Alih Fungsi Lahan Pertanian yang Berbatasan dengan Area Puspem Kabupaten Badung: Tahun 2005-2015
on

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN YANG BERBATASAN LANGSUNG DENGAN AREA PUSPEM KABUPATEN BADUNG:
TAHUN 2005-2015
Oleh: Kadek Ary Wibawa Patra1
Abstract
Badung Civic Center (Puspem) is an integrated centre for government offices located in Sempidi of Mengwi District. As the core facility for all public services available to people of Badung Regency, the presence of Puspem has brought indirect impacts on the development of its surroundings. One visible impact observed clearly here is the increasing scale of land used to fulfill the need for housing on the one hand, and the shrinking scale of agricultural land being turned into built areas, on the other. This research aims to identify land use changes that took place in agricultural land adjacent to Puspem site which is divided into four zones (zone A, B, C and D). Data was collected through a series of physical observation, interviews, and detailed literature study. A map on land use change was constructed for a periode of 2005-2015 which was then analyzed using a comparative method. Various phenomenons associated with every land use change occured in the studied area were also examined. This study shows that there was no land use change occurred in zone A, even though it is located in a strategic location on the northern side of Puspem. It is understandable since the area is destined as a green zone. Meanwhile, the highest rate of land use change took place in zone D, which is located on the eastern part of Puspem and passed by two main roads. A total of 10,58 Ha has had its use changed, or 32,95% from a total of 32,10 Ha. The agricultural land conversion of zone D began with the development of a road which in turn has caused an increase in land economic value and consequently triggerred the transfer of land ownership from farmers to new owners.
Keywords: land use change, agricultural land, Badung Civic Center (Puspem)
Abstrak
Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung merupakan satu kawasan kantor pemerintahan Kabupaten Badung yang terintegrasi di Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sebagai pusat pelayanan publik bagi masyarakat Badung, keberadaan puspem secara tidak langsung membawa dampak terhadap perkembangan keruangan di kawasan sekitarnya. Salah satu dampak yang terlihat yaitu meningkatnya intensitas pemanfaatan ruang untuk fungsi permukiman dan semakin berkurangnya luasan lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alih fungsi lahan di kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung yang dibagi ke dalam empat zona (zona A, B, C dan D). Penelitian ini menerapkan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi literatur, dan studi data instansional berkenaan dengan fenomena alih fungsi lahan di wilayah studi. Data yang terkumpul selanjutnya direkonstruksi menjadi peta pola perubahan fungsi lahan dari tahun 2005-2015. Metode analisis yang diterapkan adalah komparasi antar fenomena yang terjadi di wilayah studi. Hasil akhir analisis selanjutnya didialogkan dengan teori-teori keruangan yang relevan terhadap fenomena yang terjadi. Simpulan penelitian ini menunjukan bahwa zona A tidak mengalami alih fungsi lahan karena merupakan kawasan jalur hijau dan berada di lokasi yang strategis, berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung pada sisi utara. Alih fungsi lahan terbesar berada pada zona D, yaitu zona yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung pada sisi timur dan dilalui dua akses jalan utama. Alih fungsi lahan pada zona D memiliki luas ±10,58 Ha atau 32,95% dari total luas zona D ± 32,10 Ha. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada zona D diawali dengan adanya pengembangan akses jaringan jalan lingkungan yang menyebabkan meningkatnya nilai investasi lahan dan selanjutnya memicu terjadinya alih kepemilikan lahan dari masyarakat petani ke masyarakat pemilik yang baru.
Kata kunci: alih fungsi lahan, kawasan pertanian, Puspem Badung
1
Pendahuluan
Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung merupakan suatu kawasan perkantoran Pemerintahan Kabupaten Badung yang dirancang terintegrasi dalam satu area. Sebagai pusat pemerintahan dan pelayanan publik di Kabupaten Badung, keberadaan Puspem Kabupaten Badung di Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi secara tidak langsung telah mengakibatkan kawasan sekitar area Puspem Kabupaten Badung tersebut menjadi pusat interaksi masyarakat Badung. Hal tersebut juga telah mendorong terjadinya pergeseran fungsi wilayah, dari wilayah yang memiliki ciri perdesaan menjadi wilayah perkotaan yang ditandai dengan beralihnya kegiatan utama masyarakat dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian. Menurut Pontoh dan Kustiwan (2009), kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Pemanfaatan ruang di kawasan sekitar area Puspem Kabupaten Badung pada awalnya memiliki karakteristik selayaknya kawasan perdesaan dengan aktivitas utama penduduknya bertani. Persentase luas lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung sebelum puspem dibangun pada tahun 2005 adalah seluas ± 128,75 Ha atau 84,4% dari luas total area penelitian ± 152,58 Ha. Pascapembangunan Puspem Kabupaten Badung, perkembangan keruangan di sekitar puspem telah tumbuh secara organik menjadi sebuah kawasan perkotaan dengan munculnya berbagai fungsi baru, seperti pengembangan permukiman baru, fungsi-fungsi perdagangan maupun jasa, serta fungsi penunjang atau sarana prasarana kawasan.
Pemerintah Kabupaten Badung melalui Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2009 telah mengukuhkan adanya sembilan desa/kelurahan di Kecamatan Mengwi, meliputi Desa Mengwi, Gulingan, Mengwitani, Kekeran, Kelurahan Kapal, Abianbase, Lukluk, Sading dan Kelurahan Sempidi sebagai kawasan perkotaan Mangupura yang merupakan ibu kota kabupaten. Pengukuhan kawasan perkotaan Mangupura tersebut semakin mendorong terjadinya perubahan wilayah di sekitar area Puspem Kabupaten Badung menuju kawasan perkotaan. Menurut Branch (1996), penetapan suatu ibu kota berarti pengembangan bangunan-bangunan yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pemerintahan, serta bangunan lain sebagai pendukung kegiatan permukiman.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung Tahun 2013, pasal 5 ayat (6) tentang strategi penataan ruang wilayah kabupaten, arahan pemanfaatan ruang di Kecamatan Mengwi (wilayah Badung Tengah), termasuk di dalamnya kawasan sekitar Puspem Kabupaten Badung diarahkan dengan fungsi utama sebagai kawasan pertanian berkelanjutan, ibu kota kabupaten dan pusat pelayanan umum skala regional. Adapun fenomena pemanfaatan ruang pada kawasan pertanian di sekitar Puspem Kabupaten Badung dalam sepuluh tahun terakhir sudah banyak mengalami perubahan fungsi dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun maupun infrastruktur jalan. Alih fungsi lahan pertanian terjadi karena adanya desakan kebutuhan lahan untuk pemanfaatan ruang di luar sektor pertanian dan umumnya berdampak negatif terhadap lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan pola alih fungsi lahan pada kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung selama sepuluh tahun, dari tahun 2005 (sebelum puspem dibangun) hingga tahun 2015. Kawasan pertanian merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pertanian yang meliputi pertanian lahan basah dan perkebunan yang dicirikan dengan adanya pemanfaatan irigasi teknis. Kawasan pertanian di Bali dan Kabupaten Badung khususnya, memiliki arti penting bagi kehidupan masyarakat, karena lahan pertanian memberikan banyak manfaat baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Eksistensi lahan pertanian di Bali tidak terlepas dari pengaruh kelembagaan adat setempat yang bernama subak. Selain memiliki manfaat dari segi ekonomi yaitu sebagai faktor produksi dalam bidang pertanian, lahan pertanian juga memiliki manfaat ekologis sebagai ruang terbuka hijau dan manfaat sosial sebagai aset budaya (subak).
Metode
Penelitian ini menerapkan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi literatur, dan studi data instansional berkenaan dengan fenomena alih fungsi lahan di wilayah studi. Data yang terkumpul selanjutnya direkonstruksi menjadi peta pola perubahan fungsi lahan dari tahun 2005-2015. Metode analisis yang diterapkan adalah komparasi antarfenomena yang terjadi di wilayah studi. Hasil akhir analisis selanjutnya didialogkan dengan teori-teori keruangan yang relevan terhadap fenomena yang terjadi. Sementara itu, lokasi penelitian dijelaskan lebih lanjut pada paragraf berikut ini.
Puspem Kabupaten Badung terletak di Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, memiliki luas kawasan ± 46,67 Ha. Secara geografis, lokasi Puspem berada di tengah-tengah Kabupaten Badung, dengan koordinat 8o36’14.81”LS dan 115o11’09.43”BT. Kawasan di sekitarnya merupakan daerah dataran rendah dengan topografi lahan yang relatif datar. Area yang dijadikan objek penelitian dalam penelitian ini adalah lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung, terbagi atas empat zona yaitu: (a) zona A adalah lahan pertanian yang berbatasan langsung di bagian utara area puspem, memiliki luas ± 54,24 Ha; (b) zona B adalah lahan pertanian yang berbatasan langsung di bagian barat area puspem, memiliki luas ± 19,67 Ha; (c) zona C adalah lahan pertanian yang berbatasan langsung di bagian selatan area puspem, memiliki luas ± 46,57 Ha; dan (d) zona D adalah lahan pertanian yang berbatasan langsung di bagian timur area puspem, memiliki luas ± 32,10 Ha (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian dan
Objek Penelitian
Sumber: Penulis, 2016
Lahan Pertanian yang Berbatasan Langsung dengan Area Puspem Kabupaten Badung
Mata pencaharian utama penduduk pada area di sekitar lokasi penelitian tidak lagi dominan bergerak pada sektor pertanian, melainkan telah beralih pada sektor perdagangan dan jasa. Berdasarkan data statistik, mata pencaharian utama penduduk hingga akhir tahun 2015 didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa sebesar 36%, sementara pelaku kegiatan di sektor pertanian hanya sebesar 4% (Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, 2015) (lihat
Gambar
.
Sektor
Pertanian: 4%
Sektor

3%
m Sektor Pertanian : 241 orang
Sektor Pemerintahan : 171 orang
Gurui: 1,327 orang
Sektor Perdagangan & Jasa: 1.991 orang
Lain-lain: 443 orang
:■:■ Belum Bekerja: 1.225 orang
Gambar 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, 2015
Pemanfaatan ruang yang terdapat di sekitar area Puspem Kabupaten Badung merupakan penggunaan lahan yang terdiri dari kawasan terbangun dan tidak terbangun. Berdasarkan hierarki zonasi, secara umum pemanfaatan ruang di lokasi penelitian terdiri atas kawasan permukiman, kawasan perdagangan-jasa, dan kawasan pertanian. Fokus penelitian dilakukan terhadap kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung, dibagi ke dalam empat zona (lihat Gambar 1). Keempat zona ini merupakan kawasan yang paling rentan terkena dampak alih fungsi lahan karena secara fisik memang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung.
Zona A merupakan area yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi utara (lihat Gambar 1). Zona A memiliki luas ± 54,24 Ha dan ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau atau lahan pertanian pangan berkelanjutan berdasarkan Perda Kabupaten Badung No. 3 Tahun 1992. Kondisi eksisting lahan pertanian pada zona A hingga tahun 2015 masih 100% dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan belum mengalami perubahan fungsi lahan (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Gambaran Kondisi Eksisting Lahan Pertanian pada Zona A Sumber: Survey Lapangan, 2016
Zona B merupakan area yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi barat (lihat Gambar 1). Luas area zona B adalah ± 19,67 Ha dengan kondisi eksisting terdiri dari kawasan terbangun dan tidak terbangun. Kawasan terbangun pada zona B memiliki luas ± 5,27 Ha atau 26,8% yang terdiri dari area permukiman seluas ± 4,5 Ha dan jaringan infrastruktur jalan seluas ± 0,8 Ha. Kawasan tidak terbangun pada zona B memiliki luas ± 14,40 Ha atau 73,2% berupa fungsi sawah dan tegalan (lihat Gambar 4).
Gambar 4. Gambaran Kondisi Eksisting Lahan Pertanian pada Zona B Sumber: Survey Lapangan, 2016
Zona C merupakan area yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi selatan (lihat Gambar 1). Zona C memiliki total luas area ± 46,57 Ha, dengan kondisi eksisting kawasan terbangun seluas ± 19,89 Ha atau 42,7% terdiri dari area permukiman seluas ± 14,9 Ha dan jaringan infrastruktur jalan seluas ± 4,9 Ha. Kawasan tidak terbangun pada zona C memiliki luas ± 26,68 Ha atau 57,3% berupa fungsi sawah dan tegalan. Pertumbuhan permukiman baru pada zona C tersebar dalam kawasan pertanian melalui akses jalan-jalan lingkungan baru dan memanfaatkan lahan yang sebelumnya memiliki fungsi sawah (lihat Gambar 5).
Gambar 5. Gambaran Kondisi Eksisting Lahan Pertanian pada Zona C Sumber: Survey Lapangan, 2016
Zona D merupakan area yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi timur (lihat Gambar 1). Zona D dengan total luas area ± 32,10 Ha, terdiri dari kawasan terbangun seluas ± 24,57 Ha atau 76,5% dan kawasan tidak terbangun seluas ± 7,53 Ha atau 23,5%. Kondisi eksisting kawasan terbangun pada zona D terdiri dari area permukiman seluas ±18,4 Ha dan jaringan infrastruktur jalan seluas ± 6,2 Ha, sedangkan kawasan tidak terbangun seluas ± 7,53 Ha terdiri dari fungsi sawah dan tegalan (lihat Gambar 6). Berdasarkan kondisi eksisting, pengembangan infrastruktur jalan dan
permukiman pada zona D memiliki luasan yang paling besar jika dibandingkan dengan
zona-zona lainnya.

Gambar 6. Gambaran Kondisi Eksisting Lahan Pertanian pada Zona D Sumber: Survey Lapangan, 2016
Perubahan Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pertanian yang Berbatasan Langsung dengan Puspem Kabupaten Badung Tahun 2005-2015
Perbandingan antara lahan terbangun dengan lahan tidak terbangun pada lokasi penelitian hingga tahun 2015 adalah ± 96,3 Ha atau 48,4% lahan terbangun berbanding ± 102,2 Ha atau 51,6% lahan tidak terbangun. Perubahan pemanfaatan ruang kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung pada masing-masing zona dalam lokasi penelitian umumnya terjadi pada lahan sawah yang memiliki topografi datar dan sudah memiliki akses jalan. Kecenderungan perubahan lahan pertanian menjadi fungsi permukiman diawali dengan dibangunnya infrastruktur jalan baru yang selanjutnya mendorong permintaan lahan oleh investor atau spekulan tanah sehingga nilai investasi lahan meningkat. Meningkatnya nilai investasi lahan akan memicu terjadinya alih kepemilikan lahan dari masyarakat petani kepada masyarakat non-petani, sehingga lahan pada umumnya tidak difungsikan untuk kegiatan pada sektor pertanian lagi.


Gambar 7. Pemanfaatan Ruang Kawasan Pertanian yang Berbatasan Langsung dengan Area Puspem Kabupaten Badung Tahun 2005 Sumber: Penulis, 2016
Gambar 8. Pemanfaatan Ruang Kawasan Pertanian yang Berbatasan Langsung dengan Area Puspem Kabupaten Badung Tahun 2015 Sumber: Penulis, 2016
Perubahan pemanfaatan ruang pada lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung dari tahun 2005 hingga tahun 2015 terkonsentrasi di zona B, C dan D dengan persentase perubahan lahan yang berbeda-beda. Berdasarkan perbandingan dalam peta rekonstruksi antara peta pemanfaatan ruang pada tahun 2005 dengan peta pemanfaatan ruang tahun 2015 (lihat Gambar 7 & 8), perubahan lahan pertanian terbesar berada pada zona D yaitu sekitar 65%, sementara zona A tidak mengalami perubahan lahan sama sekali dan masih berfungsi sebagai lahan pertanian. Rincian perubahan pemanfaatan ruang di masing-masing zona dalam lokasi penelitian dari tahun 2005 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan Pemanfaatan Ruang pada Lahan Pertanian yang Berbatasan Langsung dengan Area Puspem Kabupaten Badung Tahun 2005-2015
No |
Luasan Fungsi Ruang Persentase Perubahan Zona/ Pemanfaatan Ruang Tahun Tahun Tahun a an 2005 2010 2015 2P0e0r5ta-2n0ia1n5 |
1 |
Zona A ■ Fungsi Pertanian 54,24 Ha 54,24 Ha 54,24 Ha 0%
|
2 |
Total luas zona A 54,24 Ha Zona B
|
3 |
Total luas zona B 19,67 Ha Zona C
Total luas zona C 46,57 Ha |
4 |
Zona D
Total luas zona D 32,10 Ha |
Sumber: Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung, 2014; Survey Lapangan, 2016
Berdasarkan uraian dalam Tabel 1, dapat dijelaskan perubahan pemanfaatan ruang pada masing-masing zona sebagai berikut.
-
a) Zona A berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi utara dan dilalui akses jalan arteri primer yaitu Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk (lihat Gambar 9). Seluruh kawasan pertanian pada zona A termasuk lahan sawah Subak Sempidi dan ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau sejak tahun 1992. Pemanfaatan ruang pada zona A dari tahun 2005 hingga 2015 cenderung tidak mengalami perubahan fungsi, sehingga relatif tidak ada permasalahan alih fungsi lahan pertanian yang bisa dibahas di zona ini.
G ambar 9. Pemanfaatan Ruang dan Akses Jalan Pada Zona A Sumber: Survey Lapangan, 2016
Lokasi kawasan pertanian di zona A tergolong strategis karena ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau dan berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung (lihat Gambar 10). Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 1992 tentang Larangan Mendirikan Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau di Kabupaten Badung, pelanggaran pembangunan pada kawasan jalur hijau akan dikenakan sanksi pidana. Zona A tidak mengalami alih fungsi lahan disebabkan karena tidak terjadi alih kepemilikan lahan dari krama subak (anggota subak) kepada masyarakat non-petani. Di samping itu, pengawasan terhadap pelanggaran tata ruang pada zona A dapat secara intens dilakukan oleh pemerintah daerah karena posisinya yang mudah terlihat dari Puspem Kabupaten Badung, maupun oleh masyarakat melalui jalan arteri primer (Parwata, 2016).

Kawasan pertanian pada zona A termasuk blok kawasan jalur hijau Kecamatan Mengwi. Kawasan pertanian pada zona A mudah terlihat dari arah Puspem Kabupaten Badung maupun dari jalan arteri primer.
♦ Puspem Kabupaten Badung
I I Puspem Kabupaten Badung
I 1 Pola Ruang Kawasan Permukiman
I I Pola Ruang Kawasan Pertanlan
∏ Kawasan Jalur Hijau
Gambar 10. Kawasan Jalur Hijau dalam Lokasi Penelitian Sumber: Pemerintah Kabupaten Badung, 1992
-
b) Zona B berbatasan dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi barat dan dilalui satu jalan kolektor primer yaitu Jalan Raya Abianbase. Zona B mengalami perubahan pemanfaatan ruang seluas ± 3,18 Ha atau 18,1% dari tahun 2005 hingga 2015. Perubahan tersebut merupakan perubahan fungsi dari pertanian menjadi permukiman dan sebagian menjadi infrastruktur jalan. Fenomena perubahan pemanfaatan ruang di zona B diawali dengan pertumbuhan fungsi permukiman hanya di sepanjang Jalan Raya Abianbase yang
selanjutnya berkembang ke bagian dalam area zona B mengikuti pengembangan jaringan jalan lingkungan (lihat Gambar 11 dan 12).


Permukiman awalnya hanya tumbuh di sepanjang Jalan Raya Abianbase
Gambar 11. Pemanfaatan Ruang di Sepanjang Jalan Raya Abianbase Pada Zona B Sumber: Survey Lapangan, 2016


Lahan pertanian produktif
Pengembangan akses jalan lingkungan
Pengembangan Permukiman baru
Gambar 12. Perubahan Pemanfaatan Ruang Pada Zona B Sumber: Survey Lapangan, 2016
-
c) Pada Zona C, perubahan pemanfaatan ruang dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman yang terjadi dari tahun 2005 hingga 2015 adalah seluas ± 8,72 Ha atau 24,6%. Zona C berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung di sisi selatan dan dibatasi juga oleh dua jalan kolektor primer yaitu Jalan Raya Dalung dan Jalan Raya Abianbase (lihat Gambar 13). Pengembangan jalan lingkungan yang merupakan akses untuk pengembangan permukiman pada zona C melalui dua jalan kolektor primer tersebut. Berdasarkan tabel 1, perubahan lahan pertanian menjadi permukiman pada zona C lebih banyak terjadi antara tahun 2005 hingga 2010 yang merupakan rentang waktu saat proses perancangan hingga pembangunan Puspem Kabupaten Badung dilakukan.
Dua Jalan Kolektor Primer yang membatasi zona C
Gambar 13. Akses Jalan Pada Zona C Sumber: Survey Lapangan, 2016
-
d) Zona D mengalami perubahan pemanfaatan ruang paling luas jika dibandingkan dengan zona-zona lainnya dalam lokasi penelitian. Dari tahun 2005 hingga 2015, zona D mengalami perubahan lahan pertanian seluas ± 14 Ha atau 65%. Pemanfaatan ruang pada zona D hingga tahun 2015 terdiri dari 57,45% untuk lahan permukiman, 19,1% untuk infrastruktur jalan dan 23,45% untuk lahan pertanian. Zona D dibatasi dua akses jalan utama yang memiliki aksesibilitas tinggi, satu jalan arteri primer yaitu Jalan Raya Denpasar-Gilimanuk, dan satu jalan kolektor primer Jalan Raya Sempidi (lihat Gambar 14). Hal tersebut mempengaruhi terjadinya pengembangan akses jalan lingkungan baru dan mempercepat tingkat pertumbuhan kawasan permukiman di zona tersebut.
Perubahan pemanfaatan ruang di kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung ini secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh keberadaan bangunan-bangunan dan fasilitas-fasilitas Puspem Badung sendiri. Peningkatan infrastruktur, khususnya jaringan jalan di sekitar puspem memicu terjadinya pertumbuhan kawasan permukiman. Perubahan lahan pertanian menjadi permukiman tersebut tidak terjadi secara serentak dan memiliki intensitas yang berbeda pada masing-masing zona. Hal ini sesuai dengan Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) yang dikemukakan oleh Thomas (1972), bahwa secara geografis pengembangan kota atau wilayah dimana pun bukan merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, akan tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Kawasan yang menjadi pusat pembangunan tersebut lazimnya dinamakan sebagai kutub pertumbuhan. Dari kutub pertumbuhan tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah di sekitarnya.
Gambar 14. Akses Jalan Pada Zona D Sumber: Survey Lapangan, 2016
Alih fungsi Lahan Pertanian pada Kawasan yang Berbatasan Langsung dengan Area Puspem Kabupaten Badung
Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif atau masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Irawan, 2005). Lahan pertanian relatif mempunyai nilai lahan yang lebih rendah dibandingkan peruntukan lahan lain atau lahan non-pertanian, akibatnya lahan pertanian akan terus mengalami konversi. Menurut Winoto (2005), terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian didorong oleh adanya peningkatan permintaan lahan terbangun secara terus-menerus. Adapun lahan-lahan pertanian yang paling rentan mengalami alih fungsi tersebut adalah lahan persawahan.
Berdasarkan Keputusan Bupati Badung No. 533 Tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Mengwi, perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan rencana pada peruntukan kawasan yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung dapat dijabarkan pada Tabel 2.
Kawasan pertanian pada zona A cenderung tidak mengalami alih fungsi lahan, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya, (a) faktor sosial, yaitu keberadaan subak sebagai kelembagaan adat lokal yang tetap mempertahankan kepemilikan lahan dikuasai
oleh krama subak (anggota subak) dan mempertahankan fungsi lahan sebagai lahan pertanian, (b) faktor legitimasi, bahwa zona A ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau dan memiliki dasar hukum berupa perda larangan membangun, sehingga pengembangan infrastruktur jalan tidak bisa dilakukan pada zona A; dan (c) faktor lokasi, yaitu zona A berada pada lokasi yang strategis dan berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung. Hal ini menyebabkan pengawasan terhadap pelanggaran tata ruang pada kawasan tersebut dapat secara intens dilakukan oleh pemerintah daerah.
Tabel 2. Penyimpangan Pemanfaatan Ruang pada Kawasan Pertanian yang Berbatasan Langsung Dengan Area Puspem Kabupaten Badung
Pemanfaatan |
Penyim- |
uas | |||||
Rencana |
Ruang |
pangan |
Persentase |
Fungsi Eksisting |
Peruba- | ||
Zona |
Peruntukan Kawasan |
Tata Ruang (Ha) |
Eksis-ting Tahun |
Rencana Tata Ruang |
Penyimpangan |
han Fungsi (Ha) | |
2015 |
(Ha) |
(Ha)
Zona A |
Pertanian |
54.24 |
54.24 |
- - Pertanian Total Alih Fungsi Lahan Pada Zona A |
- 0 |
Zona |
Pertanian |
16.61 |
14.40 |
2.21 13.3% Permukiman |
2.21 |
B |
Permukiman |
3.06 |
5.27 |
- - Permukiman Total Alih Fungsi Lahan Pada Zona B |
- 2.21 |
Zona |
Pertanian |
29.08 |
26.68 |
2.40 8.25% Permukiman |
2.40 |
C |
Permukiman |
12.94 |
15.20 |
- - Permukiman |
- |
Perdagangan -jasa |
5.33 |
4.69 |
0.64 12% Permukiman Total Alih Fungsi Lahan Pada Zona C |
0.64 3.04 | |
Zona |
Pertanian |
18.11 |
7.53 |
10.58 58.4% Permukiman |
10.58 |
D |
Permukiman |
11.13 |
19.51 |
- - Permukiman 2.20 19.76% Perdagangan -Jasa |
- 2.20 |
Perdagangan -jasa |
2.86 |
5.06 |
- - Perdagangan -Jasa Total Alih Fungsi Lahan Pada Zona D |
- 12.78 |
Sebaran kawasan pertanian yang mengalami alih fungsi lahan menjadi kawasan terbangun dalam lokasi penelitian terdapat pada zona B, C dan D dengan persentase alih fungsi lahan yang berbeda-beda. Alih fungsi lahan pertanian terhadap RDTR Kecamatan Mengwi paling luas terdapat pada zona D seluas ± 10.58 Ha atau 58,4% dari luas rencana peruntukan kawasan. Secara keseluruhan lahan pertanian yang mengalami alih fungsi lahan tersebut berubah menjadi area-area permukiman.
Keberadaan Puspem Kabupaten Badung tidak terlepas sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya alih fungsi pada lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan Puspem. Peningkatan kualitas maupun kuantitas sarana prasarana pada kawasan sekitar Puspem
Kabupaten Badung guna menunjang fungsi kawasan sebagai pusat pelayanan publik, menyebabkan kawasan sekitar area puspem menjadi lokasi yang strategis untuk permukiman karena dekat dengan fasilitas-fasilitas pelayanan publik.


Gambar 15. Rencana Pola Ruang Pada Zona D Berdasarkan RDTR Kec. Mengwi
Sumber: RDTR Kecamatan Mengwi, 2004
Gambar 16. Pemanfaatan Ruang
Eksisting Pada Zona D
Sumber: Penulis, 2016
Keberadaan Puspem Kabupaten Badung tidak terlepas sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya alih fungsi pada lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan Puspem. Peningkatan kualitas maupun kuantitas sarana prasarana pada kawasan sekitar Puspem Kabupaten Badung guna menunjang fungsi kawasan sebagai pusat pelayanan publik, menyebabkan kawasan sekitar area puspem menjadi lokasi yang strategis untuk permukiman karena dekat dengan fasilitas-fasilitas pelayanan publik.
Ditinjau dari lokasinya, kawasan sekitar area Puspem Kabupaten Badung bisa dikatakan sebagai wilayah peri-urban karena berada dalam wilayah pinggiran Kota Denpasar. Menurut Yunus (2008), wilayah peri-urban adalah wilayah yang berada di antara wilayah yang bersifat kekotaan sepenuhnya (the real urban region) dan wilayah yang bersifat kedesaan sepenuhnya (the real rural region). Oleh karena ketersediaan lahan di dalam kota semakin menyusut, maka tidak semua tuntutan kebutuhan lahan untuk permukiman dapat terpenuhi di dalam kota. Hal ini berakibat pada pengembangan permukiman cenderung merembet keluar wilayah kota pada lahan-lahan terbuka yang masih berupa lahan pertanian, dan menyebabkan terjadinya fenomena alih fungsi lahan pertanian.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian terluas dalam lokasi penelitian berada pada zona D. Hal ini disebabkan karena zona D tidak ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau dan memiliki akesibilitas yang lebih tinggi dibanding zona-zona lainnya dalam lokasi penelitian. Zona D dilalui dua akses jalan utama yaitu satu jalan arteri primer yang menghubungkan antarkabupaten/kota dan satu jalan kolektor primer yang menghubungkan antarkecamatan. Terjadinya alih fungsi lahan
pertanian pada zona D diawali oleh tersedianya infrastruktur jalan lingkungan yang terhubung melalui dua akses jalan utama tersebut. Aksesibilitas yang memadai selanjutnya mendorong terjadinya alih fungsi lahan yang diawali oleh adanya alih kepemilikan lahan dari masyarakat petani ke masyarakat non-petani.
Migrasi pekerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya di luar pertanian juga akan memicu terjadinya alih fungsi lahan pertanian karena pemanfaatan lahan yang sebelumnya memiliki fungsi untuk pertanian akan beralih untuk fungsi lain di luar sektor pertanian, seperti perumahan, perdagangan dan lainnya. Beralihnya lahan pertanian menjadi lahan terbangun akan mempengaruhi sistem pengairan atau irigasi subak yang menyebabkan tidak maksimalnya pemanfaatan air pada satu kawasan pertanian. Menurut Irawan (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian yaitu, (1) sejalan dengan adanya pembangunan kawasan permukiman di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan permukiman yang akhirnya meningkatkan permintaan lahan oleh investor atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya menjadi meningkat; (2) peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk ikut menjual lahan, sehingga terjadilah fenomena alih kepemilikan lahan secara simultan.
Alih fungsi lahan di kawasan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung pada prinsipnya dipengaruhi oleh keberadaan Puspem Badung sendiri. Keberadaan puspem sebagai suatu pusat pemerintahan skala kabupaten mendorong perlunya peningkatan kualitas maupun kuantitas infrastruktur jalan sebagai penunjang fungsi kawasan. Hal ini selanjutnya juga memicu terjadinya peningkatan nilai lahan di kawasan sekitar puspem tersebut. Kecenderungan dominasi kawasan permukiman pada masa mendatang di kawasan sekitar area Puspem Kabupaten Badung tidak dapat dihindarkan sejalan dengan pembangunan sarana prasarana khususnya jaringan jalan. Pontoh dan Kustiwan (2009) juga menyatakan bahwa eksistensi jaringan jalan merupakan suatu indikator utama terbentuknya morfologi kota, sehingga dalam perencanaan tata ruang, pengembangan jaringan jalan tidak dapat dilepaskan dari pola dan struktur pemanfaatan ruang yang ada.
Simpulan
Pascapembangunan Puspem Kabupaten Badung, kawasan permukiman di sekitar Puspem Badung berkembang pesat. Pengembangan permukiman baru cenderung memanfaatkan lahan pertanian yang masih tergolong produktif. Alih fungsi lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung dari tahun 2005 hingga 2015 terkonsentrasi di zona B, C dan D. Hal ini juga disebabkan karena zona tersebut tidak termasuk lahan pertanian yang ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau dan pada zona tersebut tersedia akses jalan.
Zona A dalam lokasi penelitian cenderung tidak mengalami alih fungsi lahan pertanian, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, (a) faktor sosial, berupa tidak terjadinya alih kepemilikan lahan dari krama subak ke masyarakat lain yang bukan petani; (b) faktor legitimasi, yaitu zona A ditetapkan sebagai kawasan jalur hijau dan memiliki dasar hukum untuk larangan membangun berdasarkan Perda No. 3 Tahun 1992; dan (c) faktor lokasi,
yang mana zona A sebagai kawasan jalur hijau berada di lokasi yang strategis yaitu berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung pada sisi utara dan dilalui jalan arteri primer.
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan permukiman terluas dalam lokasi penelitian berada di zona D, yaitu seluas ± 10.58 Ha atau 58,4%. Penyimpangan pemanfaatan ruang tersebut dapat dilihat berdasarkan RDTR Kecamatan Mengwi Tahun 2004, sebelum Puspem Kabupaten Badung dibangun. Perubahan pemanfaatan ruang pada zona D dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas yaitu tersedianya jaringan infrastruktur jalan. Jalan lingkungan pada zona D memiliki luasan lebih besar daripada zona-zona lainnya, yaitu ± 6,13 Ha. Jaringan jalan lingkungan pada zona ini lebih cepat berkembang karena dibatasi dua jalan utama yang masing-masing memiliki tingkat aksesibilitas tinggi yaitu satu jalan arteri primer dan satu jalan kolektor primer (lihat Gambar 14).
Perubahan pemanfaatan ruang pada kawasan pertanian di zona D diawali oleh adanya aksesibilitas yang tinggi pada zona tersebut. Lokasi zona D tergolong strategis, mengingat berbatasan langsung dengan area Puspem Kabupaten Badung dan merupakan wilayah periurban Kota Denpasar. Keberadaan Puspem Kabupaten Badung sebagai pusat pemerintahan selanjutnya menyebabkan terjadinya peningkatan sarana prasarana di kawasan sekitarnya seperti pengembangan infrastruktur jalan. Ketersediaan jaringan jalan akan memicu peningkatan nilai lahan dan mendorong terjadinya alih kepemilikan lahan dari masyarakat petani kepada masyarakat non-petani sehingga menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Gambaran fenomena ini sesuai dengan gambaran teori yang dikemukakan oleh Wakely (1976) yang menyebutkan bahwa faktor utama pendorong pertumbuhan kawasan permukiman di perkotaan adalah, (1) lokasi; (2) aksesibilitas; dan (3) pelayanan meliputi penyediaan sarana prasarana kawasan.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung. (2015). Badung Dalam Angka 2015.
Bappeda Litbang Kabupaten Badung. (2004). Keputusan Bupati Badung No. 533 Tahun 2004 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mengwi.
Branch, M. (1996). Perencanaan Kota Komprehensif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung. (2014). Identifikasi Konversi Lahan Terbuka Menjadi Lahan Terbangun di Kabupaten Badung.
Irawan, B. (2005). Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan Bogor. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 23 (1).
Pemerintah Kabupaten Badung. (1992). Perda No 3 Tahun 1992 tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau di Kabupaten Badung.
Pontoh, N. K. & Kustiwan, I. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.
Thomas, M. D. (1972) Growth Pole Theory: An Examination of Some of Its Basic Concepts, dalam Hansen, NM (ed), Growth Centres in Regional Economics Development. New York: The Free Press.
Wakely, P. J. (1976). Urban Housing Strategies, Education and Realization. New York: Pitnan Publisher.
Winoto. (2005). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Bogor.
Yunus, H. S. (2008). Dinamika Wilayah Peri-Urban Determinan Masa Depan Kota.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daftar Informan
Sinyoman Parwata, 62 tahun. Pekaseh Subak Sempidi (Desa Adat Sempidi, Kelurahan Sempidi)
Wawancara: Hari Senin, Tanggal 30 Mei 2016.
36
SPACE - VOLUME 4, NO. 1, APRIL 2017
Discussion and feedback