KONTRIBUSI PROGRAM DESA WISATA DALAM

MENTRANSISI ARSITEKTUR UMAH TUA

DI DESA JULAH, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN

BULELENG, BALI

Oleh: I Ketut Mudra1

Abstract

Village-based tourism has finally reached Jullah, a Bali Aga Village in Tejakula District of Buleleng Regency. While the main goal of the introduction of this industry is to boost economic growth, it has also transformed the architecture of the village, either as a whole or partially. This research aims to study transformation of the architecture of Julah settlement as well as the so called umah tua (original home) of this village. It employed qualitative research method focusing on the use of a thorough physical observation for data collection. Study shows four fundamental results. First, the whole linear pattern of Julah settlement remains intact. The north (associated to the mountain - utama) is the devoted for gods related uses, and the south (associated to the sea -nista) is dedicated for uses pertained to disposals. Second, main elements of an umah tua, such as angkul-angkul (gate), paon (kitchen), sanggah kemulan (family shrine), and bale sakanem (six pillar building) or bale sakaroras (12 pillar building) are maintained. Third, many umah tua have had contemporary buildings constructed within to accommodate additional occupants. Fourth, umah tua proudly continues to implement traditional scales and dimensions, structural system, construction details, and decorative elements. They however cannot resist in using modern building materials, especially those accommodated to cover walls, floors, and roofs. This latter development has, in consequence, brought about changes in color and textures of Julah original homes.

Keywords: umah tua, transformation, settlement pattern, home elements

Abstrak

Program desa wisata akhirnya menyentuh Julah, sebuah Desa Bali Aga yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Tujuan utama dari program ini adalah memperbaiki tingkat pertumbuhan ekonomi, namun pada kenyataannya juga telah mentransformasi arsitektur permukaiman Julah beserta komponennya, baik secara keseluruhan maupun parsial. Riset ini menstudi kondisi ini, beserta arsitektur umah tua di Julah. Tujuan ini dicapai dengan melaksanakan studi yang didasari pendekatan kualitatif, dan observasi fisik sebagai metode dalam pencarian data di lapangan. Studi ini memiliki empat temuan fundamental. Pertama, pola linear permukiman Julah masih tetap terpelihara. Arah utara (diasosiasikan sebagai posisi gunung -utama) didedikasikan untuk fungsi pemujaan, dan arah selatan (diasosiasikan sebagai posisi laut -nista) didedikasikan untuk fungsi peleburan. Kedua, elemen utama sebuah umah tua, yaitu angkul-angkul (pintu masuk/keluar), paon (dapur), sanggah kemulan (struktur untuk pemujaan), bale sakanem (bangunan bertiang enam) atau bale sakaroras (bangunan bertiang dua belas) masih dipertahankan. Ketiga, beberapa umah tua telah memiliki bangunan baru di dalamnya, guna mengakomodasi jumlah penghuni rumah yang bertambah. Keempat, umah tua secara konsisten menerapkan tatanan tradisional terkait ukuran, sistem struktur, detil konstruksi, dan elemen dekoratif. Akan tetapi, mereka juga memanfaatkan bahan bangunan modern, khususnya yang berfungsi sebagai material penutup dinding, lantai, dan atap. Keputusan ini pada akhirnya telah membawa perubahan terhadap warna serta tekstur yang disiratkan oleh transformasi rumah tradisional Desa Julah.

Kata kunci: umah tua, transformasi, pola permukiman, elemen rumah

1


Pendahuluan

Maraknya pengembangan pariwisata di Bali dengan program Desa Wisata, telah menyasar desa-desa berpotensi alam yang indah dan menarik, atau desa-desa tua dengan pola bermukim, arsitektur bangunan, dan tradisi sosial budaya unik yang tetap bertahan hingga saat ini. Jika disimak sepintas, program ini sebenarnya tidak ada masalah bahkan sangat mungkin dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa yang terpilih menjadi objek wisata.

Secara keseluruhan, pembangunan di Bali merupakan bagian dari program pembangunan nasional. Pesatnya proses pembangunan telah meningkatkan jenis dan jumlah kebutuhan keruangan, terutama oleh dua sektor utama, yaitu pariwisata, dan kebutuhan dasar umat manusia (penduduk). Seiring perkembangan pariwisata, telah terjadi peningkatan kebutuhan ruang secara signifikan untuk mewadahi kebutuhan akan ameniti pariwisata. Sektor ini telah berpengaruh pada bagaimana landskap Bali dimanfaatkan. Akan tetapi, bertentangan dengan kondisi ini, pertanian yang pada awalnya merupakan sumber mata pencaharian pokok, mengalami penurunan drastis, dan tidak memiliki daya tawar yang sekompetitif sektor pariwisata. Rata-rata lebih dari 1000 hektar persawahan basah dan kering telah dialihfungsikan untuk mendukung peningkatan kebutuhan akan lahan oleh sektor lain, dalam setiap tahunnya (Pitana, 1999 dalam Suartika, 2013).

Persoalan yang muncul adalah tidak hanya sekadar terletak pada alih fungsi lahan untuk mengakomodasi kebutuhan pengembangan pariwisata, dan tidak dapat dimungkiri bahwa banyak desa yang dikembangkan menjadi objek wisata mengalami perubahan fisik yang cenderung meninggalkan tatanan tradisi yang sudah ada. Bahkan sikap dan perilaku masyarakatnya juga ikut bergeser, mengikuti perkembangan jaman dan gaya hidup wisatawan. Tradisi menyama braya yang guyub perlahan mulai ditinggalkan. Pola bermukim dan gaya arsitektur rumah tinggal yang sangat kental dengan nuansa kosmologis berusia ratusan tahun sesuai dengan desa, kala, patra harus rela digusur, sekadar memenuhi hasrat sesaat nikmat pariwisata.

Beranjak dari persoalan di atas, peneliti akan mencoba untuk melakukan studi terhadap kontribusi program desa wisata dalam mentransisi arsitektur umahtua di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Pemilihan Desa Julah sebagai wilayah penelitian didasarkan atas pertimbangan antara lain adalah : (1) Desa Julah termasuk ke dalam kelompok Desa Tradisional di Buleleng dan Bali yang dikembangkan menjadi objek wisata; (2) Warga tidak ingin terdapat hotel di pantai, karena dikhawatirkan akan mencemari pingitnya Pura-Pura tua di Desa Julah (Bali Post, 24/9/12); (3) Penetapan Desa Julah sebagai Desa Wisata menyebabkan rumah-rumah warga dikembangkan menjadi home stay; dan (4) Terjadi banyak pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah melalui proyek penataan lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi transisi (peralihan) yang terjadi pada arsitektur rumah tradisional di Desa Julah sebagai dampak pengembangan Desa Wisata. Penambahan fungsi sebagai objek wisata dengan pengembangan home stay, tentunya akan menyebabkan terjadinya perubahan pemanfaatan yang akan merubah umah (rumah) sebagai wadah aktivitas masyarakat. Umah dalam

konteks arsitektur tradisional Bali berarti rumah tempat tinggal lengkap dengan wadah untuk aktivitas sosial, budaya, dan ritual termasuk elemen-elemennya.

Secara khusus, tujuan penelitian ini meliputi pelaksanaan kajian terhadap tiga elemen penelitian, yaitu (a) Aspek pembentuk pola permukiman Desa Julah; (b) Elemen-elemen umah tua di Desa Julah; (c) Aspek fisik arsitektur umah tua di Desa Julah.

Metode dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan empat rumusan hasil kajian. Pertama, pola permukiman Desa Julah masih bertahan dengan arah orientasi sumbu kaja-gunung di selatan bermakna utama dan arah kelod-pantai/laut di utara bermakna nista. Kedua, elemen umah tua terdiri atas Angkul-angkul, Paon, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakanem atau Bale Sakaroras masih tetap ada di setiap areal pekarangan rumah. Ketiga, lay out umah tua berubah dengan adanya tambahan bangunan bergaya arsitektur masa kini. Keempat, aspek fisik bangunan umah tua masih tetap bertahan pada bentuk, tata ukuran, struktur, konstruksi, dan ragam hias, sedangkan penggunaan bahan lantai, dinding, dan penutup atap yang berpengaruh terhadap warna dan tekstur bangunan mengalami perubahan signifikan.

Desa Julah terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa Julah merupakan dataran dan perbukitan atau pegunungan yaitu 133 Ha merupakan dataran dan 337 Ha merupakan perbukitan/pegunungan, serta terletak pada ketinggian 350 m dari permukan air laut dengan curah hujan 1.188 cm dan suhu udara rata-rata 240c.

Batas-batas fisik Desa Julah adalah sebagai berikut, yaitu :a) sebelah Utara: Laut Bali; b) sebelah Selatan: Desa Madenan; c) sebelah Barat: Desa Pacung dan Desa Sembiran; dan d) sebelah Timur: Desa Bondalem.Secarageografis, lokasi Desa Julah dapat dilihat pada Gambar 1.

Peta Pulau Bali

Peta Kabupaten Buleleng

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Julah.

Sumber : Google Map

Aspek Pembentuk Pola Permukiman Desa Julah

Luas wilayah Desa Julah adalah 470 Ha dengan pemanfaatan lahan terbesar adalah fungsi

ladang/tegalan seluas 391 Ha. Desa Julah terdiri atas tiga Dusun (Banjar Dinas) yaitu : 1) Banjar Dinas Kawanan; 2) Banjar Dinas Kanginan; dan 3) Banjar Dinas Batugambir. Jumlah penduduk Desa Julah adalah 4.146 jiwa, terdiri atas 1.215 Kepala Keluarga (KK) dengan rincian jenis kelamin laki-laki 2.038 jiwa dan perempuan 2.108 jiwa.

Seperti halnya dengan permukiman masyarakat Bali secara umum, aspek fisik dalam konteks keruangan (spasial) permukiman masyarakat Desa Julah juga tidak bisa dipisahkan dengan atribut simbolis yang menyertainya. Aspek simbolis pada perumahan/ permukiman adalah berkenaan dengan orientasi kosmologis. Kegiatan masyarakat Bali pada umumnya dapat dibagi atas dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat sakral (berkaitan dengan kegiatan keagamaan), dan kegiatan yang bersifat profan (berkaitan dengan kegiatan sosial masyarakat). Penempatan kegiatan tersebut dibedakan berdasarkan orientasi kesakralannya (Parimin, 1986).

Siwalatri (2015; 97) menyatakan bahwa arah kaja-kelod di Desa Julah ditentukan dengan melihat posisi tertinggi di lingkungan mereka. Posisi tertinggi digunakan untuk menentukan arah kaja dan kelod ke arah yang rendah. Lokasi Desa Julah yang terletak dekat dengan pantai utara Pulau Bali dan arah kaja adalah ke arah selatan karena pegunungan terletak di posisi selatan dan arah kelod adalah sebaliknya. Sedangkan arah kangin dan kauh sama dengan arah timur-barat pada mata angin universal.

Berdasarkan hasil observasi, aspek fisik wilayah Desa Julah dapat dibagi atas tiga bagian/zona, yaitu : 1) bagian kaja yaitu arah selatan desa adalah lokasi Pura Desa/Pura Bale Agung; 2) bagian tengah desa merupakan zona/areal permukiman masyarakat; dan 3) bagian kelod yaitu arah utara desa adalah lokasi Pura Segara dan Setra (kuburan) desa. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gamb ar 2. Konsep Kosmologi Permukiman Desa Julah Sumber : Siwalatri, (2015), Observasi (2015)

Prosesi upacara yang dilakukan oleh masyarakat Julah dan sistem kepercayaan masyarakat lebih condong pada kepercayaan pada leluhur. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Siwalatri (2015), bahwa dari mitos dan legenda terbentuknya Desa Julah, masyarakat Julah berasal dari sepasang suami istri yang terus berkembang menjadi sebuah komunitas. Masyarakat Julah merupakan sebuah keluarga besar dari asal usul yang sama, oleh karena itu sanggah dadia/tempat pemujaan klan tidak dikenal, tetapi yang dikenal adalah sanggah misi atau

tempat pemujaan leluhur. Tempat pemujaan untuk nenek moyang masyarakat Julah dilakukan di Pura Bale Agung.

Perubahan Elemen-elemen Umah Tua di Desa Julah

Hasil observasi dan wawancara dengan bapak I Ketut Nariyasa (LMD Julah, 2015), elemen-elemen atau bangunan inti dalam satu areal pekarangan umah tua di Desa Julah terdiri atas bangunan : 1) Angkul-angkul, berfungsi sebagai akses/ pintu keluar-masuk areal pekarangan umah; 2) Paon, berfungsi sebagai tempat tidur, memasak dan melahirkan dengan ketentuan jumlah saka (tiang) antara 8 sampai 12 dan jumlah tiang ini tidak boleh lebih dari yang dimiliki oleh orang tua/ leluhur sebelumnya; 3) Sanggah Kemulan, berfungsi sebagai tempat suci/pemujaan kepada leluhur dengan ketentuan setiap anak yang sudah menikah wajib memiliki sebuah Sanggah Kemulan dan dibangun berjejer di samping Sanggah Kemulan yang sudah ada; dan 4) Bale Sakanem/Bale Jajar atau Bale Sakaroras/Bale Jahit/Bale Gede, berfungsi untuk kegiatan kematian dan upacara keagamaan. Jenis bale yang terdapat di dalam satu areal pekarangan umah tergantung kemampuan keluarga yang bersangkutan.

Terdapat empat variasi bangunan yang ada di dalam satu areal pekarangan umah (rumah) tua di Desa Julah, yaitu : a) Variasi 1: terdiri atas bangunan Angkul-angkul,Paon saka 8, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakanem/Bale Jajar; b) Variasi 2: terdiri atas bangunan Angkul-angkul, Paon saka 8, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakaroras/Bale Gede/Bale Jahit; c) Variasi 3: terdiri atas bangunan Angkul-angkul,Paon saka 12, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakanem/Bale Jajar; dan d) Variasi 2: terdiri atas bangunan Angkul-angkul,Paon saka 12, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakaroras/Bale Gede/Bale Jahit.

Gamb ar 3. Foto Paon Milik Keluarga I

Ketut Nariyasa

Sumber : Observasi (2015)


Gambar 4. Foto Sanggah Kemulan Milik

Keluarga IKetut Nariyasa

Sumber : Observasi (2015)


Gambar 5. Foto Bale Sakanem Milik

Keluarga Ni Nengah Suparmi Sumber : Observasi (2015)


Gambar 6. Foto Bale Sakaroras Milik

Keluarga I Ketut Manuh

Sumber : Observasi (2015)


Pola inti dari lay out pekarangan dan elemen-elemen umah tua permukiman masyarakat Desa Julah seluruhnya telah mengalami perubahan dan yang paling signifikan adalah adanya pembangunan rumah kantoran pada areal natah /halaman rumah yang sebelumnya berupa ruang terbuka. Bangunan yang difungsikan sebagai ruang tamu dan ruang tidur ini bergaya arsitektur masa kini (modern), berdinding masif dengan atap genteng. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1) bertambahnya jumlah penduduk yang menghuni umah (rumah) tua; 2) perkembangan jaman yang mendorong keinginan masyarakat untuk menempati rumah kantoran dengan segala fasilitas kekinian (modern); dan 3) pengembangan desa wisata yang menuntut masyarakat ikut berpartisipasi melalui penyediaan fasilitas pariwisata.

Di samping tambahan bangunan perkantoran, di dalam lay out pekarangan umah tua Desa Julah juga dijumpai adanya tambahan bangunan masa kini yaitu dapur dan km/wc. Bangunan ini berlokasi di sisi kelod/bagian utara dari areal pekarangan umah tua berjejer dengan Paon. Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan Lay Out dan Elemen-elemen Umah Tua di Desa Julah Sumber : Observasi (2015)

Perubahan Aspek Fisik Arsitektur Umah Tua di Desa Julah

Hasil observasi menunjukkan hanya beberapa aspek fisik bangunan yang masih bisa dijumpai kondisi aslinya seperti aspek bentuk, tata ukuran, struktur dan konstruksi serta ragam hias. Kondisi asli ini pun tidak bisa dijumpai secara utuh dalam satu bangunan.

Gambar 8. Foto Perubahan Bahan Angkul-angkul Sumber : Siwalatri (2011), Observasi (2015)

Aspek fisik bangunan yang paling dominan mengalami perubahan adalah pada aspek penggunaan bahan terutama bahan lantai dan penutup atap untuk seluruh bangunan, serta bahan dinding untuk bangunan Angkul-angkul, Sanggah Kemulan, Bale Sakanem, dan Bale Sakaroras. Sedangkan bangunan Paon masih tetap bertahan dengan bahan dinding anyaman bambu. Untuk aspek warna dan tekstur tentunya mengikuti perubahan penggunaan bahan.

Aspek fisik bangunan berupa bentuk, tata ukuran, struktur dan konstruksi serta ragam hias masih bertahan sesuai kondisi awal/asli. Hal ini bisa bertahan disebabkan oleh :

  • a.    Saka (tiang) untuk bangunan Paon ditentukan berjumlah 8 atau 12 sesuai dengan jumlah saka (tiang) Paon milik orang tua/leluhur sebelumnya.

  • b.    Jenis bangunan untuk kegiatan upacara adalah Bale Sakanem/Bale Jajar atau Bale Sakaroras/Bale Gede/Bale Jahit dibangun sesuai kemampuan.

Penggunaan kayu ditentukan untuk Sanggah Kemulan adalah kayu intaran sedangkan Angkul-angkul, Paon, Bale Sakanem, dan Bale Sakaroras boleh menggunakan kayu wangkal, kayu nangka, atau seseh (batang kelapa).

Kesimpulan dan Saran

Hasil kajian terhadap kontribusi program desa wisata dalam mentransisi arsitektur umah tua di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng dapat disimpulkan sebagai berikut, yaitu :

  • a.    Elemen-lemen umah tua berupa bangunan asli/awal dari permukiman Desa Julah yang terdiri atas Angkul-angkul, Paon, Sanggah Kemulan, dan Bale Sakanem/Bale Jajar atau Bale Sakaroras/Bale Jahit/Bale Gede masih tetap ada di setiap areal pekarangan rumah tempat tinggal masyarakat Desa Julah.

  • b.    Perubahan lay out dan elemen-elemen umah tua dari permukiman Desa Julah adalah adanya tambahan bangunan rumah kantoran bergaya arsitektur masa kini (modern) pada areal natah / halaman rumah yang sebelumnya berupa ruang terbuka. Di samping itu, dibangun pula dapur dan km/wc di sisi kelod/bagian utara dari areal pekarangan umah tua berjejer dengan Paon.

  • c.    Perubahan terhadap aspek fisik bangunan umah tua dari permukiman Desa Julah yang paling signifikan adalah pada aspek penggunaan bahan terutama perubahan bahan lantai dari tanah menjadi acian PC, bahan dinding dari anyaman bambu menjadi papan kayu (triplek), dan bahan penutup atap dari klangsah (anyaman daun kelapa) menjadi seng atau genteng yang berpengaruh terhadap perubahan warna dan tekstur bangunan.

  • d.    Aspek fisik bangunan yang lain seperti : 1) bentuk; 2) tata ukuran; 3) struktur dan konstruksi; dan 4) ragam hias relatif masih tetap bertahan dan tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Kebijakan pengembangan pariwisata melalui program desa wisata tidak dapat dimungkiri telah membawa perubahan, baik pada aspek sosial budaya maupun aspek fisik lingkungan desa. Hal ini nampaknya juga dialami oleh Desa Julah yang merupakan salah satu desa tua (Bali Aga) di Kabupaten Buleleng.

Oleh karena itu, studi ini kemudian merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar dalam program pengembangan Desa Julah sebagai Desa Wisata,

juga harus disertai dengan perencanaan yang matang, menyeluruh, terpadu, dan komprehensif. Langkah ini dibutuhkan agar niat baik pemerintah dalam menata lingkungan fisik desa dan meningkatkan taraf perekenomian masyarakat tidak menjadi bumerang. Karena dengan merujuk kepada pengalaman di Desa Julah, program desa wisata ini justru berkontribusi besar dalam menghilangkan identitas dan jati diri lingkungan desa dan masyarakat penghuninya.

Daftar Pustaka

Bali Post (24/09/2012). Desa Julah yang Bertahan.

Darmawan, E. (2005). Analisa Ruang Publik Arsitektur Kota. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Moleong, L. J. (1988). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Parimin, A. P. (1986). Fundamental Study on Spatial Formation of Island Village: Environmental Hierarchy of  Sacred-Profane  Concept in Bali. (Doctoral

dissertation), University of Osaka, Japan.

Profil Desa Julah, http://tejakula.bulelengkab.go.id/?sik=kantor&bid=fa010148ae6a 58900c6a0bdb 86cf75a4.

Siwalatri, N. K. A. (2015). Makna Sinkronik Arsitektur Bali Aga di Kabupaten Buleleng, Bali. (Disertasi Program Doktor), Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Suartika, G. A. M. & Adhika I M. (2013). Pengendalian Kompetisi dalam Pemanfaatan Lahan: Merangkul Kepentingan Tradisi, Ekonomi, Kebutuhan Dasar, dan Pelestarian Lingkungan Alamiah dalam Pembangunan Spasial di Bali. Laporan Penelitian Tim Pascasarjana, Universitas Udayana.

80

SPACE - VOLUME 4, NO. 1, APRIL 2017