Pengembangan Industri Kreatif di Desa Wisata Bona, Belega dan Keramas Perspektif Gender
on
PUSTAKA
JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA
VOL. XX NO. 2 • AGUSTUS 2020
Peningkatan Kualitas SDM Melalui Pelatihan Bahasa Inggris Sebagai Penggiat Literasi Bagi Anak-Anak Jalanan di Yayasan Lentera Anak Bali (YLAB)
Sri Widiastutik, Komang Trisnadewi, I Ketut Setiawan 73
Beda Bahasa dan Berbahasa : Kajian Kepustakaan
Made Henra Dwikarmawan Sudipa 80
Bentuk Tabu Bahasa Korea
Anak Agung Gede Suhita Wirakusuma 84
Desa dan Banjar Sebagai Kesatuan Struktural dan Fungsional Ketut Kaler 93
Standardisasi Pengajaran BIPA: Revaluasi Metode Menuju Kompetensi Komunikatif
Gianyar Dalam Perspektif Arkeologi
Pengembangan Industri Kreatif di Desa Wisata Bona, Belega dan Keramas Perspektif Gender
Perkembangan Seni Patung Garuda di Dusun Pakudui Gianyar
Anak Agung Inten Asmariati 120
Alih Bahasa Figuratif Pada Terjemahan Karya Sastra Puisi
Sang Ayu Isnu Maharani, I Nyoman Tri Ediwan 124
Makna Sapaan Pada Penggunaan Negirai Kotoba: Cerminan Ragam Bahasa Jepang
Ni Made Andry Anita Dewi, Silvia Damayanti 130
Pedoman Penulisan Naskah dalam Jurnal Pustaka
PUSTAKA
JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA
P-ISSN: 2528-7508 E-ISSN: 2528-7516
VOL. XX NO. 2 • AGUSTUS 2020
Susunan Redaktur PUSTAKA :
Penanggung Jawab Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.
Pemimpin Redaksi
Ngurah Indra Pradhana, S.S., M.Hum.
Wakil Ketua
I Gusti Ngurah Parthama, S.S., M.Hum.
Sekretaris
Dr. Bambang Dharwiyanto Putro, S.S., M.Hum.
Staf Redaksi
I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D.
Dr. Dra. Ni Made Suryati, M.Hum.
Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum. Zuraidah, S.S., M.Si.
Drs. I Wayan Teguh, M.Hum Fransiska Dewi Setiowati Sunarya, S.S., M.Hum
Mitra Bestari
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A (Unud)
Prof Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt (Unud)
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A (Unud)
Prof. Thomas Reuter (Melbourne University) Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A. (Undiksha) Prof. Dr. Susantu Zuhdi (UI)
Prof. Dr. Irwan Abdulah (UGM)
Pelaksana Tata Usaha :
I Gede Nyoman Konsumajaya
Naskah dikirim ke alamat : jurnalpustaka@unud.ac.id
Foto sampul oleh I Gede Gita Purnama & I Putu Widhi Kurniawan
Pengembangan Industri Kreatif di Desa Wisata Bona, Belega dan Keramas Perspektif Gender
Ida Ayu Putu Mahyuni
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana putu_mahyuni@unud.ac.id
Abstrak
Kajian tentang pengembangan industri kreatif berperspektif gender ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang partisipasi tenaga perempuan untuk income keluarga guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui sektor industri. serta upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait, seperti masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak-pihak yang peduli terhadap perlunya menegakkan keadilan dalam perbaikan kualitas hidup penduduk terutama perempuan. Pokok permasalahannya: Faktor-faktor apa penyebab kaum perempuan memilih bekerja dan terlibat dalam industri kreatif? Apa yang dilakukan pihak-pihak terkait menegakkan keadilan dalam perbaikan kualitas hidup penduduk, terutama perempuan sesuai dengan Inpres Nomor 9 tahun 2000 yang responsif gender?. Analisis gender digunakan dalam kajian ini dengan asumsi, bahwa baik laki-laki maupun perempuan berkarya dan berpartisipasi sesuai dengan potensi dan kebutuhannya serta sama-sama mendapatkan manfaat secara adil.
Kata Kunci : Industri Kreatif, dan Gender
Abstract
This study on the development of creative industries with a gender perspective is expected to know and understand about the participation of women workers for family income in order to improve their welfare through the industrial sector. as well as the efforts that have been made by related parties, such as the community, local government, and parties concerned about the need to uphold justice in improving the quality of life of the population, especially women. The main problem is: What factors cause women to choose to work and be involved in the creative industry? What are the parties involved in upholding justice in improving the quality of life of the population, especially women according to the gender responsive Presidential Instruction Number 9 of 2000? Gender analysis is used in this study with the assumption that both men and women work and participate according to their potential and needs and equally get benefits.
Keywords: Creative Industry, and Gender
Pendahuluan
Kajian berperspektif gender dimaksudkan untuk melihat partisipasi tenaga perempuan di desa wisata Bona, Belega dan Keramas dengan maksud memperoleh income keluarga guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui industri kreatif. Kajian ini lebih melihat ketenagakerjaannya serta alasan pekerja perempuan lebih memilih pekerjaan di industri kreatif karena berkaitan dan sesuai dengan peran gendernya, tanpa mempermasalahkan batasan tenaga kerja dalam industri kreatif. Terbatasnya peluang kerja di sektor pertanian, menyebabkan terjadinya mobilitas kerja yang tidak hanya terjadi pada pekerja laki-laki, namun pekerja perempuan pun akan mengalami hal yang sama. Bagi
kebanyakan perempuan pedesaan dengan pendidikan yang rendah, mereka akan lebih memilih pekerjaan yang sesuai dengan peran gendernya, walaupun dengan upah yang rendah. Bagi pekerja perempuan melalui sektor industri memberikan suatu harapan dapat menaikkan kesejahteraan hidup mereka dan keluarganya (Partini,1992).
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana baik laki-laki, terutama perempuan menjadi korban dari sistem itu (lihat Handayani dan Sugiarti,2002). Guna memahami mengapa perbedaan gender menjadi faktor penyebab kaum perempuan di ketiga desa wisata tersebut memilih dan terkonsentrasi dalam pekerjaan industri kreatif dapat dipahami melalui
sejarah dan manifestasi dari ketidakadilan akibat perbedaan dan asumsi gender.
Gender dalam masyarakat Bali tradisional dikenal, bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan secara gender. Perbedaan gender karena sistem kekerabatan patrilineal, laki-laki dan perempuan tidak hanya dibedakan secara biologis (kodrat), namun juga berdasarkan atas sifat dasarnya, statusnya dan kesesuaiannya atau kepantasannya antara laki-laki dan perempuan. Analisis gender sebagai alat analisis memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural yang disebabkan oleh gender (Fakih,1996, 1999). Perbedaan gender telah menimbulkan asumsi gender (lihat Oakyel,1972) Persoalannya ternyata gender tradisional menganggap nilai dan kedudukan perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Perbedaan gender telah melahirkan berbagai manifestasi ketidakadilan gender yang berkembang baik dalam lingkungan keluarga, maupun lingkungan publik. Seperti halnya di negara-negara industri Barat, secara tradisional sebuah keluarga adalah wilayah perempuan, laki-laki mendominasi arena publik, budaya dan bisnis (Staggenborg,2003).
Pandangan androsentris atau bias laki-laki masih dapat ditemukan pada hampir semua teori dari berbagai disiplin ilmu. Kajian ini akan lebih melihat persoalan gender, pembebasan untuk mengembalikan perempuan pada nilai-nilai hakikinya (Susanti, 2000). Penelitian tentang perempuan yang berperspektif gender masih terasa baru bagi kalangan akademisi di Indonesia. Sejak tahun 2000 kajian berperspektif gender mengalami perkembangan yang semakin pesat. Kajian berperspektif gender dimaksudkan untuk dapat memahami dan mengatasi terutama yang berkaitan dengan persoalan gender akibat pandangan androsentris yang dapat merugikan kedudukan perempuan. Di dalam masyarakat Bali ideologi dan praktik-praktik gender berawal dari lingkungan keluarga inti (lihat Bhasin, 1996).
Sejak manusia lahir sudah diberikan identitas oleh orang tuanya. Melalui proses belajar manusia membedakan jenis laki-laki dan perempuan tidak hanya secara biologisnya, namun juga debedakan secara sifat dan kesesuaian pekerjaannya. Dari proses belajar yang panjang dan turun temurun itu telah melahirkan teori gender. Dari teori gender lahirlah ideologi gender yang membentuk pola berpikir yang juga dapat melahirkan akses negatif yang tidak manusiawi yang merugikan terutama
martabat dan kedudukan perempuan (Murniati,1993).
Misalnya banyak perempuan di Bali tersubordinat dan termarginalisasi akibat sistem pembagian hak waris secara tradisional menganggap hanya keturunan yang bestatus kapurusa sajalah yang memiliki hak terhadap harta warisan karena laki-laki dianggap dapat meneruskan tanggung jawab keluarga (Majelis Utama Desa pakraman Bali, 2011). Berikutnya muncul pandangan terhadap peran yang cocok untuk perempuan adalah sebagai mengurus seluruh urusan rumah tangga, sedangkan laki-laki lebih cocok pencari nafkah keluarga. Melalui ideologi gender manusia membedakan perempuan dan laki-laki berdasarkan pengalaman yang diperolehnya, seolah-olah perbedaan gender tidah dapat diubah dan dipertukarkan. Umtuk sebagian masyarakat, laki-laki maupun perempuan sampai kini menganggap teori dan ideologi gender sebagai hal yang wajar sebagai suatu pembenaran yang dianggap baku. Karena itu bagi sebagian kaum perempuan terutama yang memiliki dasar pendidikan rendah akan lebih memilih pekerjaan yang sesuai dengan peran gendernya. Kendala lainnya seperti juga dialami oleh perempuan di pedesaan yakni terbatasnya peluang kerja, sedangkan yang membutuhkan pekerjaan yang sesuai dengan jenis kelamin, keterampilan, dan pendidikan terus meningkat, seperti yang dialami oleh penduduk di Bona, Belega dan Keramas.
Untuk menghadapi persoalan ini kiranya pendekatan multi level perlu dilakukan. Di level kebijakan nasional perlu menempatkan perempuan dalam institusi-institusi negara, di level masyarakat luas perlu menyosialisasikan upaya mengantisipasi sumber-sumber yang merugikan perempuan, dapat menimbulkan subordinasi posisi dan peran perempuan yang biasanya dikukuhkan dalam tradisi, di tingkat dasar memperkuat posisi perempuan miskin, antara lain dengan memfasilitasi pembentukan organisasi perempuan yang berorientasi pada kepentingan dasar perempuan kemudian bersama-sama membangun kehidupan yang adil dan demokratis (Krisnawaty, 1993).
Hasil dan Pembahasan
Faktor-Faktor Penyebab Perempuan Memilih Bekerja di Industri Kreatif
Guna memahami mengapa faktor-faktor penyebab kaum perempuan di ketiga desa wisata
tersebut memilih dan terkonsentrasi dalam pekerjaan industri kreatif, maka persoalan ini dapat dilihat dari manifestasi ketidakadilan gender karena perbedaan dan asumsi gender. Ideologi gender yang dikembangkan dalam sistem kekerabatan patrilineal yang telah mengakar sejak lama telah mempengaruhi pola berpikir sebagian penduduknya baik laki-laki maupun perempuan. Bentuk manifestasi ketidakadilan gender antara lain proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap perempuan karena perbedaan gender. Misalnya pekerja pada industri kreatif kerajinan Bambu di Belega, pekerja perempuan selain jumlahnya lebih sedikit, 1 orang perempuan berbanding 2 orang pekerja laki-laki, atau ada yang 2 orang pekerja perempuan 3 orang pekerja laki-laki. Pekerja perempuan akan memperoleh upah yang lebih rendah dengan pekerja laki-laki karena perbedaan gender, dimana perempuan harus dapat membagi peran ganda, mengurus seluruh pekerjaan rumah tangganya dan mencari nafkah tambahan bagi kebutuhan ekonomi keluarganya yang sering tidak diperhitungkan.
Berbeda dengan pekerja perempuan di industri kerajinan untuk sarana dan prasarana upacara dan upakara Hindu di Bali maupun di industri tenut ikat yang ada di Bona dan Keramas. Pekerja perempuan yang mendominasi, jumlah pekerja perempuan yang sudah berumah tangga lebih besar. Menurut pemiliknya usaha tenun ikat baik di Bona maupun di Keramas, mereka mempunya pekerja berjumlah sekitar 25 orang lebih yang mayoritas adalah perempuan rumah tangga, yang rata-rata tingkat pendidikannya rendah (SD, SMP) diantaranya tidak lebih dari 2 orang yang berpendidikan setingkat SMA. Di kedua industri kreatif tersebut pekerja umumnya adalah perempuan. Mereka memerlukan waktu lebih lama, sehingga beban kerjanya pun lebih berat, karena mereka harus menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga mereka sesuai dengan peran gender perempuan, baik sebelum maupun setelah seharian bekerja di industri kreatif tempat mereka bekerja. Secara.
Perbedaan gender telah menimbulkan pandangan atau asumsi, bahwa perempuan itu irrasional atau emosional, tidak cocok menjadi pemimpin, dan lain-lain yang dapat menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Bentuk subordinasi karena asumsi gender menganggap bahwa pekerjaan domestik dan reproduksi lebih rendah daripada pekerjaan produksi yang dikuasai kaum laki-laki. Subordinasi terhadap jenis
pekerjaan perempuan tidak hanya terjadi di rumah tangga, juga di masyarakat, dan tempat pekerjaan (industri kreatif). Sehingga pekerja perempuan dapat dikatakan sebagai tenaga kerja dalam rumah tangga yang tidak dibayar, dan tenaga kerja di industri kreatif dengan upah yang rendah.
Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab perempuan terkonsentrasi di pekerjaan industri kreatif, selain karena jenis kelamin, tempat tinggal, keterampilan yang dimiliki, dekat dengan lokasi, mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga, juga karena rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. pendidikan mereka rata-rata Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahkan ada yang tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Sedangkan pekerja laki-laki yang sudah berumah tangga rata-rata memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Secara gender laki-laki tidak mempunyai beban domestik, peran gender laki-laki adalah pencari nafkah.
Suatu kenyataan bahwa dalam ketenagakerjaan kaum perempuan mengalami berbagai persoalan dan ketidakberuntungan. Secara gender, bahwa tugas utama perempuan adalah mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga, sehingga perempuan sering diabaikan dalam pekerjaan yang berkaitan dengan program-program pembangunan. Masih banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam rumah tangga, masyarakat, maupun negara tanpa menganggap penting perempuan. Dalam kebijakan yang dibuat selalu memandang perempuan secara stereotip, sehingga berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan (Fakih,1996). Adanya asumsi bahwa laki-laki adalah pencari nafkah, menyebabkan setiap pekerjaan yang dikerjakan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tambahan.
Terbatasnya lapangan kerja bagi perempuan, tenaga kerja perempuan kalah saing dengan tenaga kerja laki-laki. Umumnya bagi perempuan dalam rumah tangga di ketiga desa wisata tersebut bekerja hanya sebagai strategi untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Keterbatasan perempuan sebagai individu dalam hal pendidikan, pengalaman, keterampilan kerja, kesempatan kerja yang berhubungan dengan ideologi gender menyebabkan perempuan pekerja memasuki lapangan pekerjaan di industri kreatif dengan upah rendah. Hal serupa juga pernah dialami pekerja perempuan kelas menengah kebawah dalam industri yang pernah berkembang di
negara-negara industri abad ke-19 dan ke-20 dengan upah yang rendah (Chafetz dan Dorkin,1986; Staggenborg,2003).
Di kalangan perempuan kelas bawah, sebetulnya peran ganda bukan suatu hal yang baru. Sejak dulu mereka sudah terbiasa dengan peran gandanya mengurus hampir seluruh pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, dan bekerja guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Pada situasi seperti sekarang perempuan disudutkan pada kondisi yang sulit menyebabkan seringkali mereka menerima pekerjaan terkadang dengan upah yang rendah karena kurangnya keterampilan dan pendidikan yang dimiliki (Yuarsi, 2003).
Keterikatan perempuan pada kegiatan rumah tangga menyebabkan ruang geraknya terbatas, sehingga mereka memilih pekerjaan-pekerjaan yang berada di dekat rumah, sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, dan sedikit persaingan dengan pekerja laki-laki. Keterbatasan perempuan sebagai individu dalam hal pendidikan, pengalaman, keterampilan kerja, kesempatan kerja dan faktor ideologi gender. Faktor-faktor itu saling berkaitan bagai lingkaran seolah-olah tidak dapat berubah. Persoalan gender seharusnya terus diantisipasi dalam mewujudkan keadilan gender sesuai dengan Inpres No.9 Tahun 2000 yang responsif gender.
Upaya Mewujudkan Keadilan Gender dalam Industri Kretif
Ekonomi kreatif yang berkembang pesat dan dapat menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pasar akan memicu pertumbuhan ekonomi secara pesat yang disebut sebagai industri kreatif. Oleh karena itu Daerah Tujuan Wisata (DTW) dapat berkembang jika ada dukungan ekonomi kreatif, sehingga pengembangan industri kreatif tetap eksis dan kebutuhan wisatawan dapat dipenuhi (Arjana, 2015). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan dan memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan. Misalnya melalui pengembangan Pariwisata di Indonesia telah menjelma menjadi industri dan telah menciptakan diantaranya lapangan kerja dalam industri kreatif. Sektor kerja dan pengangguran merupakan hal yang berkaitan dengan kemiskinan terutama bagi mereka pekerja informal (Armida S dan Chris Manning,2006).
Pembangunan sektor industri yang dikembangkan di Bali, memiliki potensi yang besar karena selain sumber daya alam, juga
kreativitas masyarakatnya pada bidang seni dan kerajinan. Di bidang seni dan kerajinan diantaranya dapat ditemukan di desa wisata Bona, Belega dan Keramas yang telah mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung atau memesan hasil kerajinan penduduk setempat. Sehingga pengembangan industri kreatif tersebut dapat memberikan kontribusi pada sektor industri kreatif tanpa migas untuk peningkatan kesejahteraan penduduk, baik pekerja laki-laki, terutama perempuan di ketiga desa wisata tersebut.
Pengembangan industri kreatif lebih terfokus pada industri kerajinan merupakan suatu sektor dalam industri yang menekankan pada kreasi, produksi dan distribusi yang semuanya dibuat dan dihasilkan melalui tangan-tangan terampil para pekerjanya. Produk-produk yang dihasilkan oleh pengrajin terbuat dari berbagai bahan dasar, seperti daun lontar, bambu dan benang dengan berbagai macam bentuknya, antara lain berupa perlengkapan penjor, sandal, tas, dompet yang dianyam dari daun lontar; topi, kursi, meja,rak,almari dengan bahan dasar bambu, dan kain tenun ikat yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para konsumen (wisatawan lokal, nusantara, dan manca negara) untuk memesan atau langsung membelinya.
Pengembangan industri kreatif di ketiga desa wisata tersebut tidak dapat dilepaskan dari program dan peran serta pihak pemerintah Provinsi Bali melalui visi dan visi pariwisata Bali adalah mewujudkan pariwisata budaya yang berkualitas, berkelanjutan dan memiliki daya saing berbasis Tri Hita Karana. Untuk menangkal dampak negatif pariwisata pemerintah daerah dan masyarakat memiliki komitman untuk tetap menjaga budaya dan tradisi (Arjana,2015). Sementara telah disadari pula, bahwa pariwisata dapat menyebabkan degradasi lingkungan dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan kenyataan tersebut muncullah konsep ecotourism. Salah satu konsep ecotourism adalah terjadinya interaksi budaya tanpa harus menghilangkan atau merubah budaya yang sudah mapan (Yoeti,2006).
Industri kreatif merupakan industri yang berasal dari kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dengan menghasilkan dan mengekploitasi daya kreatif dan cipta individu tersebut (Sadilah, 2010). Pengembangan industri kreatif di desa Bona, Belega dan Keramas sudah pula mendapat perhatian berupa perhatian, pelatihan dan
pembinaan dari berbagai pihak terkait, seperti dari dinas perindustrian kabupaten Gianyar. Sejak dikeluarkannya Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) di segala bidang pembangunan termasuk bidang pembangunan ekonomi pariwisata, maka perhatian dan kepedulian berbagai pihak terkait perlunya menegakkan keadilan bagi para pekerja baik laki-laki terutama perempuan.
Sesuai dengan kajian berorientasi gender penelitian ini mengangkat tentang realitas perempuan, mengangkat prioritas kebutuhan perempuan dan mengubah situasi untuk mewujudkan kesataraan gender (lihat R.Wijaya (2996). Teknik analisis gender digunakan untuk memahami struktur sosial berdasarkan asumsi bahwa laki-laki dan perempuan berkarya dan berpartisipasi sesuai dengan potensi, kebutuhan dan kepentingan mereka serta sama-sama mendapatkan manfaat yang adil (Hubeis,2010). Artinya permasalahan yang dihadapi perempuan karena asumsi gender membutuhkan suatu strategi yang mampu mengubah pandangan masyarakat yang bias gender, menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan (Soetrisno,1993) dan mengantisipasi sumber-sumber yang dapat memarginalkan dan mensubordinasikan perempuan.
Pengembangan industri kreatif di desa Keramas berupa kerajinan tenun ikat. Industri kreatif tenun ikat Wisnu Murti yang dikembangkan sejak tahun 2004 sejak tahun 2004, kemudian diresmikan sebagai desa tenun binaan Bank Indonesia. Program pengembangan desa tenun ikat Nanta Kusuma di Bona maupun Wisnu Murti diharapkan dapat membangkitkan sektor ekonomi kreatif masyarakat daerah, memperkuat struktur ekonomi, memperkuat dan melestarikan budaya lokal. Para pelaku ekonomi yang berkecimpung dalam industri kreatif baik pengelola industri kreatif tenun ikat Nanta Kusuma di desa Bona maupun pengusaha tenun ikat di Keramas diarahkan untuk mampu meningkatkan daya saing, meningkatkan pasar, dan menghasilkan barang atau produk yang berkualitas hingga mampu bersaing di dalam maupun di luar negeri.
Dengan tumbuhnya kepedulian dari pihak-pihak terkait, masyarakat dan pengelola tadak ketinggalan para pengepul industri kreatif yang ada di ketiga desa wisata tersebut, maka baik pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan dalam indutri kreatif berkarya, dan berpartisipasi
sesuai dengan potensi, kebutuhan dan kepentingan mereka serta sama-sama mendapatkan manfaat secara adil. Sehingga kesenjangan atau ketimpangan hubungan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan sudah semakin selaras, serasi dan seimbang.
Simpulan
Pengembangan industri kreatif, baik di desa Bona,Belega, maupun keramas dipahami dari perspektif gender menunjukkan beberapa faktor-faktor para pekerja terutama perempuan memilih dan terorientari pada pekerjaan di industri kreatif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya, selain sesuai dengan keterampilan dan tinggkat pendidikan, lokasi tempat kerja, juga karena faktor ideologi gender yang mengakibatkn kaum perempuan terutama yang memiliki peran ganda, yakni mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga dan bekerja di industri untuk menopang ekonomi keluarga. Kenyataannya masih banyak persoalan yang dihadapi oleh perempuan karena ideologi gender. Perempuan masih banyak mengalami marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan beban kerja, baik dalam rumah tangga maupun dalam tempat kerja mereka. Sehingga masih sangat diperlukan suatu kesadaran dan kepedulian berbagai pihak terkait secara terus menerus menegakkan keadilan dalam meningkatkan kualitas hidup penduduk terutama perempuan. Pengembangan industri kreatif di ketiga desa tersebut sudah pula mendapatkan perhatian, pelatihan, pembinaan yang semakin responsif gender, sehingga hasil penelitian ini menunjukkan, baik laki-laki maupun perempuan berkarya dan berpartisipasi sesuai dengan potensi, kebutuhan dan kepentingan mereka serta sama-sama mendapatkan manfaat yang adil.
Saran-Saran
-
1. Perlunya dilakukan sosialisasi pemahaman tentang sumber yang menjadi penyebab lahirnya ketidakadilan gender dengan berbagai manifestasinya yang dapat menimbulkan bentuk marginalisasi
(pemiskinan) perempuan, subordinasi
(perendahan) terhadap perempuan, stereotif (pelabelan negatif) yang dilekatkan pada perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja terhadap perempuan.
-
2. Para ilmuan, akademisi, birokrasi, dan pihak yang peduli terhadap persoalan gender diharapkan secara terus menerus berperan aktif memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dengan mengangkat dan memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan perempuan agar setara dengan kaum laki-laki, baik dalam rumah tangga, masyarakat, dan di tempat kerja.
Pustaka
Arjana, I Gusti Bagus.2015.Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Bhasin,Kamla.1996.Menggugat Patriarki
Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perempuan.
Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya.
Chafetz,Janet S.and Antony G.Dworkin. 1986. Female Revolt: The Rise of Womens Movement in World and Historical perspective. Totowa, NJ: Rowman & Littlefield.
Fakih, Mansour. 1996. Gender Sebagai Alat Analisis Sosial, dala.Jurnal Analisis Sosial. Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perepuan. Bandung: Yayasan Akatiga).
____________. 1999. Analisis Gender & Transfortasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hubeis, Aida Vitayala S..2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa.Bogor: IPB.
Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali. 2011. Himpunan Hasil-Hasil Pesamuan Agung III MDP Bali.Denpasar: Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali.
Handayana,Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: Universitas Muhammadiyah.
Krisnawaty,Tati.1993. Peluang Kerja Perempuan Miskin dan Strategi Survive, dalamFauzie Ridjal dkk (ed).Dinamika Gerakan
Perempuan di
Indonesia.Yogyakarta:Perpustakaan Yayasan Hatta.
Murniati, A.Nunuk Prasetyo.1993. Pengaruh Agama dalam Ideologi Gender, dalam Fauzie Ridjal dkk. Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia.Yogyakarta:PT. Tiara Wacana yogya.
Partini.1992.Pekerja Perempuan Sektor Industri:Antara Harapan dan Kenyataan, dalamBudi Susuanti, dkk (ed). Citra Wanita dan Kekuasaan
(Jawa).Yogyakarta: Kanisius.
Sadilah.2010. Industri Kreatif berbasis Eknomi Kreatif.Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya Vol.5No.9.
S.Armida,Chris Manning.2006. Labour Market Dimenssion of Property in Indonesian.Buletin of Indonesian
Economic Studies.
Soeroto, Sitisoemandari.1983. Kartini Sebuah Biografi.Jakarta:Gunung Agung.
Staggenborg, Suzanne. 2003. Gender,Keluarga, & Gerakan-Gerakan
Sosial.Jakarta:Mediator.
Suratiyah,Ken.2003. Pengorbanan Wanita Pekerja Industri, dalam Irwan Abdullah (ed).Sangkan Paran Gender.Yoyakarta: Pustaka Pelajar
Susanti, B.M. 2000. Penelitian Tentang
Perempuan Dari Pandangan Androsentris ke Perspektif Gende, dalam Ekspresi Edisi 1 Tahun 1.Dari Bias Lelaki Menuju Kesetaraan Gender.Yogyakarta: Jurnal Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Yoeti,H.Oka A. 2006. Pariwisata Budaya Masalah Dan Solusinya. Jakarta:PT Pradnya Paramita.
Wijaya,Hesti R.1996. Penelitian Berperspektif Gender, dalam Jurnal Analisis Sosial. Analisis Gender Dalam Memahami Persoalan Perempuan.Bandung: Yayasan Akatiga.
Yuarsi,Susi Eja.2003.Wanita dan Akar Kultural Ketimpangan Gender,dalam Irwan Abdullah (ed).Sangkan Paran Gender.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
119
Discussion and feedback