PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KELURAHAN SEMPIDI
on
RUANG
SPACE

PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KELURAHAN SEMPIDI
Oleh: I Nyoman Manuaba 1
Abstract
In Bali waste management is at crisis levels. A comprehensive and well participated public-based garbage management system is an important element toward the formation of a livable urban environment. It would benefit the economy, public health, and environmental safety, as well as being an agent for change in public attitudes towards wastes in general. Various attempts such as gelatik (plastic garbage movement); clean and green; and the 3R principle (reuse, reduce, recycle) have been carried out to change people’s behavior in handling garbage. Attitudes unfortunately remain unchanged. This is a complex problem involving the creation, dispersal, collection and disposal across the entire island. The following paper addresses questions concerning people’s unhealthy attitudes towards waste management; and the factors driving such behavior. Research is conducted on the basis of the descriptive qualitative method. Findings show that garbage collection, sorting, storing, and disposal have not been fully recognized and supported by government and local people. Significantly, major determining factors such as a lack of supporting infrastructure and facilities also emerge as priority considerations and waste management remains a neglected field both by government and non-governmental agencies.
Keywords: public behavior, motivating factors, domestic garbage
Abstrak
Di Bali, pengelolaan sampah sedang berada pada titik kiritis. Pengelolaan sampah yang komprehensif dan berbasis masyarakat merupakan elemen penting dalam pembangunan lingkungan layak huni. Hal ini akan memberi manfaat terhadap pertumbuhan ekonomi, kesehatan masyarakat, keamanan lingkungan, dan bisa juga menjadi agen perubahan tingkah laku publik terhadap produk buangan secara umum. Beragam usaha dalam penanganan sampah, seperti misalnya gelatik (gerakan sampah plastik), clean and green dan konsep 3R (reuse, reduce, recycle), telah dilaksanakan untuk merubah tingkah laku masyarakat. Sayang sekali, tingkah laku ini tidak berubah. Ini merupakan permasalahan yang kompleks yang melibatkan pengadaan, penyebaran, pengumpulan, dan pembuangan sampah. Paper berikut ini menjawab pertanyaan terkait tingkah laku tidak sehat masyarakat terkait penanganan sampah serta faktor-faktor yang menjadi pemicu kemunculannya. Penelitian ini dilaksanakan dengan menerapkan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pengumpulan, pemisahan, pewadahan, dan pemusnahan atau pembuangan sampah belum sepenuhnya dilakukan dan didukung, baik oleh pemerintah maupun masyarakat lokal. Secara signifikan, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kondisi ini, seperti misalnya, kurang adanya sarana, prasarana, dan fasilitas, tetap muncul sebagai prioritas yang harus ditangani; serta isu pengelolaan sampah yang masih dilalaikan, baik oleh pemerintah maupun agen-agen non-pemerintah.
Keywords: perilaku masyarakat, faktor-faktor pendorong perilaku, sampah rumah tangga
Latar Belakang
Bertambahnya jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Dalam Undang-undang juga disebutkan bahwa sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan berbasis masyarakat agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Masalah sampah di kabupaten/kota di Bali dijadikan prioritas untuk segera ditangani. Kabupten Badung misalnya, merupakan salah satu kabupaten yang telah menerapkan berbagai program untuk menangani masalah sampah permukiman. Penanganan sampah dari hulu ke hilir seperti gelatik (gerakan sampah plastik), dan penanganan sampah dengan konsep 3R (reuse, reduce, recycle) menjadi ikon menuju kota bersih dan sehat. Program ini diharapkan mampu menangani masalah sampah permukiman. Kenyataan di lapangan perilaku masyarakat masih saja membuang sampah tidak pada tempatnya, hal ini disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana persampahan seperti TPS (tempat pembuangan sementara).
Kelurahan Sempidi ditetapkan sebagai pusat kota sekaligus sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Badung pada tahun 2009. Kelurahan Sempidi menghadapi berbagai tantangan kedepan terutama terhadap masalah lingkungan sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan wilayah permukiman sangat cepat. Salah satu dampak yang ditimbulkannya adalah permasalahan sampah permukiman yang dihasilkan oleh rumah tangga yang tidak terkelola dengan baik.
Dari 10 lingkungan dan 13 banjar adat yang ada di Kelurahan Sempidi penanganan sampah oleh masyarakat masih menggunakan paradigma lama yaitu membuang sampah pada lahan kosong, di pinggir jalan, menimbun di belakang rumah, membakar dan tidak melakukan pemilahan sampah serta membuang sampah ke saluran air dan drainase sebagai alternatif pembuangan sampah. Tanpa disadari bahwa dampak yang ditimbulkan sepertibahaya banjir, bau tidak sedap, kotor, pencemaran badan airyang dapat menganggu kesehatan lingkungan. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah kurang baik juga dapat mengakibatkan rusaknya sistem infrastruktur wilayah yang menyangkut sistem tansportasi, sistem drainase, sistem jaringan irigasi, serta penataan lingkungan perumahan dan permukiman terkesan kumuh.
Berdasarkan data sarana dan prasarana persampahan di Kelurahan Sempidi terdapat 12 bak sampah itupun keberadaanya hanya di tiga banjar yaitu Banjar Gede, Banjar Kuwanji dan Banjar Ubung. Jumlah bak sampah di masing-masing banjar berbeda-beda dimensinya, di buat dengan menggunakan buis dengan ukuran diameter 80 cm dan tinggi 160 cm, dengan kondisi penuh berisi sampah rumah tangga yang bercampur menjadi satu antara sampah organik dan anorganik.
Kebiasaan masyarakat dalam berperilaku membuang sampah tidak pada tempatnya perlu dicarikan solusi dan pemecahan agar menjadikan masalah sampah sebagai prioritas untuk ditangani selain faktor ekonomi sebagai penunjang kebutuhan hidupnya. Diperlukan cara untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga sehingga muncul keinginan untuk melakukan pengelolaan baik dari segi pemilahan maupun pengolahan dan pembuangannya.
Perilaku dan kebiasaan masyarakat atau individu masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga diarahkan kepada perilaku yang positif seperti melakukan pemilahan, membuang sampah pada tempatnya atau mengumpulkan sampah-sampah domestik dari rumah tangga untuk dijadikan barang yang bernilai ekonomis. Berdasarkan kondisi perilaku individu masyarakat Kelurahan Sempidi, maka penelitian terhadap sistem penglolaan sampah berbasis masyarakat diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh terhadap fenomena masyarakat di Kelurahan Sempidi dalam mengelola sampah permukiman yang di produksi oleh rumah tangga.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud mendeskripsikan fenomena dalam sistim pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Kelurahan Sempidi. Penggunaan metode kualitatif deskriptif dalam penelitian ini untuk memaparkan kajian-kajian mengenai perilaku masyarakat, bentuk perilaku masyarakat, pengaruh perilaku masyarakat dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Masalah yang akan dikaji berdasarkan rumusan masalah penelitian dan sumber-sumber lain yang relevan. Berdasarkan tujuan penelitian kualitatif, maka prosedur sampling yang penting adalah bagaimana menemukan informasi kunci (key informant). Orientasi mengenai responden adalah bukan berapa jumlah masyarakat yang dijadikan responden tetapi apakah data yang terkumpul sudah mencukupi atau belum untuk disaring menjadi data yang valid. Dengan demikian, penelitian kualitatif deskriptif yang dilakukan dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mendeskripsikan fenomena perilaku masyarakat yang kurang sehat, bentuk perilaku, pengaruh perilaku dan faktor-faktor pendorong perilaku masyarakat yang kurang sehat dalam pengelolaan sampah permukiman.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Daerah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kelurahan Sempidi yang meliputi sepuluh lingkungan, dan tiga belas banjar adat. Dipilihnya Kelurahan Sempidi sebagai lokasi penelitian adalah didasarkan atas pertimbangan; pertama; posisi letak geografisnya yang sangat strategis di pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. kedua, belum pernah dilakukan penelitian tentang sistim pengelolaan berbasis masyarakat, dan ketiga pertambahan jumlah penduduk yang sangat cepat serta perkembangan perumahan dan permukiman. Adapun administrasi wilayah Kelurahan Sempidi meliputi:
Kelurahan Sempidi terletak pada daerah dataran rendah dengan ketinggian tanah 105 meter dari permukaan laut, memiliki curah hujan berkisaran 2500-3000 cm/tahun dan suhu rata-rata 28oC. Luas wilayah Kelurahan Sempidi 346 Ha. Orbitasi atau jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung 0 (nol) km. Adapun batas wilayah Kelurahan Sempidi meliputi :
-
1. Sebelah Utara Kelurahan Lukluk,
-
2. Sebelah Barat Kelurahan Abianbase,
-
3. Sebelah Selatan Desa Dalung,
-
4. Sebelah Timur Desa Sading.
Peta Sebaran Sampah Liar Di Kelurahan Sempidi
1 JM KO
• Mrt BMbr*
Dwm MGQ ⅞M4 £am W Sawh
I *φMW<a>
Gambar 1. Administrasi kawasan penelitian: Kelurahan Sempidi Kabupten Badung
Sebaran Pola Permukiman Kelurahan Sempidi
Sebaran pola permukiman di Kelurahan Sempidi adalah pola permukiman yang bersifat campuran antara permukiman dengan penggunaan jasa. Perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 2008 dan 2012 mengalami peningkatan sebesar 17.17% (Kecamatan Mengwi Dalam Angka 2012). Pola ini cenderung berkembang disepanjang jalan primer seperti disepanjang jalan poros Ubung – Kapal. Pola penyebaran kegiatan lain yang dapat dilihat adalah penyebaran yang cenderung mengelompok pada suatu daerah tertentu. Penyebaran kegiatan pelayanan memusat di Kelurahan Sempidi. Karenanya perkembangan fisik umumnya memiliki tingkat pelayanan yang lebih tinggi dibanding dengan kecamatan lainnya.
Berdasarkan atas analisis pola sebaran permukiman dan pola sebaran kegiatan, maka pola sebaran permukiman di Kelurahan Sempidi dapat disimpulkan sebagai berikut :
-
1. Pola pengembangan fisik cenderung mengikuti pola jaringan jalan berdasarkan tingkat aksesibilitasnya. Penggunaan lahan untuk kegiatan jasa pada umumnya mengelompok pada jaringan jalan primer, sedang penggunaan lahan untuk permukiman cenderung berkembang merata diseluruh wilayah Kelurahan Sempidi.
-
2. Pola pengembangan fisik lainnya bersifat mengelompok memusat (nucleations) pada sentra-sentra tertentu seperti di sekitar pusat Pemerintahan Kabupaten Badung
Di Kelurahan Sempidi wujud fisik kawasan perumahan dan permukiman merupakan gabungan antara:
-
a. Kelompok Permukiman Tradisional.
-
b. Kelompok Permukiman Semi Tradisional (peremajaan permukiman tradisional).
-
c. Kelompok Permukiman Pembangunan Baru (perumahan permukiman pengembang, permukiman yang tumbuh alami, Kaveling Siap Bangun, Ruko dan Rukan, Rumah Sewa, dan Tanah Sewa.
-
3. Penyebaran mengelompok di kawasan Pusat Pemerintahan dan sekitarnya, kemudian secara radial menyebar pada jalan-jalan utama menuju ke luar kota pada kelompok-kelompok perumahan perdesaan;
-
4. Kepadatan bangunan pada lingkungan perumahan bervariasi terdiri atas:
-
a. Perumahan dengan kepadatan bangunan rendah dan teratur (pada kawasan permukiman baru dengan kapling menengah ke besar, Kawasan LC, atau permukiman tradisional yang masih asli).
-
b. Perumahan dengan kepadatan bangunan sedang dan teratur (pada kawasan permukiman baru dengan kapling menengah, dan permukiman tradisional kapling kecil).
-
c. Perumahan dengan kepadatan bangunan tinggi dan teratur (pada kawasan permukiman baru dengan kapling kecil, dan permukiman tradisional kapling kecil).
Perilaku Individu Masyarakat dalam Mengelola Sampah Permukiman
Timbulan sampah
Kondisi timbulan sampah, baik volume dan persebarannya merupakan salah satu indikator ada atau tidaknya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga atau masyarakat di sebuah permukiman. Berdasarkan kondisi fisik, sosial dan budaya masyarakat tradisional di Kelurahan Sempidi, baik yang bermukim di pingggir jalan utama maupun dilingkungan banjar dinas maupun banjar adat yang jauh dari jalan utama, timbulan sampah sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga dimana sampah dibuang ke pinggir jalan lingkungan, belakang rumah, drainase dan badan air. Pembuangan sampah ke badan air, drainase dan pinggir jalan menjadi semakin sering dilakukan oleh warga semenjak penutupan beberapa TPS yang berada di jalan raya Sempidi- Lukluk.
Gambar 2. Pembuangan sampah tidak pada tempatnya di Banjar Adat Ubung 1
Gambar 3. Pembuangan Sampah Tidak Pada Tempatnya di Banjar Adat Ubung
Menurut kelian banjar Tegeha I Made Sudarsana yang keseharianya sebagai bengkel mengatakan bahwa sampah yang paling banyak menumpuk di sekitar jurang depan Pura Desa Sempidi tepatnya disebelah selatan jalan menuju Desa Sading. Sebagian besar masyarakat yang tinggal dekat jurang, mebuang sampahnya ke jurang yang dibawahnya ada saluran air irigasi yang dimanfaatkan oleh subak yang berada di wilayah kota Denpasar. Pada waktu musim hujan sampah di dorong oleh warga setempat untuk dihanyutkan. Pada lokasi pembuangan sampah di pinggir jurang tersebut, warga kami masih melakukan aktifitas mandi dan mencuci pakaian”.
Gambar 4. Pembuangan sampah di pinggir sungai di Banjar Adat Tegeha
Timbulan sampah yang ada di sekitar wilayah Kelurahan Sempidi tidak hanya berasal dari pembuangan sampah yang dilakukan oleh warga, tetapi juga sampah yang hanyut dan tertambat di permukiman ini. Keberadaan Wilayah Kelurahan Sempidi yang berdekatan dengan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, memberikan kontribusi terhadap jumlah sebaran dan volume timbulan sampah di wilayah Sempidi.
Feta Sebaran Sampah Liar Di Kelurahan Sempidi
Gambar 5. Pembuangan Sampah di Saluran Irigasi dan di Pinggir Jalan Lingkungan Banjar Adat Pande
Operasional pembersihan atau pengangkutan sampah yang tertambat di pintu air tersebut dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan pada Bidang Pengairan Kabupaten Badung. Saat ini keberadaan jaring penangkap sampah di pintu air ini telah mengalami kerusakan dan belum ada upaya untuk diadakan penggantian.
Tipikal rumah tradisional dengan pola natah dengan menyediakan lahan kosong di belakang rumah masih banyak dapat dijumpai diseluruh permukiman desa adat maupun desa dinas di Kelurahan Sempidi, lahan kosong atau tegalan yang dulunya digunakan untuk memelihara ternak dan sekarang tempat tersebut berubah menjadi tempat sampah. Perilaku membuang sampah secara spontan kebelakang rumah dan keluar rumah, terutama sampah dari sisa bahan yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari seperti misalnya kertas atau plastik pembungkus makanan atau snack, kaleng atau botol minuman dan material sampah lainnya, menjadikan pinggiran jalan, got/drainase, saluran air dan tegalan rumah penuh dengan sampah.
Tumpukan sampah di sekitar permukiman warga selain disebabkan oleh perilaku warga yang membuang sampah langsung tanpa diwadahi di sekitar rumahnya juga disebabkan oleh sampah yang hanyut saat terjadi hujan yang dibawa oleh air menyebabkan
terowongan yang ada di banjar Tengah mampet dan di sana paling sering terjadi banjir. Kondisi terowongan saluran irigasi sekaligus sebagai drainase yang dipenuhi dengan sampah rumah tangga, sebagian warga di wilayah ini masih enggan untuk melakukan usaha pembersihannya. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut adalah jika sampah tersebut dibersihkan, dalam jangka waktu singkat akan penuh kembali oleh sampah yang hanyut pada saat hujan deras. Jika diadakan pembersihan terhadap sampah-sampah tersebut dalam waktu sehari atau dua hari sampah yang berasal dari hulu saluran akan menumpuk seperti itu lagi.
Selain pembersihan sampah yang dilakukan secara individu, pembersihan sampah di beberapa titik ruang terbuka di Kelurahan Sempidi, dilakukan warga dengan bergotong royong. ”menurut Wayan Saka kepala lingkungan banjar Batan Asem hamper 70% masyarakat kami membuang sampah tidak pada tempatnya dan menyebabkan lingkungan kotor, tetapi warga juga sering membersihkan sampahnya dengan cara dibakar di masing-masing rumahnya bahkan kadang sebulan sekali ada kerja bakti membersihkan sampah yang menumpuk di sekitar lingkungan sekitar banjar.”
Pembersihan secara bergotong-royong dilakukan oleh masyarakat terutama pada momen-momen menyambut hari besar nasional, hari raya besar agama atau jika akan diadakan lomba kebersihan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Badung sebagai upaya meningkatkan kebersihan lingkungan permukiman. Dari deskripsi tentang kondisi timbulan dan karakteristik bentuk perilaku masyarakat di Kelurahan Sempidi dalam menangani timbulan sampah baik yang bersifat komunal dan bersifat individu di sekitar unit rumah tangga, dapat di disimpulkan bahwa masyarakat dalam membuang sampah secara insting dan dorongan serta secara spontannitas dan tanpa memikirkan akibat atau dampak yang akan ditimbulkan.
Pengumpulan Sampah
Proses atau aktivitas pewadahan sampah dalam hal ini adalah usaha yang dilakukan oleh individu dalam mengumpulkan sampah yang dihasilkannya sebelum dibuang atau dimusnahkan. Pada proses pengumpulan, aktivitas lain yang dapat atau biasa dilakukan adalah pemilahan seperti pemilahan terhadap kesamaan jenis sampah, pemilahan terhadap sampah yang masih dapat digunakan atau pemilahan terhadap sampah yang bersifat organik atau nonorganik. Proses pemilahan terhadap sampah dapur dan sampah dedaunan halaman rumah yang masih bisa digunakan, tidak biasa dilakukan warga, biasanya hanya di kumpulkan pada satu tempat pewadahan dan kemudian dibuang belakang rumah dan dibakar.
Keberadaan tempat sampah yang disediakan di setiap rumah merupakan indikator adanya proses pewadahan yang dilakukan oleh penghuni rumah tersebut. Dalam observasi yang telah peneliti laksanakan di wilayah Kelurahan Sempidi menunjukan bahwa 22,2% penghuni atau warga belum menyediakan tempat sampah di rumahnya. Tempat sampah umumhanya dapat ditemukan dibeberap tempat di Kelurahan Sempidi yang berjumlah 12 bak sampah yang terbuat dari betonyang kondisinya penuh berisi sampah. Usaha masyarakat dalam mengumpulkan atau mewadahi sampah domestik yang dihasilkan dari sampah dapur rumah tangga dan lingkungan pekarangan rumah 70% warga sudah melakukan pewadahan di Kelurahan Sempidi. Ketersedian tempat sampah skala permukiman yang merupakan indikator dari bentuk perilaku pewadahan di Kelurahan ini sudah mulai dilakukan di setiap unit hunian.
Dari survei awal yang telah dilakukan, terungkap 63% warga membuang sampah disekitar lingkungan rumahnya. Warga berdalih bahwa pewadahan tidak perlu untuk dilakukan karena sampah yang dihasilkan dapat dilakukan pembakaran setelah dilakukan pengeringan. Perilaku pewadahan sampah tidak selalu dilakukan oleh individu atau warga, kalaupun hal tersebut dilakukan, mereka hanya melakukan pewadahan dari sampah-sampah yang berasal dari aktivitas dapur. Individu atau warga tidak memanfaatkan tempat sampah untuk menampung sampah, akan tetapi langsung dibuang ke jalan, drainase, belakang rumah dan badan air. Sekitar 22,2% masyarakat Kelurahan Sempidi telah melakukan perilaku pewadahan terhadap sampah yang dihasilkannya ke dalam tempat sampah atau kantong plastik, untuk dipersiapkan dalam proses pembuangan atau pemusnahan.

Gambar 6. Pembakaran Sampah di Pinggir Jalan Dekat Saluran Air Di Banjar Adat Sebita.
Hanya beberapa orang warga yang telah menyediakan tempat sampah untuk rumah tangganya.

FENOMENA
Sebagian besar warga tidak menyediakan tempat sampah untuk rumah tangganya
KARAKTERISTIK PERILAKU INDIVIDU
Perilaku yang tidak memfungsikan tempat sampah untuk menampung sampah yang dihasilkan, dengan membuang sampah langsung ke belakang rumah/tegalan, drainase, jalan lingkungan dan badan air.
Perilaku pengumpulan dan pewadahan sampah yang diproduksi ke dalam tempat sampah atau kantong plastik untuk dipersiapkan dalam proses pembuangan atau pemusnahan sampah
Gambar 7. Karakteristik perilaku individu dalam pengelolaan sampah oleh masyarakan dalam fase pewadahan di Wilayah Kelurahan Sempidi
Dari deskripsi tentang kondisi pewadahan sampah oleh masyarakat Kelurahan sempidi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kondisi yang saling bertolak belakang terhadap karakteristik perilaku individu masyarakat dalam mengelola sampah yang telah dihasilkannya (Gambar 7). Pertama dalam fase pewadahan, yaitu sebagian besar warga yang belum menyediakan tempat sampah karena membuang sampahnya secara spontan di sekitar rumah dan 22,2 % warga yang telah mewadahi sampahnya untuk dipersiapkan dalam proses selanjutnya (kedua) yaitu proses pengangkutan untuk dimusnahkan.
Pemusnahan atau pembuangan sampah
Pemusnahan sampah dalam hal ini yang dimaksudkan adalah bagian dari tindakan karakteristik perilaku individu masyarakat atau warga dalam menghilangkan atau merubah sifat material sampah menjadi bahan tidak berbahaya atau menganggu. Aktivitas pemusnahan sampah yang dilakukan oleh warga Kelurahan sempidi cenderung mengarah kepada 4 (empat) cara pemusnahan yaitu pemusnahan dengan cara dibakar, dibuang ke TPS dan pemusnahan dengan dihanyutkan di saluran air untuk botol kaca atau pecahan kaca di tanam di belakang rumah.
Pada proses pemusnahan sampah baik organik maupun nonorganik berupa plastik kantong dilakukan dengan membakar dan tergantung terhadap cuaca, jika cuaca panas sampah dikeringkan dan di tebar untuk mempercepat proses pengeringan selama dua sampai satu minggi baru kemudian dimusnakan dengan cara membakar dan biasanya dilakukan pada waktu sore hari. Dalam usaha pemusnahan sampah di lingkungan rumahnya, salah satu rumah tangga yaitu Ni Made Ariani dari Banjar Adat Gerogak juga melakukan dengan pembakaran sampah yang telah dikumpulkan sebelumnya dan jika dirasakan telah cukup kering, sampah kemudian di bakar. Lokasi digunakan oleh warga dalam melakukan proses pembakaran sampah cenderung dilakukan di tanah kosong sekitar wilayah banjar yaitu tanah kosong disekitar permukiman. Dalam proses pembakaran sampah-sampah yang dikumpulkan dari lokasi sekitar lingkungan rumah, warga banjar tidak dapat langsung membakar karena sampah-sampah tersebut cenderung dalam kondisi basah dan mentah.
Sampah tersebut biasanya diangkat dari got jalan lingkungan kemudian di letakkan di lokasi yang cukup kering untuk dikeringkan selama kurang lebih satu sampai dua hari tergantung intensitas sinar matahari. Aktivitas pembakaran sampah yang dilakukan oleh warga merupakan kegiatan yang bersifat temporer atau tidak dapat dilakukan secara kontinu, artinya kegiatan tersebut tergantung sepenuhnya oleh kesempatan atau waktu luang individu atau warga disela-sela aktivitas rutin pekerjaannya. Sisa sisa pembakaran yang terkadang cukup banyak dan menimbulkan debu bila cuaca panas dibiarkan begitu saja, menunggu hujan untuk dihanyutkan abu sisa pembakaran tersebut. Sedangkan bahan atau material sampah berupa kaca, pecahan botol atau beling dalam bahasa setempat dipisahkan dan dikumpulkan untuk ditanam atau ditimbun.
Cara pemusnahan sampah lainnya selain pola pemusnahan dengan pembakaran, adalah pemusnahan sampah yang dilakukan dengan cara dihanyutkan di saluran air. Pola pemusnahan sampah yang paling sederhana, belum dirasakan efek negatifnya dan belum adanya peraturan yang mengikat, menjadikan alternatif pemusnahan tersebut masih terus dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Sempidi sampai dengan saat ini. Di sisi lain penutupan TPS di sekitar wilayah Kelurahan sempidi juga menjadi dukungan
karakteristik perilaku individu masyarakat dalam memusnahkan sampahnya di pinggir saluran air.
Dalam usaha pengurangan volume sampah yang akan dimusnahkan, warga Kelurahan Sempidi terutama warga Banjar Adat Pande pernah mendapatkan pembelajaran tentang pembuatan kompos dari sampah-sampah aktivitas dapur yang di laksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badung. Program pembuatan kompos tersebut dilatarbelakangi oleh telah dipisahkannya atau diwadahinya sampah, khususnya sampah yang berasal dari aktivitas dapur yang sebagian besar merupakan sampah organik. Pembelajaran tersebut pada awalnya berhasil mempengaruhi warga dan banyak warga yang melakukannya untuk tujuan memberikan pupuk tanaman hias yang mereka pelihara dan kalau di pasarkan tidak ada orang yang mau membelinya. Penggunaan media ember plastik sebagai wadah proses pengkomposan dan tempat perletakan ember tersebut di sekeliling rumah merupakan permasalahan yang menjadikan kegiatan pengomposan tersebut akhirnya ditinggalkan oleh warga. Media atau ember yang harus dibeli dalam jumlah banyak dan bau kompos dari ember atau wadah proses pengomposan yang diletakkan di sekeliling rumah menjadikan warga enggan untuk meneruskan kegiatan pengomposan tersebut.
Gambar 8. Pola karakteristik perilaku masyarakat dalam membuang/memusnahkan sampah di wilayah Kelurahan Sempidi
Faktor Ekternal dan Faktor Lingkungan Mendorong Perilaku Masyarakat Kurang Sehat dalam Pengelolaan Sampah Permukiman
Faktor-faktor pendorong perilaku individu masyarakat yang kurang sehat dalam pengelolaan sampah permukiman akan ditinjau dari berbagai aspek diantaranya adalah aspek fisik, aspek sosial dan aspek budaya serta sarana prasarana sampah yang digunakan untuk pewadahan, pemilahan, dan pembuangan serta jumlah TPS, jenis sampah yang dihasilkan.
Tiga faktor eksternal dan faktor lingkungan merupakan aspek yang bersifat mendorong perilaku atau faktor yang mengkondisikan individu dan masyarakat untuk berperilaku yang kurang sehat dan tidak sesuai dengan lingkungannnya. Menurut Sumaatmaja (1988), dalam hubungan antara perilaku dengan lingkungan dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu lingkungan alam/fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya. Sehingga dari pendapat tersebut diatas bahasan tentang faktor-faktor yang mendorong perilaku akan didekatkan kepada aspek fisik lingkungan, aspek sosial dan aspek budaya. Pada akhir deskripsi tentang faktor-faktor pengaruh perilaku, akan ditarik sintesis atau kesimpulan yang memberikan penggambaran terhadap faktor pengaruh perilaku masyarakat di Kelurahan Sempidi dalam mengelola sampah lingkungan permukiman.
Aspek Fisik Lingkungan
Aspek fisik yang akan dianalisis berikut ini adalah kondisi lingkungan fisik wilayah Kelurahan Sempidi yang dapat mendorong atau mempengaruhi perilaku individu atau warga dalam mengelola sampah rumah tangga dan sampah permukiman. Kondisi fisik yang akan dibahas mencakup antara lain bangunan rumah tinggal, sarana prasaran persampahan dan lingkungan permukiman sebagai bagian lingkungan tempat tinggal.
Kondisi lingkungan permukiman yang dekat dengan pusat pemerintahan dan sekaligus pusat kota kedepannya sangat mempengaruhi perilaku penghuni rumah dalam mengelola sampah yang dihasilkannya. Keberadaan telajakan jalan yang berfungsi sebagai taman dan drainase yang difungsikan sebagai penampungan air hujan dan sekaligus saluran irigasi juga berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah. Pembuangan sampah tersebut umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas pembersihan lantai, dan halaman rumah, sampah-sampah tersebut langsung diarahkan atau dibuang tanpa diadakan proses pewadahan, dan pemilahan atau pemisahan.
Perilaku pembuangan sampah sisa bahan konsumsi sehari-hari secara spontan dari dalam rumah di buang kejalan, drainase dan badan air sehingga menambah volume timbulan sampah di Kelurahan Sempidi. Sampah yang berada di lingkungan Kelurahan Sempidi, tidak secara kontinyu dibersihkan oleh penghuni atau warga. Faktor kurangnya sarana dan prasarana menjadi faktor yang menghambat motivasi warga untuk melakukan proses pewadahan, pemisahan dan pembuangan secara positif. Proses pembersihan sampah di lingkungan rumah umunya akan dilakukan jika individu atau warga memiliki waktu dan tenaga yang mencukupi.
Pola pembuangan serta pemusnahan sampah oleh masyarakat di kelurahan Sempidi yang dikumpulkan dari rumah umumnya dilakukan dengan mengangkat sampah tersebut kemudian diangkut ke lahan atau tanah kosong di sekitar rumah, dibiarkan dalam satu sampai dua hari dan kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar. Warga lebih cenderung memusnahkan sampahnya dengan dibakar di belakang rumah dan tegalan rumah, tanpa melakukan proses pemisahan atau pemilahan sampah, tujuan lainnya adalah untuk mematikan atau mengusir nyamuk.
Pak Made Budiasa warga lingkungan Banjar Kuwanji biasa memusnahkan sampahnya dengan membakarnya langsung di belakang rumah dekat dengan saluran irigasi dengan maksud sisa hasil pembakaran dapat dihanyutkan langsung kesaluran irigasi. Warga Banjar Adat Kuwanji sebagian besar melakukan pembakaran sampah di tanah kosong di belakang rumah, karena TPS yang ada tidak mampu menampung sampah yang dihasilkan oleh warga. Bak sampah yang berjumlah 12 buah yang ada dibuat oleh perseorangan dan ukurannya sangat kecil terbuat dari buis dengan tinggi 1 meter. Bak sampah untuk umum tidak ada, sehingga warga banjar Kuwanji lebih condong membakar sampahnya di belakang rumah. Proses pemusnahan sampah dengan cara
dibakar belakang rumah tidak memerlukan pengawasan yang lebih intensif karena lahan yang pakai adalah lahan sendiri tidak ada yang melarang.
Aspek fisik berikutnya adalah ketersediaan sarana prasarana persampahan baik yang bersifat individu maupun komunal. Sarana prasarana persampahan yang disediakan oleh individu di Kelurahan Sempidi secara umum hanya berupa tempat sampah, sedangkan secara komunal hanya lokasi tempat pembakaran sampah atau prasarana pembakaran berupa tersediannya lahan di sekitar permukiman. Sebelumnya, di sekitar wilayah Kelurahan Sempidi terdapat 3 (tiga) tempat penampungan sampah sementara atau TPS yang saat ini keberadaannya telah dibongkar oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Badung.
Dengan pembongkaran TPS tersebut secara langsung akan mempengaruhi atau membentuk perilaku sebagian warga yang dahulu telah mengumpulkan sampah di TPS menjadi membuang atau memusnahkan sampahnya di pinggir jalan, belakang rumah, drainase, badan air dan saluran irigasi untuk memudahkan pembuangan. Alasan tidak adanya tempat penampungan sampah di sekitar lingkungan permukiman dan cara yang paling mudah, logis dan wajar untuk dilakukan dalam memusnahkan sampah yang dihasilkannya adalah alasan-alasan yang sering dikemukakan sebagaian warga tersebut dalam menanggapi pertanyaan mengapa warga tidak melakukan , pewadahan, pemilahan dan beralih dari membuang sampah ke TPS menjadi membuang atau memusnahkan sampahnya di jalan dan tempat yang dapat dianggap merusak lingkungan.
Dampak dari pembuangan atau pemusnahan sampah sembarangan yang dihasilkan warga Sempidi sampai saat ini belum dirasakan mempengaruhi kehidupan warga di wilayah ini. Pembuangan sampah ke saluran drainase dengan dimensi drainase dan saluran irigasi, berukuran kecil dan volume air yang cenderung tidak stabil menjadikan bungkusan-bungkusan atau material sampah yang dibuang oleh warga menjadi sesuatu yang tampak tidak berarti dalam mengotori drainase dan saluran air. Perilaku pembuangan atau pemusnahan sampah terkesan sebagai perilaku yang tidak layak untuk dilakukan dan sangat signifikan dalam menggangu kebersihan lingkungan. Bungkusan sampah yang di buang ke sungai pun mengganggu aliran air sungai terutama pada waktu musim hujan seperti menyumbat aliran atau sebagai penyebab banjir, mereka mengatakan bahwa banjir yang sering terjadi di dearah ini lebih karena disebabkan hujan deras di daerah hulu dan bukan sampah yang menyumbat aliran sungai.
Dari deskripsi terhadap aspek fisik lingkungan dapat disimpulkan bahwa karakteristik lingkungan permukiman, pembongkaran TPS yang berada di sekitar taman intersection dan jalan utama sebagai bagian dari sarana dan prasarana persampahan permukiman merupakan salah satu aspek pembentuk perilaku masyarakat Kelurahan Sempidi dalam mengelola sampah permukiman.
Aspek Sosial
Aspek sosial dalam mendorong perilaku individu maupun masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah kondisi sosial kemasyarakatan yang mampu mendorong baik positif maupun negatif terhadap individu maupun masyarakat dalam mengelola sampah permukiman. Penduduk asli Kelurahan Sempidi yang sebagaian bekerja sebagai pertukangan dan petani, secara tidak langsung mendorong dan mempengaruhi pola pengelolaan sampah di wilayah ini. Pekerjaan dengan intensitas waktu bekerja yang cenderung tanpa adanya hari libur menjadikan perhatian masyarakat kepada
permasalahan sampah di lingkungan tempat tinggalnya memiliki porsi yang cukup rendah.
Tingginya aktivitas rutin pekerjaan, bahkan tidak sedikit warga yang memiliki pekerjaan lebih dari satu bidang pekerjaan menyebabkan adanya kecenderungan kurangnya waktu untuk aktivitas interaksi sosial kemasyarakatan yang dapat berfungsi sebagai forum non formal terhadap pengembangan atau perbaikan lingkungan khususnya masalah persampahan permukiman di Kelurahan Sempidi.
Pemahaman masyarakat dalam masalah kebersihan dapat dinilai cukup dengan indikator bahwa warga yang dijadikan responden dalam penelitian ini mempunyai harapan ideal tentang pengelolaan kebersihan di wilayahnya, sebagai contoh nyata, masyarakat di Kelurahan Sempidi pernah mengadakan kegiatan pengelolaan sampah secara swadaya, walaupun saat ini terhenti akibat dari kurang tersedianya lahan atau tempat yang dipakai untuk melakukan pembuangan sampah sementara dari sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga. Kegiatan pengelolaan sampah secara swadaya dapat dijadikan pondasi dalam pola pengelolaan sampah berikutnya karena warga secara otomatis akan melakukan pewadahan, pemilahan, dan pembuangan sampah, dan proses pemusnahan sampah terkendali.
Fenomena pembuangan sampah di jalan, saluran drainase, belakang rumah/tegalan dan badan air yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar dapat terjadi akibat mekanisme kontrol sosial yang tidak berjalan. Dengan tidak adanya sangsi, masyarakat menjadi leluasa dalam melakukan perilaku negatif tersebut. Jika membuat larangan untuk tidak membuang sampah tetapi tidak ada solusi atau pemecahan maka warga pasti akan melanggarnya.
Usaha sosialisasi tentang pengelolaan sampah dan kegiatan - kegiatan kebersihan yang dilakukan oleh kelurahan dirasakan belum menjadi faktor yang resisten terhadap perbaikan perilaku warga dalam mengelola sampah. Penerapan peraturan dan sangsi terhadap perilaku membuang sampah sembarangan tidak diberlakukan secara tegas dan ditunjang kurangnya persediaan sarana prasarana persampahan di Kelurahan Sempidi mengakibatkan tidak dapat menerapkan sangsi tersebut, sehingga dalam melakukan perubahan terhadap perilaku pengelolaan sampah permukiman secara individual sulit untuk terapkan.
Aspek Budaya
Aspek budaya dalam mempengaruhi perilaku individu maupun masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah kondisi budaya masyarakat atau kebiasaan masyarakat yang berpengaruh dalam mendorong perilaku masyarakat dalam mengelolaan sampah permukiman. Pandangan terhadap sampah yang merupakan bahan atau material untuk di buang atau dimusnahkan, masih melekat pada sebagian besar masyarakat di wilayah ini. Beberapa dari warga yang telah melakukan pemilahan sampah, baik dari sampah yang dihasilkannya maupun sampah yang diperoleh dari sampah lingkungan tempat tinggal, belum dapat memberikan pandangan kepada warga untuk mengikuti langkah positif tersebut.
Dari kegiatan observasi yang telah dilakukan di peroleh gambaran bahwa timbulan sampah yang tersebar di wilayah Banjar Batan Asem masih banyak terdapat materialmaterial sampah yang dapat didaur ulang atau mempunyai nilai ekonomis, seperti kertas,
plastik PET dan plastik PP atau plastik air minum kemasan. Dengan belum ditanganinya sampah yang memiliki nilai tersebut oleh individu atau warga dan jumlahnya yang cukup signifikan.Tindakan pembuangan sampah secara langsung tanpa dilakukannya pewadahan terlebih dahulu dilatarbelakangi oleh sikap individu atau warga yang menganggap bahwa sampah yang di buang di sekitar rumah nantinya juga akan hanyut oleh air pada musim hujan. Warga di sekitar ada yang aktif membersihkan sampah sekitar rumahnya dan banyak juga yang membiarkannya dan menganggap air pada musim hujan yang akan membersihkannya.
Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa pengaruh musim hujan yang di percayai warga dapat membersihkan sampah yang dibuangnya di sekitar drainase dan saluran air, tidak menunjukan hasil yang signifikan, dari hasil pengamatan terbukti adanya kecenderungan tidak berpindahnya timbulan sampah yang telah ada beberapa hari sebelumnya. Di sisi lain, saat ini pemusnahan sampah yang dihasilkan oleh warga Kelurahan Sempidi sebagian besar diarahkan ke drainase dan saluran air/badan air. Hal ini merupakan perilaku yang biasa dilakukan warga, yang juga di dukung oleh pembongkaran TPS di sekitar wilayah tersebut, sehingga warga tidak ada pilihan lain untuk membuang sampah, termasuk juga banyaknya sampah yang hayut dari luar wilayah ini yang memicu warga untuk ikut melemparkan sampahnya.
Pembuangan sampah sebelumnya warga telah memiliki motivasi untuk tidak membuang sampah ke jalan, drainase, badan air dan beralih ke TPS, saat ini kembali lagi kepada perilaku pembuangan sampah di jalan, drainase dan badan air. Alternatif pembuangan dan pemusnahan sampah yang lainnya seperti membakar sampah dapat dilakukan setiap saat karena tidak tergantung cuaca, tersedianya lahan dan kondisi sampah yang dikumpulkan.
Pembinaan pengelolaan sampah melalui program-program dan perlombaan kebersihan lingkungan permukiman, telah sering diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Salah satu contoh adalah program Clean and Green, GELATIK (Gerakan Sampah Plastik) yang memiliki tujuan peningkatan kebersihan dan penghijauan lingkungan permukiman. Sifat program yang temporer dan tidak menyentuh seluruh wilayah di Kota Kabupaten Badung akan cenderung dirasakan kurang efektif dalam membentuk persepsi dan pembelajaran tentang kebersihan lingkungan permukiman bagi warga di wilayah ini. Selain program tersebut secara kontinyu oleh pihak Kelurahan Sempidi juga sering mangadakan pembinaan tentang kebersihan lingkungan. Pola pembinaan yang dilakukan adalah dengan mengadakan sarasehan tentang kebersihan yang biasanya membahas tentang rencana program, pelaksanaan program dan evaluasi secara bersama antara aparat kelurahan dan krama banjar lainnya dengan para kepala lingkungan dan kelian adat.
Materi penyuluhan kebersihan biasanya berkisar tentang masalah sosialisasi program kebersihan yang akan diadakan atau sosialisasi lomba kebersihan, termasuk juga pemberian materi tentang pelaksanaan pengelolaan sampah dengan peran serta masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah sampah yang di buang dan tata cara pelaksanaan pengelolaan sampah 3R yang diprioritaskan kepada bentuk pengomposan. Tujuan atau harapan dari pelaksanan sosilisasi tersebut agar seluruh kepala lingkungan dan bendesa adat dapat meneruskan materi pembinaan kepada warga masing-masing. Pola pembinaan yang “bersambung”, minimnya monitoring dan tidak kontinyunya evaluasi, merupakan faktor yang menghambat dari tujuan positif
pembinaan tersebut, sehingga kondisi kebersihan dan persampahan di wilayah Kelurahan Sempidi terkesan tidak ada perubahan dari tahun ke tahun.
Bentuk kebersamaan dalam penanganan permasalahan sampah permukiman merupakan tujuan dari pembinaan - pembinaan yang sering dilaksanakan baik oleh aparat kelurahan maupun dinas atau pihak terkait dalam permasalahan kebersihan dan sampah lingkungan permukiman. Pertimbangan atau asumsi bahwa warga memiliki kemampuan untuk melakukan pengelolaan sampah secara swadaya dengan keterbatasan sarana dan prasarana aparat daerah adalah melatarbelakangi kegiatan pembinaan untuk menumbuhkan keswadayaan pengelolaan sampah yang bersifat bottom-up, masyarakat memiliki potensi dalam perbaikan lingkungan banjar atau banjar adat, terutama menyangkut perbaikan pengelolaan sampah, akan tetapi kondisi sarana dan prasarana persampahan yang belum disediakan mengakibatkan masyarakat masih berprilaku sembarangan dalam mengelola sampah yang dihasilkannya.
Tujuan positif dari upaya pembinaan masyarakat sangat tergantung dari budaya dan karakteristik masyarakat yang akan dijadikan sasaran pembinaan. Karakteristik masyarakat wilayah Kelurahan Sempidi yang memiliki kecenderungan menurun dalam mengorganisir kegiatan yang melibatkan warga banjar, terlebih kegiatan yang bersifat kontinu, seperti pengelolaan sampah dan gotong royong.
Dalam beberapa kegiatan gotong royong yang bersifat temporer untuk membersihkan timbulan sampah di beberapa tempat di wilayah kelurahan atau banjar, sering hanya dihadiri oleh warga yang tetap atau tertentu atau hanya beberapa warga yang selalu aktif dalam kegiatan - kegiatan kemasyarakatan. Warga lebih cenderung menerima dengan pasif pengelolaan sampah diwilayah ini, jika retribusi tidak memberatkan mereka akan mengikuti pengambilan sampah secara komunal akan tetapi jika retribusi dirasakan memberatkan warga akan menolak ikut pengambilan sampah tersebut dan mengelola sampah yang dihasilkannya seperti saat ini.
Dari hasil analisis aspek budaya sebagai pengaruh perilaku pengelolaan sampah dapat disimpulkan bahwa kebiasan dan pandangan masyarakat terhadap sampah adalah sebagai bahan atau material buangan yang sulit untuk dimanfaatkan kembali menjadi bahan atau barang yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini salah satunya disebabkan oleh faktor kreativitas untuk memanfaatkan sampah yang masih layak digunakan, termasuk dukungan informasi terhadap pemanfaatan sampah.
Disisi lain, dengan dibuangnya sampah ke jalan, drainase dan badan air, masyarakat beranggapan bahwa sampah tersebut akan dibersihkan oleh petugas kebersihan dan arus irigasi pada musim hujan. Upaya pembinaan yang bersifat perwakilan dari kepala lingkungan, ketua adat dan rendahnya monitoring perkembangan pembinaan merupakan salah satu penyebab tidak efektifnya pembinaan yang selama ini telah dilaksanakan.
Analisis Komprehensif terkait Perilaku Individu Masyarakat dan Faktor-Faktor Pendorong Perilaku Masyarakat Kurang Sehat dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Sempidi
Dari ke dua analisis mengenai perilaku masyarakat dan faktor pendorong perilaku masyarakat kurang sehat dalam pengelolaan sampah oleh masyarakat Kelurahan Sempidi, maka selanjutnya dilakukan analisis yang bersifat komprehensif yang bertujuan untuk mengetahui kecenderungan faktor perilaku masyarakat yang mempengaruhi masyarakat Kelurahan Sempidi dalam mengelola sampah permukimannya. Analisis
komprehensif akan dilakukan dengan memyajikan data-data perilaku dan faktor pendorong perilaku kurang sehat hasil analisis tiap fase proses pengelolaan sampah dari timbulan, pewadahan, pemilahan dan pemusnahan atau pembuangan sebagai berikut:
Gambar 9. Pengaruh Sarana dan Prasaran Persampahan Terhadap Pengelolaan Sampah di Kelurahan Sempidi
Dari ilustrasi data tersebut menunjukan bahwa keberadaan sarana dan prasarana persampahan sebagai bagian dari lingkungan permukiman di Kelurahan Sempidi berpengaruh dominan terhadap pola pengelolaan sampah oleh individu atau masyarakatnya. Pada setiap aspek perilaku pengelolaan sampah baik dari timbulan, pewadahan, pemisahan dan pemusnahan atau pembuangan dilatarbelakangi atau dibentuk oleh keberadaan sarana dan prasaran persampahan. Faktor sarana dan prasarana persampahan yang memberikan fasilitas atau memfasilitasi individu atau warga dalam mengelola sampahnya didasari oleh anggapan-anggapan yang muncul akibat adanya karakteristik lingkungan dalam mempengaruhi pengelolaan sampah oleh individu atau warga di Kelurahan Sempidi.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis terhadap perilaku masyarakat dan faktor pendorong perilaku kurang sehatdalam pengelolaan sampah , maka berikut ini adalah kesimpulan atas analisis sebagai berikut:
-
1. Perilaku individu dalam pengelolaan sampah yang kurang sehat di kelurahan sempidi disebabkan Kurangnya sarana dan prasarana persampahan dan banyaknya jumlah sampah di sekitar permukiman tradisional merupakan faktor yang memfasilitasi untuk dilakukannya perilaku pembuangan sampah secara spontan oleh individu dan warga di sekitar rumah dan lingkungan permukiman.
-
2. Faktor-faktor pendorong perilaku masyarakat yang kurang sehat dalam pengelolaan sampah adalah proses pengumpulan dan pemilahan atau pemisahan yang belum sepenuhnya dilakukan oleh seluruh warga di Kelurahan Sempidi. Pewadahan hanya sebatas pada sampah yang dihasilkan dari aktivitas dapur.
-
3. Perilaku pemusnahan sampah yang umum dilakukan warga Kelurahan Sempidi dengan pola membakar dan menghanyutkan disaluran air, membakar dan membuang ke drainase. Masyarakat lebih cenderung memilih memusnahkan sampahnya di belakang rumah dengan faktor yang melatarbelakangi antara lain dekat dengan lingkungan rumah tinggal, dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas penggunan saluran air dan image saluran air atau sungai sebagai tempat pembuangan sampah karena didukung oleh karakteristik saluran air tersebut.
-
4. Keberadaan drainase, tegalan dan saluran air atau sungai sebagai bagian dari lingkungan permukiman memberikan fasilitas atau memfasilitasi warga untuk memanfaatkan drainase dan saluran air atau sungai sebagai bagian dari pengelolaan sampah pada lingkungan permukiman.
Daftar Pustaka
Azwar, A (1990) Pengantar Ilmu Lingkungan Jakarta: Mutiara Sumber.
Budihardjo, E (1997) Tata Ruang Perkotaan Bandung: PT. Alumni.
Bungin, B (2004) Penelitian Kualitatif Jakarta: LP3ES.
Marshall, C, Rossman, G B (1995) Dasar-dasar penelitian kualitatif Jakarta: Wishnu Basuki .
Kline, D (1985) Social and Behavior Science Research London: Jossey-Bass Publication.
Kristian, D N, Setiawan, B S (2005) Cara Cepat Membuat Kompos Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hartono, E (2006) Peningkatan Pelayanan Pengelolaan Sampah di Kota Brebes Melalui Peningkatan Kemampuan Pembiayaan Semarang.
Martin, F dan Icek, A (1975) Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research Jakarta: Rajawali Pers.
Hermansyah, H (2009) Metode Penelitian Kualitatif, Seni dalam Memahami Fenomena Social Yogyakarta: Greentea Publishing.
192 SPACE - VOLUME 1, NO. 2, OCTOBER 2014
Discussion and feedback