PUSTAKA VOL. 24, NO.1 • 97 – 103

p-ISSN: 2528-7508

e-ISSN: 2528-7516


Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022

Cyberbullying Dilingkungan Sekolah: Upaya Pencegahan dan Penanganannya

Alvina Rahmadani, Khodijah

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Email: [email protected], [email protected]

Abstract

Modern times bring rapid development of information technology in various parts of the world. In addition, technology also brings various positive and negative impacts in our lives. One of the negative impacts of the advancement of information technology is the emergence of cyberbullying. The rapid development of technology among adolescents increases the risk of cyberbullying behavior and this is a new problem that is a serious challenge in social life and must get full attention in the digital world. In addition, cyberbullying that occurs in the school environment has become an issue that is widely discussed in various situations. Cyberbullying has a negative impact on the mental health and academic condition of the victim. Therefore, further analysis of the factors of cyberbullying behavior is needed to find effective ways to prevent and deal with the phenomenon of cyberbullying in the school environment. This effort is carried out in the hope that students will no longer abuse social media as access to carry out cyberbullying and be wiser in using social media.

Keywords : technology, cyberbullying, adoloscents, school environment

Abstrak

Zaman modern membawa perkembangan yang pesat terhadap teknologi informasi diberbagai belahan dunia. Selain itu, teknologi juga membawa bebagai dampak positif dan negatif dalam kehidupan kita. Salah satu dampak negatif dari majunya teknologi informasi adalah munculnya cyberbullying. Pesatnya perkembangan teknologi dikalangan remaja memperbesar resiko terjadinya perilaku cyberbullying dan hal ini menjadi permasalah baru yang menjadi tatangan serius dikehidupan sosial dan harus mendapatkan perhatian penuh dalam dunia digital. Selain itu cyberbullying yang terjadi dilingkungan sekolah sudah menjadi isu yang marak diperbincangkan dalam berbagai situasi. Cyberbullying memiliki dampak negatif bagi kesehatan mental dan kondisi akademik korban. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih jauh tentang faktor terjadinya perilaku cyberbullying untuk menemukan cara yang efektif dalam upaya mencegah dan menangani fenomena cyberbullying dilingkungan sekolah. Upaya ini dilakukan dengan harapan para peserta didik tidak lagi menyalahgunakan media sosial sebagai akses dalam melaksanakan cyberbullying dan lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial.

Kata kunci: teknologi, cyberbullying, remaja, lingkungan sekolah

Pendahuluan

Penindasan atau intimidasi yang kita kenal dengan bulllying adalah salah satu tindakan yang sering terjadi baik di lingkungan masyarakat atau bahkan dalam keluarga dan sekolah menjadi tempat yang sangat sering bagi seseorang menerima tindak bulllying. Tindakkan bullying sangat dilarang karena hal itu memiliki dampak yang sangat buruk bagi kesehatan mental seseorang, baik sang pelau bulllying maupun orang yang menerima tindak bullying. Sekolah menjadi faktor terbesar terjadinya perilaku bullying, baik antar peserta didik bahkan guru dengan peserta didik begitupun sebaliknya. Seiring berjalannya waktu, dimana yang kita kenal sebagai zaman 4.0 yang mana manusia sangat

dimanjakan dengan teknologi-teknologi yang semakin cangih.(1)

Bullying disekolah menjadi masalah serius dilingkungan sekolah. Bullying biasanya terjadi karena pelaku kurang memiliki empati kepada korban. Bullying dilingkungan sekolah dengan berbagai macam bentuknya menjadi masalah serius karena memiliki dampak yang sangat kacau salah satunya pada kesejahteraan hidup siswa.

Era globalisasi menjadi zaman yang mengubah banyak perkembangan hidup manusia di muka bumi salah satunya dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memanjakan manusia dengan teknologi-teknologi yang semakin cangih. Komunikasi menjadi hal yang

penting karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Penggunaan teknologi informasi khususnya dalam bermedia sosial menjadi metode inti komunikasi yang dilakukan oleh sebagian besar orang khususnya remaja yang masih duduk dibangku sekolah. Penggunaan media sosial dapat diakses oleh siapapun termasuk anak-anak dan remaja usia 17 tahun kebawah. Bangku sekolah merupakan masa yang rawan, karena pada masa ini identik dengan remaja yang sedang asik mengeksplor banyak hal dan berusaha mencari jati diri. Sebagian remaja akan mampu melewati masa rawan ini dengan baik, namun ada beberapa remaja yang sebaliknya. Beberapa dari mereka justru terjerumus pada pertumbuhan yang negatif mulai dari melakukan kenakalan ringan hingga kriminal.(2)

Bermedia sosial yang baik memberikan banyak manfaat dalam berbagai macam hal kepada penggunanya. Meskipun banyak manfaat dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, penindasan dunia maya telah muncul sebagai potensi yang sangat berbahaya dan menjadi salah satu terbesar media sosial memiliki dampak negatif.(3) Salah satu dampak negatif yang timbul dari penggunaan media sosial adalah munculnya fenomena cyberbullying dikalangan anak-anak maupun remaja dilingkungan sekolah. Bersosial media yang baik memberikan banyak manfaat dalam berbagai macam hal kepada penggunanya. Meskipun banyak manfaat dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, penindasan dunia maya telah muncul sebagai potensi yang sangat berbahaya dan menjadi salah satu alasan terbesar media sosial memiliki dampak negatif.(3) Salah satu dampak negatif yang timbul dari penggunaan media sosial adalah munculnya fenomena cyberbullying dikalangan anak-anak maupun remaja dilingkungan sekolah. Cyberbullying merupakan tindak bullying yang tidak terjadi secara secara langsung dilingkungan sekolah, tindakkan ini terjadi dimanapun dan dilakukan oleh siswa terhadap teman sekolahnya melalui gadget, karena aat diluar sekolah para peserta didik lebih leluasa menggunakan gadget. Walaupun tindakkan ini tidak dilakukan disekolah tapi dampaknya akan terasa saat jam sekolah dimulai, hal ini terjadi karena korban cyberbullying akan diejek dan dipermalukan.(1)

Cyberbullying yang terjadi dikalangan remaja dilingkungan sekolah merupakan bentuk

baru dari perilaku bullying dan menjadi salah satu objek yang menarik bagi para peneliti dalam beberapa tahun terakhir. Karena dalam hal ini, rasio remaja yang menggunakan internet meningkat dengan sangat cepat. Cyberbullying atau kekerasan yang dilakukan melalui dunia maya (media sosial) terkadang lebih sadis jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Banyak dari korban cyberbullying yang merasa putus asa, merasa takut untuk sekedar beranjak karena khawatir setiap gerak-geriknya diawasi dan dijadikan bahan cemooh di media sosial oleh karena itu meraka merasa terisolasi. Cyberbullying disekolah menjadi masalah serius dilingkungan sekolah. Cyberbullying biasanya terjadi karena pelaku kurang memiliki empati kepada korban. Cyberbullying dilingkungan sekolah dengan berbagai macam bentuknya menjadi masalah serius karena memiliki dampak yang sangat kacau salah satunya pada kesejahteraan hidup siswa.(4) Menurut beberapa jurnal korban cyberbullying cenderung diperlakukan tidak manusiawi dan tidak berdaya ketika diserang. Bukan menutup kemungkinan intimidasi secara fisik dan verbal tidak menimbulkan depresi. Namun, beberapa peneliti menemukan tingkat depresi yang lebih tinggi pada korban cyberbullying. Tidak hanya sampai pada tingkat depresi, korban cyberbullying banyak yang melakukan hal yang lebih jauh lagi seperti bunuh diri.(5)

Indonesia memiliki korban cyberbullying pada usia remaja sebanyak 80% dan hampir setiap harinya ada remaja yang mengalami cyberbullying. Menurut data yang didapatkan dari United Nations Children’s Fun (UNICEF) pada tahun 2016 korban cyberbullying di indonesia mencapai 41-50%.(2) Pemaparan diatas secara tidak langsung menjelaskan bahwa cyberbullying merupakan tindakan bullying yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain melalui tekonlogi berupa media sosial. Setiap hari semakin banyak korban dari fenomena cyberbullying. Selain itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwasannya peserta didik rentan menjadi korban cyberbullying.(2) UNICEF menjadikan cyberbullying sebagai salah satu isu yang di prioritaskan dan harus ditangani dengan sangat maksimal demi memenuhi hak-hak anak terutama dalam melindungi mereka dari tindak kekerasan. Karena cyberbullying dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan yang dominan dengan anak-anak dimana pelaku dan korban sama-sama masih berstatus anak-anak dan remaja.

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif UNICEF.(6)

Cyberbullying yang terjadi dikalangan remaja dilingkungan sekolah merupakan bentuk baru dari perilaku bullying dan menjadi salah satu objek yang menarik bagi para peneliti dalam beberapa tahun terakhir. Karena dalam hal ini, rasio remaja yang menggunakan internet meningkat dengan sangat cepat. Cyberbullying atau kekerasan yang dilakukan melalui dunia maya (media sosial) terkadang lebih sadis jika dibandingkan dengan kekerasan secara fisik. Banyak dari korban cyberbullying yang merasa putus asa, merasa takut untuk sekedar beranjak karena khawatir setiap gerak-geriknya diawasi dan dijadikan bahan cemooh di media sosial oleh karena itu meraka merasa terisolasi.

Menurut beberapa jurnal korban cyberbullying cenderung diperlakukan tidak manusiawi dan tidak berdaya ketika diserang. Bukan menutup kemungkinan intimidasi secara fisik dan verbal tidak menimbulkan depresi. Namun, beberapa peneliti menemukan tingkat depresi yang lebih tinggi pada korban cyberbullying. Tidak hanya sampai pada tingkat depresi, korban cyberbullying banyak yang melakukan hal yang lebih jauh lagi seperti bunuh diri.(5) Karena cyberbullying menggunakan online video, gambar dan juga kata-kata dalam bentuk digital dengan mengecam mengejek dan menjatuhkan orang lain. Seseorang yang menjadi korban cyberbullying biasanya sudah memiliki dengan pelaku atau bahkan pelaku hanya sekedar menjadikannya bahan candaan dalam bersosial media tanpa memikirkan bahwa tindakannya menjadi cyberbullying.

Teori

Kajian psikologis menjelaskan bahwa masa remaja peserta didik memiliki perkembangan psikologis yang tidak stabil. Emosi-emosi pada usia peserta didik sangat sulit terkontrol, mereka akan cenderung menggelora terhadap suatu hal sehingga mudah sekali untuk terpengaruh dengan situasi dan arus pertemanan. Kepribadian menjadi pendorong bagaimana peserta didik akan bertindak, hal itu tentu dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Mudahnya akses internet bagi segala usia menggugah para peserta didik untuk melakukan aktivitas dengan media sosial. Kebiasaan mengakses internet inilah yang menjadi pemicu terhadap perilaku cyberbullying yang sangat tinggi. Sehingga

membutuhkan uluran tangan para pendidik dan akademisi untuk mengawasi dan mengendalikannya dengan baik.(7) Teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow mengemukakan bahwasannya pelaku cyberbullying memiliki alasan saat melakukan tindak cyberbullying yakni karena kebutuhan hierarkinya tidak terpenuhi.(8)

Teori viktimologis kritis cukup relevan dalam menganalisis korban cyberbullying, teori ini memfokuskan pandangannya mengenai korban.(9) Kajian ini menggali penyebab peserta didik mengalami tindak cyberbullying. Menurutnya, korban yang mengalami tindak cyberbullying bukan hanya peserta didik yang pasif dan tidak bersalah, tetapi bisa jadi hal ini terjadi karena sebelumnya pernah ada tindak kejahatan. Teori viktimologi yang dikatakan oleh Ezzat Abdel Fattah menjelaskan bahwasannya korban cyberbullying secara tidak langsung adalah mereka yang tidak menyadari jika memiliki perilaku lain yang menjadikan alasan dirinya menjadi seorang korban. Disamping teori Viktimologis ada perspektif kriminologis yang berfokus pada penyebab kejahatan cyberbullying itu terjadi sehingga dapat menganalisis dengan baik faktor apa saja yang menjadikan peserta didik sebagai pelaku tindak cyberbullying.(10)

Metode Penelitian

Melihat kian maraknya fenomena cyberbullying yang terjadi pada anak-anak dan remaja dilingkungan sekolah, penulis membuat penelitian tentang fenomena cyberbullying dilingkungan sekolah serta upaya pencegahan dan penanganannya. Tujuan dilakukannya penelitian ini tentu untukmengetahui tentang bagaimana kondisi sebenarnya dari cyberbullying dilingkungan sekolah serta mencari langkah-langkah yang dapat ditempuh guna mencegah dan menangani hal tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan studi library research dengan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dari database elektronik yakni jurnal ilmiah google schoolar antara tahun 2015 sampai tahun 2022. Peneliti memilih sendiri jurnal ilmiah yang sesuai dengan judul dan abstrak serta membedakannya tujuan dan hasil dari beberapa jurnal ilmiah dan artikel yang berbeda. Studi literatur ini dimaknai sebagai kajian literatur yang menelusuri lalu menanggapi penelitian terdahulu dengan kritis. Dengan tujuan dapat memperoleh gambaran tentang cyberbullying dan bagaimana

cara menangani serta mencegah fenomena tersebut.

Hasil

Cyberbullying merupakan salah satu fenomena yang muncul dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perilaku cyberbulllying bisa terjadi dimana saja dan kapan saja sekalipun itu dilingkungan sekolah yang memiliki legalitas tinggi. Cyberbullying akan berdampak sangat buruk bagi siapapun yang mengalami hal tersebut. Pelaku dan korban dari cyberbullying rata-rata diduduki oleh remaja yang masih berstatus pelajar. Dari kajian hasil analisis dari berbagai jurnal publikasi yang sangat relevan untuk dikaji, ditemukan bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak cyberbullying dilingkungan sekolah. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya strategi dari setiap sekolah dalam menanggulangi terjadinya cyberbullying karena cyberbullying bisa tejadi sewaktu-waktu yang mengakibatkan turunnya potensi akademik maupun akademik yang dimiliki.(8)

Cyberbullying merupakan kesalahan dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat merugikan dan dilakukan secara sengaja seacara berulang-ulang.(11) Cyberbullying memiliki dampak yang sangat fatal terhadap kesehatan mental korban yang akan berakibat buruk pada diri korban dalam menjalani kehidupan.(12)

Lingkungan memiliki peran utama bagi perkembangan peserta didik, baik lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, masyarakat serta lingkungan sekolah. Semua ini diharapkan dapat berkolaborasi untuk membentuk karakter dan moral anak bangsa dalam berbagai macam hal khususnya tentang norma dalam pergaulan. Hal ini diharapkan dapat mencegah dan menangani terjadinya tindak cyberbullying khususnya dilingkungan sekolah supaya siswa tidak terganggu dalam proses pembelajaran akademik disekolah serta menjaga psikologis siswa agar tetap aman. (13)

Pembahasan

Perilaku cyberbullying disekolah banyak melibatkan peserta didik tanpa pandang gender, baik siswa laki-laki maupun perempuan samasama memilik potensi sebagai pelaku dan korban dari perilaku bullying. Apabila tidak ada upaya pencegahan sejak dini pada diri peserta didik maka akan menimbulkan kegagalan pada

kemampuan akademik dan menjadi pemicu peserta didik menjadi anak yang melawan aturan dan banyak telibat masalah.(14)

Faktor Perilaku Cyberbullying

Cyberbullying terjadi atas beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. diantaranya adalah faktor individu, faktor keluarga, faktor teman sebaya dan faktor lingkungan sekolah. Pertama, kunci utama dari cyberbullying adalah individu, dimana perilaku cyberbullying memiliki keterlibatan dengan dirinya sendiri. seseorang yang cenderung memiliki kepribadian lemah sangat rentang dan pendiam menjadi faktor dalam mendapatkan tindak cyberbullying disekolah. Sebaliknya, seseorang yang tampak lebih berani dan cenderung memiliki sikap sosial yang baik memiliki kemungkinan kecil untuk menjadi korban cyberbullying disekolah.(15) Pelaku cyberbullying juga dapat melakukan hal tersebut karena ia merasa bosan dengan keadaan lalu akhirnya mencari cara untuk menghibur dirinya sendiri dengan melakukan tindak cyberbullying. Hal ini sering dilakukan dengan menyampaikan komunikasi pribadi atau gambar yang memiliki potensi memalukan antara pelaku dan korban. Pelaku cyberbullying biasanya melakukan ini hanya untuk mendapat kesenangan semata.(16) Kedua, keluarga merupakan bagian penting dalam perkembangan seorang anak, bagaimana sang anak beradaptasi dan bersosialisasi tergantung dengan bagaimana cara orang tua menerapkan pola asuh. Kebebasan serta minimnya pengawasan dari orangtua juga akan berdampak pada anak sehingga menjadi pelaku cyberbullying. (15) Ketiga, faktor teman sebaya yang merupakan kumpulan orang yang akan ditemui saat berada dilingkungan sekolah. Dukungan sosial juga sangat dibutuhkan remaja dalam upayanya saat menjalani kehidupan diberbagai kondisi sosial. Teman memegang kendali besar tentang apakah individu akan menjadi pelaku cyberbullying atau bahkan penerima tindak bullying. Pada usia remaja para peserta didik cenderung memiliki egosentrisme yang tinggi hingga menyebabkan terjadinya tekanan negatif dari kelompok teman sebaya. Sebuah penelitan menjelaskan bahwasannya individu yang tidak mempunyai teman dan kurang berbaur disekolah beresiko besar menjadi korban cyberbullying. Keempat, faktor lingkungan sekolah Bentuk dan alasan cyberbullying disetiap sekolah berbeda-beda tergantung dengan bagaimana SDM (sumber daya

manusia) dan privillage sekolah tersebut. Cyberbullying lebih sering terjadi disekolah-sekolah yang menggunakan internet dengan kapasitas tinggi sebagai koneksi pembelajarannya setiap hari.(15)

Selain itu, faktor eksternal yang memperngaruhi terjadinya cyberbullying tentu saja ada media sosial. Faktor perkembangan media sosial yang sangta pesat sebagai alat komunikasi membawa tren baru sebagai media untuk melakukan penindasan secara daring (cyberbullying).(17) Teknologi banyak mengubah pola hidup dan lingkungan belajar peserta didik. Hadirnya media sosial dijadikan sarana sebagai media komunikasi dengan siapapun dalam jarak sejauh apapun. Tentunya, berbagai masalah pun muncul sebagai konsekuensi dari cepatnya proses komunikasi.(18)

Dampak Cyberbullying

Cyberbullying saat ini menjadi masalah yang sangat besar dan dapat menimbulkan beragam dampak bagi yang mengalaminya. Cyberbullying biasanya terjadi karena memburuknya sebuah hubungan yang ia jalani dengan siapapun. Hal inilah yang menjadi alasan seseorang mengintimidasi melalui media sosial. Intimidasi yang dilakukan melalui media elektronik akan berdampak pada masalah psikologis yang mengalaminya. Korban cyberbullying akan cenderung merasa tidak punya semangat hidup dan merasa putus asa dalam jangka waktu yang lebih panjang dibandingan yang mengalami tindak bullying. Penelitian yang dilakukan oleh Fahy, Stansfeld, Smuk, Smith, Cummins, dan Clark (2016) menegaskan bahwa cyberbullying memiliki hubungan erat dengan terganggunya kesehatan mental seseorang. Korban yang mengalami perilaku cyberbullying berpotensi lebih besar dalam mengalami depresi, dan kecemasan hingga membuat remaja minim akan kesejahteraan.(2) Cyberbullying dikatakan lebih sadis daripada bullying bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan cyberbullying memiliki jangkauannya yang sangat luas sehingga tidak heran jika seseorang yang mengalami hal ini sampai memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Korban cyberbullying yang tidak segera mendapat penanganan disekolah akan membawa mereka menjadi cyberbullies atau terus menerus menjadi korban. Hal ini akan memicu korban menjadi tertekan karena merasa malu yang menyebabkan mereka kehilangan teman saat

disekolah dan akhirnya mengalami insomnia. Akibat dari perlakuan ini korban akan merasa sangat tidak nyaman saat berada disekolah dan membuatnya tidak semangat untuk mengikuti pembelajaran. Korban akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan sekolah yang akan berdampak panjang bagi kehidupan.

Upaya Pencegahan dan Penanganan Cyberbullying Dilingkungan Sekolah

Cyberbullying menjadi bagian dari tindak pidana cybercrime (penyalahgunaan teknologi internet) dengan cara menghina dan menjelek-jelekkan korban didalam dunia maya dimana tindakan tersebut menyebabkan korban mengalami depresi. Upaya pencegahan hal ini membutuhkan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dengan orang tua serta masyarakat dengan para aparat penegak hukum demi mewujudkan masyarakat indonesia yang aman dan sejahtera, tidak lupa dengan teman sebaya yang berpengaruh saat dilingkungan sekolah. Warga Indonesia memiliki Hukum HAM (Hak Asasi Manusia) yang salah satunya adalah hak rasa aman, dan apabila seseorang melakukan tindak cyberbullying berarti sudah melakukan pelanggaran hak rasa aman.(8) Selain itu, perlu adanya edukasi yang menarik supaya masyarakat Indonesia bisa menerapkan dengan baik dan bijak dalam penggunaan media sosial supaya masyarakat Indonesia bisa menyaring informasi dengan benar dan menanggapinya secara kritis agar tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak jelas sumbernya.(19)

Keluarga sebagai pihak utama dalam pembentukan karakter anak dengan memberikan pengawasan yang maksimal berperan penting dalam mencegah dan menangani perilaku cyberbullying. Ketegasan orangtua dalam meberikan akses kepada anak saat bermedia sosial dapat membentuk pribadi anak menjadi bertanggung jawab. Sehingga perilaku cyberbulllying dapat dicegah apabila orang tua memiliki kedisiplinan dan ketegasan tentang bahaya penggunaan internet hingga menyebabkan perilaku cyberbullying. Dalam upaya mencegah terjadinya cyberbullying orangtua diharapkan dapat meluangkan lebih banyak waktu bersama anak-anak guna dapat mengawasi tumbuh kembang anak secara optimal.(20)

Kasus cyberbullying pada siswa bisa dikendalikan apabila faktor-faktor yang mempengaruhinya bekerjasama dengan baik guna

mencapai tujuan menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa peserta didik. Jika hal itu dapat dilaksanakan secara optimal maka tindakan intimidasi (cyberbullying) akan teratasi dengan baik. Siregar, Gandamana, dan Putri (2019) menjelaskan bahwasannya karakter bisa diubah apabila orang tua dan pihak sekolah bisa bekerjasama dengan baik.(13)

Selain itu, kecerdasan emosi yang dimiliki peserta didik juga bisa membantu menanggulangi permasalahan ini. Dengan kecerdasaan emosi yang baik, peserta didik mampu memotivasi dirinya serta mengelola dan mengenali perasaannya sendiri, jika hal ini terjadi secara optimal maka peserta didik juga akan mampu mengenali individu lain.(21) Kecerdasan emosi yang baik sangat diperlukan peserta didik dilingkungan sekolah karena kemampuan manajemen emosi sangat berperan penting dalam pembentukan karakter sehingga mereka bisa menyaring informasi saat menggunakan media sosial. Adanya hal ini, menunjukkan bahwa keinginan untuk menghina dengan menggunakan media sosial tidak akan muncu pada diri mereka.

Berdasarkan uraian sebelumnya, sebagian besar perilaku cyberbulllying terkena dampak dilingkungan sekolah, maka dari itu pihak sekolah wajib mengusahakan upaya pencegahan dan penanganan perilaku cyberbullying. Apabila tidak ada upaya dalam mencegah dan menangani perilaku cyberbullying dilingkungan sekolah maka akan berdampak buruk kedepannya. Oleh karena itu, sekolah perlu memberikan edukasi tentang cara melawan perundungan apa bila menjadi saksi atau bahkan menjadi korban. Memberikan edukasi tentang bahaya dan bagaimana cara mencegah serta melawan cyberbullying dapat menjadi solusi yang tepat, sehingga kedepannya para peserta didik memiliki tingkat kepedulian yang tinggi dalam menjaga kesehatan jiwa serta memiliki kehidupan yang aman baik disekolah maupun dilingkungan sekitar.(14) Sekolah sebagai sarana utama setelah keluarga tentu harus memiliki upaya yang maksimal dalam menanggulangi anak-anak yang menjadi pelaku dan korban perilaku cyberbullying dengan memberikan pengarahan ekstra tentang bagaimana sikap yang baik antar sesama, hal ini bisa dilaksanakan dengan memberikan pendidikan karakter yang maksimal bagi peserta didik.(22)

Upaya untuk mencegah dan menangani perilaku cyberbullying dilingkungan sekolah, pihak sekolah harus membuka telinga dengan

menyediakan ruang untuk mendengarkan dan menerima segala permasalahan mereka lalu memberikan solusi yang tepat atas pernasalahan tersebut. Selain itu pendidik harus mengambil peran aktif dalam memantau interaksi online yang dilakukan peserta didiknya.(20)

Kesimpulan

Cyberbullying terus menjadi permasalahan yang mengganggu dan terjadi kapan saja tanpa dibatasi oleh apapun. Cyberbullying akan berdampak sangat fatal pada korban yang mengalaminya. Korban cyberbullying akan merasa hilang arah, depresi, hingga menarik diri dari lingkungannya bahkan cyberbullying bisa mendorong korban untuk melakukan bunuh diri. Orangtua dan guru pendidik disekolah harus berkolaborasi dalam upaya menanggulani dan mengatasi masalah cyberbullying dilingkungan sekolah. Karena fenomena cyberbullying berdampak sangat fatal hingga mempengaruhi segala aspek kehidupan mulai dari aspek sosial, fisik hingga psikologis. Dampak cyberbullying tidak hanya pada korban, tetapi juga berdampak pada pelaku. Cyberbullying berbahaya karena berpotensi menyebabkan depresi hingga merasa frustasi dan berakhir dengan bunuh diri. Orang tua, lingungan sekolah dan teman sebaya bisa menjadi faktor terjadinya perilaku cyberbullying sekaligus menjadi faktor terkuat dalam mencegah dan menangani perilaku cyberbullying tersebut.

Daftar Pustaka

Antama, Febrizal, Mukhtar Zuhdy, and Heri Purwanto. “Faktor Penyebab Cyberbullying Yang Dilakukan Oleh Remaja Di Kota Yogyakarta.” Jurnal Penegakan Hukum Dan Keadilan Vol. 1, No. 2. August 24, 2020.

Bunga, Dewi. “Analisis Cyberbullying Dalam Berbagai Perspektif Teori Viktimologi.” Vyavahara Duta. Vol. 14, No. 2. 2019.

Dewi, Heni Aguspita, Suryani Suryani, and Aat Sriati. “Faktor Faktor Yang Memengaruhi Cyberbullying Pada Remaja: A Systematic Review.” Journal of Nursing Care. Vol. 3, No. 2. June 30, 2020.

Efianingrum, Ariefa, Siti Irene Astuti Dwiningrum, and Riana Nurhayati. “Cyberbullying pelajar SMA di media sosial: Prevalnsi dan rekomendasi.” Jurnal Pembangunan

Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. Vol. 8, No. 2. 2020.

Fadhlullah, Fadhlullah, Mutia Wati, Rambang Muharramsyah, and Iis Marsithah. “Dampak Cyberbullying Di Sekolah Dan Upaya Pencegahannya.” Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Almuslim. Vol. 1, No. 2. 2022.

Hana, Desiana Risqi, and Suwarti Suwarti. “Dampak Psikologis Peserta Didik yang Menjadi Korban Cyber Bullying.” Psisula: Prosiding Berkala Psikologi. Vol. 1, No. 0. January 6, 2020.

Idrus, Nur Fadilah Al, and Yeni Widowati. “Cyberbullying Di Media Sosial Dalam Prespektif Kriminologis Dan Viktmologis.” DIVERSI: Jurnal Hukum. Vol. 8, No. 2. December 30, 2022).

Jalal, Novita Maulidya, Miftah Idris, and Muliana Muliana. “Faktor-Faktor Cyberbullying Pada Remaja.” IKRA-ITH HUMANIORA: Jurnal Sosial Dan Humaniora. Vol. 5, No. 2. 2021.

Khairunnisa, Rafidah, and Muhammad Zulfa Alfaruqy. “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Cyberbullying Di Media Sosial Twitter Pada Siswa SMAN 26 Jakarta.” Jurnal EMPATI. Vol. 11, No. 4. November 7, 2022.

Kumala, Ayu Puput Budi, and Agustin Sukmawati. “Dampak Cyberbullying Pada Remaja.” Alauddin Scientific Journal of Nursing. Vol. 1, No. 1. 2020.

Listiyani, Laily Rochmawati, Astuti Wijayanti, and Flora Grace Putrianti. “Mengatasi Perilaku Cyber Bullying Pada Remaja Melalui Optimalisasi Kegiatan Tripusat Pendidikan.” Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 1. December 20, 2020.

Malihah, Zahro, and Alfiasari Alfiasari. “Perilaku Cyberbullying Pada Remaja Dan Kaitannya Dengan Kontrol Diri Dan Komunikasi Orang Tua.” Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen. Vol. 11, No. 2. May 31, 2018.

Mufid, Firda Laily. “Kebijakan Integral Hukum Pidana Dengan Technology Prevention Dalam Upaya Pencegahan Kejahatan

Cyberbullying.” Jurnal Rechtens. Vol. 7, No. 2. 2018.

Oktariani, Mirawati, Arbana Syamantha, and Rodia Afriza. “Pemberian Psikoedukasi Dampak Cyberbullying Terhadap Kesehatan Mental Pada Siswa.” ABDIKAN: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bidang Sains Dan Teknologi. Vol. 1, No. 2. May 30, 2022.

Rahayu, Flourensia Sapty. “Cyberbullying Sebagai Dampak Negatif Penggunaan Teknologi Informasi.” Journal of Information Systems. Vol. 8, No. 1. 2012..

Ru’iya, Sutipyo, Sri Roviana, and Yusron Masduki. “Mereduksi Perilaku Cyberbullying Melalui Pendekatan Psikologi Islami Di SMK Muhammadiyah 1 Moyudan Sleman.” Prosiding Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan. Vol. 4, No. 1. November 26, 2022.

Rusyidi, Binahayati. “Memahami Cyberbullying Di Kalangan Remaja.” Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik. Vol. 2, N o. 2 (2020.

Setyorini, Rika. “Pendidikan Karakter Bagi Warga Negara Sebagai Upaya Penanggulangan Cyberbullying.” Jurnal PPKn. Vol. 5, No. 2. 2017.

Syah, Rahmat, and Istiana Hermawati. “Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying Bagi Remaja Pengguna Media Sosial Di Indonesia.” Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial. Vol. 17, No. 2. June 30, 2018.

Triwulandari, Ananda Ayu, and Oksiana Jatiningsih. “Strategi Sekolah Dalam Pencegahan Cyberbullying Pada Siswa Di SMP Negeri 6 Sidoarjo.” Kajian Moral Dan Kewarganegaraan. Vol. 11, No. 1. 2023

Utami, Anastasiaa Siwi Fatma, and Nur Baiti. “Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Cyberbullying Pada Kalangan Remaja.” Cakrawala - Jurnal Humaniora. Vol. 18, No. 2. September 18, 2018.

Yuli, Yuli Fitria, and Ahmad Efendi. “Psikoedukasi Upaya Mencegah Dan Melawan Perundungan (Bullying & Cyberbullying) Di SMP Unggulan Habibulloh.” Jompa Abdi: Jurnal Pengabdian Masyarakat. Vol. 1, No. 3. September 1, 2022.

103