleh PT. Wika Realty dipergunakan sebagai kantor proyek pembangunan Hotel Taman Sari Gangga, sedangkan tanah yang dibeli oleh Ibu Suzan dijadikan villa untuk kepentingan sendiri. Sedangkan tanah yang disumbangkan kepada Desa Adat dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraan dan dibangun gedung kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).

Di wilayah pantai Yeh Gangga Tabanan juga terdapat beberapa bangunan yang didirikan oleh pemerintah, desa adat dan pengusaha/masyarakat perorangan. Bangunan yang didirikan

oleh pemerintah antara lain: bangunan pelelangan ikan dibangun pada tahun 2011 oleh Pemerintah Provinsi Bali yang disumbangkan kepada kelompok nelayan setempat. Bangunan pengaman pantai tahap I (pertama) dibangun pada tahun 2012 oleh Kementerian Pekerjaan Umum atas keberhasilan Desa Adat Yeh Gangga meraih juara II (Kedua) tingkat Nasional sebagai pengelola dan penjaga kebersihan pantai. Bangunan tersebut kini telah tertimbun akibat direklamasi oleh desa adat dan tidak nampak lagi. Pada tahun 2013 Kementerian Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia membangun sumur pengolahan air laut menjadi air tawar yang disumbangkan kepada Desa Adat Yeh Gangga. Selanjutnya pada tahun 2015 Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pekerjaan Umum membangun pengaman pantai dan jalan setapak sepanjang kurang lebih 1.000 meter guna menjaga bibir pantai dari abrasi. Pada tahun 2016 dibangun gedung kelompok masyarakat pengawas oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Wantilan oleh Kementerian Pendidikan Pemuda dan Olahraga yang disumbangkan kepada Desa Adat Yeh Gangga Tabanan.

Hotel Waka Gangga


Villa Khantaka


Kawasan sempadan pantai


Villa Varis


Hotel Gangga Sari


Bali Horse Riding


Villa Setha


WR. Tulus Lobster


Kios Pedagang


Gambar 4. Pembangunan Fasilitas Pariwisata di Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan Sumber: Survey Lapangan September 2018

Menurut keterangan I Wayan Winda (Bendesa Adat Yeh Gangga Tabanan) bangunan yang didirikan oleh Desa Adat Yeh Gangga Tabanan antara lain: kios pedagang makanan dan minuman sebanyak sembilan unit yang dibangun secara bertahap. Pada tahun 2013 sebanyak tiga unit dan pada tahun 2016 sebanyak enam unit, satu unit kios dipergunakan sebagai kantor pengelola. Toilet umum dibangun pada tahun 2012, balai bengong, tempat duduk-duduk untuk rekreasi, penataan parkir kendaraan dan arena mainan anak-anak pada tahun 2016 sampai 2018. Dengan adanya pembangunan tersebut, Desa Adat Yeh Gangga memungut retribusi parkir kendaraan roda empat dan roda dua.

Bangunan yang didirikan oleh pengusaha dan perorangan adalah kios perorangan satu unit pada tahun 2013 dan Warung Tulus Lobster sebanyak dua unit pada tahun 2016. Dan kini sedang dibangun lagi satu unit untuk pengembangan. Warung Tulus Lobster didirikan oleh pengusaha lokal dengan cara mengontrak tanah kepada Desa Adat Yeh Gangga, sedangkan

kios perorangan didirikan oleh masyarakat yang memiliki tanah di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan.

Nama dan jenis bangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan sampai tahun 2018 disajikan pada Tabel 1. dan Tabel 2.

Tabel 1. Nama dan jenis bangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga

No.

Nama Bangunan

Produksi Limbah

Produksi Sampah

Jenis Bangunan

1.

Bongalow Bali Wisata

Ya

Ya

Permanen

2.

Hotel Waka Gangga

Ya

Ya

Permanen

3.

Bali Horse Riding

Ya

Ya

Permanen

4.

Villa Khantaka

Ya

Ya

Permanen

5.

Villa Varis

Ya

Ya

Permanen

6.

Villa Setha Bali

Ya

Ya

Permanen

7.

Gangga Wiga Transport

Tidak

Ya

Semi Permanen

8.

Hotel Taman Sari Gangga

Ya

Ya

Permanen

9.

PT. Wika Realty

Ya

Ya

Permanen

10.

Kios Pedagang

Ya

Ya

Semi Permanen

11.

Warung Tulus Lobster

Ya

Ya

Semi Permanen

Sumber: Hasil observasi lapangan, September 2018.

Tabel 2. Nama dan jenis bangunan fasilitas umum di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga

No.

Nama Bangunan

Produksi Limbah

Produksi Sampah

Jenis Bangunan

1.

Balai bengong

Tidak

Tidak

Semi permanen

2.

Toilet

Ya

Ya

Permanen

3.

Wantilan

Tidak

Ya

Permanen

4.

Arena mainan anak-anak

Tidak

Ya

Semi permanen

Sumber Data: Hasil observasi lapangan, September 2018.

Dampak Pembangunan Fasilitas Pariwisata di Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan Terhadap Lingkungan Fisik

Setiap pembangunan yang dilaksanakan tidak terlepas dari dampak yang ditimbulkan baik yang bersifat positif maupun negatif terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan fasilitas pariwisata terhadap lingkungan fisik, akan dikaji dengan pendekatan teori kepariwisataan dan lingkungan. Analisa terhadap dampak yang ditimbulkan ini dibagi menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif yang dipaparkan secara lebih mendetail pada bagian berikut.

  • a.    Dampak Positif Pembangunan Fasilitas Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan

Pembangunan pengaman pantai dan jalan setapak sepanjang kurang lebih 1.000 meter sejak tahun 2015 telah melindungi sebagian garis pantai dan daratan dari abrasi, serta dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi oleh para wisatawan. Pembangunan pengaman pantai tersebut juga telah melindungi sebagian peninggalan sejarah seperti: Pura Dalem, Pura Pesimpangan Dalem Nusa, Pura Mrajapati, dan Pura Segara yang terletak di sepanjang garis sempadan pantai. Memperbaiki kualitas lingkungan melalui pengelolaan sampah yang baik, penataan lanskap yang dilakukan oleh pengusaha dan desa adat terhadap semua bangunan fasilitas pariwisata, sehingga lingkungan sempadan pantai tetap terjaga kebersihannya. Program pengembangan lingkungan melalui penataan tempat duduk dan penanaman pohon peneduh yang dilakukan oleh desa adat, lembaga swadaya masyarakat, anak-anak sekolah

di sepanjang tanah reklamasi. Perbaikan infrastruktur jalan, penyediaan air bersih, listrik dan lain-lain oleh pemerintah daerah telah meningkatkat daya tarik wisata Pantai Yeh Gangga sebagai obyek wisata yang mudah dikunjungi. Meningkatnya kesadaran lingkungan bagi masyarakat setempat melalui pengelolaan sampah yang kini telah dikelola oleh desa adat secara swadaya guna menjaga kebersihan wilayah sempadan pantai.

  • b.    Dampak Negatif Pembangunan Fasilitas Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik di Kawasan Sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan

Menurut Desy Fatma (2016) dampak pencemaran air tanah mengakibatkan: menurunnya jumlah oksigen yang terkandung di dalam air, mematikan binatang-binatang yang ada di dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia, mengganggu kehidupan binatang dan tumbuhan, mengganggu kesuburan tanah, dan mengganggu produktivitas tumbuhan. Dari sekian banyak bangunan fasilitas pariwisata yang ada, ditemukan aktivitas para pedagang dan rumah makan yang memproduksi limbah cair berupa: air sabun, detergen, dan minyak bekas gorengan yang dibuang langsung dan diresapkan ke dalam tanah. Jika pembuangan limbah tersebut tidak segera dihentikan, maka dikhawatirkan pencemaran air tanah semakin parah, yang pada akhirnya akan mencemari air laut. Disamping itu, kualitas lingkungan fisik Pantai Yeh Gangga Tabanan akan menurun dan kehidupan biota laut akan terganggu serta air tanah akan tercemar. Untuk itu diperlukan keseriusan pemerintah daerah didalam mengawasi dan menertibkan bangunan fasilitas pariwisata yang membuang langsung limbahnya ke dalam tanah guna menjaga kelestarian fisik lingkungan.

Menurut Sunaryo (2013:75) polusi pemandangan pada area daya tarik wisata disebabkan oleh tidak baiknya: design pembangunan hotel, penataan saluran listrik, telepon dan fasilitas lainnya, pemasangan berbagai bentuk iklan, dan penataan lanskap. Pembangunan Hotel Waka Gangga, dengan lobby hotel dikelilingi kayu bekas sehingga memberikan kesan mangkrak (kumuh) dan mengganggu pemandangan pantai. Para pedagang musiman yang menjajakan dagangannya di wilayah pantai juga mengganggu dan menimbulkan polusi pemandangan (Gambar 5). Penataan fasilitas kepariwisataan seperti instalasi listrik, telepone yang belum tertata rapi dan masih mengganggu pemandangan pantai. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka untuk menciptakan pemandangan yang baik di kawasan sempadan pantai, diperlukan perencanaan yang menyeluruh terhadap penataan fasilitas pariwisata agar tidak mengganggu pemandangan. Pemerintah, masyarakat setempat dan industri pariwisata selaku pemangku kepentingan hendaknya tetap melakukan pengawasan dan penertiban terhadap bangunan dan melarang para pedagang berjualan di wilayah pantai yang berpotensi menimbulkan polusi terhadap pemandangan.

Persoalan sampah menurut Sunaryo (2013:75) salah satu konsekwensi logis yang tidak bisa dihindari dari keberadaan destinasi adalah banyaknya pengunjung dan bahkan berdomisili di destinasi tersebut, baik wisatawan, pedagang, pekerja dan maupun penduduk asli yang pasti membuang sampah. Manakala tidak dikelola dengan baik, berbagai jenis sampah tadi menimbulkan persoalan yang cukup berat bagi destinasi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung dengan pelaku wisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan, sampah yang diproduksi di masing-masing bangunan fasilitas pariwisata dikumpulkan dan diangkut dengan truk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir

(Gambar 6). Pengelolaan sampah ini dikoordinir oleh Desa Adat Yeh Gangga Tabanan dengan memungut retribusi sampah setiap bulan.

Gambar 5. Hotel Waka Gangga

Sumber: Survey Lapangan September 2018

Gambar 6. Penanganan Sampah Fasilitas Pariwisata dan Sampah Pantai Yeh Gangga Tabanan Sumber: Survey Lapangan September 2018

Sedangkan sampah pantai hingga saat ini belum dikelola dengan baik melainkan atas kepedulian masyarakat, pemulung sampah plastik, lembaga swadaya masyarakat, anak-anak sekolah dan lain-lain. Untuk sampah pantai (sampah yang memenuhi wilayah pantai) yang jumlahnya cukup banyak khususnya dimusim penghujan dengan panjang pantai 1.940 meter tentu memerlukan penanganan yang khusus agar wilayah pantai tetap bersih dan menarik untuk dikunjungi. Pemerintah dengan melibatkan masyarakat setempat dan swasta/industri pariwisata yang ada di kawasan sempadan pantai harus tetap bersinergi mengatasi sampah pantai dengan cara menempatkan tenaga kebersihan yang dibiayai bersama.

Kerusakan lingkungan, menurut Sunaryo (2013:76) pemanfaatan lahan dan pengembangan kepariwisataan yang berlebihan dan tidak terkontrol di area daya tarik wisata dapat menimbulkan degradasi lingkungan seperti hilangnya berbagai jenis satwa, vegetasi maupun kerusakan ekologi pantai. Pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan pantai seperti jasa pariwisata mobil ATV (All Terrain Vehicle), yang memanfaatkan wilayah pantai sebagai lintasan mobil. Warung Tulus Lobster dan pedagang musiman juga memanfaatkan wilayah pantai sebagai tempat makan dan minum (Gambar 7). Sedangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung dengan ketua kelompok konservasi Tukik Penyu, ternyata di sepanjang Pantai Yeh Gangga Tabanan merupakan habitat penyu jenis Lengkang yang dilindungi. Berdasarkan data dari I Ketut Pinda (Ketua Kelompok Tukik Pantai Yeh Gangga Tabanan) pada tahun 2014-2018 ditemukan jumlah sarang penyu yang berisi telur

semakin meningkat yaitu pada tahun 2014 sebanyak 15 sarang, tahun 2015 sebanyak 14 sarang, tahun 2016 sebanyak 29 sarang, tahun 2017 sebanyak 30 sarang dan tahun 2018 sebanyak 64 sarang. Apabila aktivitas berjualan di wilayah Pantai Yeh Gangga tidak segera ditertibkan, maka disamping mengganggu pemandangan pantai juga akan mengganggu habitat penyu, terutama disaat akan bertelur. Pemerintah harus segera membuat tempat konservasi penyu dan menertibkan aktivitas para pedagang dan mobil ATV yang menggunakan wilayah pantai sebagai lintasan agar tidak mengganggu habitat penyu, melainkan diberdayakan sebagai potensi pariwisata yang bisa dikembangkan.

Gambar 7. Pemanfaatkan Wilayah Pantai sebagai Tempat Atraksi Wisata, Makan dan Minum. Sumber: Survey Lapangan Juli 2018

Menurut Sunaryo (2013:76) perencanaan tata guna lahan untuk kegiatan kepariwisataan yang tidak baik, seperti pembangunan fasilitas hotel, jalan, jembatan maupun resort wisata dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor, erosi, dan bentuk bencana alam lain. Berdasarkan observasi dan wawancara langsung dengan I Wayan Bagiana (Ketua Kelompok Nelayan Mina Segara) bencana alam yang sangat parah dan pernah terjadi di wilayah Pantai Yeh Gangga adalah gelombang pasang. Pada tanggal 9 September 2018, kawasan Pantai Yeh Gangga mengalami gelombang pasang tertinggi, dimana air laut sampai merendam kios para pedagang setinggi 30 cm – 200 cm. Jukung-jukung para nelayan semua berpindah tempat bahkan sampai puluhan meter.

Demikian halnya dengan pembangunan fasilitas pariwisata yang melanggar Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Tabanan seperti pembangunan rumah makan dan Villa Setha (Gambar 8). Apabila tidak segera ditertibkan, maka ketika terjadi lagi bencana air pasang bangunan tersebut akan sulit diselamatkan. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat karakteristik daratan di sepanjang Pantai Yeh Gangga Tabanan sebagian besar tanah berpasir, sehingga mudah longsor, erosi dan abrasi. Adanya pembangunan Hotel Waka Gangga, Villa Setha, warung makan yang dekat dengan garis pantai, sangat beresiko terkena bencana alam. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena bencana alam bisa datang kapan saja. Untuk menghindari dampak dari bencana alam tersebut, pemerintah harus bertindak tegas dan segera mencegah melalui penindakan terhadap semua bangunan-bangunan ilegal tersebut.


Gambar 8. Pembangunan yang Ilegal dan Villa Setha Dekat dengan Garis Pantai Sumber: Survey Lapangan September 2018

Menurut Sunaryo (2013:76) memanfaatkan berbagai peninggalan sejarah maupun situs arkeologi sebagai daya tarik wisata rentan terjadi kerusakan, apabila tidak dikelola dengan baik seperti terjadinya: vandalism, graffiti writing (corat coret), pengkikisan dan bahkan kemusnahan. Wilayah Pantai Yeh Gangga Tabanan berdasarkan hasil observasi, memiliki banyak peninggalan sejarah yang terletak di pinggir pantai yaitu: Pura Dalem Yeh Gangga, Pura Pesimpangan Ratu Dalem Nusa, Pura Mrajapati, Pura Batu Bolong, Pura Segara, Pura Mrajapati Anak-anak, dan Pura Yeh Gangga (Gambar 9). Dari sekian banyak bangunan pura tersebut, Pura Yeh Gangga keadaannya saat ini mengalami abrasi cukup parah karena letaknya di tebing pinggir pantai dan belum aman dari bencana alam. Bahkan tanah pada bagian timur pura saat ini sedang longsor (Gambar 10). Keberadaan pura tersebut bisa dijadikan sebagai daya tarik wisata, sehingga perlu dirawat agar tidak terkena erosi atau abrasi. Saat ini pura tersebut telah diperkuat di bagian bibir pantainya, namun masih perlu diperkuat lagi dan ditata agar lebih menarik untuk dikunjungi.

Pura Yeh Gangga


Pura Mrajapati Anak


Bale Panjang


Kawasan sempadan pantai


Pura Batu Bolong


Pura Yeh Gangga



Pr. Mrajapati Dewasa


Bale Panjang


Gambar 9. Bangunan Pura di Sepanjang Garis Pantai Yeh Gangga Tabanan Sumber: Survey Lapangan September 2018

Gambar 10. Tanah Longsor di Sebelah Timur Pura Yeh Gangga Sumber: Survey Lapangan September 2018

Menurut Sunaryo (2013:76) kerugian pemanfaatan lahan terhadap kegiatan sektor lain akan terjadi apabila kegiatan kepariwisataan yang tidak memperhitungkan indek manfaat optimal dari lahan tersebut. Kini Pantai Yeh Gangga Tabanan telah ditetapkan sebagai daya tarik wisata (DTW), artinya kawasan tersebut memang diperuntukkan untuk pengembangan kepariwisataan. Seiring berjalannya waktu, perkembangan investor didalam membangun fasilitas pariwisata di Pantai Yeh Gangga Tabanan tergolong lambat yang disebabkan oleh aturan yang menyulitkan mereka. Jika dilihat minat para investor berdasarkan jumlah pemilik tanah di kawasan sempadan pantai sangatlah tinggi. Dari dua puluh satu pemilik lahan di sepanjang pinggir pantai, hanya empat orang petani yang masih bertahan dengan tanahnya, sisanya sudah dijual kepada investor.

Jika dilihat dari pembangunan fasilitas pariwisata yang ada di kawasan sempadan pantai seperti: hotel, villa, jasa pariwisata dan lain-lain dengan klasifikasi bangunan yang permanen dan semi permanen. Bangunan yang klasifikasi permanen seperti Hotel Taman Sari Gangga ini merupakan bentuk pelanggaran para investor terhadap RTRW Kabupaten Tabanan. Pelanggaran tersebut berupa pembangunan yang permanen dan berada di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan (Gambar 11). Apabila pembangunan ini tidak segera ditertibkan, maka akan berpengaruh terhadap bangunan berikutnya dan akan mengganggu fungsi kawasan sempadan pantai sebagai fungsi lindung.

Gambar 11. Pembangunan Fasilitas Pariwisata Hotel Taman Sari Gangga Sumber: Survey Lapangan September 2018.

Disatu sisi pemerintah mengundang para investor untuk menanamkan modalnya, di sisi lain aturan yang ada menghambat atau dianggap mempersulit para investor didalam membangun fasilitas pariwisata. Untuk mengatasi permasalahan ini, para pemangku kepentingan seperti pemerintah, masyarakat setempat dan swasta/industri pariwisata harus duduk bersama untuk menyusun perencanaan yang menyeluruh. Sehingga para investor dan masyarakat memiliki kepastian hukum guna meningkatkan perkembangan kepariwisataan di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan.

Kesimpulan

Dampak positif pembangunan fasilitas pariwisata di kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan terhadap lingkungan fisik yaitu: penataan lanskap/penghijauan oleh masyarakat di kawasan sempadan pantai menciptakan suasana sejuk dan melindungi daratan dari abrasi. Sebagian tempat suci/pura yang sebelumnya terkena abrasi kini telah diselamatkan oleh bangunan pengaman pantai dan penataan tempat parkir kendaraan yang direklamasi oleh desa adat. Kebersihan lingkungan fasilitas pariwisata tetap terjaga dengan baik oleh para pelaku pariwisata, sehingga kualitas lingkungan menjadi lebih bersih dan lestari. Adanya pemanfaatan tanah reklamasi sebagai kegiatan kepariwisataan mendorong masyarakat desa adat untuk menata lingkungan menjadi lebih menarik.

Dampak negatif tersebut yaitu adanya potensi pencemaran air tanah akibat dari pembuangan limbah yang tidak diolah sebelum diresapkan. Adanya polusi pemandangan oleh tampilan lobby bangunan Hotel Waka Gangga yang dikelilingi oleh kayu lapuk serta adanya warung musiman di wilayah pantai, memunculkan pemandangan kumuh dan kurang menarik. Adanya potensi kerusakan ekosistem lingkungan jika pemanfaatan wilayah pantai sebagai lintasan mobil ATV dan tempat makan minum wisatawan tidak segera ditertibkan, karena akan mengganggu dan menghalangi satwa penyu saat akan bertelur serta mengganggu pemandangan pantai. Jika terjadi bencana alam seperti air pasang atau tsunami, bangunan fasilitas pariwisata yang ada di sepanjang Pantai Yeh Gangga Tabanan akan sulit diselamatkan. Pelanggaran terhadap tata guna tanah akan terus terjadi jika tidak segera ditertibkan dan dibuatkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai bentuk kepastian hukum bagi investor dan masyarakat.

Saran/Rekomendasi

Pemerintah Kabupaten Tabanan segera meningkatkan pengawasan dan melakukan penertiban terhadap bangunan-bangunan ilegal, guna menjaga kawasan sempadan pantai sebagai fungsi lindung dan budidaya. Segera menyusun perencanaan secara menyeluruh dengan melibatkan masyarakat setempat, swasta/industri pariwisata dan para ahli perencanaan untuk diusulkan sebagai RDTR agar pembangunan fasilitas pariwisata bisa berkembang dengan baik dan memiliki kepastian hukum.

Masyarakat setempat harus berperan aktif dan ikut menjaga kelestarian lingkungan fisik kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan dan menghentikan kegiatan pembangunan di tanah negara yang berpotensi merusak lingkungan fisik. Jika bermaksud mengelola kawasan sempadan Pantai Yeh Gangga Tabanan, harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sehingga tidak menimbulkan konflik dikemudian hari.

Para pengusaha didalam menjalankan bisnisnya agar tetap mengacu pada peraturan yang berlaku. Lebih memperhatikan keberlangsungan fisik lingkungan daripada kepentingan ekonomi dengan cara tidak membuang langsung limbah yang diproduksi melainkan harus diolah dengan baik.

Daftar Pustaka

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., & Sitepu, D. M. (2001). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Fatma, D. (2016). 6 Dampak Pencemaran Air dan Penyebabnya . Retrieved from https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/dampak-pencemaran-air, 08/05/2019 jam 23:10

Kementerian Pekerjaan Umum. (2017). Peta Kabupaten Tabanan. Retrieved from http://peta-kota.blogspot.com/2017/03/peta-kabupaten-tabanan.html, 14/05/2019 jam 10:11.

Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2012-2032

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.

Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. CV. Alfabeta.

Sunaryo, B. (2013). Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Gava Media.

Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 4101293, tanggal 9 Mei 1996 perihal Penertiban Status Tanah Timbul dan Tanah Reklamasi.

Tabanan, D. P. d. K. K. (2013). Rencana Strategis Wilayah Pesisir Kabupaten Tabanan Tahun 2014-2034. Dinas Perikanan dan Kelautan: 153.

Teguh, F. (2015). Tata Kelola Destinasi Membangun Ekosistem Pariwisata. Gajah Mada University Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.

130

SPACE - VOLUME 6, NO. 2, OCTOBER 2019