PUSTAKA VOL. XXII, NO. 1 • 44 – 48

P-ISSN : 2528-7508

E-ISSN : 2528-7516

Makna Kebijakan Raja dalam Mewujudkan Masyarakat Multikuturalisme Mencegah Konflik Menuju Harmoni di Juuk Manis Karangasem

Ida Ayu Putu Mahyuni, Anak Agung Inten Asmariati

Universitas Udayana, Denpasar Bali Indonesia [email protected]

Abstrak

Pendekatan multikulturalisme dalam penelitian tentang kebijakan raja mewujudkan relasi dan partisipasi dalam masyarakat dengan keberagaman budaya, entis maupun agama di Kelurahan Karangasem khususnya di lingkungan kampung Islam di Juuk Manis bertujuan mencegah konflik menuju harmoni. Terbentuknya multikulturalisme di Juuk Manis tidak dapat dilepaskan dari peranan Raja Karangasem dengan pola kepemimpinannya yang berasaskan filosofi ajaran agama Hindu, seperti yang tertuang dalam ajaran Asta Brata. Pola kepemimpinan Raja yang bijaksana itu telah berhasil membangun sikap-sikap toleransi yang besar, integritas, saling menghargai, dan sebagainya antar umat yang berbeda budaya, etnis, dan berbeda agama. Hasil pengamatan dari sumber pustaka maupun hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa multikulturalisme yang sudah dibangun dan dikembangkan sejak dulu hingga sekarang tetap dibangun dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan kepentingan jaman masyarakat yang semakin beragam. Dari latar belakang tersebut muncul dua permasalahan pokok yang perlu mendapat jawaban, yakni: 1. Apa penyebab terbentuknya Kampung Islam di Karangasem khusunya di Juuk Manis? 2. Apa makna kebijakan Raja Karangasem berdasarkan pendekatan multikulturalisme perspektif dewasa ini? Penelitian ini bersifat kualitatif, peneliti adalah pengumpul data utama dalam penelitian, dibantu orang lain. Data yang sudah dikumpulkan dan diseleksi kemudian disajikan secara deskriptif berupa kata-kata, keterangan, gambar atau foto dari pada angka. Penelitian ini menggunakan metode sejarah mulai dari tahap heuristik, seleksi sumber data, interpretasi dan penulisan hasil penelitian.Teori yang sesuai digunakan adalah teori fungsinalme struktural dan teori hegemoni.

Pendahuluan

Latar belakang kajian ini dikaitkan dengan isu tentang adanya pengelompokan masyarakat Indonesia atas dasar ikatan primodial sehingga menyulitkan berkomunikasi satu dengan lainnya maupun membaur karena masing-masing kelompok akan menggunakan acuan kebudayaannya sendiri. Keanekaragaman budaya, etnis maupun agama bagai pedang bermata dua, di satu sisi merupakan berkah yang perlu disyukuri namun di sisi lain berpotensi sebagai sumber konflik sehingga kemajemukan dan pluralitas budaya masyarakat menjadi kendala dalam integrasi nasional (Rajab, 1996,4-5). Oleh karena itu pendekatan multikulturalisme dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang strategis mencegah konflik (Sulandjari,2011:169), Konflik bernuansa SARA biasanya rentan terjadi dalam masyarakat yang beragam etnis, budaya maupun agama.

Kajian ini akan memfokuskan masyarakat kampung Muslim di Juuk Manis Karangasem melalui pendekatan multikulturalisme. Adapun latar belakang kajian ini berkaitan erat juga

dengan terkait isu multikultural yang berkembang di Bali khususnya di Karangasem. Interaksi sosial antara etnis Bali sebagai penduduk asli yang beraga Hindu dengan etnis Sasak yang beragama Hindu sudah berlangsung lama. Proses masuknya Islam di Bali terutama pada masa Kerajaan Gelgel awal abad ke-14 di bawah pemerintahan Dalem Watu Renggong sebagai Raja Gelgel. Terdapat perbedaan dengan awal masuknya orang-orang Islam ke Karangasem dan perkembangan kampung-kampung Islam di wilayah kerajaan Karangasem di antaranya adalah kampung Muslim Juuk Manis.

Kampung Muslim Juuk Manis merupakan salah satu kampung yang berada di Kelurahan Karangasem. Dipilihnya kampung ini dalam kajian ini bukan berarti mengabaikan kampung Muslim lainnya yang ada di Kelurahan Karangasem. Dari segi sejarah, keunikan, upaya mewujudkan multikulturalisme, mencegah konflik menuju harmoni tidak jauh berbeda dengan kampung-kampung Muslim lainnya di Kelurahan Karangasem. Dari latar belakang tersebut muncul muncul permasalah yang perlu dijawab. Yaitu:

  • 1.    Faktor-faktor apa penyebab terbentuknya komunitas Muslim?

  • 2.    Apa makna kebijakan Raja Karangasem dalam mencegah konflik menuju harmoni persepektif multikulturalisme?

Metode

Penelitian ini bersifat kualitatif (Moleong,1999), peneliti sebagai instrument atau alat pengumpul data utama dengan bantuan orang lain. Data yang dikumpulkan, yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan diseleksi kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif berupa katakata, keterangan, gambar atau foto dari pada angka. Adapun teori yang sesuai dalam menganalisis suatu masyarakat yang beragam adalah teori fungsionalisme struktural dan untuk menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan politik kekuasaan adalah teori hegemoni. Teori fungsionalisme stuktural yang muncul tahun 1930-an dan sering disebut teori fungsionalisme. Teori ini dikembangkan oleh Robert Marton dan Talcott Parsons. Teori ini memandang masyarakat sebagai sistem yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan, dan masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan (Poloma,1987:28; Fakih, 1999:31). Misalnya antara etnis Sasak yang beragama Islam dengan etnis Bali yang beragama Hindu yang hidup dalam masyarakat di Juuk Manis yang saling berhubungan membentuk interaksi sosial. Interaksi sosial itu berjalan secara damai dan aman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang hidup secara damai dan tenteram dalam keberagaman budaya, etnis dan agama itu sesungguhnya telah dibangun sejak dulu hingga sekarang ini masih dikembangkan walaupun dalam bentuk yang berbeda. Dibangunnya rasa toleransi yang besar antar umat yang berbeda itu untuk mencegah konflik menuju harmoni. Sedangkan teori hegemoni menempatkan ide di atas kekuasaan karena tidak mencukupinya hanya dengan kekuatan fisik dalam pengendalian sosial. Oleh karena itu diperlukan cara menguasai yaitu dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensus, bukan dengan cara mendominasi secara represif melainkan lebih kepada kepemimpinan yang bersifat persuasi (tanpa kekerasan, tanpa konflik) untuk menciptakan masyarakat yang harmoni melalui pendekatan multikulturalisme. Selain itu pola

kepemimpinan Raja juga berasaskan ajaran filosofi agama Hindu antara lain Asta Brata, bahwa seorang Raja harus dapat berlaku adil, arif bijaksana, mensejahterakan rakyatnya, dan sebagainya (Ardika (Dkk),2015:135) yang dijadikan dasar terbentuknya masyarakat yang aman, tenteram tanpa konflik yang berarti yang merupakan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat multikulturalisme.

Hasil dan Pembahasan

Faktor-Faktor Penyebab Terbentuknya Masyarakat Multikulturalisme

Setidaknya ada 2 faktor penting yang berkaitan dengan penyebab terbentuknya masyarakat multikulturalisme di Kelurahan Karangasem khususnya di Juuk Manis. Tidak terlepas dengan politik kekuasaan, dan kebijakan Raja Karangasem Agung, 1979; Agung,2010). Sejak Lombok khususnya Kerajaan Pejanggik dikuasi oleh Raja Karangasem, maka Raja membawa serta beberapa orang-orang Islam Sasak yang dianggap memiliki kharismatik, cakap, mempunyai jiwa kepemimpinan. Terhadap orangorang Islam Sasak tersebut sesampainya di Karangasem oleh raja dibuka tanah sebagai tempat tinggal dan tempat peribadatan bagi orang-orang Islam yang di datangkan dari Lombok. Awalnya tempat peribadatan mereka berupa Langgar yang kemudian berkembang mengalami perubahan menjadi Masjid. Pendirian tempat peribadatan yang dibangun dulu hampir bersamaan di kampung Muslim yang ada di wilayah kerajaan Karangasem dan pendiriannya juga mendapat bantuan dari Raja Karangasem.Sampai kini jumlah Masjid yang ada di Karangasem dapat dikatakan terbanyak jumlahnya dibandingkan dengan daerah lainnya di Bali.

Raja dalam melaksanakan tugasnya nampaknya selalu berdasarkan atas filosofi ajaran agama Hindu, seperti yang ada dalam ajaran Asta Brata. Seorang pemimpin atau Raja hendaknya selalu mengayomi rakyatnya, berlaku arif bijaksana, mempunyai sifat loyal, mensejahterakan rakyatnya, membina dan membangun sikap toleransi antar budaya, etnis dan agama yang berbeda, yaitu antar umat Bali Hindu yang mayoritas dan sebagai penduduk asli dengan orang-orang Islam Lombok yang didatangkan Raja ke Karangasem. Mereka hidup berdampingan secara aman dan damai. Hal ini terjadi tidak dapat dilepaskan dari pola

kepemimpinan dan kebijakan Raja. Kebijakan-kebijakan yang telah dibangun pada masa lalu oleh Raja Karangasem memeberikan dampak positif bagi masyarakat Karangasem yang hidup dalam keberagaman budaya, etnis, maupun agama. Dulu Raja Karangasem telah membangun sikap-sikap seperti:

  • 1.    Sikap loyalitas, yaitu dengan membangun sejumlah tempat tinggal bagi orang-orang Islam Sasak dan membantu dalam pendirian Masjid di kampung-kampung Muslim di wilayah kekuasaan Raja Karangasem hingga kini berkembang menjadi kampung-kampung Muslim salah satunya adalah kampung Muslim Juuk Manis di kelurahan Karangasem

  • 2.    Penanaman Sikap Saling Menghargai Budaya dan Kepercayaan umat lain.Pada masa lalu sikap saling menghargai kepercayaan dan budaya yang dianut umat lain sudah dipraktikkan. Ketika pihak keluarga Puri mengundang orang-orang Muslim dalam acara adat atau upacara lainnya, maka dari pihak Puri menganjurkan orang-orang   Islam yang   diundang

mengenakan busana ala Muslim, berjibab bagi yang perempuan, mengenakan sarung bagi muslim laki-laki. Hal ini untuk memudahkan pihak keluarga Puri ketika menghidangkan makanan.

  • 3.    Dalam bidang kehidupan sosial ekonomi atau peningkatan ekonomi orang-orang Muslim, oleh Raja dibentuk pauman yaitu suatu ikatan atas sebidang tanah yang dihadiahkan kepada anggota pauman oleh pihak keluarga Puri. Dimana tanah tersebut berfungsi sebagai Wakaf (Agung, 1979:14). Sehubungan dengan kebijakan Raja ini, maka pihak penerima wakaf tersebut termasuk orang-orang Muslim juga mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab atas sebidang tanah untuk mengurusnya sebaik mungkin. Cara yang dilakukan oleh Raja ini mempunyai makna perhatian kepada rakyatnya membantu ekonomi keluarga anggota pauman. Sekaligus juga memupuk rasa saling menguntungkan, saling memberi dan saling menerima (Trisila,2013:238). Untuk membalas perhatian Raja, maka pihak anggota pauman dengan tulus ikhlas memberikan bantuan tenaga atau hasil panen dari sebidang tanah yang sudah

dihadiahkan bila diperlukan, misalnya pada saat ada upacara adat di Puri (Sulandjari,2011:189).

  • 4.    Interaksi sosial antara Raja terhadap rakyat dengan rakyat bawahannya atas dasar rasa utun,tresna, dan bakti itu juga mampu menumbuhkan rasa mencintai antar unsur-unsur budaya Bali dan unsur-unsur budaya Sasak. Dalam unsur Bahasa, orang Islam Sasak di Karangasem sangat pasih menggunakan Bahasa Bali halus ketika terjadi percakapan dengan orang Bali, sebaliknya orang Bali Hindu juga mengadopsi budaya seni dari seni budaya sasak seperti tari cakepung. Dan akulturasi sepeti iyu masih terus berkembang sampai sekarang ini

  • 5.    Untuk menjaga keamanan Bersama, oleh Raja dibentuk petugas keamanan yang anggotanya baik orang Bali Hindu maupun orang Islam. Dulu petugas keamana tersebut dikenal dengan nama Jagabaya.

  • 6.    Bahasa Bali juga digunakan dalam beberapa tembang-tembang Sasak yang diambil dari cerita Menak, kesusastraan seperti Hikayat Nabi juga berkembang pada saat itu. Sumber data empiris (2019) dalam beberapa tembang-tembang orang Islam di Karangsokong masih ada menggunakan bahasa Bali sampai sekarang.

  • 7.    Secara fisik bangunan Masjid yang terdapat di Juuk Manis konon berdiri diatas se bidang tanah yang merupakan pemberian dari seorang kerabat golongan Brahmana, Ida Pedanda Ketut Pinatih, hal ini sebagai salah satu dasar terbentuknya rasa kekeluargaan. Sampai sekarang hampir di setiap Kampung Muslim yang tersebar di wilayah Kelurahan dan Kecamatan Karangasem saja yang berjumlah lebih dari 20 kampung Islam, istilah itu dikenal dengan sebutan” Menyama Braya”, menganggap mereka bersaudara antara Umat Muslim dengan Umat Hindu yang ada di Karangasem.

Dalam aspek keamanan dan ketertiban lingkungan. Kini sudah dilaksanakan pengukuhan pecalang dan terbentuknya jagabaya yang didukung tidak hanya dari warga Hindu, tetapi dari berbagai etnis dan agama dari berbagai kampung yang ada di lingkungan Kelurahan Karangasem, seperti Nyuling, Dangin sema,

Karang Tebu dan Karang Tohpati (Herlambang, 2015:70). Data empiris menunjukkan di Juuk Manis juga terdapat anggota pecalang dan jagabaya.

Memahami Makna Multikulturalisme

Perspektif Masa Kini

Memahami makna masyarakat multikulturalisme yang dibangun dan dikembangkan di Juuk Manis Kelurahan Karangasem sejak masa kerajaan dulu, maka diperlukan pendekatan multikulturalisme sebagai salah satu alternatif yang strategis dalam mencegah konflik yang rentan terjadi dalam masyarakat dengan keberagaman budaya, etnis dan agama. Konsep masyarakat multibudaya diperkenalkan untuk membedakan dengan dengan pengertian masyarakat monokultur (monobudaya) (Ardhana,2011:15). Hasil penelitian tentang terbentuknya dan dikembangkannya multikulturalisme di Juuk Manis Kelurahan Karangasem dewasa ini, dapat dipahami sebagai berikut:

  • 1.    Terbentuknya toleransi antar umat Muslim dengan umat Hindu Bali yang sudah terbina sejak masa kerajaan dulu dan tetap dibina, dibangun dan  dikembangkan  sampai

sekarang    ini disesuaikan    dengan

kepentingan danperkembangan jaman. Interaksi sosial antar umat, budaya, etnis yang berbeda itu selalu menanmkan sikap saling menghargai satu dengan lainnya. Misalnya ketika orang-orang Bali Hindu mengundang orang-orang Islam untuk hadir pada acara adat, maka khusunya konsumsi bagi undangan umat Muslim yang disediakan, diserahkan kepada mereka untuk mengurus dan menghidangkannya. Hal ini merupakan salah satu bentuk menghargai kebudayaan atau kepercayaan yang dianut umat lain.

  • 2.    Dalam bentuk fisik terdapat sebuah bangunan Masjid yang letaknya berdekatan seakan tidak ada batas dengan pura atau tempat suci atau tempat pemujaan umat Hindu. Konon tanah di atas bangunan Masjid sekarang ini adalah diberikan oleh salah seorang kerabat dari Geriya yaitu Pedanda Ketut Pinatih. Dengan memahami sejarah masa lampau, maka hal ini akan dapat memperkuat hubungan atau interaksi sosial khususnya di Juuk Manis dan di

Kelurahan Karangasem umumnya dalam mewujudkan masyarakat multikulturalisme sebagai alternative untuk mencegah konflik menuju harmoni

  • 3.    Dalam bidang sosial ekonomi kaitannya dengan Pauman yang pada masa kerajaan menjadi salah satu perhatian raja terhadap anggota Pauman yang anggotanya juga dari orang-orang Islam, sampai sekarang masih ada, walaupun tidak sebanyak dulu. Hal ini menandakan hubungan antar kerabat Puri dengan orang-orang Muslim di Juuk Manis masih tetap terjaga.

  • 4.    Dalam aspek keaman pada masa kerajaan dibentuk Jagabaya dan Pecalang. Pada masa sekarang ini di Juuk Manis juga dibentuk Pecalang dan Jagabaya. Anggota Pecalang maupun Jagabaya berperanan untuk menjaga keamanan bersama apabila diperlukan, baik oleh umat Hindu ketika ada upacara adat atau keagamaan pada hari raya umat Islam di lingkungan Kampung Juuk Manis di Kelurahan Karangasem

  • 5.    Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Atau multikulturalisme selain menekankan pada multikultur juga menekankan pada pengakuan perbedaan dan kesederajatan dalam keberagaman budaya, etnis maupun agama. Hal ini dapat menimbuhkan kecintaan terhadap penggunaan Bahasa Bali sebagai Bahasa percakapan di lingkungan Kampung Juuk Manis. Dalam hal kesederajatan di Kampung Muslim Juuk Manis juga terjadi perkawinan silang antar seorang laki-laki Islam dengan seorang perempuan Bali Hindu atau sebaliknya, dan yang perempuan biasanya mengikuti agama yang dianut pihak laki-laki.

Simpulan

Pendekatan multikulturalisme dalam kajian ini digunakan sebagai suatu alternative yang strategis untuk mencegah konflik harmoni, sesungguhnya sudah dibangun dan dikembangkan sejak masa kerajaan terhadap masyarakat di kampung Muslim yang ada di lingkungan Kerajaan Karangasem, termasuk di lingkungan Kampung Muslim di Juuk Manis sejak abad ke-19. Terwujudnya masyarakat multikulturalisme di

Juuk Manis tidak terlepas dari kebijakan Raja Karangasem telah membangun toleransi antar budaya, etnis dan agama yang berbeda yang ada di wilayah kekuasaannya. Pola kepemimpinan yang dilandasi filosofi ajaran agama Hindu telah cukup berhasil mencegah terjadinya konflik yang bernuansa SARA, membangun integrasi, toleransi, solidaritas menuju masyarakat yang aman dan harmoni dalam keberagaman. Dari perspektif masa kini, sikap-sikap yang telah dibangun, dibina dan dikembangkan tersebut kiranya perlu disosialisasikan, dibina kembalim dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat dewasa ini yang semakin majemuk atau plural, beragaam budaya, etnis maupun agama

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik. 1982. Pola Kepemimpinan Islam di Indonesia: Tinjauan Umum dalam Prisma, XI, No.6. Jakarta: LP3ES

Agung, Anak Agung Gede Putra.,1979. Masuknya Islam di Karangasem. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Ardana, I Ketut, 2011. Kerangka Teori dan Konsep Multikultural, dalam I Ketut

Ardana (Dkk). Masyarakat Multikultural Bali Tinjauan Sejarah, Migrasi,

dan Integrasi. Denpasar: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Barker, Chris, 2000. Cultural Studies Teori & Praktik.Yogyakarta: Kreasi Wacana

Herlambang, Ida Bagus Wicaksana, 2015. Masyarakat Multikultural: Studi Tentang Interaksi Sosial Antara Masyarakat Etnis

Bali Dan Etnis Sasak di Kota Amlapura (Skripsi). Denpasar: Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Poloma, Margaret M, 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali

Rajab, Budi.1996. Pluralisme Masyarakat Indonesia SuatuTinjauan Umum, dalam Prisma, No.6. Jakarta: PT Pustaka LP3M

Soekanto, Soerjono, 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soenaryo, F.X. 2011. Proses Sejarah, Migrasi Dalam Terbentuknya Masyarakat

Multikultur, dalam I Ketut Ardana (Dkk). Masyarakat Multikultural Bali Tinjauan Sejarah, Migrasi, dan integrasi. Denpasar: Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Sulandjari, 2011. Harmoni, Prevensi Konflik, dan Peran Multikulturalisme, dalam I Ketut Ardana (Dkk). Masyarakat Multikultural Bali Tinjauan Sejarah, Migrasi, dan Integrasi. Denpasar:   Jurusan   Sejarah

Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Strinati, Dominic, 2003.  Popular  Culture

Pengantar Menuju   Teori   Budaya

Populer.Yogyakarta: Bentang Budaya.

Trisila, Slamet, 2013. Melihat Puri dari Serambi Masjid: Relasi Kuasa Kerajaan Karangasem dan Masyarakat Islam, dalam I Ketut Ardana (Editor). Anak Agung Gede Putra Agung Sejarawan dan Budayawan Bali. Denpasar: Pustaka Larasan.

48