PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

VOL. 23 NO. 1 • PEBRUARI 2023

Strategi Perpustakaan terhadap Peningkatan Minat Baca dan Budaya Baca

Siswa di Perpustakaan SMA Negeri 2 Sukoharjo

Clarissa Salsabila Ifany Sari, Zainal Arifin  1

Analisis Etnografi dalam Tradisi Kenduri Sko Masyarakat Adat Tarutung Kerinci Jambi

Priazki Hajri  7

Diplomasi Budaya Indonesia melalui Tari Kecak Bali

Adhistira Azka Kencana  11

Kajian Literatur: Kebudayaan dan Kearifan Lokal Suku Badui dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Anisatul Khanifah, Sugeng Harianto  15

Manusia yang Beradab Menurut Tri Kaya Parisudha

Felix Mahendra  20

Variation of Karonese Language in Tanah Karo

Jenheri Rejeki Tarigan, Siti Aisyah Ginting, Rahmad Husein  31

Kebudayaan Indis: Hasil Akulturasi Budaya antara Jawa dengan Kolonial Belanda

Wahyu Agil Permana, Andini Shira Putri, Rinaldo Adi Pratama  35

Pelestarian Nilai Kearifan Lokal Melalui Kesenian Reog Kendang di Tulungagung

Bina Andari Nurmaning, Nik Haryanti  42

Sejarah dan Profil Wisatawan Jepang

Ida Bagus Ketut Astina  49

Figurative Language Used in Bible Old Testament

Felisita Ronsmin, Ni Putu Cahyani Putri Utami  56

Pengaruh Adanya Gojek Terhadap Pengemudinya di Kota Denpasar pada

Tahun 2015-2020

Samuel Calvin Situmorang, Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo,

Anak Agung Inten Asmiriati  62

Pedoman Penulisan Naskah dalam Jurnal Pustaka

PUSTAKA

JURNAL ILMU-ILMU BUDAYA

P-ISSN: 2528-7508 E-ISSN: 2528-7516

VOL. 23 NO. 1 • PEBRUARI 2023

Susunan Redaktur PUSTAKA :

Editorial Board

Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum.

Editor in Chief

Ngurah Indra Pradhana, S.S., M.Hum.

Editors

I Gusti Ngurah Parthama, SS., M.Hum.

Ni Putu Candra Lestari, S.S., M.Hum.

Drs. I Wayan Teguh, M.Hum.

Fransiska Dewi Setiowati Sunaryo, S.S., M.Hum.

Aliffiati, S.S., M.Si.

Sri Junandi (Universitas Gadjah Mada)

Reviewers

Prof. Dr. I Wayan Ardika, MA

Prof. I Nyoman Darma Putra, M.Litt

Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A

I Nyoman Aryawibawa, S.S., M.A., Ph.D.

Prof. Thomas Reuter (Melbourne University)

Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A (Universitas Pendidikan Ganesha)

Prof. Dr. Susantu Zuhdi (Universitas Indonesia)

Prof. Dr. lrwan Abdulah (Universitas Gadjah Mada)

Maharani Patria Ratna, M.Hum. (Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro)

Fitri Alfarisy, M.Hum. (Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro) Taqdir, S.Pd., M.Hum. (Universitas Hasanuddin)

Nunuk Endah Srimulyani, S.S., M.A., Ph.D. (Universitas Airlangga)

Lay Out Editor

I Komang Juniarta, S.T.

Site Technical Management l Gusti Ayu Puspawati, S.Sos., M.H.

Naskah dikirim ke alamat : [email protected] Foto sampul oleh I Gede Gita Purnama & I Putu Widhi Kurniawan

PUSTAKA VOL. 23, NO.1 • 42 – 48

Terakreditasi Sinta-5, SK No: 105/E/KPT/2022

Pelestarian Nilai Kearifan Lokal Melalui Kesenian Reog Kendang di Tulungagung

Bina Andari Nurmaning1, Nik Haryanti2

1Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tulungagung 2Institut Agama Islam (IAI) Pangeran Diponegoro Nganjuk Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

Nilai kearifan lokal tersebut hampir dimiliki oleh seluruh daerah di Indonesia, hanya saja dalam realitasnya sangat jarang mendapati kearifan lokal yang diberdayakan dalam keseharian sebagai akibat langsung dari era globalisasi. Adanya kaitan yang begitu besar antara kebudayaan dan masyarakat menjadikan kebudayaan sebagai suatu hal yang sangat penting bagi manusia dimana masyarakat tidak dapat meninggalkan budaya yang sudah dimilikinya. Nilai kearifan lokal hampir dimiliki oleh seluruh daerah, hanya saja dalam realitasnya sangat jarang mendapati kearifan lokal yang diberdayakan dalam keseharian sebagai akibat langsung dari era globalisasi. Ragam kearifan lokal salah satunya adalah kesenian reog kendang. Pendekatan penelitian yaitu penelitian kualitatif. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan yaitu: Reduksi Data (data reduction) Penyajian Data (data display) Verifikasi Data (conclusion drawing/verification). Hasil penelitiannya adalah siswa berlatih menari reog kendang untuk pelestarian nilai kearifan lokal dilakukan dengan: berlatih menari dengan rajin, berdiskusi tentang bagaimana cara agar mampu mengikuti gerakan tari dengan cepat, bermain dan bercanda dengan teman, a mudah bosan jika tidak mampu mengikuti gerakan yang dianggap sulit. Reog Kendang ini ditampilkan secara berkelompok oleh 6 orang penari yang masing-masing dari mereka membawa kendang atau dhodhog. Reog Kendang ini masih sering di tampilkan dalam acara-acara besar yang diadakan di kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Selain itu tarian ini juga sering di berbagai festival budaya, baik di daerah maupun tingkat nasional. Seiring dengan perkembangan jaman tarian ini mulai terlihat banyak perubahannya, dengan penambahan berbagai variasi dari segi gerakan, kostum, musik pengiring atau penyajiannya.

Kata Kunci: Nilai Kearifan Lokal, Kesenian Reog Kendang

PENDAHULUAN

Kebudayaan nasional yang berkembang, upacara dan peralatan simbolik menggambarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya sala hsatu masyarakat di Indonesia dan salah satu unsur penting yang juga menentukan identitas warna kehidupan budaya bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan ide yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan guna untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang juga dapat digunakan untuk menguasai lingkungan.

Pemahaman masyarakat, selain kebudayaan dalam kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga tersusun dari beberapa ragam kebudayaan daerah yang berifat endemik atau kewilayahan yang menjadi contoh dari setiap silayah dan kelompok suku bangsa dan masyarakat Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang paling kaya dengan kebudayaanya (Siti, 2016). Manusia bukan semata-mata makhluk religus, namun juga

makhluk budaya yang artinya budaya merupakan dalam setiap perilaku kehidupan manusia. Dalam kebudayaan ada hal-hal yang menunjukkan bagaimana tanggapan manusia kepada hidup dan dunianya, lingkungan dan masyarakatnya serta beberapa nilai-nilai tersebut bisa menajdi landasan pokok untuk menentukan sikap manusia pada dunia luar dan untuk mendasari langkah yang akan diambil berkaitan dengan pola hidup dan tata cara masyarakat.

Kearifan lokal merupakan bagian dari suatu budaya masyarakat yang tidak dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri (Habib, 2021). Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke genrasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi dikenal juga dengan istilah local genius. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini. Kearifan lokal merupakan sistem nilai-nilai yang berisikan pengetahuan, gagasan,

kepercayaan yang menjadi nilai utama dalam suatu masyarakat tertentu (Wahyu Nurhayati, 2021). Dengan demikian dapat dipahami mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Dengan kata lain, unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.

Sibarani (Sibarani, 2012) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.

Seni merupakan suatu ekspresi, kreasi, dan kesenian juga bersifat dinamis. Dalam perwujudannya seni dapat berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial dari masyarakat penikmatnya, seperti halnya mode, apresiasi seni dapat berubah sesuai kondisi jaman. Jawa merupakan salah satu pulau yang mempunyai potensi seni yang tinggi. Potensi seni ini mulai dari seni musik, seni tari, seni lukis, dan masih banyak lainnya (Irfan & Pamungkas, 2017).

Kesenian reog di Tulungagung merupakan kesenian yang unik. Tari Gendang yang dimainkan oleh 6 orang atau lebih dan diiringi gamelan.

Keenam penari orang yang membewa gendang dan menari-nari sambil menabuh gendang yang di bawa masing-masing penari. Kesenian ini masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luar, khususnya di luar wilayah Kabupaten Tulungagung (Heswati, 2021). Sehingga tidak menutup kemungkinan suatu saat kesenian yang unik ini akan berkembang maupun dikembangkan di daerah lain. Keunikan ini yang menjadikan kesenian Reyog Kendhang menjadi salah satu kesenian unggulan dari Kabupaten Tulungagung. Sehingga untuk menjaga berbagai kemungkinan yang terjadi salah satu upaya pemerintah kabupaten Tulungagung adalah dengan cara pembakuan nama.

Dalam Kesenian Tari Reog Kendang nilai-nilai yang terdapat dalam tarian ini mencerminkan sifat kearifan lokal kesenian tradisional (Nugraheni, 2018). Kesenian sendiri, bersangkutan mengenai proses pembelajaran dari lingkungan untuk manusia. Dari sebuah pengamatan sosial, pola prilaku kehidupan, maupun wacana yang sedang hangat dibicarakan, bisa diproses melalui kesenian, sehingga dari kesenian pulalah kita bisa mengambil sikap dalam menyikapi permasalahan. Belajar kesenian tidak hanya sekedar mempelajari praktik atau tekniknya melainkan berbagai macam aspek nilai estetika dan etika yang menjadi poros budaya dalam berkesenian. Poros budaya itu menunjang kelengkapan nilai kehidupan manusia atau nilai moral.

Perkembangannya kesenian Reog Tulungagung di Tulungagung dari zaman dulu sudah sering mengalami pasang surut. Kesenian-kesenian tradisional seperti ini sekarang mulai jarang dan sulit di temukan (Iktara Nur Risqika, 2021). Hanya ada segelintir kelompok seni yang masih melestarikan kesenian khas Tulungagung tersebut. Karena tidak dapat di pungkiri salah satu efek dari modernisasi, remaja remaja lebih suka dengan hal-hal yang bersifat modern dari pada keseniannya sendiri.

Sehingga untuk langkah pelestarian kesenian yang merupakan ikon Kabupaten Tulungagung tersebut, saat ini pemerintah daerah pun mewajibkan setiap sekolah di Kabupaten Tulungagung untuk memiliki minimal 1 set Dhodog Reog Tulungagung. Hal itu di maksudkan agar setiap sekolah dapat mengajak siswanya untuk mengenal dan belajar memainkan Reog Tulungagung sekaligus untuk melestarikannya. Agar kesenian ini tidak ikut punah dan hilang tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin modern dan canggih seperti saat ini. Dengan turut

andilnya peran serta pemerintah daerah dalam melestarikan kesenian khas Tulungagung ini, memberikan dampak yang positif bagi perkembangan kesenian Reog Tulungagung itu sendiri. Hingga di 5 tahun belakangan ini perkembangan Reog Tulungagung semakin pesat dan semakin banyak yang mengenalnya. Reog Tulungagung selalu turut andil dalam berbagai event-event besar yang di selenggarakan di Tulungagung. Reog Tulungagung juga ikut andil dalam pertunjukan seni dalam upacara penurunan bendera di Istana Negara dan berbagai kegiatan lainnya secara kedaerahan.

Oleh karena itu penulis tertarik membahas lebih dalam lagi tentang Perkembangan Reog Tulungagung di Kabupaten Tulungagung. Dengan tulisan ini diharapkan penulis dan masyarakat pada umumnya dan kaum muda pada khususnya lebih menghargai,mencintai dan bangga dengan kesenian lokal daripada budaya luar. Harapannya agar suatu saat nanti tidak terjadi hal seperti masyarakat asli Tulungagung sendiri tetapi tidak mengenal tentang kesenian Reog Tulungagung.

Beberapa penelitian tentang usaha-usaha untuk meningkatkan pelestarian kearifan lokal dan seni tari telah dilakukan oleh beberapa ahli. Nugraheni (2015) melakukan suatu penelitian yang menfokuskan penanaman nilai-nilai moral melalui kesenian Reog Kendang terhadap pelajar di Kabupaten Tulungagung. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kesenian mengajarkan anak untuk dapat melakasanakan perilaku-perilaku baik dalam kehidupan sehari-hari, belajar dan berlatih untuk bekerjasama, bertanggungjawab, disiplin dan menghargai ketika berproses dalam menciptakan pertunjukan kesenian tersebut. Sementara itu, Aisyah, Edmosda, & Suratno, (2015) juga melaksanakan penelitian tentang pendidikan karakter melalui seni Reog Dhodhog di SD Grogol IV, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesenian ini terbentuk atas inisiatif kepalas sekolah dengan seluruh pihak sekolah untuk membentuk sebuah ekstrakurikuler yang berpijak pada kesenian tradisional Kemudian, nilai pendidikan karakter yang terkandung dan dipelajari dalma kesenian Reog Dhodhog adalah nilai religious, nilai tanggung jawab, nilai disiplin, nilai kerjasama, nilai percaya diri, nilai kepemimpinan, dan nilai toleransi. Seorang siswa yang telah menguasai nilai-nilai tersebut pasti akan berperilaku baik.

KAJIAN PUSTAKA

Nilai Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan bagian dari suatu budaya masyarakat yang tidak dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri (Habib, 2021). Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke genrasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi dikenal juga dengan istilah local genius. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini. Kearifan lokal merupakan sistem nilai-nilai yang berisikan pengetahuan, gagasan, kepercayaan yang menjadi nilai utama dalam suatu masyarakat tertentu (Wahyu Nurhayati, 2021). Dengan demikian dapat dipahami mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Dengan kata lain, unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.

Sibarani (Sibarani, 2012) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas.

Kesenian Reog Tulungagung

Kesenian adalah bagian dari kebudayaan yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Di dalam berkehidupan tersebut manusia mempunyai tata aturan yang biasa disebut dengan adat istiadat yang menciptakan berbagai jenis kebudayaan yang akan menjadi sebuah ciri khas masyarakat di daerah tersebut. Dari berbagai macam bentuk kesenian, salah satunya adalah seni tari yang menunjukkan keindahan gerak-gerak anggota badan manusia yang berirama dan berjiwa. Seni tari mempunyai banyak keberagaman jenis keseniannya salah satu diantaranya adalah kesenian rakyat. Dalam hubungan itu posisi kesenian kerakyatan daerah khususnya tari Reog Kendang

dari Tulungagung, Jawa Timur menjadi sering disebut sebagai wadah pembelajaran nilai edukatif dalam menuju pembentukan bangsa yang bermoral (Wahyu Nurhayati, 2021). Menurut cerita konon katanya reog kendang ini adalah kisah prajurit Kediri yang arak-arakan mengiring Ratu Kilisuci ke Gunung Kelud yang diwakili oleh enam penari. Memang leluhur kita selalu mengaitkan antara peristiwa dengan wujud kesenian, salah satunya Reog Kendang ini.

Asal usul cerita Reog Kendang Tulungagung ini konon katanya pada tahun 1978 adalah kisah dari prajurit Kedirilaya yang arakarakan mengiring Ratu Kilisuci ke Gunung Kelud, yang diwakili oleh enam prajurit. Yang ingin dikisahkan dalam tarian tersebut ialah, betapa sulit perjalanan yang harus mereka tempuh, betapa berat beban perbekalan yang mereka bawa, sampai terbungkuk-bungkuk, terseok-seok menuruni lembah-lembah yang curam, menaiki gunung yang terjal. Sesampai di puncak gunung, bagaimana mereka mengelilingi kawah melongok-longok ke dalam, dan sang putri jatuh masuk kawah, disusul kemudian prajurit melempari batu dan tanah yang mengeruk kawah tersebut, hal tersebut membuat Jathasura ingin terjun menolong sang putri juga malah ikut tewas terkubur dalam kawah, akhirnya kegembiraan dan kemenangan yang prajurit dapatkan (Nugraheni, 2015).

Semua adegan itu mereka lakukan melalui simbol-simbol gerak tari yang ekspresif mempesona, yang banyak menggunakan langkah-langkah kaki yang serempak dalam berbagai variasi, gerakan-gerakan lambung badan, pundak, leher dan kepala, disertai mimic muka yang serius, sedang kedua tangannya sibuk mengerjakan dhodhog yang mereka gendong dengan mengikatnya dengan kain selendang yang menyilang melalui pundak kanan. Tangan kiri menahan dhodhog tersebut memberi irama yang dikehendaki, meningkahi gerak tari dalam tempo kadang cepat kadang lambat (Wiga Nugraheni, 2018). Demikan kaya simbol-simbol yang mereka ungkapkan lewat tari mereka yang penuh dengan ragam variasi, dalam iringan gamelan yang monoton magis, dengan lengkingan selompretnya yang membawakan melodi terus–menerus tanpa putus,benar-benar memukau penonton seakanakan berada di bawah hipnotis.

METODE

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukaan dengan memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian yang dieksplorasi dan diperdalam dalam suatu fenomena sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat dan waktu (Fitri & Haryanti, 2020) peneliti menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Fenomenologi menurut Moleong (2011) adalah pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeskplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif tidak hanya dilakukan sebagai upaya mendeskripsikan data tetapi deskripsi tersebut hasil dari pengumpulan data yang valid melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Fenomenologi sebagai suatu pendekatan yang memfokuskan pada suatu fenomena tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami dari suatu pengalaman yang berkaitan dengan fenomena. Peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif fenomenologis untuk mendeskripsikan makna yang tersembunyi, mengembangkan teori, dan mengungkap pelestarian nilai kearifan lokal melalui kesenian reog kendang.

Subjek penelitiannya adalah pelestari reog kendang. Lokasi penelitian ini adalah di Reog Kendang di Tulungagung. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1) Observasi, Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap segala yang tampak pada objek penelitian (Arikunto, 2017). 2) Metode wawancara atau interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka dengan pihak yang bersangkutan (Sugiyono, 2018). Metode wawancara atau interview untuk penelitian ini digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. dalam hal ini peneliti memakai teknik wawancara mendalam (in deep interview), yaitu dengan menggali informasi mendalam mengenai pelestarian nilai kearifan lokal melalui kesenian reog kendang. Peneliti akan mewawancarai pelatih reog kendang dan guru, guna memperoleh data tentang pelestarian nilai lokal melalui kesenian reog kendang. 3) dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk

mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, agenda atau lain sebagainya (Arikunto, 2017). Pada sebuah penelitian, teknik dokumentasi digunakan sebagai sumber data pendukung. Di samping itu data dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh data yang berupa arsip-arsip, catatan-catatan, buku-buku yang berkaitan dengan pelestarian nilai kearifan lokal melalui kesenian reog kendang. Dokumen yang dimaksud bisa berupa foto-foto, dokumen sekolah, transkrip wawancara, dan dukumen tentang sejarah sekolah serta perkembangnya, ke semua dokumentasi ini akan dikumpulkan untuk di analisis demi kelengkapan data penelitian.

Teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2013). Adapun metode yang digunakan untuk mengelola data kualitatif adalah dengan menggunakan metode induktif. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, Penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (Miles, Huberman, & Saldana, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tindakan Siswa Berlatih Menari Reog Kendang Untuk Pelestarian Nilai Kearifan Lokal

Reog Kendang adalah media tari yang ditampilkan dalam bentuk gerakan diiringi musik tradisional yang menampilkan cerita sejarah masyarakat. Reog Kendang, disamping yang digunakan sebagai media seni hiburan, juga media pembelajaran. Khususnya, dalam istilah pembelajaran karakter, dan karakter siswa-siswa. Dalam penelitian beberapa hal yang ditemukan dalam kaitanya dengan penggunaan seni tari tradisional Reog Kendang untuk membangun ketrampilan seni dan nilai moral serta sosial.

Menurut hasil observasi dan wawancara, ditemukan bahwa tindakan beberapa siswa melalui berlatih menari Reog Kendang diakui sebagai media belajar yang menarik. Tindakan-tindakan

memiliki sisi positif dan negatif. Hal tersebut meliputi: 1) Mereka berlatih menari dengan rajin, 2) Mereka berdiskusi tentang bagaimana cara agar mampu mengikuti gerakan tari dengan cepat, 3) Mereka bermain dan bercanda dengan teman, 4) Mereka mudah bosan jika tidak mampu mengikuti gerakan yang dianggap sulit.

Kebanyakan dari mereka tindakan siswa yang paling sering melalui ketrampilan tari adalah berlatih tari Reog Kendang dengan rajin sebagai seni budaya kearifan lokal yang muncul dengan total 34% dari seluruh siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Matisse dalam (Wahyu Nurhayati, 2021) yang menyatakan bahwa penciptaan seni dimulai dari pengalaman,munculnya daya kreativitas seorang seniman itu sendiri tidak lepas dari latihan-latihan, luasnya pengetahuan serta kerja kerasnya, hal ini tentunya yang mampu memacu siswa melestarikan kesenian.

Bentuk Penyajian Kesenian Reog Kendang Tulungagung

Dalam pertunjukannya, Reog Kendang ini ditampilkan secara berkelompok oleh 6 orang penari yang masing-masing dari mereka membawa kendang atau dhodhog. Setiap kendang yang di bawa masing-masing penari memiliki jenis yang berbeda diantaranya seperti kendang kerep, kendang arang, kendang imbal 1, kendang imbal 2, kendang keplak, dan kendang trinthing. Pada pemukulan kendangnya terdiri atas tiga macam, ada yang di pukul dengan telapak tangan penuh untuk kendang kerep, imbal 1 dan keplak. Sedangkan untuk kendang arang dan imbal 2 dipukul dengan tangan bagian ujung. Yang paling berbeda pada kendang trintiing dipukul dengan alat pukul yang bernama trunthung (Wiga Nugraheni, 2018).

Dalam pertunjukan Reog Kendang tersebut penari menari dengan energik sambal memainkan kendang mereka seirama dengan musik pengiring dan nyanyian lagu jawa. Alat musik yang digunakan oleh pengiring tersebut diantaranya adalah kenong, gong dan terompet. Kenong dan gong yang dipakai menggunakan instrument nada 5 slendro. Lagu-lagu pengiringnya dipilh yang populer dikalangan masyarakat, misalnya Gandariya, Angkleng, Loro-loro, Pring-Padapring, Ijo-ijo, dan lain sebagainya. Irama yang digunakan dalam iringannya ada berbagai macam, ada irama lambat, irama sedang, dan irama drumbenan (Wiga Nugraheni, 2018).

Dengan satu unit barisan penari yang berjumlah 6 orang dapat mengadakan gerakan dalam bentuk konfigurasi atau gerak lantai. Untuk gerak lantai tergantung koreografer yang sudah disepakati bersama. Namun di samping bebas dalam gerak lantai, maka perlu memperhatikan jenis-jenis gerak tari yang tetap atau baku dengan bertumpu pada gerak kepala dan kaki. Diantara gerak tari tersebut sebagai berikut:

  • 1.    Gerak baris: yaitu gerakan lurus seperti layaknya berbaris dengan dhodhog kerep berada paling depan, kaki berjalan mengikuti irama kendang, biasanya menggunakan irma drumband. Irama dan gerak ini dilakukan pada saat keluar dan masuk arena pertunjukan.

  • 2.    Gerak Sundangan: yaitu gerakan pada bahu dan kepala dengan badan agak membengkok, gerakan yang menyerupai seekor sapi atau kerbau yang sendang menyundang.

  • 3.    Gerak andul: yaitu gerakan yang mengayun-ayunkan kaki kanan ke depan dan ke belakang.

  • 4.    Gerak menthokan: yaitu gerakan berjalan sambil jongkok menirukan gaya menthok berjalan dengan pinggul digoyanggoyang.

  • 5.    Gerak gejoh bumi: yaitu gerakan dengan posisi badan agak membungkuk kaki kanan di depan menampak datar, sedangkan kaki kiri di belakang dengan mengangkat tumit sambil digejoh-gejokan ke tanah.

  • 6.    Gerak ngongak sumur: yaitu gerakan kaki kanan ke depan dan ke belakang pada saat kaki kanan ke depan pandangan ke bawah dan pada waktu kaki kanan ke belakang pandangan mata ke depan, begitu berulangulang.

  • 7.    Gerak midak kecik: yaitu jalan mundur dengan ujnung kaki menampak lebih dulu kemudian baru tumitnya mengikuti.

  • 8.    Gerak lilingan: yaitu gerak ngliling secara berpasangan dilakukan ngliling maju berpapasan ngliling lagi begitu seterusnya.

  • 9.    Gerak kejang: yaitu grak berjalan dengan tumit diangkat, posisi badan kaku seperti orang yang sedang kejang atau seperti robot. (Wiga Nugraheni, 2018)

Demikian tadi merupakan gerak baku dalam Reog Kendang ini, sedangkan lama hitungan dari setiap gerakannya dihitung sebanyak delapan gongan. Untuk pergantian gerak akan diberi aba-

aba oleh pengendang dhodhog kerep. Begitu seterusnya, kecuali karena menyesuaikan dengan gerak lantai atau membentuk konfigurasi lamanya menyesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk kostum yang digunakan para penari merupakan kostum khusus untuk Reog Kendang yang menggambarkan para prajurit pada jaman dahulu. Pada pertunjukannya, penari menggunakan baju lengan panjang dengan kain penutup dada dengan motif berwarna kuning. Pada bagian bawah menggunakan celana sepanjang dengkul dengan beberapa attribute seperti stagen, kain batik, dan sampur berwarna. Lalu pada bagian kepala menggunakan ikat kepala, sumping dan iker yang melingkari kepala. Pada bagian kaki menggunakan kaus kaki dan klinthing. Selain itu beberapa aksesoris seperti keris, gelang tangan dan tidak lupa kendang yang ikat menggunakan sampur.

Dalam perkembangannya, walaupun tergolong kesenian lama namun Reog Kendang masih tetap dilestarikan dan dijaga keberadaanya. Reog Kendang ini masih sering di tampilkan dalam acara-acara besar yang diadakan di kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Selain itu tarian ini juga sering di berbagai festival budaya, baik di daerah maupun tingkat nasional. Seiring dengan perkembangan jaman tarian ini mulai terlihat banyak perubahannya, dengan penambahan berbagai variasi dari segi gerakan, kostum, musik pengiring atau penyajiannya. Hal ini banyak dilakukan agar terlihat lebih menarik, namun tidak meninggalkan bentuk aslinya.

KESIMPULAN

Pembelajaran berbasis kearifan local dipadu dengan pembelajaran seni tari tentunya sangat sesuai. Hal tersebut sesuai denga tujuan pendidikan bahwa agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi di kehidupann siswa, sesuai dengan kemampuan belajarnya. Dengan kata lain pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam hal ini seni tari dapat dilakukan. Pelaku tari sebagai ketrampilan seni tari berlatih, mendiskusikan simbol tari dengan teman-temannya dan bertanya jawab dengan peneliti tentang makna dan sejarah tari Reog Kendang. Hasil penelitiannya adalah Tindakan Siswa Berlatih Menari Reog Kendang Untuk Pelestarian Nilai Kearifan Lokal dilakukan dengan: Mereka berlatih menari dengan rajin, Mereka berdiskusi tentang bagaimana cara agar

mampu mengikuti gerakan tari dengan cepat, Mereka bermain dan bercanda dengan teman, Mereka mudah bosan jika tidak mampu mengikuti gerakan yang dianggap sulit. Dalam pertunjukannya, Reog Kendang ini ditampilkan secara berkelompok oleh 6 orang penari yang masing-masing dari mereka membawa kendang atau dhodhog. Reog Kendang ini masih sering di tampilkan dalam acara-acara besar yang diadakan di kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Selain itu tarian ini juga sering di berbagai festival budaya, baik di daerah maupun tingkat nasional. Seiring dengan perkembangan jaman tarian ini mulai terlihat banyak perubahannya, dengan penambahan berbagai variasi dari segi gerakan, kostum, musik pengiring atau penyajiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, N., Edmosda, & Suratno. (2015). Implementasi Pendidikan Karakter di SDIT Nurul Ilmi Kota Jambi. Tekno-Pedagogi, 5(1), 50-63.

Arikunto, S. (2017). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Fitri, A. Z., & Haryanti, N. (2020). Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang: Madani Media.

Habib, M. A. F. (2021). Kajian Teoritis Pemberdayaan Masyarakat dan Ekonomi Kreatif. Ar Rehla: Journal of Islamic Tourism, Halal Food, Islamic Traveling, and Creative Economy, 1(2), 106-134.

Heswati, V. A. (2021). Makna Simbolik Tari Reyog Kendhang di Desa Gendingan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung Kajian Folklor. Nuevos sistemas de comunicación e información, 2013–2015.

Iktara Nur Risqika. (2021). Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Nilai-Nilai Moral Melalui

Kesenian Reog Kendang Terhadap Pelajar Di Kabupaten Tulungagung. (June), 1–7.

Irfan, M. N., & Pamungkas, J. H. (2017). Perkembangan Kesenian Reyog Tulungagung Tahun 1970-2016. Avatara, 5(3), 1112–1122.

Miles, matthew B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis. New Delhi: SAGE Publications.

Moleong, L. J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moleong, L. J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nugraheni, W. (2015). Penanaman Nilai-nilai Moral melalui Kesenian Reog Kendang terhadap Pelajar di Kabupaten Tulungagung. Imaji, 16(1), 162-171.

Nugraheni, Wiga. (2018). Penanaman Nilai-Nilai Moral Melalui Kesenian Reog Kendang Terhadap Pelajar Di Kabupaten Tulungagung. Imaji,  16(2),   162–171.

https://doi.org/10.21831/imaji.v16i2.22744

Sibarani, R. (2012). Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).

Siti. (2016). Makna Simbolis Batik Pada Masyarakat Jawa Kuna. Jurnal Paramita, 26(1), 23-32.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wahyu Nurhayati, D. A. (2021). Pendampingan Pelestarian Kearifan Lokal Reog Kendang: Upaya Pendidikan Karakter dan Ketrampilan Seni pada Siswa Sekolah Dasar Sidomulyo Pagerwojo Tulungagung. JESS: Jurnal Education Social Science, 1(1), 1–18.

48