Penggunaan dan Makna Verba ‘Berubah’ Dalam Ruigigo Bahasa Jepang Tinjauan Semantik
on
PUSTAKA VOL. 23, NO. 2 • 107 – 113
p-ISSN: 2528-7508
e-ISSN: 2528-7516
Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022
Penggunaan dan Makna Verba ‘Berubah’ Dalam Ruigigo Bahasa Jepang Tinjauan Semantik
Ni Wayan Meidariani 1), I Wayan Wahyu Cipta Widiastika2),
Ni Kadek Annora Dewi3)
Fakultas Bahasa Asing, Universitas Mahasaraswati Denpasar
Denpasar, Bali, Indonesia
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstract
Japanese is a foreign language that has many variations of the lexicon. One of them is the variation of the lexicon in the verb. This article discusses the meaning and use of the verb 'to change' in Japanese ruigigo. This study focuses on sentences used by native Japanese speakers. Data collection was carried out through interviews and note taking techniques. The author conducts interviews directly with Japanese people while recording sentences containing synonyms for the verb 'change' in Japanese. The data were analyzed using a contextual meaning theory approach (Pateda, 2010) by describing them in Japanese sentences. From the data found, in Japanese there are 4 verbs that mean 'change', namely: kawaru, henka suru, hendou suru, and henkou suru. (1) kawaru states changes in terms of (weather, price, facial expression, leaf color, attitude), (2) henka suru states changes in terms of (verb forms, weather, language, post-war conditions, physical/body, patient health), (3) henkou suru stated changes in terms of (gold prices, consumer prices, temperature) and (4) henkou suru stated changes in terms of (stay schedules, regulations, plans, addresses, meeting schedules). The results of the study show that each of these verbs has a different use depending on the context of the situation. In some ways, the verbs kawaru and henka suru can be substituted for each other in the context of changing weather, as well as the verbs kawaru and hendou suru in the context of changing prices.
Keywords: verb, change, synonyms, semantics
Abstrak
Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa asing yang mempunyai banyak variasi leksikon. Salah satunya adalah variasi leksikon dalam verba/kata kerja. Artikel ini membahas tentang makna dan penggunaan verba ‘berubah’ dalam ruigigo Bahasa Jepang. Penelitian ini memfokuskan pada kalimat-kalimat yang digunakan oleh penutur asli bahasa Jepang. Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan teknik catat. Penulis melakukan wawancara secara langsung dengan orang Jepang sambil mencatat kalimat yang berisi sinonim verba ‘berubah’ dalam Bahasa Jepang. Data dianalisis dengan pendekatan teori makna kontekstual (Pateda, 2010) dengan memaparkannya dalam kalimat Bahasa Jepang. Dari data yang ditemukan, dalam Bahasa Jepang terdapat 4 verba yang bermakna ‘berubah’, yakni : kawaru, henka suru, hendou suru, dan henkou suru. (1) kawaru menyatakan perubahan dalam hal (cuaca, harga, raut muka/wajah, warna daun, sikap), (2) henka suru menyatakan perubahan dalam hal (bentuk kata kerja, cuaca, bahasa, keadaan setelah perang, fisik/tubuh, kesehatan pasien), (3) hendou suru menyatakan perubahan dalam hal (harga emas, harga konsumen, suhu) dan (4) henkou suru menyatakan perubahan dalam hal (jadwal menginap, peraturan, rencana, alamat, jadwal pertemuan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masing-masing verba tersebut mempunyai penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya situasinya. Dalam beberapa hal, verba kawaru dan henka suru bisa saling menggantikan dalam konteks perubahan cuaca, serta verba kawaru dan hendou suru dalam konteks perubahan harga.
Kata kunci: verba, berubah, sinonim, semantik
PENDAHULUAN
Sinonim (ruigigo) merupakan salah satu objek kajian dalam ilmu semantik. Menurut (Dedi Sutedi, 2003:129) menyebutkan bahwa sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Objek kajian
semantik antara lain: makna kata ‘go no imi’, relasi makna ‘go no imi kankei’ antar satu kata dengan kata yang lainnya, makna frase dalam suatu ideom ‘ku no imi’ dan makna kalimat ‘bun no imi’. Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa Jepang, baru akan berjalan lancar jika setiap
kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya. Akan tetapi, baik dalam kamus (terutama kamus bahasa Jepang-Indonesia) maupun dalam buku pelajaran bahasa Jepang, tidak setiap kata maknanya dimuat secara keseluruhan. Bagi pembelajar bahasa Jepang, jika berkomunikasi dengan penutur asli, sering terjadi kesalahan berbahasa dikarenakan informasi makna yang diperoleh pembelajar tersebut masih kurang lengkap. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterampilan berbahasa khususnya bahasa Jepang, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang mendeskripsikan makna kata satu per satu secara menyeluruh.
Untuk menganalis makna suatu kata, akan lebih baik dan lebih jelas hasilnya jika dilakukan sambil membandingkannya dengan kata yang dianggap bersinonim. Sebab, nantinya akan semakin jelas makna dari setiap kata tersebut, sehingga keraguan tentang bagaimana persamaan dan perbedaannya dapat diatasi. Langkah-langkah yang harus ditempuh antara lain: (1) menentukan objek yang akan diteliti, (2) mencari literatur yang relevan, (3) mengumpulkan jitsurei (contoh konkrit), (4) mengklasifikasikan setiap jitsurei, (5) membuat pasangan kata yang akan dianalisis, (6) melakukan analisis, dan terakhir (7) membuat simpulan (Dedi Sutedi, 2003:121).
Dalam bahasa Jepang terdapat banyak verba yang bersinonim, salah satunya adalah verba yang mengungkapkan sesuatu yang bermakna ‘berubah’ seperti: kawaru, henka suru, hendou suru dan henkou suru. Jika dilihat dari segi maknanya, verba tersebut mempunyai beberapa makna dan penggunaan yang berbeda tergantung konteks penggunaannya. Penelitian yang berkaitan tentang makna dan verba yang bersinonim dalam bahasa Jepang sudah pernah dilakukan sebelumnya, seperti: ‘Analisis penggunaan verba ‘narau’ dan ‘manabu’ dalam kalimat bahasa Jepang’ oleh Yunita Dwi Susanti (2015). Verba ‘narau’ dan ‘manabu’ memiliki makna yang sama dalam bahasa Indonesia yakni ‘belajar’. Verba ‘narau’ dalam penggunaannya harus terdapat unsur pengajaran dalam waktu yang teratur dan jenis objek yang diikuti verba ‘narau’ adalah hal yang berhubungan dengan aktifitas keterampilan atau bakat, seperti: berenang, bermain piano, memasak, dan lain sebagainya. Sedangkan verba ‘manabu’ dalam penggunaannya lebih menekankan pada objek yang berupa ilmu pengetahuan atau pelajaran
di sekolah, seperti: pengetahuan ilmu kebangsaan dan sebagainya.
Sebelumnya Yuliastuti, (2011:6) pernah meneliti tentang ‘Analisis verba ‘ukeru’ dalam kalimat Bahasa Jepang’. Dari hasil analisis, verba ‘ukeru’ miliki 10 macam makna, yaitu menerima sebagai makna dasar, sedangkan makna perluasannya adalah mendengar, menangkap, menampung, menjalani atau mengikuti, mengalami, terkena, meneruskan atau menggantikan, terkenal dan menghadap. Verba ‘ukeru’ biasanya memiliki subjek yang aktif dan termasuk verba transitif tetapi dalam kalimat, verba ‘ukeru’ bisa juga menjadi verba intransitif dan subjeknya pasif. Retnoningrum, (2015:8) meneliti tentang ‘Analisis makna verba ‘dasu’ sebagai polisemi dalam Bahasa Jepang. Dari hasil analisis, makna verba ‘dasu’ mempunyai 1 makna dasar dan 13 makna perluasan. Makna dasarnya adalah memindahkan dari dalam ke luar, serta makna perluasannya adalah menggerakkan sebagian anggota badan ke depan, menjamu tamu (pelanggan) dengan makanan atau minuman, membayar, pengiriman melalui pos, penyerahan dokumen, tampil di depan orang, menunjukkan sifat yang tersembunyi, mengumumkan, penjualan, menerbitkan atau meluncurkan, membuka toko baru, memberi perintah atau petunjuk, menunjukkan jawaban yang tegas, dan menyebabkan terjadinya kejadian yang buruk. Gapur, (2019:12) pernah meneliti tentang ‘Analisis makna polisemi verba kiru (memotong) dalam kalimat Bahasa Jepang’. Verba kiru adalah salah satu verba yang berpolisemi (tagigo). Maksudnya adalah verba ini memiliki bermacam-macam makna yang saling berhubungan dan berkaitan. Dari empat belas kalimat yang dianalisis secara kontekstual, ditemukan makna verba kiru, antara lain: memotong, menurun, membuka, membuang, membelok, memulai, melewati, benar-benar sudah, menghentikan, dan memutus.
Penelitian yang berkaitan dengan sinonim dalam bahasa Jepang, tidak hanya menganalisa verba, tetapi bisa juga membahas kelas kata yang lainnya, seperti: adjektiva, nomina atau kelas kata yang lainnya. Basri, Edi Abdul. (2015), meneliti ‘Penggunaan Sinonim Taisetsu, Juuyou dan Daiji’. Jika dilihat dari segi maknanya, adjektiva ‘taisetsu’, ‘juuyou’ dan ‘daiji’ apabila dipadankan ke dalam bahasa Indonesia sama-sama bermakna (penting). Pada kalimat dengan adjektiva ‘taisetsu’, ‘juuyou’ dan ‘daiji’ sebagai predikat, adjektiva tersebut sama-sama bisa digunakan untuk subjek
yang berupa benda ‘mono’ dan hal ‘koto’. Pada kalimat dengan adjektiva ‘taisetsu’, ‘juuyou’ dan ‘daiji’ sebagai modifikator (penerang) kata benda ‘meishi’, adjektiva tersebut sama-sama bisa digunakan untuk menerangkan objek yang berupa benda konkret maupun abstrak. Kemudian, adjektiva ‘taisetsu’ dan ‘daiji’ dapat digunakan menyatakan makna kehati-hatian, sedangkan adjektiva ‘juuyou’ tidak dapat digunakan. Pada kalimat dengan adjektiva ‘taisetsu’, ‘juuyou’ dan ‘daiji’ sebagai modifikator (penerang) kata kerja ‘doushi’, adjektiva ‘taisetsu’ dan ‘daiji’ bisa digunakan pada pola ~ni naru dan ~ni suru, sedangkan ‘juuyou’ hanya bisa digunakan pada pola ~ni naru. Simpulannya, adjektiva ‘taisetsu’ dan ‘daiji’ biasanya digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang sifatnya subjektif atau penilaian yang melibatkan perasaan. Sedangkan ‘juuyou’ digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang bersifat objektif atau penilaian umum dari masyarakat. Adjektiva ‘taisetsu’, ‘juuyou’ dan ‘daiji’ juga dapat saling menggantikan pada konteks tertentu.
Sentosa, Nardi. (2016), meneliti ‘Analisis Semantik Sinonim Tomodachi, Yuujin, dan Nakama dalam kalimat Bahasa Jepang. Nomina ‘tomodachi’, ‘yuujin’, dan ‘nakama’ sama-sama bermakna (teman) jika dipadankan ke dalam bahasa Indonesia. Nomina ‘tomodachi’ digunakan untuk situasi yang tidak formal, sedangkan nomina ‘yuujin’ digunakan untuk penyebutan teman secara formal. Sedangkan, nomina ‘nakama’ bermakna teman yang ada dalam lingkungan atau kelompok yang sama, seperti teman dalam bekerja, teman dalam belajar, dan teman seperjuangan. Dari hal tersebut dapat dilihat keunikan verba bahasa Jepang yang sangat menarik untuk diteliti dan dikembangkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sinonim (ruigigo) adalah beberapa kata yang maknanya hampir sama, tetapi cara penggunaannya berbeda tergantung dari konteks dan situasi dalam kalimat tersebut. Hal ini banyak ditemukan dalam bahasa Jepang, sehingga menjadi salah satu penyebab kesulitan dalam mempelajari bahasa Jepang (Dedi Sutedi, 2003:129).
Dalam bahasa Jepang, kata kerja dikelompokkan menjadi 3, yakni ‘godan doushi’, ‘ichidan doushi’ dan ‘henkaku doushi’, Sutedi (2008:48). Pertama, verba golongan I disebut dengan ‘godan doushi’ dikarenakan verba golongan ini mengalami perubahan dalam lima deretan bunyi bahasa Jepang, yaitu, a-i-u-e-o. Ciri-cirinya adalah semua verba nya berakhiran (gobi)
huruf: u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su. Kedua, verba golongan II disebut dengan ‘ichidan doushi’ karena perubahannya terjadi pada satu deretan saja. Ciri utama dari verba ini adalah verba yang berakhiran dengan suara (e-ru) yang disebut ‘kami ichidan doushi’ atau berakhiran dengan (i-ru) disebut ‘shimo-ichidan doushi’. Dan verba golongan III disebut dengan ‘henkaku doushi’. Verba golongan III ini adalah verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut dengan ‘henkaku doushi’ karena hanya terdiri dari dua verba, yakni: ‘suru’ (melakukan) dan ‘kuru’ (datang). Dari hal tersebut dapat dilihat keunikan dan variasi bentuk verba dalam bahasa Jepang. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan verba bersinonim dalam bahasa Jepang.
METODE
Data dalam artikel ini berasal dari data lisan yang dipakai oleh penutur bahasa Jepang. Data dikumpulkan melalui metode wawancara dan note taking. Untuk mengumpulkan data dalam artikel ini, penulis melakukan wawancara secara langsung dengan 3 orang Jepang yang tinggal di daerah Peliatan, Ubud, Gianyar. Tujuan dilakukannya wawancara langsung adalah untuk menggali informasi dan memastikan kebenaran dan kecocokan data yang termuat artikel ini. Menurut Sugiyono (2017,194), metode wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melaksanakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti, dan juga peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih mendalam yang berkalitan dengan data yang diperlukan.
Data dianalisis dengan pendekatan teori makna kontekstual menurut Pateda, (2010:116) menyatakan bahwa makna kontekstual contextual meaning atau makna situasional situational meaning muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks yang dimaksud di sini, yakni : (1) konteks orangan atau individu, termasuk di sini hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara atau pendengar, latar belakang sosial ekonomi pembicara atau pendengar, (2) konteks situasi, misalnya situasi aman, situasi rebut, (3) konteks tujuan, misalnya meminta, mengharapkan sesuatu, (4) konteks formal atau tidaknya pembicaraan, (5) konteks suasana hati pembicara atau pendengar, misalnya takut, gembira, jengkel,
-
(6) konteks waktu, misalnya malam, setelah magrib, (7) konteks tempat, apakah tempatnya di sekolah, di pasar, di depan bioskop, (8) konteks objek, maksudnya apa yang menjadi fokus pembicaraan, (9) konteks alat kelengkapan bicara atau dengar pada pembicara atau pendengar, (10) konteks kebahasaan, maksudnya apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak, dan (11) konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan. Dalam artikel ini digunakan 5 konteks untuk menganalisis makna dan penggunaan verba ‘kawaru, henka suru, hendou suru dan henkou suru’ dalam bahasa Jepang, yakni konteks situasi, konteks suasana hati, konteks waktu, konteks tempat, dan konteks objek.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut dipaparkan beberapa contoh kalimat yang berkaitan dengan makna dan penggunaan verba ‘kawaru, henka suru, hendou suru dan henkou suru’ dalam kalimat Bahasa Jepang yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kawaru
てんき きゅう か
-
(1) 天気が急に変わった。
Tenki ga kyuu ni kawatta.
Cuacanya berubah secara tiba-tiba
-
(2) ,野菜の ,値段は日々変わる。
Yasai no nedan wa hibi kawaru
Harga sayuran semakin hari semakin berubah
かのじょ ひょうじょう
-
(3) ,彼女の ,表情がさ
か
っと変わった。
Kanojo no hyoujou ga satto kawatta Wajah dia (perempuan) tiba-tiba berubah.
Dari data (1) kita dapat melihat penggunaan verba kawaru yang menggambarkan cuaca yang berubah secara tiba-tiba. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba kawaru yang menyatakan perubahan cuaca cerah yang tiba-tiba menjadi mendung dan pada akhirnya turun hujan. Kemudian, pada data (2) dapat dilihat penggunaan verba kawaru yang menggambarkan perubahan harga sayuran tiap harinya. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba kawaru yang menyatakan adanya proses perubahan harga sayuran dari yang murah menjadi sedikit mahal ataupun sebaliknya
karena dampak ekonomi. Dan data (3) dapat dilihat penggunaan verba kawaru yang menggambarkan perubahan raut muka/wajah seorang perempuan. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba kawaru yang menyatakan adanya perubahan wajah seseorang karena telah terjadi suatu hal baik/buruk secara tiba-tiba.
あき こ は いろ か
-
(4) ,秋になると ,木の葉の色が変わる。
Aki ni naru to ki no ha no iro ga kawaru Ketika menjadi musim gugur, warna daun pohon akan berubah.
-
(5) 彼女はすっかり性格が変わってしまった。 Kanojo wa sukkari seikaku ga kawatte shimatta Dia (perempuan) benar-benar sudah berubah sikapnya.
Dari data (4) dapat dilihat penggunaan verba kawaru yang menggambarkan perubahan warna daun ketika memasuki musim gugur. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba kawaru yang menyatakan proses perubahan warna daun pohon yang semula berwarna hijau menjadi kekuning-kuningan seiring berjalannya waktu. Dan, pada data (5) dapat dilihat penggunaan verba kawaru yang menggambarkan perubahan sikap seseorang perempuan yang berubah drastis. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba kawaru yang menyatakan adanya proses perubahan sikap yang awalnya baik menjadi jahat, peduli menjadi tidak peduli, dan lain sebagainya. Perubahan sikap tersebut terjadi karena suatu hal yang menyenangkan atau menyakitkan. Dari kelima data tersebut dapat dilihat bahwa verba kawaru mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya.
Henka suru
どうし へんか い
-
(6) この ,動詞の変化を言えますか。
Kono doushi no henka wo iemasu ka Apakah kamu bisa mengatakan perubahan kata kerja ini ?
てんこう きゅう へんか
-
(7) ,天候が ,急に変化した。
Tenkou ga kyuu ni henka shita Cuacanya tiba-tiba berubah.
げんご じだい あ へんか
-
(8) ,言語は ,時代に合わせて変化
していく。
Gengo wa jidai ni awasete henka shite iku Bahasa itu berubah menyesuaikan zaman.
Dari data (6) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan bentuk kata kerja dalam Bahasa Jepang. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan pembicara menanyakan perubahan bentuk kata kerja kepada lawan bicaranya. Kemudian, pada data (7) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan cuaca secara tiba-tiba. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan perubahan cuaca cerah tiba-tiba menjadi mendung dan pada akhirnya turun hujan, ataupun sebaliknya. Data (7) ini mempunyai makna dan penggunaan yang mirip dengan data (1) yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dan terakhir data (8) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan bahasa seiring dengan perubahan zaman. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan adanya perubahan bentuk dan bertambahnya variasi bahasa dari zaman ke zaman.
-
(9) ,戦後大きな ,変化が生
じた。
Sengo ooki na henka ga shoujita
Setelah perang terjadi perubahan yang sangat besar
にくたいてきへんか
-
(10) ,肉体的変化 は
ちょくせつ こうれいか かんけい
,直接、高齢化と関係がある。
Nikutai teki henka wa chokusetsu koureika to kankei ga aru
Perubahan secara fisik ada hubungan nya langsung dengan umur.
かんじゃ じょうきょう ひ
-
(11) ,患者の ,状況は日ご
とに変化する。
Kanja no joukyou wa higoto ni henka suru Keadaan pasien semakin hari semakin berubah (membaik)
Dari data (9) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan besar/drastis yang terjadi setelah perang besar. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan perubahan besar dari segi kehidupan, ekonomi, dan lainnya sebagai dampak pasca perang. Kemudian, pada data (10) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan fisik yang terjadi karena bertambahnya umur. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan perubahan fisik seseorang yang dulunya kuat berubah menjadi lemah seiring bertambahnya usia. Terakhir data (11) dapat dilihat penggunaan verba henka suru yang menggambarkan perubahan kondisi pasien yang membaik setiap harinya. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henka suru yang menyatakan adanya perubahan besar pada pasien yang sebelumnya masih sakit dan kemudian menjadi sehat seiring berjalannya waktu. Dari ke enam data yang dijelaskan sebelumnya dapat dilihat bahwa verba henka suru mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya.
Hendou suru
きん かかく ひ へんどう
-
(12) ,金の ,価格は日ごとに変動す
る。
Kin no kakaku wa higoto ni hendou suru Harga emas semakin hari semakin berubah.
しょうひしゃぶっかしすう
-
(13) ,消費者物価指数
はげ へんどう
は ,激しく変動し
います。
Shouhisha bukka shisuu wa hageshiku hendou shite imasu
Indeks harga konsumen berubah secara drastis/luar biasa.
-
(14) この ,国では年間を通じて気温変動
がほとんどない。
Kono kuni de wa nenkan wo tsuujite, kion no henka ga hotondo nai
Di negara ini hampir tidak ada perubahan suhu dalam beberapa tahun terakhir.
Dari data (12) dapat dilihat penggunaan verba hendou suru yang menggambarkan perubahan yang tidak menentu terhadap harga
emas. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan perubahan emas yang tidak stabil, terkadang menjadi mahal dan terkadang menjadi murah. Kemudian, pada data (10) dapat dilihat penggunaan verba hendou suru yang menggambarkan perubahan yang terjadi dalam harga konsumen yang menjadi lebih mahal/luar biasa. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan perubahan harga yang luar biasa yang membuat konsumen menjadi kesulitan. Terakhir data (11) dapat dilihat penggunaan verba hendou suru yang menggambarkan tidak adanya perubahan suhu dalam suatu negara dalam beberapa tahun. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan tidak adanya perubahan suhu/temperatur karena di negara tersebut memang hanya memiliki 1 musim saja, seperti negara norwegia di eropa yang sepanjang tahun terasa dingin meskipun di negara lain memasuki musim panas atau lainnya. Dari ke tiga data yang dijelaskan sebelumnya dapat dilihat bahwa verba hendou suru mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya.
Henkou suru
よやく はく ぱく
-
(15) ,予約を3 ,泊から5泊に
へんこう 変更したい。
Yoyaku wa sanpaku kara gohaku ni henkou shitai
Pemesanannya saya ingin mengganti/mengubah dari 3 hari menjadi 5 hari.
きそく ぜったいへんこう
-
(16) その ,規則は絶対変更できない。
Sono kisoku wa zettai henkou dekinai Peraturan itu sama sekali tidak bisa diganti/diubah.
かのじょ ちこく
-
(17) ,彼女が ,遅刻したため、
計画を変更した。
Kanojo ga chikoku shita tame, keikaku wo henkou shita
Karena dia (perempuan) terlambat, kita mengubah/mengganti jadwal.
Dari data (15) dapat dilihat penggunaan verba henkou suru yang menggambarkan
perubahan waktu menginap dari 3 hari menjadi 5 hari. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan perubahan jadwal yang harus dilakukan karena suatu hal. Kemudian, pada data (16) dapat dilihat penggunaan verba henkou suru yang menggambarkan perubahan peraturan yang sama sekali tidak bisa dilakukan/dilaksanakan. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan suatu perubahan yang tidak dapat diwujudkan karena suatu hal yang sudah ditetapkan. Terakhir data (17) dapat dilihat penggunaan verba henkou suru yang menggambarkan seorang perempuan yang mengubah jadwalnya karena dia terlambat. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan pergantian waktu dan jadwal kegiatan yang disebabkan oleh suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba/mendadak.
あたら いえ びき こ
-
(18) ,新しい ,家に引っ越ししたの
で、
ゆうびんきょく
,郵便局 に
じゅうしょ へんこう し
,住所の変更を知らせ
なければならない。
Atarashii ie ni hikkoshi shita node, Yuubinkyoku ni juusho no henkou wo shirasenakereba naranai
Karena sudah pindah ke rumah baru, jadi harus menyampaikan perubahan alamat ke kantor pos.
たいへんもう わけ
-
(19) 大変申し訳ありませんが、
個人的事情のためミーティングの
-
,日にちを3 ,月6日に変更さて下
さ
い。
Taihen moushi wake arimasen ga, kojin teki jijou no tame, miitinggu no hinichi wo san gatsu muika ni henkou sasete kudasai.
Saya sungguh meminta maaf karena ada urusan pribadi, tolong ganti/ubah jadwal pertemuan nya menjadi tanggal 6 maret.
Dari data (18) dapat dilihat penggunaan verba henkou suru yang menggambarkan seseorang yang baru saja pindah ke rumah baru. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba henkou
suru yang menyatakan perubahan lokasi tempat tinggal, sehingga seseorang harus melaporkan perubahan alamat ke kantor pos. Kemudian, pada data (19) dapat dilihat penggunaan verba henkou suru yang menggambarkan seseorang yang meminta maaf karena tiba-tiba mengubah waktu dan jadwal rapat yang sudah ditetapkan. Dari hal tersebut dapat dilihat makna verba hendou suru yang menyatakan perubahan waktu dan jadwal rapat yang terjadi secara tiba-tiba karena ada urusan pribadi. Dari ke lima data yang dijelaskan sebelumnya dapat dilihat bahwa verba hendou suru mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya.
Tabel pe ‘beru |
rbandingan verba bermakna bah’ dalam Bahasa Jepang | |||
No |
Kawaru |
Henka Suru |
Hendou suru |
Henkou suru |
1 |
Cuaca |
Bentuk kata kerja |
Harga emas |
Jadwal menginap |
2 |
Harga |
Cuaca |
Harga konsumen |
Peraturan/ aturan |
3 |
Raut muka/ wajah |
Bahasa |
Suhu |
Rencana |
4 |
Warna daun |
Keadaan setelah perang |
Alamat | |
5 |
Sikap |
Fisik/ tubuh |
Jadwal pertemuan | |
6 |
Kesehatan pasien |
Catatan > ‘verba dengan warna merah dan hijau bisa saling menggantikan’
SIMPULAN
Berdasarkan dari data yang telah ditemukan, dalam Bahasa Jepang terdapat 4 verba yang bermakna ‘berubah’, yakni : kawaru, henka suru, hendou suru, dan henkou suru. Verba kawaru menyatakan perubahan dalam hal (cuaca, harga, raut muka/wajah, warna daun, sikap), verba henka suru menyatakan perubahan dalam hal (bentuk kata kerja, cuaca, bahasa, keadaan setelah perang, fisik/tubuh, kesehatan pasien), verba hendou suru menyatakan perubahan dalam hal (harga emas, harga konsumen, suhu) dan verba henkou suru
menyatakan perubahan dalam hal (jadwal menginap, peraturan, rencana, alamat, jadwal pertemuan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, masing-masing verba tersebut mempunyai penggunaan yang berbeda tergantung konteksnya situasinya. Dalam beberapa hal, verba kawaru dan henka suru bisa saling menggantikan dalam konteks perubahan cuaca, serta verba kawaru dan hendou suru dalam konteks perubahan harga sesuai dengan data yang tercantum dalam table.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. A. (2015). ‘Penggunaan sinonim ‘Taisetsu, Juuyou dan Daiji’. Malang: Universitas Brawijaya
Gapur, Abdul (2019). ‘Analisis Makna Polisemi Verba ‘Kiru’ (memotong) dalam kalimat Bahasa Jepang’. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Nurila (2015). ‘Analisis Makna Verba ‘Dasu’ sebagai Polisemi dalam Bahasa Jepang’. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Dwi Susanti, Y. (2015). ‘Analisis penggunaan verba ‘Narau’ dan ‘Manabu’ dalam kalimat bahasa Jepang’. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Japanese Dictionary Takoboto (offline). (2014). Electronic Dictionary Research and Development Group.
Pateda, M. (2010). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Sentosa, N. (2016), ‘Analisis Semantik Sinonim ‘Tomodachi, Yuujin, dan Nakama’ dalam kalimat Bahasa Jepang. Riau: FKIP Universitas Riau
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung.
Sutedi, D. (2003). Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang Edisi Revisi (Cetakan kelima). Humaniora, Bandung.
Yuliastuti, Astri (2011). ‘Analisis Verba ‘Ukeru’ dalam Kalimat Bahasa Jepang’. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
113
Discussion and feedback