PUSTAKA VOL. 24, NO.1 • 28 – 32

p-ISSN: 2528-7508

e-ISSN: 2528-7516


Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022

Nilai-Nilai Yang Terkandung Pada Tradisi “Upacara Adat Ulur-Ulur” di Telaga Buret (Desa Sawo - Campurdarat - Tulungagung)

Binti Khofifah, Zulvi Rochimayasari, Anggoro Putranto

Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

Customs are a tradition or habit that has been carried out by the community repeatedly and continuously and this has been passed down from their ancestors. The ulur-ulur tradition is a tradition carried out by residents of the villages of Sawo, Gedangan, Gamping, and Ngentrong in Campurdarat District. This tradition is carried out as a form of gratitude for God's gift for the abundance of sustenance for the surrounding community in the form of a spring that is said to never run dry. The purpose of this research is to find out why the Ulur-ulur traditional ceremony is important to be preserved and what values can be taken from the preservation of the Ulur-Ulur traditional ceremony. The method used in this research is a qualitative research method with a descriptive approach. The source of data in this study is secondary data obtained through a review of several sources of literature and literature to obtain additional information and as a reference in connecting a theory with the real situation in the phenomenon being studied. The results of the research show that the traditional ceremony of Ulur-ulur is not only beneficial for the preservation of a cultural heritage from the ancestors, but also has more value and function than its implementation. We can see this from the preservation of both local culture and the surrounding environment. and for the values contained in the preservation of the Ulur-ulur traditional ceremony including religious, social, educational, and historical values.

Keywords : Traditions, Culture, Ulur-Ulur Traditional Ceremonies

ABSTRAK

Adat istiadat merupakan suatu tradisi atau kebiasan yang telah dilakukan masyarakat secara berulang kali dan terus menerus serta hal ini turun menurun dari leluhurnya. Tradisi ulur-ulur merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan oleh warga desa Sawo, Gedangan, Gamping, dan Ngentrong di Kecamatan Campurdarat. Tradisi ini dilakukan sebagai suatu rasa syukur atas karunia Tuhan atas terlimpahnya rezeki bagi masyarakat sekitarya berupa sumber mata air yang konon tidak pernah kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa upacara adat ulur-ulur ini penting untuk dilestarikan dan nilai-nilai apa saja yang dapat diambil dari pelestarian upacara adat ulur-ulur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun sumber data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang didapatkan melalui kajian dari beberapa sumber literatur dan studi pustaka untuk memperoleh keterangan tambahan serta sebagai acuan dalam menghubungkan suatu teori dengan keadaan riil dalam fenomena yang diteliti. Hasi penelitian menunjukkan bahwa, upacara adat ulur-ulur ini tidak hanya bermanfaat bagi kelestarian suatu warisan budaya dari nenek moyang, melainkan terdapat nilai dan fungsi lebih dari pelaksanaanya. Hal ini dapat kita lihat dari pelestarian baik dari kebudayaan lokal maupun lingkungan sekitarnya. Dan untuk nilai-nilai yang terkandung dalam pelestarian upacara adat ulur-ulur diantaranya adalah nilai religi, sosial, pendidikan, maupun sejarah.

Kata Kunci : Tradisi, Budaya, Upacara Adat Ulur-Ulur

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara majemuk dengan keberagaman suku budaya dan adat istiadat yang beragam didalamnya. Selain itu, setiap wilayah, daerah dan kepulauan memiliki adat istiadat yang berkembang. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa indonesia tidak hanya memiliki kekayaan akan ciptaan tuhan melainkan kekayaan dan keberagaman yang tercipta dari ciptaan tuhan

tersebut. Dimana budaya adalah suatu hasil pemikiran manusia yang berkembang dan terwujud menjadi suatu karya yang dijadikan sebagai pengetahuan bagi manusia.

Adat istiadat merupakan suatu tradisi atau kebiasan yang telah dilakukan masyarakat secara berulang kali dan terus menerus serta hal ini turun menurun dari leluhurnya. Hasan Hanfi (2011) dalam Tata Twin (2020) menyebutkan bahwa

tradisi merupakan suatu kebudayaan dalam suatu wilayah tertentu yang menjadi warisa masa lampau dan hingga saat ini masih berlaku. Oleh karena itu, jika manusia menanamkan sikap dalam melestarikan suatu warisan dari nenek moyang, maka akan tercipta suatu kebiasaan yang dapat melahirkan suatu tradisi di dalamnya.

Salah satunya suku dengan keanekaragaman budaya di dalamnya adalah pulau jawa. Dengan keberagaman masyarakat yang berada di dalamnya mendorong terlahirnya berbagai tradisi yang berkembang di dalamnya. Salah satunya adalah tradisi di suatu wilayah di Jawa Timur, tepatnya di Desa Sawo kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung. Tradisi yang berkembang di wilayah ini adalah “Tradisi Ulur-Ulur”.

Tradisi ulur-ulur merupakan suatu tradisi yang dilaksanakan oleh warga desa Sawo, Gedangan, Gamping, dan Ngentrong di Kecamatan Campurdarat. Tradisi ini dilakukan sebagai suatu rasa syukur atas karunia Tuhan atas terlimpahnya rezeki bagi masyarakat sekitarya berupa sumber mata air yang konon tidak pernah kering. Sumber mata air ini dikenal dengan Telaga Buret. Keberadaan telaga ini memiliki nilai tersendiri bagi kelangsungan hidup masyarakat disekitarnya. Bahwasannya telaga ini digunakan oleh masyarakat setempat untuk mengairi sawah terlebih ketika musim kemarau tiba.

Dalam penelitian sebelumnya, terdapat berbagai penelitian yang membahas mengenai tradisi yang berkembang berlatarkan pada kondisi geografis di dalamnya. Seperti halnya penelitian Ichmi (2014) yang meneliti mengenai tradisi Nyadran (Sedekah Bumi) sebagai konvensi tradisi Jawa dan Islam di Bojonegoro. Dan juga penelitian dari Lili (2017) mengenai upacara seren taun sebagai suatu rasa syukur atas limpahan air irigasi sawah disekitar wilayah tersebut.

Adapun upacara adat ulur-ulur tidak hanya memiliki makna sebagai suatu rasa syukur melainkan juga sebagai penjaga kearifan lokal baik itu budaya maupun lingkungan di sekitar telaga buret. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai nilai-nilai yang terkandung pada upacara adat Ulur-Ulur di Telaga Buret.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan meneliti pada

subjek yang terjadi secara alami (Raihan Rasjidi, 2019). Alasan peneliti menggunakan metode ini dikarenakan penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai pengaruh suatu kondisi geografis suatu wilayah terhadap berkembangnya tradisi dalam wilayah tersebut. Adapun data yang yang digunakan dalam penelitian ini di dapat dari sumber sekunder. Data sekunder didapatkan melalui berbagai literatur dan studi pustaka untuk memperoleh keterangan tambahan serta sebagai acuan dalam menghubungkan suatu teori dengan keadaan riil dalam fenomena yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan di desa Sawo, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, pada tanggal 6 Mei 2023.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 1.    Gambaran Umum Wilayah Sekitar Telaga Buret

Telaga buret adalah sebuah sumber mata air yang berada di sekitar hutan desa Sawo. Telaga buret berbentuk bulat seperti sumur dengan diameter kuarang lebih 35 M. Adapun sebagai perwujudan penghormatan kepada Ki Jigang Jaya, di ujung dekat telaga terdapat tempat sesaji berupa meja putih yang diatasnya terdapat patung kecil berukuran 35 × 20 cm yaitu patung dari Dewi Sri dan Suaminya yang merupakan anak Ki Jigang Jaya.

Telaga Buret merupakan tempat yang tidak hanya penuh dengan aroma budaya, akan tetapi juga dengan keindahan alamnya. Telaga Buret ini memiliki suasana yang sejuk. Banyak pepohonan yang rimbun tumbuh disini, jadi bisa dipastikan udara disini sangat segar. Ada juga beberapa pavilion/gazebo didalamnya. Keunikan dari telaga tersebut yakni adalah airnya yang berwarna hijau selain itu juga terdapat beberapa satwa yakni rusa dan beberapa kera yang berkeliaran secara bebas.

  • 2.    Sejarah

Ulu-ulur merupakan salah satu upacara adat yang telah dilestarikan sejak zaman nenek moyang masyarakat desa Sawo. Hal ini bertujuan sebagai ucapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat serta karunia atas melimpahnya ketersediaan air di Telaga Buret, yang mana air ini memberikan manfaat bagi penghidupan masysrakat khususnya dalam pengairan sawah atau irigasi baik dari desa Sawo, Gedangan, Ngentrong, maupun desa Gamping.

Upacara adat ulur-ulur memiliki makna sebagai pengembalian kesadaran kepada manusia untuk melestarikan upacara sebagai salah satu upaya dalam pelestarian keseimbangan alam. Selain itu, upacara adat ii dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi setiap generasi akan pentingnya pelestarian alam untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Sejarah terlahirnya Telaga Buret tidak terpisahkan dari Legenda Nenek Jigang Joyo. Jigang joyo adalah bangsawan wanita dari kerajaan mataram. beliau melakukan suatu perjalanan hingga di tengal perjalanan rombongannya menemukan seorang bayi yang sedang menangis. Melihat bayi tersebut tetap menangis karena haus, Jigang Joyo merasa tak tega. Beliau langsung menggali tanah untuk mengambil ait. Tak disangka-sangka, air yang ia gali dari tanah tersebut terus mengeluarkan air. Hingga akhirnya air ini terus mengalir dan menjadi sebuah telaga. Kembali pada misi awalnya, Eyang Jigang Joyo mulai meneruskan perjalanannya dan memberikan kepada masyaraat sekitar agar tetap melestarikan keberadaan telaga tersebut.

Berdasarkan jejak sejarah, terdapat salah satu desa kecil yang mengalami masa paceklik panjang. Desa ini bernama Glagah Wangen yang saat ini dikenal dengan Desa Sawo. Kejadian ini memicu terjadinya beberapa permasalahan seperti halnya kelaparan berkepanjangan yang di sebabkan karena gagal panen. Hal ini dikarenakan simbol kekayaan sandang dan pangan masyarakat sekitar telah meninggalkan desa untuk pergi ke negeri Cempa, ia adalah Dewi Sri dan Joko Sendono.

Peristiwa yang terus terjadi selama beberapa waktu mendorong para punggawa lebih khawatir melihat keadaan di desa. Hingga akhirnya, para punggawa memutuskan untuk melakukan meditasi. Meditasi ini dilakukan sebagai bentuk permohonan kepada Allah, agar masyarakat segera terbebas dari musibah yang menimpa. Dalam semedinya, terdapat cara yang dapat dilakukan masyarakat agar musibah yang terjadi cepat terlewati, dimana masyarakat diminta untuk menjadikan daerah mereka lebih baik. Hal ini dapat dilakukan masyarakat dengan dilaksanakannya berbagai macam upacara maupun ritual, seperti upacara pepetri, ruwatan, slametan, dan tayuban di Telaga Buret, yang mana berdasar wasiat dari Eyang Jigang Joyo bahwasannya masyarakat diminta untuk terus melestarikan keberadaan telaga buret ini.

Melalui warisan dan wasiat mengenai pelestarian telaga buret, Kasepuhan Sendang Tirto Mulyo sebagai paguyuban dari beberapa sesepuh dari Desa Sawo, Desa Gedangan, Desa Ngentrong, dan Desa Gamping melakukan upacara adat ulur-ulur. Dimana upacara adat ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali, di bulan Selo hari Jum’at Legi, sesuai penanggalan Jawa. Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas manfaat yang di dapatkan dari mata air telaga buret, khusunya dalam pengairan pertanian.

Upcara Adat Ulur-Ulur dalam pelaksanaannya telah di dukung oleh pemerintah Kabupaten Tulungagung, baik itu secara materi maupun moral. Selain itu, sejak tahun 2020, upacara adat ulur-ulur telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

  • 3.    Urgensi Pelestarian Tradisi Ulur- Ulur di

    Telaga Buret

Upacara adat ulur-ulur tidak hanya sebagai sebuah tradisi pelestarian adat peninggalan nenek moyang. Selain itu, pelestarian ini juga memiliki manfaat dalam pelestarian alam dan ekosistem yang ada di sekitar telaga buret. Keberadaan telaga yang memiliki fungsi penting bagi sumber irigasi persawahan di wilayah sekitarnya menjadi salah satu alasan mengapa tradisi ini tetap di jaga. Dengan ungkapan rasa syukur masyarakat dengan melaksanakan upacara di telaga ini diharapkan agar Tuhan Yang Maha Esa tetap memberikan limpahan rahmat berupa sumber mata air yang tak pernah kering.

Dalam aspek nilai, upacara ulur-ulur menjadi salah satu budaya yang menjadi identitas dan jati diri masyarakat desa Sawo. Sehingga dengan pelestarian upacara adat ini, maka suatu identitas lokal dari masyarakat sawo yang terbentuk dari keberadaan telaga buret ini nantinya tidak akan hilang ditelan oleh zaman. Selain itu, pelestarian ini tidak hanya mengangkat nilai kemanusian dari kegotong royongan dalam pelaksanaan upacara adat, bahwasannya secara hakikat nilai kemanusiaan tradisi ini tidak hanya menyoal mengenai hubungan manusia dengan manusia melainkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Oleh karena itu, pelestarian upacara adat ulur-ulur ini tidak hanya bermanfaat bagi kelestarian suatu warisan budaya dari nenek moyang, melainkan terdapat nilai dan fungsi lebih dari pelaksanaanya. Hal ini dapat kita lihat dari pelestarian baik dari kebudayaan lokal maupun

lingkungan sekitarnya. Yang mana dengan pelestarian yang tetap dilakukan maka telaga buret akan memiliki nilai budaya serta keindahan alam beserta ekosistem yang berada di dalamnya.

  • 4.    Nilai Yang Terkandung dalam Upacara Ulur-Ulur

Berdasarkan pada pemaparan sebelumnya telah banyak diketahui mengenai upacara adat ulur-ulur yang memiliki nilai kearifan lokal. Akan tetapi, tidak hanya nilai kearifan lokal belaka, upacara adat ulur-ulur memiliki beberapa nilai yang terkandung di dalamnya seperti hal nya nilai religi, sosial, pendidikan, maupun sejarah(Tricahyono & Sariyatun, 2021).

Praktik upacara adat ulur-ulur di Tlaga Buret selalu dikaitkan dengan unsur religi atau kepercayaan masyarakat. Nilai-nilai agama berkaitan dengan manusia dan Tuhan. Pelaksanaan upacara adat Ulur-ulur ini bertujuan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen dan terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari. Doa dan kajat yang dibawakan saat prosesi upacara adalah doa dalam bahasa Jawa dan bahasa Islam. Nilai religi yang terkandung dalam upacara adat ulur-ulur selalu dapat menjadi pengingat dan sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Melalui upacara Ulur-Ulur , masyarakat di desa Sawo akan selalu beriman kepada Tuhan dan menjauhi hal-hal buruk yang dapat berdampak buruk bagi kehidupan.

Kedua, nilai sosial dari upacara adat ulur-ulur . Nilai-nilai sosial terkandung di dalamnya hubungan antara satu individu dengan individu lain atau antara kelompok masyarakat dengan lainnya. Hubungan ini merupakan terjalinnya kerukunan dan gotong royong di antara warga empat desa Sawo, Gedangan, Ngentrong, dan Gamping. Gotong royong antar warga desa mampu menciptakan kerukunan antar warga desa. Warga desa dapat saling membantu untuk melaksanakan upacara adat Ulur-ulur, dengan demikian, mereka memiliki rasa tanggung jawab. Nilai-nilai kerukunan dan gotong royong yang terkandung dalam upacara adat ulur-ulur menjadikan warga empat desa sebagai kelompok masyarakat yang solid dan stabil. Solidaritas warga Desa Sawo, Ngenrong, Gedangan, dan Gamping dalam melaksanakan upacara adat Ulur-ulur membuat upacara ini dapat dipertahankan dan diwariskan secara turun-temurun.

Ketiga, nilai pengetahuan upacara adat ulur-ulur dapat mendidik masyarakat untuk selalu

menjaga warisan budaya dan melestarikan lingkungan alam. Tlaga Buret sebagai tempat praktik upacara ulur-ulur telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung sebagai kawasan hutan lindung dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah(Santoso dkk., 2021). Selain sebagai sumber pengairan persawahan warga, Tlaga Buret juga menjadi habitat beberapa fauna, seperti rusa, penyu softshell, kera hitam, dan beberapa jenis burung. Hal ini menjadi nilai pendidikan yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat untuk melindungi warisan budaya dan lingkungan alam. Sehingga ulur-ulur dapat diartikan sebagai suatu prosesi untuk pengembalian kesadaran manusia untuk menjaga keseimbangan alam dengan wujud upacara sebagai media pendidikan terhadap setiap generasi akan pentingnya pelestarian alam untuk sebuah masa depan. Jika keseimbangan dan kelestarian alam terjaga, maka Dewi Sri dan Joko Sedono sebagai simbol kesuburan akan hadir ditengah kehidupan.

Kemudian nilai sejarah dari upacara adat Ulur ulur. Pelaksanaan upacara adat tidak lepas dari sejarah. Ulur-ulur memiliki sejarah yang berasal dari Eyang Jigang Jaya yang menjadi penjaga kawasan Tlaga Buret demi menjaga kelestariannya, bertujuan untuk memanggil Dewi Sri dan Jaka Sedana sebagai dewa kesuburan. Musim kemarau panjang dan pagebluk meganturan yang membawa wabah penyakit mematikan bagi masyarakat menjadi latar belakang sejarah pelaksanaan upacara adat ulur-ulur . Hal inilah yang menjadikan upacara adat Ulur-ulur bersejarah bagi warga desa Sawo, Ngentrong, Gedangan, dan Gamping. Sepanjang sejarahnya, masyarakat desa tetap melaksanakan upacara ulur-ulur sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka.

KESIMPULAN

Budaya dari berbagai daerah memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Salah satu budaya yang masih dipertahankan dan diselenggarakan adalah upacara adat ulur-ulur . Upacara ini merupakan salah satu ritual dan agenda rutin tahunan bagi warga desa Sawo, Ngentrong, Gedangan, dan Gamping. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan rasa syukur warga atas melimpahnya sumber air bagi persawahan mereka dan kelestarian lingkungan danau. Prosesi upacara adat ulur ulur terdiri dari tahap persiapan, arak-arakan jodhang, jamasan arca Dewi Sri dan Jaka Sedana, sembahyang dan kajat, tabur bunga (menabur

bunga), dan ditutup dengan pertunjukan seni khas Kabupaten Tulungagung.

DAFTAR PUSTAKA

Dzofir, M. (2017). AGAMA DAN TRADISI LOKAL ( STUDI ATAS PEMAKNAAN TRADISI REBO WEKASANDI DESA JEPANG, MEJOBO, KUDUS). STAIN Kudus, 1(1), 113–127.

Prof. Dr. Ir. Raihan Rasjidi, M. S. (2019).

Metodologi                     Penelitian.

https://www.academia.edu/42283076/Meto dologi_Penelitian

Profil Desa – Desa Sawo. (t.t.). Diambil 15 Mei 2023,                                 dari

http://sawo.tulungagungdaring.id/profil

Santoso, E., Wardani, N., & Anindyarini, A. (2021). Local Wisdom Ulur-Ulur Tlaga

Buret Ceremony in Tulungagung. Humaniora,        12,        209–215.

https://doi.org/10.21512/humaniora.v12i3.7 024

Tricahyono, D., & Sariyatun, S. (2021). Tradisi Ulur-Ulur Ditinjau Dari Pendekatan Konstrukstivisme Sebagai Upaya Penguatan Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran IPS. Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal, 7,                                                79.

https://doi.org/10.37905/aksara.7.1.79-88.2021

Wicaksono, P. (2019). STUDI PELAKSANAAN UPACARA ULUR-ULUR DESA SAWO KECAMATAN     CAMPURDARAT

KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2018. Simki-Pedagogia, Vol. 03 No. 04. http://simki.unpkediri.ac.id/detail/14.1.01.0 2.0033

32