PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

VOL. XXI NO. 2 • AGUSTUS 2021

“Ludruk Jember: Ruang Kebudayaan Masyarakat Jember dalam Mengekspresikan

Kembali Kultur Kemaduraan di Wilayah Perantauan”

Mohammad Rizaldy Ramadhan, Egy Fernando, Muhammad Sulton Ridho, Vivia Suaidin  97

Silakramaning “Aguron-Guron” Dalam Teks Cerita Bhagawan Dhomya-Adiparwa

Drs. I Nyoman Duana Sutika, M.Si 103

Dinamika Pemajemukan Dengan Morfem Unik Dalam Bahasa Bali

Ni Made Sri Ramayanti  110

Penggunaan Bahasa Inggris dalam Percakapan Bahasa Indonesia Generasi Muda

Anak Agung Sagung Shanti Sari Dewi  116

Kehidupan Sosial Migran Madura di Desa Kintamani Tahun 1982-2018 Risa Yuliandri  122

Upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan Desa Adat Kesiman

Ni Made Odi Tresna Oktavianti  128

Pengelolaan Yayasan Albanna sebagai Lembaga Pendidikan Islam

di Denpasar Selatan 2007-2019

Deanita Salsabila 142

Psychological Analysis of Emily Grierson in Short Story A Rose for Emily

by William Faulkner

Gaby Kumala Dewi Santoso, Ida Bagus Putra Yadnya, Ni Ketut Alit Ida Setianingsih ....149

Code switching Used by Naila on Her YouTube Channel: Naila Farhana

Kadek Yuda Wardana, Luh Putu Laksminy, Made Detriasmita Saientisna  154

The Used of Online Learning Method in Acquiring Children's English Vocabulary

at English Buzz Bali

Ni Putu Manik Masuci  162

Pedoman Penulisan Naskah dalam Jurnal Pustaka

PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

P-ISSN: 2528-7508 E-ISSN: 2528-7516

VOL. XXI NO. 2 • AGUSTUS 2021

Susunan Redaktur PUSTAKA :

Penanggung Jawab Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.

Pemimpin Redaksi

Ngurah Indra Pradhana, S.S., M.Hum.

Wakil Ketua

I Gusti Ngurah Parthama, S.S., M.Hum.

Sekretaris

Dr. Bambang Dharwiyanto Putro, S.S., M.Hum.

Staf Redaksi

I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D.

Dr. Dra. Ni Made Suryati, M.Hum.

Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum. Zuraidah, S.S., M.Si.

Drs. I Wayan Teguh, M.Hum Fransiska Dewi Setiowati Sunarya, S.S., M.Hum

Mitra Bestari

Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A (Unud)

Prof Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt (Unud) Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A (Unud)

Prof. Thomas Reuter (Melbourne University) Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. (Undiksha) Prof. Dr. Susantu Zuhdi (UI)

Prof. Dr. Irwan Abdulah (UGM)

Pelaksana Tata Usaha :

I Gede Nyoman Konsumajaya

Naskah dikirim ke alamat : [email protected]

Foto sampul oleh I Gede Gita Purnama & I Putu Widhi Kurniawan

Kehidupan Sosial Migran Madura di Desa Kintamani Tahun 1982-2018

Risa Yuliandri

Prodi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana Denpasar- Bali Indonesia

Email: [email protected]

Abstract

This study examines the Madurese community. The aim is to then find out the driving and pulling factors of Madurese migrating to Kintamani, knowing the sectors that Madurese are involved in, and the implications of Madurese migrants for the local community. The study uses historical methodology such as historical explanations. The result of this research is that the beginning of the migration of Madurese people, only a few Madurese immigrants who were in Kintamani, gradually as time went on the Madurese grew. Then Madurese can be accepted in Kintamani due to a factor when Madurese, who only a few come to Kintamani, participate in fighting for the village to give prizes in the form of land as usufructuary rights to Madurese and are only subject to funds according to the area obtained per family. Madurese people work in the field of business in general as traders and over time the Madurese community in Kintamani has grown and those who have succeeded already have permanent houses in Kintamani village.

Keywords:Push factor and pull factor,beginnings,professin

Pendahuluan

Penelitian ini membahas tentang Orang Madura: Pandangan Hidup, Gaya Hidup, Dan Kewirausahan Studi Kasus Di Kintamani Bangli Tahun 1982-2018. Bali merupakan salah satu kepulauan Indonesia yang memegang peran penting khususnya dalam bidang pariwisata. Wisatawan mencakup dari berbagai kalangan mulai dari wisatawan domestik hingga manca negara. Para migran tersebut tidak hanya berpindah secara fisik namun pola perilaku kebudayaan asli mereka juga turut menjadi pedoman normative dalam kehidupan masyarakat (Margi et al).

Tujuan utama migran ke daerah yang ditujunya tidak terlepas dari tujuan utamanya adalah faktor ekonomi. Pendatang yang membuka usaha di Kintamani lebih dominan migran yang berasal dari Madura akan tetapi migran dari luar Madura masih ditemukan dengan membuka usaha seperti bakso, lalapan, toko plastik, toko bangunan, lain halnya dengan migran Madura yang kerap ditemukan di Kintamani sebagai pedagang sate Madura,selain usaha sate, migran Madura ada pula yang berprofesi sebagai pedagang tipat tahu, bubur ayam, pedagang sepatu dan sandal, menjual ternak sapi dan kambing serta menjabat di struktur pemerintahan sebagai kepala dusun (Asikin et al, 2018).

Migran Madura yang berada di kampung Sudihati telah hidup menetap dimulai pada tahun 1942. Pada tahun 1942 hanya beberapa migran Madura yang datang ke Kintamani berjumlah enam orang. Orang Madura yang beberapa orang disebutkan sebelumnya diberi oleh pihak desa berupa tanah sebagai hadiah dari desa karena leluhur-leluhur terdahulu yang memang migran Madura ikut membantu memperjuangkan desa Kintamani dari penjajah Jepang.

Maka dari itu diberi tanah sebagai hak guna pakai seumur hidup tanpa biaya apapun terkecuali hanya membayar dana sumbangan untuk desa pertahun dikenakan biaya sesuai luas tanah yang didapat per KK sebagai dana punian bagi masyakat lokal Bali dan ketentuan ini masih terus berlanjut hingga saat ini.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai kehidupan sosial migran Madura di Kintamani.

Metode dan Teori

Metode yang digunakan dalam studi ini yakni metode sejarah. Adapun Langkah yang harus di lakukan pertama pengumpulan sumber, kedua kritik sumber, ketiga interpretasi, dan keempat penulisan sejarah. Sumber-sumber yang digunakan

pada studi ini berupa dokumen/arsip, wawancara, dan sumber pustaka yang mengarah pada penelitian ini. Teknik analisis dalam penelitian ini yakni analisis deskriptif kualitatif yang merupakan telaah pada suatu objek penelitian, selanjutnya hasil telaah tersebut diwijudkan menjadi sebuah bentuk tulisan yang berkaitan untuk melukiskan sebuah rincian dari suatu objek yang diteliti (Wayan et al., 2020).

Hasil dan Pembahasan

A.    Sistem Sosial dan Masyarakat

Sistem sosial orang Madura di Kintamani dilandasi oleh nilai-nilai agama, yang dalam hal ini orang Madura pada umumnya memeluk agama Islam. Orang Madura walaupun pekerjaan tidak lagi dalam bidang agraris secara keseluruhan masih memperlihatkan kehidupan agraris di daerah asalnya di Jawa. Pada umumnya orang madura berasal dari daerah pedesaan di Madura Jawa timur, dengan demikian orang Madura masih menggambarkan masyarakat tradisional, hidup secara bergotong royong dan kolektifitas. Di seluruh daerah Kintamani hanya terdapat satu buah Masjid yang berada di jalan raya Kintamani-Singaraja tepatnya berada di desa Kintamani yang merupakan permukiman orang Madura di Kintamani (Awang Bagus Prastio, Trisnaningsih, 2018).

  • B.    Agama Islam Sebagai Pandangan Hidup.

Penduduk Madura mayoritas beragama Islam dan bahkan orang Madura sudah dianggap Islam sejak lahir7. Masuknya nilai-nilai Islam di Madura tampaknya tidak dipengaruhi oleh keadaan geografis seperti Jawa. Pada daerah-daerah tertentu di pesisir pulau Jawa yang subur pemeluk Islamnya berjumlah besar dan sangat taat, tetapi di daerah lain penganutnya tidak begitu banyak atau penduduknya sekedar memeluk Islam secara terdaftar saja. Di daerah Madura, Islam tampak memiliki keseragaman, sehingga masyarakat Madura di wilayah yang kurang subur maupun yang memiliki banyak sumber air, ketaatan beribadahnya sama saja. Islam memiliki keseragaman di Madura kemungkinan disebabkan oleh daerah geografis Madura yang sempit dan dihuni oleh penduduk yang persebarannya agak merata(Syamsuddin, 2018).

Masyarakat Madura adalah orang yang secara tradisional berbicara menggunakan bahasa Madura dalam kehidupan sehari-hari, baik yang

tinggal di pulau Madura maupun yang tinggal di beberapa tempat di luar pulau Madura, seperti Surabaya, Gresik, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Bondowoso, Situbondo, Lumajang dan Banyuwangi. Selain itu, masyarakat Madura adalah salah satu etnis di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan ciri khas. Hal ini dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta beberapa jenis adat istiadat yang spesifik. Norma-norma sosial yang telah hidup, yang didasari oleh karakteristik aspek alamiah dan aspek sosial di pulau Madura, jelas telah menjadi ciri-ciri dasar masyarakat Madura. Sikap sederhana, lugu dan polos, mengutamakan hidup kekeluargaan dan gotong royong (Meviana, Ware, 2004).

Faktor-Faktor Migrasi

  • 1.    Faktor Pendorong.

  • a. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi selalu dianggap sebagai faktor yang built-in dalam perantauan orang Minangkabau, oleh karena itu tejalin kedalam pelembagaan merantau itu sendiri. (Mochtar Naim, 2013, 254).

Secara tradisional sekalipun sawah cukup untuk keberlangsungan hidup keluarga orang muda selalu didorong untuk pergi merantau mencari rezeki sehingga ia nanti sanggup berdiri sendiri dan menghidupi keluarganya bila datang masa untuk berkeluarga. Tidak jauh berbeda dengan migrasi orang Madura disebabkan oleh Faktor ekonomi oleh karena itu selalu terjalin hubungan kekerabatan antara keluarga (Pradnya Paramitha, 2019).

Perubahan sosial terjadi disebabkan adanya faktor-faktor yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri yang menimbulkan tergesernya nilai pandang masyarakat terhadap suatu hal membuat faktor-faktor ini sangat berpengaruh pada kejiwaan masyarakat faktor-faktor ini berkaitan dengan faktor hubungn pendidikan, dan faktor perekonomian masyarakat memiliki hubungan yang besar terhadap perubahan yang terjadi di Blahbatuh ini.(Putu et al, 2016).

Dengan kegigihan orang Madura yang dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, semangat yang membara, pantang menyerah, berwatak keras, dan sangat menjunjung tinggi agama, dalam berdagang orang Madura mempunyai etika. Melayani dengan kesungguhan, penuh kerendahan hati akan bergerak ke tingkat kemuliaan yang lebih tinggi. Orang Madura

terkenal dengan ciri orang yang berwatak keras, berbicara keras dan bisa mengakibatkan kesalah pahaman dengan para konsumen bahkan orangorang sekitar lingkungan, tetapi ini semua tidak lepas dari karakter dan sifat orang Madura, dan bagi orang Madura itu sendiri merupakan hal yang biasa. Orang Madura terkenal akan ulet dan rajin kegiatan yang bermanfaat terutama dalam hal keagamaan.(Wafirotin, 2016).

Faktor-faktor pendorong migrasi semakin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian, Menyempitnya lapangan pekerjaan ditempat asal (misalnya di pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive), adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku di daerah asal, bencana alam baik banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.(Bahri, 2020).

Salah satu faktor pendorong migran Jawa melakukan migrasi ke Kecamatan Lilirilau adalah faktor yang berasal dari daerah asal. Minimnya lapangan kerja, serta faktor sumber daya alam yang semakin berkurang mengakibatkan orang Jawa melakukan migrasi di Kecamatan Lilirilau. Hal tersebut sebagaimana yang dituturkan: “di Jawa hanya menjadi buruh pabrik dan tenaga yang dibutuhkan sangat sedikit.(Zulaihah, n.d.)

  • 2.    Faktor Penarik

  • a.    Kintamani Daerah Pariwisata

Secara global pulau Bali merupakan jantung pariwisata Indonesia yang sudah tidak diragukan lagi destinasi-destinasi wisata yang berada di pulau dewata mulai dari wisatawan domestik hingga wisatawan internasional yang berkunjung untuk menikmati keindahan dan destinasi-destinasi wisata yang berada di Bali (Migration, 2009)

Kintamani menjadi daerah sasaran para pendatang khususnya dalam penulisan ini sebagian orang Madura yang sudah mulai bermigrasi dari tahun 1945 yang hanya berjumlah 6 orang dan seiring berjalannya waktu perkembangan pendatang Madura hingga saat ini masih terus berlanjut.(Maryland Institute of Research. & Yang, 2014)

Orang Madura sangat efisien terhadap waktu dalambekerja sebagaimana terungkap dalam pepatah atolo ngèras mandi (berkeramas sambil

mandi). Dalam mengerjakan sesuatu orang Madura selalu bersikap du’-nondu’ mèntè tampar (duduk menunduk memintal tali). Ungkapan ini bermakna bahwa meskipun kelihatan duduk, orang Madura tetap ulet dan rajin melakukan kegiatan yang bermanfaat.(Heru et al, 2005).

Bagi orang Madura tidak ada pekerjaan yang bakal dianggapnya berat, kurang menguntungkan, atau hina, selama kegiatannya bukan tergolong maksiat, sehingga hasilnya akan halal dan diridhoi sang Maha Penciptanya.(Prasisko, 2018)

Dapat dilihat dari keturunan orang Madura yang berada di Kintamani sudah beranak pinak hingga cucu. Kintamani menjadi daerah pariwisata membuat orang Madura menjadikan peluang terutama pada sektor ekonomi yang lebih maju dibandingkan dengan daerah pedesaan pada umumnya. Kesuksesan orang Madura di Kintamani dapat dilihat dari sebagian orang Madura sudah memiliki tanah hak milik atas nama pribadi.(Zamroni, 2012) Keberhasilan para masyarakat Madura dalam menata hidup mereka di Wilayah Kintamani tentu juga didukung oleh keberadaan masyarakat lokal yang dapat menerima kedatangan mereka dengan baik. Menata sebuah kehidupan di daerah baru dibutuhkan suatu perencanaan dan pengelolaan yang didukung dan disetujui oleh seluruh warga masyarakat (Soeriadiredja, 2012). Suatu penataan yang dilaksanakan dengan konsep berbasis masyarakat.

  • b.    Hubungan Sosial Pendatang Madura di Perantauan

Terdapat banyak etnis pendatang yang terdapat di kota Surakarta salah satunya adalah etnis Madura. Di Surakarta sendiri tidak jelas bahwa ada berapa jumlah etnis Madura yang menetap dan bertempat tinggal di Surakarta. Meskipun item suku bangsa sudah tidak lagi diterapkan pada sensus penduduk, Pangkakaisa Research (1974) pernah meneliti tentang laju pertumbuhan penduduk berdasarkan suku bangsa, dimana Suku Madura memiliki prosentase cukup tinggi yaitu sebesar 7,1% dari total penduduk Indonesia tahun 1974 sekitar 120.000.000 jiwa (Poerwanto, 2005).

Masyarakat Madura dapat dijumpai dimana saja di Indonesia, namun ada beberapa hal yang membuat masyarakat pendatang Madura mudah dikenali, yaitu sikap keras, giat dalam berwirausaha (Wekke, 2017)

Tujuan utama orang Madura melakukan migrasi adalah untuk memperoleh tingkat kehidupan yang lebih baik dari di tempat asal, keberadaan orang Madura sangat mudah dijumpai karena migran Madura pada umumnya banyak bekerja disektor informal, seperti pedagang, penjual sepatu dan sandal, pedagang ternak sapi, tukang cukur dan penjaja makanan.Salah satu pusat tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Bali dan pusat untuk menyambung hidup bagi orang-orang perantau khususnya etnis Madura adalah di Pasar Kintamani Bali. Berbagai macam kebutuhan primer dan sekunder tersedia, pedagang yang berjualan tidak hanya dari warga sekitar lokal namun pedagang Jawa, Cina, Madura.(Zamroni, 2012)

Jadi penjual makanan di Pasar Kintamani adalah kumpulan orang Madura yang ingin memperbaiki perekonomian di kota rantau, dengan kreativitas pengolahan makanan yang dimilikinya. Sektor-sektor yang digeluti orang Madura di Kintamani diantaranya ada yang berprofesi sebagai pedagang sate Madura, pedagang sembako, pedagang tipat tahu, pedagang bubur ayam, pedagang sepatu dan sandal, penjual ternak sapi dan kambing, dan menjabat sebagai kepala dusun.(Asikin et al., 2018)

Pengelompokan para migran berdasarkan etnis pada pekerjaan tertentu diungkapkan dalam beberapa penelitian Para migran di Samarinda bisa dikenal melalui pekerjaan yang dipilihnya. Misalnya para penenun sarung di Kelurahan Mesjid wilayah Samarinda Seberang merupakanpara migran dari Bugis lama. Penjual toko kelontong dan warungwarung makanan merupakan pekerjaan yang banyak dipilih oleh migran Jawa. Pembagian etnis di sektor perdagangan juga eksis. Banyak migran dari Jawa Timur, misalnya, yang bekerja ngampas (Hidayat, 2013).

Data penelitian ini menunjukkan bahwa jaringan keluarga atau pertemanan cukup signifikan terjadi dalam jaringan sosial lapangan pekerjaan industri. Ini agak mengejutkan karena asumsinya industri merupakan sektor formal yang cenderung menjalankan rekrutmen modern (Marga Safitri & Wahyuni, 2015).

Kenyataan hubungan keluarga dan pertemanan di lapangan pekerjaan industri memberi bukti kuatnya jaringan sosial etnisitas di Samarinda. Para migran menyadari pentingnya hubungan sosial informal dengan kerabat atau teman yang berpengalaman di kota(Izzah, 2011).

Implikasi Orang Madura Bagi

Respon Masyarakat Lokal Terhadap Orang madura masyarakat Desa Kintamani merupakan suatu kesatuan manusia yang beraZas dalam keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat dan agama. Jadi respon penduduk masyarakat lokal terhadap kelompok orang Madura di Kintamani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang etnis itu sendiri. Kemudian hal ini merupakan hubungan yang bersifat searah, semisal pengetahuan. (Wafirotin, 2016)

Simpulan

Desa Kintamani adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang termasuk daerah pedesaan yang dijadikan daerah destinasi wisata dan penduduk yang bermata pencaharian diantaranya sebagai petani, pedagang, dan yang mendorong kemajuan ekonomi di Kintamani umumnya adalah sebagai daerah destinasi pariwisata. Peluang ini dimanfaatkan oleh para penduduk lokal dan pendatang untuk membuka usaha.

Pendatang yang banyak ditemukan di Kintamani adalah sebagian besar orang Madura akan tetapi migran lainnya juga dapat ditemukan seperti migran dari Banyuwangi, Malang, Jawa Barat namun yang lebih dominan ditemukan yaitu migran dari Madura. Kegigihan orang Madura dalam berwirausaha, ulet dan tekun dalam bekerja membuat orang Madura di desa Kintamani semakin terus berkembang. Setiap kepala keluarga memiliki usaha yang pada umumnya berprofesi di sektor informal sesuai hasil dari pengamatan penulis orang Madura di Kintamani sebagian besar adalah sebagai pedagang/ wirausaha.

Pada mulanya hanya sebagian orang Madura yang melakukan migrasi ke Kintamani. Kemudian semakin berkembang seiring berjalannya waktu orang Madura yang berada di Kintamani semakin banyak ditemukan hingga saat ini sudah turun-temurun sampai anak cucu yang tinggal menetap di Desa Kintamani. Hasil ini diperoleh sesuai dari data kependudukan warga Madura yang diarsipkan di kantor kepala Desa Kintamani. Orang Madura yang beberapa orang disebutkan sebelumnya diberi oleh pihak desa berupa tanah sebagai hadiah dari desa karena leluhur-leluhur terdahulu yang memang migran Madura ikut membantu memperjuangkan desa Kintamani dari penjajah Jepang.

Maka dari itu diberi tanah sebagai hak guna pakai seumur hidup tanpa biaya apapun terkecuali hanya membayar dana sumbangan untuk desa pertahun dikenakan biaya sesuai luas tanah yang di peroleh per keluarga di istilahkan sebagai dana sumbangan bagi masyakat lokal Bali dan ketentuan ini masih terus berjalan sampai saat ini. Berkembangnya usaha yang dimiliki sebagian orang Madura yang berada di Desa Kintamani sehingga mampu membeli tanah di Kintamani

Dikarenakan di dalam penelitian ini belum dibahas mengenai dinamika sosial masyarakat Madura di Kintamani peneliti berharap agar penelitian selanjutnya bisa membahas masalah tentang dinamika sosial secara mendalam agar mendapat informasi yang lebih lengkap.

Referensi

Asikin, D., Antariksa, A., Wulandari, L. D., &

Rukmi, W. I. (2018). Tata Ruang Lingkungan: Bentuk Kearifan Lokal Migran Madura Pada Permukiman Kotalama Malang. (December), A134– A139.

Https://Doi.Org/10.32315/Sem.3.A134

Awang Bagus Prastio, Trisnaningsih, S. (2018).

Migrasi Dan Kondisi Sosial Ekonomi Suku Sunda Di Desa Neglasari Lampung Utara. Journal Of Chemical Information And Modeling, 53(9), 1689–1699.

Bahri, B. (2020). Migrasi Orang Jawa Di Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng (1998-2018). Jurnal Pendidikan Sejarah, 9(1),                               38–54.

Https://Doi.Org/10.21009/Jps.091.03

Heru, L., Kasnawi, T., & Pandu, M. (2005). Pola Hubungan Sosial Ekonomi Pada Keluargaga Migran Sirkuler (Studi Kasus 5 (Lima) Keluarga Migran Di Desa Gaya Baru Kecamatan Lapandewa Kabupaten Buton. 5, 1–15.

Hidayat, Y. (2013). Hubungan Sosial Antara Etnis Banjar Dan Etnis Madura Di Kota Banjarmasin. KOMUNITAS: International Journal Of Indonesian Society And Culture,           5(1),           87–92.

Https://Doi.Org/10.15294/Komunitas.V5i 1.2377

Izzah, A. (2011). Jaringan Sosial Dan Variasi Pekerjaan Para Migran Di Kota Samarinda. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 16(2), 157–180.

Https://Doi.Org/10.7454/Mjs.V16i2.4965

Marga Safitri, Y., & Wahyuni, E. S. (2015). Jaringan Sosial Dan Strategi Adaptasi Tenaga Kerja Migran Asal Lampung Di Desa Jayamukti, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan,          1(1),          64–77.

Https://Doi.Org/10.22500/Sodality.V1i1.9 391

Margi, P., Sastra, B. A., Larasati, P. D., Azizzah, D. S., & Rizky, M. (N.D.). Wedhang Cor Sebagai Simbol Budaya Kota Jember Wedhang Cor As Culture Symbol City Of Jember. 15–21.

Maryland Institute Of Research., Z., & Yang, C. (2014). Journal Of Arts And Humanities. Journal Of Arts And Humanities, 3(5), 5. Retrieved                        From

Http://Theartsjournal.Org/Index.Php/Site/ Article/View/478/270

Meviana, I., Ware, Y., Malang, U. K., & Asli, W. (2004). Karakteristik Interaksi Sosial Antara Warga Asli Dengan Warga Pendatang Di Kelurahan Buring Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. 36–43.

Migration, I. L. (2009). MASYARAKAT DI DESA TUJUAN WISATA ( Studi Di Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat ).

Pradnya Paramitha, P. D., & . S. (2019). Mobilitas Migran Islam Jawa Di Kuta Selatan Tahun 1974-2017.   Humanis,   23(3),   232.

Https://Doi.Org/10.24843/Jh.2019.V23.I0 3.P10

Prasisko, Y. G. (2018). Ludruk Jember: Ritual Masyarakat Perantauan. PARAFRASE: Jurnal Kajian Kebahasaan & Kesastraan, 18(01),                           69–78.

Https://Doi.Org/10.30996/Parafrase.V18i0 1.1384

Putu, N., Segara, O., Wirawan, A. A. B., & Asmariati, A. A. I. (2016). Perubahan Sosial Masyarakat Di Blahbatuh Pada Tahun 1980 – 2015. 16(September), 171– 178.

Soeriadiredja, P. (2012). Strategi Masyarakat Nelayan Kedonganan Menghadapi Kemiskinan. 33–42.

Syamsuddin, M. (2018). Orang Madura Perantauan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama,             18(1),             1.

Https://Doi.Org/10.14421/Aplikasia.V18i 1.1378

Wafirotin, K. Z. (2016). Dampak Migrasi Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga TKI Di Kecamatan Babadan Kabupaten Ponorogo. Ekuilibrium: Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Ekonomi,            8(1),            15.

Https://Doi.Org/10.24269/Ekuilibrium.V8 i1.36

Wayan, N., Rahayu, S., No, J. K., Kaja, S., Tim, K. D., Denpasar, K., & Ram, N. (2020). Bhatara Guru Dalam Tradisi Bugis Kuno ( Perspektif Lontara I La Galigo ) Bhatara Guru In Ancient Bugis Traditional ( Lontara I La Galigo Perspective ) Pemujaan Bhatara Hyang Guru Bhatara Guru Pada Masyarakat Jawa , Pemujaan Debata Guru Kahyangan Atau Swar. 11, 71–82.

Wekke, I. S. (2017). Migrasi Bugis Dan Madura Di Selatan Papua Barat: Perjumpaan Etnis Dan Agama Di Minoritas Muslim. Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial Dan Sains,           6(2),           163–180.

Https://Doi.Org/10.19109/Intelektualita.V 6i2.1603

Zamroni, I. (2012). Dinamika Elit Lokal Madura. masyarakat: Jurnal Sosiologi, 17(1). Https://Doi.Org/10.7454/Mjs.V17i1.3744

Zulaihah, S. (N.D.). Orang Madura Di Yogyakarta ( Studi Tentang Sejarah Migrasi Penjual Sate Madura Di Yogyakarta ) Madurese In Yogyakarta ( A Study On The History Of Madures Satay Sellers Migration In Yogyakarta ). 1(2).

127