Konstruksi Alat Ukur Pantang Menyerah Prajurit TNI Angkatan Udara (IMPI-P32)
on
Jurnal Psikologi Udayana
2022, Vol.9, No.1, 105-117
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607
DOI: 10.24843/JPU/2022.v09.i02.p01
Konstruksi Alat Ukur Pantang Menyerah Prajurit TNI Angkatan Udara (IMPI-P32)
Lavenda Geshica dan Saifuddin Azwar Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada [email protected]
Abstrak
Prajurit TNI Angkatan Udara merupakan populasi yang dihadapkan pada berbagai stresor, seperti pendidikan militer, evaluasi performa secara kontinyu, dan tuntutan untuk menampilkan performa optimal di bahwah situasi yang ambigu dan bahaya. Dengan demikian, prajurit TNI Angkatan Udara perlu untuk memiliki karakter yang membuatnya dapat bertahan di situasi sulit tersebut. Pantang menyerah merupakan trait yang dicirikan dengan hardiness tinggi, kemampuan melakukan koping adaptif, serta efikasi diri tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun alat ukur yang mengukur trait pantang menyerah prajurit TNI Angkatan Udara (IMPI-P32). IMPI-P32 terdiri atas 32 aitem yang mengukur tiga aspek pantang menyerah. Sebanyak 394 prajurit aktif TNI Angkatan udara berpartisipasi dalam penelitian ini. Validitas alat ukur diuji dengan menggunakan validitas konten dan validitas konstrak. Hasil dari penghitungan validitas konten dan konstrak menunjukkan bahwa IMPI-P32 memiliki validitas konten dan validitas konstrak yang diharapkan. Selain itu, seluruh aitem IMPI-P32 juga memiliki indeks korelasi aitem total yang dapat diterima. Melalui analisis reliabilitas dengan menggunakan formula Spearman-Brown, diketahui bahwa alat ukur ini memiliki koefisien reliabilitas di atas 0.90. Hasil ini membuktikan bahwa IMPI-P32 memiliki properti psikometrik yang baik, sehingga IMPI-P32 dapat digunakan dalam pemetaan kepribadian TNI Angkaran Udara yang sesuai dengan budaya militer Indonesia.
Kata kunci: pantang menyerah; skala; tantara; TNI Angkatan Udara
Abstract
Indonesian Air Force personnel faced various stressors, such as military education, continuous performance evaluation, and the demand to display optimal performance under ambiguous and dangerous situations. Thus, Indonesian Air Force personnel must have characters that enable them to survive these difficult situations. Pantang menyerah is a trait characterized by high hardiness, the ability to do adaptive coping, and high self-efficacy. This study aimed to develop a measuring instrument that measured the unyielding trait of Indonesian Air Force soldiers (IMPI-P32). IMPI-P32 consisted of 32 items that measure three aspects of pantang menyerah. A total of 394 active Indonesian Air Force soldiers participated in this study. The validity of the measuring instrument was tested using content and construct validity. The content validity and constructs estimation showed that IMPI-P32 had the expected content and construct validity. In addition, all IMPI-P32 items also had an acceptable total item correlation index. It was known through reliability analysis using the Spearman-Brown formula that this measuring instrument had a reliability coefficient above 0.90. These results proved that IMPI-P32 had good psychometric properties. Therefore, IMPI-P32 can be used in mapping the TNI Air Force personality following Indonesian military culture.
Keywords: indonesian air force; pantang menyerah; scale; soldier
LATAR BELAKANG
Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan angkatan bersenjata Republik Indonesia yang lahir dalam perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda. Untuk menjadi prajurit TNI, calon prajurit harus mengikuti berbagai tahapan seleksi. Tahapan seleksi tersebut didasari oleh tiga aspek yang disesuaikan dengan pola pendidikan di TNI, yaitu tanggap, tanggon, dan trengginas (TNI Angkatan Udara, 2014).
Pola pendidikan militer merupakan hal yang krusial. Pendidikan militer bertujuan untuk menyiapkan prajurit agar dapat menampilkan performa maksimal dalam situasi yang mengancam keselamatan, ambigu, dan sulit untuk dikontrol. Pola pendidikan militer membuat prajurit rentan mengalami distres psikologis yang disebabkan oleh stresor fisik dan lingkungan serta stresor psikologis (Backer & Orosanu, 1996; Maddi, 2013).
Selain pendidikan militer, prajurit juga dihadapkan pada stresor lainnya, seperti harus siap sedia ditempatkan di manapun, mendapat evaluasi performa secara kontinyu, terbatasnya kesempatan untuk pergi dari pos, hingga tinggal jauh dengan keluarga (Maddi, 2013). Lebih dari itu, dalam lingkungan pekerjaannya yang sangat hierarkis, prajurit rentan mengalami senioritas, perundungan, dan kekerasan (Kirnandita, 2017). Prajurit juga didoktrin dengan konsep mission first, sehingga mereka harus mengorbankan kesejahteraan fisik dan psikologisnya demi terselesaikannya misi (Adler & Castro, 2013).
Mengacu pada pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, prajurit TNI memiliki dua tugas pokok yaitu Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) (Republik Indonesia, 2004). Ketika melakukan OMP, prajurit dihadapkan pada beberapa stresor, seperti adanya tuntutan untuk membunuh orang lain, menyelamatkan diri, menjaga prajurit lain, menyaksikan kematian, serta menyaksikan agresi.
Dalam OMSP prajurit TNI bertanggung jawab menjaga wilayah udara NKRI, mengamankan wilayah rawan konflik, serta membantu melakukan evakuasi terhadap bencana maupun kecelakaan (Setiawan, 2018). Tugas-tugas tersebut menuntut prajurit untuk selalu waspada dan cepat tanggap dalam menghadapi potensi ancaman yang tidak terprediksi. Selain itu, prajurit juga dituntut untuk menyelesaikan dengan semaksimal mungkin terlepas dari kemungkinan distres psikologis yang dialaminya. Hal-hal yang dihadapi oleh prajurit TNI di setiap matra tidak jauh berbeda, tak terkecuali TNI Angkatan Udara.
Distres psikologis dapat memberikan implikasi negatif. Menurut Orasanu dan Backer (1996), distres psikologis dapat meningkatkan kemungkinan prajurit melakukan kesalahan dalam bertugas. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat prajurit dituntut untuk bekerja dengan kesalahan seminimal mungkin. Selain itu, bila tidak ditangani dengan baik, distres psikologis yang dialami dapat
berkembang menjadi gangguan psikologi, seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), kecemasan, depresi, hingga ide-ide bunuh diri.
Walaupun prajurit dihadapkan pada stresor yang tinggi, namun tidak semua prajurit mengalami efek-efek negatif dari distres psikologis. Menurut Kobasa (1979) karakteristik tersebut disebut dengan hardiness. Hardiness merupakan hal yang krusial bagi prajurit TNI Angkatan Udara. Akan tetapi, terdapat karakteristik lainnya yang juga penting untuk meminimalisasi efek dari distres psikologis. Kobasa (1979) menyatakan kemampuan untuk melakukan koping adaptif merupakan komponen pendukung hardiness yang penting. Individu yang mampu melakukan koping adaptif memiliki fleksibilitas kognitif yang memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan dan menilai ancaman di situasi yang baru.
Selain itu, menurut Bandura (1977) persepsi efikasi diri merupakan hal yang penting dimiliki individu untuk meminimalisasi dampak distres psikologis. Individu dengan persepsi efikasi diri yang rendah akan cenderung menghindari situasi yang mereka yakini berada di luar kemampuan untuk melakukan koping. Sementara itu, individu dengan efikasi diri tinggi akan memandang bahwa diri mereka memiliki kapabilitas untuk menghadapi situasi tersebut.
Peneliti mencoba untuk mencari terminologi yang tepat untuk dapat mencangkup karakteristik-karakteristik tersebut. Untuk itu, peneliti melakukan studi pendahuluan dengan cara melakukan cross-check terhadap atribut psikologi yang ada di lapangan. Pengambilan data dilakukan pada triwulan kedua tahun 2018 dengan melibatkan 144 anggota TNI Angkatan Udara. Keseluruhan partisipan mewakili setiap jenjang kepangkatan dalam tubuh TNI Angkatan Udara, kecuali Perwira Tinggi. Selain itu, partisipan dalam survei ini juga mewakili seluruh korps utama yang adai di TNI Angkatan Udara.
Dalam survei tersebut partisipan diminta untuk menuliskan lima kata sifat yang penting dimiliki oleh setiap anggota TNI Angkatan Udara. Mereka juga diminta untuk memberikan definisi singkat dari masing-masing kata sifat. Sebagai bahan cross-check, partisipan diminta untuk memilih lima dari sembilan atribut psikologi yang dianggap penting dan dapat menggambarkan profil prajurit TNI Angkatan Udara. Kesembilan atribut tersebut terdiri dari, (1) inisiatif tinggi, (2) berjiwa pemimpin, (3) stabil secara emosi, (4) kreatif dan imajinatif, (5) motivasi yang tinggi terhadap tugas, (6) kemampuan intrapersonal, (7) loyal, patuh terhadap peraturan, (8) toleransi terhadap stres (tahan banting, tidak mudah menyerah), dan (9) kemampuan beradaptasi terhadap tuntutan dan situasi yang berubah (Christian, Picano, Roland, & Williams, 2010; Girodo, 1997; Picano, Williams, & Roland, 2006).
Pada atribut yang ditulis oleh partisipan, peneliti mendapatkan 720 kata sifat yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan nama maupun definisi. Melalui proses ini, ditemukan 49 kata sifat, seperti loyalitas
(kepatuhan terhadap peraturan, mempertahankan disiplin diri), kepemimpinan (memiliki jiwa pemimpin, mampu memimpin bawahan), dan pantang menyerah (tahan banting, tidak mudah stres, stabil secara emosional). Sementara itu, dalam atribut yang dipilih oleh partisipan, peneliti mengurutkan atribut tersebut. Berdasarkan definisi-definisi yang diberikan partisipan, pantang menyerah memiliki kedekatan makna dengan karakteristik individu untuk tetap menampilkan performa kerja yang baik walaupun sedang mengalami distres psikologis.
Selain itu, pada atribut yang dipilih oleh partisipan, karakteristik individu untuk tetap menampilkan performa kerja yang baik walaupun sedang mengalami distres psikologis masuk ke dalam pilihan kedelapan, yang merupakan salah satu atribut terbanyak yang dipilih oleh partisipan, yaitu toleransi terhadap stres. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan terminologi “Pantang menyerah” untuk menggambarkan karakteristik individu yang tetap menampilkan performa kerja yang baik walaupun sedang mengalami distres psikologis. Terminologi pantang menyerah dalam penelitian ini dibangun oleh tiga aspek yaitu hardiness, koping adaptif, dan efikasi diri. Pemilihan ini selain merujuk pada telaah literatur, juga mengacu pada hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan. Dari hasil survei, ditemukan beberapa kata yang menjadi kata kunci aspek-aspek pantang menyerah, seperti “tahan banting”, “stabil secara emosional” dan “yakin dalam menyelesaikan tugas”.
Pantang menyerah merupakan karakteristik penting bagi prajurit TNI Angkatan Udara. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada alat ukur yang khusus mengukur pantang menyerah. Dari latar belakang tersebut, peneliti
menemukan urgensi untuk menyusun alat ukur pantang menyerah yang dipergunakan dalam pemetaan kepribadian prajurit TNI Angkatan Udara yang sesuai dengan job requirement di TNI Angkatan Udara dan konteks budaya militer Indonesia.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksikan alat ukur pantang menyerah, sehingga dalam penelitian ini pantang menyerah merupakan variabel yang digunakan. Walaupun demikian, pantang menyerah merupakan konstruk yang dibangun atas beberapa variabel, yaitu hardiness, koping adaptif, dan efikasi diri. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut: Pantang menyerah
karakteristik individu yang tetap menampilkan performa kerja yang baik walaupun sedang mengalami distres psikologis yang dicirikan dengan hardiness tinggi, kemampuan untuk melakukan koping adaptif, dan efikasi diri tinggi.
Hardiness
Pandangan bahwa peristiwa yang menekan merupakan tantangan yang dapat membuatnya berkembang dan memiliki komitmen dalam menyelesaikan tugas.
Koping adaptif
Toleransi terhadap afek negatif yang dialami, bersikap fleksibel dalam menghadapi perubahan, dan memiliki cara-cara yang adaptif dalam mengatasi kesulitan.
Efikasi diri
Keyakinan untuk bertahan dalam kesulitan, seperti memiliki pemecahan masalah yang baik sehingga ia berani dalam menghadapi situasi sulit yang menimpanya.
Responden
Populasi penelitian ini adalah prajurit TNI Angkatan Udara yang tengah berdinas aktif minimal dua tahun dan belum menghadapi Masa Persiapan Pensiun (MPP). Sementara itu sampel dalam penelitian ini adalah 394 prajurit TNI Angkatan Udara yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah disebutkan. Untuk mendapatkan ukuran sampel yang adekuat, dalam penelitian ini data dikumpulkan dari tiga kelompok partisipan yang memenuhi karakteristik populasi penelitian. Kelompok pertama terdiri dari 222 orang prajurit TNI Angkatan Udara berpangkat Bintara yang sedang mengikuti Pendidikan Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) di Lanud Adi Soemarmo, Solo. Kelompok kedua terdiri dari 99 orang prajurit TNI Angkatan Udara perpangkat Perwira Menengah yang sedang mengikuti seleksi tes Seskoau Angkatan 56 di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta. Sementara itu, kelompok ketiga terdiri dari 73 orang Prajurit TNI Angkatan Udara berpangkat Perwira Pertama yang sedang melaksanakan orientasi Pendidikan di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta. Dari proses pengambilan data tersebut, diperoleh 375 partisipan berjenis kelamin laki-laki dan 19 partisipan berjenis kelamin perempuan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dengan kata lain peneliti mengambil sampel dari populasi secara non-random lalu menentukan kriteria khusus dari populasi dengan pertimbangan tertemtu (Sugiyono, 2016).
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2018-11 Januari 2019 di Lanud Adi Soemarmo, Solo dan Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta. Dalam pengambilan data pertama dan kedua, penelitian dilaksanakan dengan cara bertemu langsung dengan responden penelitian di kedua tempat tersebut. Sementara itu, pengambilan data ketiga dilakukan degan bantuan Kasubsi Psikologi Sekkau selaku Perwira Psikologi yang tengah bertugas di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta saat ini.
Alat Ukur
Alat ukur pantang menyerah dikonstruksikan dengan didasri oleh konsep hardiness dan koping adaptif menurut Kobasa (1979), serta efikasi diri menurut Bandura (1977). Alat ukur terdiri dari tiga aspek yang masing-masing aspek terdiri dari dua indikator. Selanjutnya, masing-masing indikator terdiri dari aitem-aitem dengan jumla yang berbeda, tergantung pada bobot dari aspek. Untuk lebih jelasnya mengenai aspek, indikator, dan aitem, dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).
Aitem dalam alat ukur ini ditulis menggunakan kalimat deklaratif dengan arah favorable dan unfavorable. Sementara itu, respons menggunakan skala Likert dengan lima kategori respons, yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, netral, sesuai, dan sangat sesuai. Walaupun di dalam blueprint peneliti membuat 32 aitem, namun pada awalnya penulis membuat 70 aitem untuk fieldtest untuk memperoleh aitem yang diinginkan dan memiliki kualitas psikometrik yang baik.
Teknik Analisis Data
Uji keterbacaan dilakukan kepada 20 prajurit TNI Angkatan Udara untuk memastikan apakah kalimat dalam aitem dapat dimengerti oleh partisipan (Azwar, 2012). Pada tahapan ini, sumber data diperoleh dari lebih kurang 20 orang prajurit TNI Angkatan Udara.
Daya diskriminasi aitem diestimasi melalui koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor total alat ukur dengan melakukan koreksi terhadap efek spurious overlap. Mengacu pada Azwar (2012), peneliti menetapkan angka 0,3 sebagai batasan minimum penerimaan aitem. Sumber data dari pengujian daya diskriminasi aitem didapat dari hasil field test.
Estimasi reliabilitas dilakukan melalui koefisien formula Spearman-Brown apabila syarat asumsi pararel terpenuhi, yaitu mean dan varians yang tidak jauh berbeda antara kedua belahan serta korelasi antar belahan yang relatif tinggi (Allen & Yen, 1979; Azwar, 2012). Peneliti menetapkan 0,9 sebagai batas penerimaan minimum reliabilitas alat ukur sebagaimana yang dikemukakan oleh Azwar (2012). Sumber data dari estimasi reliabilitas didapat dari hasil field test.
Validitas yang diuji adalah validitas isi dan validitas konstrak. Pengujian validitas isi dilakukan oleh rater yang merupakan mahasiswa pascasarjana yang bersifat independen dan memiliki pengalaman melakukan penelitian sebagaimana yang disarankan oleh Aiken (1985). Selanjutnya, pengujian validitas isi dilakukan dengan formula Aiken’s V. Dengan jumlah rater 25 orang, maka indeks V minimal yang ditetapkan adalah 0,67 dengan right-tail probabilities p=0,01 (Aiken, 1985). Sumber data dari pengujian validitas isi berasal dari rater. Sementara itu, pengujian validitas konstrak dilakukan dengan menggunakan analisis faktor eksploratori sebagaimana yang disarankan oleh Netemeyer, Bearden, dan Sharma (2003). Peneliti juga membatasi faktor kepada empat faktor seperti yang disarankan oleh Clark dan Watson (1995). Sumber data dari pengujian validitas konstrak alat ukur didapat dari hasil field test.
Kategorisasi dan interpretasi skor dilakukan dengan menggunakan kategorisasi hipotetik yang didasari oleh distribusi normal. Kategorisasi skor dalam penelitian ini didasari oleh kategorisasi skor yang dikemukakan oleh Azwar (2012).
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Dilihat dari karakteristik responden, dalam penelitian ini adalah 394 prajurit TNI Angkatan Udara yang tersebar ke dalam kepangkatan dan korps yang berbeda. Sebanyak 222 partisipan berpangkat Bintara, 99 partisipan berpangkat Perwira Menengah, dan 73 partisipan berpangkat Perwira Pertama. Selain itu, partisipan dalam penelitian ini juga mewakili Sembilan korps dasar yang ada dalam TNI Angkatan Udara. Dari seluruh respoden penelitian, terdapat 375 responden berjenis kelamin laki-laki dan 19 responden berjenis kelamin perempuan. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3 (terlampir).
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa sebagian besar partisipan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut dikarenakan di populasi prajurit TNI Angkatan Udara, jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan. Selain itu, di level kepangkatan bintara tidak ada prajurit yang berasal dari korps penerbang karena prajurit yang berasal dari korps penerbang memiliki level kepangkatan paling rendah Pama.
Hasil Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan kepada 30 orang prajurit TNI Angkatan Udara di Lanud Adi Soemarmo, Solo pada tanggal 16 Desember 2018. Secara umum partisipan menyatakan bahwa instruksi dan aitem-aitem dalam alat ukur dapat dipahami. Akan tetapi, dengan mempertimbangkan masukan dari partisipan, peneliti melakukan revisi terhadap tujuh aitem agar lebih mudah dipahami dan lebih sesuai dengan konteks TNI Angkatan Udara. Sebagai contoh aitem “Tugas sulit yang diberikaan adalah bentuk kepercayaan atasan terhadap diri saya” diubah menjadi “Tugas sulit yang diberikan oleh pimpinan atau satuan TNI AU adalah bentuk kepercayaan terhadap diri saya”. Perubahan ini dilakukan atas saran dari beberapa partisipan uji keterbacaan yang melaporkan bahwa aitem semula kurang menjelaskan siapa yang memberikan tugas tersebu sehingga terkesan ambigu.
Hasil Pengujian Validitas Isi
Validitas isi diuji oleh 25 orang rater yang seluruhnya merupakan mahasiswa aktif Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Indeks Aiken’s V terendah dalam aitem alat ukur ini ialah 0,72 dengan rata-rata indeks Aiken’s V sebesar 0,869. Dengan demikian, alat ukur pantang menyerah IMPI-P32 memiliki relevansi antara konstrak dan aitem yang baik.
Hasil Pengujian Daya Diskriminasi Aitem
Daya diskriminasi yang diestimasi menggunakan koefisien korelasi aitem total dengan koreksi terhadap spurious overlap menunjukkan angka antara 0,043-0,570. Dengan batas minimum penerimaan aitem sebesar 0,30, terdapat delapan aitem dengan koefisien korelasi aitem total di bawah 0,30. Untuk memilih 32 aitem berdasarkan blueprint peneliti mengacu pada daya diskriminasi dan redaksional
aitem.
Hasil Estimasi Reliabilitas dan Eror Standar Pengukuran
Sebelum melakukan estimasi reliabilitas dengan formula Spearman-Brown, peneliti membagi alat ukur menjadi dua belahan dengan cara gasal-genap dengan
mempertimbangkan aspek dan indikator. Setelah itu, peneliti melakukan pengujian terhadap asumsi pararel. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa belahan satu memiliki mean sebesar 65,55 dan belahan dua memiliki mean sebesar 62,85. Lalu, belahan satu memiliki varians sebesar 33,729 dan belahan dua memiliki varians sebesar 43,773. Sementara itu, korelasi dari kedua belahan menunjukkan angka 0,837. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa asumsi pararel terpenuhi sehingga peneliti dapat melakukan estimasi reliabilitas dengan menggunakan formula Spearman-Brown sebagai berikut:
S-B = rxx’ = 2 (ry1y2) / (1+ r y1y2) (1)
S-B = rxx’ = 2 (0,837) / (1+ 0,837)
S-B = rxx’ = 1,674 / 1,837
S-B = rxx’ = 0,911
Sementara itu, hasil penghitungan standard error of measurement (SEM) adalah sebagai berikut:
Se = Sx√(1 -rxx, (2)
Se = 11,910 √(1 - 0,911
Se = 11,910√(⅛089-
Se = 11,910 (0,0289)
Se = 3,553
Makna dari Se = 3,553 dapat terlihat jelas jika ditampilkan dalam bentuk interval kepercayaan skor murni (Γ).
Berikut penghitungan interval kepercayaan skor murni:
Γ = X±za(Se) (3)
2
Γ = X ± 1,96 (3,553)
Γ = X ± 6,964
Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% interval kepercayaan skor murni yang diperoleh adalah X ± 6,964. Oleh karena itu, skor X yang diperoleh dari pengukuran memiliki peluang 95% berada pada kisaran X-6,964 sampai dengan X+6,964.
Hasil Pengujian Validitas Konstrak
Peneliti melakukan metode ekstraksi principal component analysis dengan membatasi faktor pada empat faktor. Selain itu, peneliti juga mengabaikan nilai koefisien di bawah 0,30 (supress small coefficients absolute value below 0,30) dan mengurutkan aitem dengan factor loading tertinggi hingga terendah (sorted by size). Hasil penghitungan Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) untuk mengestimasi kecukupan ukuran sampel adalah 0,889. Hal ini menunjukkan bahwa
analisis faktor dapat dilanjutkan. Sementara itu, nilai Bartlett Test of Sphecity adalah 4069,679 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,01), sehingga analisis faktor dapat dilakukan. Hasil analisis faktor terhadap 32 aitem menunjukkan 32 aitem terhimpun pada faktor yang sama dengan factor loading yang berkisar antara 0,384-0,587.
Kategorisasi dan Interpretasi Skor
Mean hipotetik (μ) skor alat ukur ini adalah 96 dan deviasi standar hipotetik (σ) dari alat ukur ini adalah 21. Dengan demikian dapat dibuat klasifikasi bahwa skor kurang atau sama dengan 64 terkategori rendah, skor 65-85 masuk ke dalam kategori rendah, skor 86-107 masuk kedalam kategori menengah, skor 108-128 masuk ke dalam kategori tinggi, dan skor di atas 128 masuk ke dalam kategori sangat tinggi.
Finalisasi Format Alat Ukur dan Manual
Judul alat ukur yang nantinya disajikan kepada partisipan ialah “Indonesian Military Personality Inventory – Pantang Menyerah-32 (IMPI-32)” atau yang dalam bahasa Indonesia disebut sebaagai “Inventori Kepribadian Militer Indonesia -Pantang Menyerah-32 (IKMI-P32)”. Judul alat ukur ditulis dengan font Arial berukuran 60 dengan menggunakan warna hitam. Halaman sampul alat ukur dicetak dengan menggunakan kertas HVS 70g/m2 berwarna kuning berukuran A4 dengan batasan margin 1 inci. Halaman sampul berisi judul alat ukur. Identitas partisipan yang terdiri dari jenis kelamin, jabatan, pangkat, korps, NRP, dan tanggal rikpsi dicetak pada lembar kedua. Selanjutnya, lembar ketiga dan keempat berisi aitem alat ukur beserta pilihan responnya.
Font yang digunakan dalam lembar kedua hingga keempat adalah Arial dengan ukuran 11. Identitas partisipan dan petunjuk pekerjaan ditulis dengan spasi 1,5. Sementara itu, tulisan dalam tabel ditulis dengan spasi 1,0. Format ini diadaptasi dari kebiasaan tata tulis dinas militer agar partisipan merasa nyaman saat membaca dan mengerjakan skala ini. Lembar pertama hingga ketiga dicetak menggunakan kertas HVS 70g/m2 berwarna putih dengan ukuran A4 yang dicetak pada satu sisi.
Buku manual dicetak dengan ukuran A5. Halaman sampul dan halaman belakang buku manual dicetak dengan kertas Ivory 170g/m2 berwarna putih. Sementara itu, halaman lainnya dicetak dengan kertas HVS 70g/m2 berwarna putih. Keseluruhan isi buku manual terdiri dari 10 halaman yang berisi halaman sampul, pengantar, konstrak dasar, pengguna, sasaran, format aitem, administrasi, instruksi pengerjaan, skoring, interpretasi, serta lampiran yang berisi contoh lembar identitas dan aitem, serta halaman sampul belakang. Font yang digunakan adalah Arial 14 dengan spasi 1,0. Akan tetapi, lampiran ditulis dengan menggunakan font Arial ukuran 11 spasi 1,0. Margin dalam buku manual ini adalah masing-masing 1 inci baik pada bagian kiri, atas, kanan, dan bawah. Adapun ketigapuluh dua aitem dan instruksi pengerjaan alat ukur IMPI-P32 dapat dilihat pada tabel 4 (terlampir).
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 yang memiliki kualitas psikometrik baik. Dari studi yang dilakukan, dibuktikan bahwa alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 memiliki properti psikometrik yang memuaskan dan layak untuk digunakan. Seluruh aitem dalam alat ukur ini memiliki korelasi aitem total di atas 0,3. Alat ukur ini memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi (rxx’ = 0,911). Selain itu, alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 juga memiliki validitas isi dan validitas konstrak yang memuaskan.
Dalam proses penyusunan alat ukur, peneliti melakukan sintesis dan integrasi terhadap tiga konsep psikologi, yaitu hardiness, koping adaptif, dan efikasi diri yang disesuaikan dengan budaya militer yang ada di Indonesia. Akan tetapi dari tiga karakteristik hardiness, peneliti tidak memasukkan karakteristik kontrol karena dinilai kurang sesuai dengan budaya militer. Selain itu, dalam penelitian ini hardiness memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan dengan koping adaptif dan efikasi diri. Hal itu dikarenakan koping adaptif dan efikasi diri merupakan komponen pendukung dari hardiness (Bandura, 1977; Gentry & Kobasa, 1984).
Ketika peneliti melakukan uji keterbacaan pada tiga puluh orang prajurit TNI Angkatan udara, terdapat tujuh aitem yang dianggap perlu direvisi. Alasan pertama, partisipan menilai bahwa pada beberapa aitem, subjek harus diperjelas dan diksi harus disesuaikan dengan konteks TNI Angkatan Udara. Sebagai contoh aitem asli yang berbunyi “Tugas sulit yang diberikan adalah bentuk kepercayaan atasan terhadap diri saya” diubah menjadi “Tugas sulit yang diberikan oleh pimpinan atau satuan TNI AU adalah bentuk kepercayaan terhadap diri saya”. Kedua, partisipan menyarankan sebaiknya kata-kata yang bersifat abstrak seperti “tidak nyaman” diganti dengan kata yang lebih konkret seperti “cemas” dan “tidak mampu” diganti menjadi “sulit”. Hal tersebut penting dilakukan mengingat latar belakang pendidikan prajurit TNI Angkatan Udara yang sangat beragam. Ketiga, partisipan menyarankan agar kalimat yang digunakan dibuat lebih efektif. Oleh karena itu, peneliti mengubah aitem yang berbunyi “Bukanlah hal yang sulit bagi saya untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang” menjadi “Saya dapat melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang”.
Dalam memilih aitem berdasarkan blueprint, peneliti mengacu pada daya diskriminasi yang dikoreksi terhadap spurious overlap dan redaksional aitem. Walaupun menurut Guilford (1953), Guilford (1956), Wolf (1967), dan Azwar (1997), pada aitem dengan jumlah lebih dari 30 tidak diperlukan koreksi terhadap spurious overlap, namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan korelasi aitem-total yang telah dikoreksi agar menghasilkan estimasi yang lebih cermat sebagaimana yang dikemukakan oleh Azwar (2009). Pemilihan aitem yang didasarkan pada skor diskriminan dapat menjamin bahwa aitem yang terpilih dapat mengukur konstrak dengan baik. Sementara itu, pemilihan aitem yang didasarkan pada redaksional aitem dapat menjamin bahwa tidak ada aitem-aitem yang redundant.
Setelah dipilih 32 aitem berdasarkan blueprint, peneliti melakukan penghitungan reliabilitas dan eror standar pengukuran. Peneliti memutuskan untuk menggunakan formula Spearman-Brown dalam mengestimasi reliabilitas dikarenakan estimasi reliabilitas dengan formula SpearmanBrown relatif lebih stabil. Selain itu, alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 juga memenuhi asumsi pararel yang ditunjukkan dengan mean yang setara, varians skor yang tak jauh berbeda, serta korelasi antar kedua belahan yang cukup tinggi. Hasil penghitungan reliabilitas dengan formula Spearman-Brown menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu 0,911. Walaupun terbilang memuaskan, namun pengguna alat ukur harus berhati-hati bila hendak menggunakan alat ukur ini untuk mengambil keputusan yang penting mengingat koefisien reliabilitas alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 di bawah 0,950 (Azwar, 2012).
Peneliti juga melakukan penghitungan eror standar pengukuran. Hasil penghitungan tersebut diketahui bahwa alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 memiliki eror standar pengukuran sebesar 3,553. Apabila ditampilkan ke dalam bentuk interval kepercayaan skor murni, skor X yang diperoleh dari hasil pengukuran memiliki peluang 95% berada pada kisaran X-6,964 sampai dengan X+6,964. Adanya eror standar pengukuran yang cukup tinggi ini membuat pengguna alat ukur harus berhati-hati terutama dalam menginterpretasikan skor individu yang berada pada ambang kategori skor yang berbeda. Hal itu dikarenakan mungkin saja individu tersebut bisa masuk ke dalam kategori skor yang berbeda. Sebagai contoh, apabila individu mendapat skor tampak sebesar 110 yang merepresentasikan tingkat pantang menyerah sedang, maka rentang skor murni dari individu tersebut adalah 103-117. Padahal, skor 108-117 merepresentasikan tingkat pantang menyerah tinggi.
Pada pengujian validitas konstrak, dibuktikan bahwa alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 memiliki dimensi tunggal atau unidimensional, sehingga hardiness, koping adaptif dan efikasi diri dipandang sebagai aspek, bukan sebagai dimensi terpisah. Dengan demikian, dapat dibuktikan bahwa IMPI-P32 valid untuk mengukur konstrak pantang menyerah pada prajurit TNI Angkatan Udara.
Kategorisasi dan interpretasi skor alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 didasari oleh kategorisasi hipotetik. Peneliti memutuskan untuk menggunakan kategorisasi hipotetik dikarenakan ukuran sampel dalam alat ukur ini (n=394) tidak cukup besar untuk membuat norma, terlebih lagi norma empirik. Sebagai contoh, dalam tes Woodcock-Johnson IV pembuatan norma empirik dibutuhkan ukuran sampel lebih dari 7.000 (McGrew, LaForte, & Schrank, 1994). Konsekuensi dari penggunaan kategorisasi hipotetik adalah dapat menghasilkan proporsi yang tidak selalu mengikuti kurva normal (Widhiarso, t.t.). Sebagai contoh, dalam penelitian ini tidak ada partisipan yang memiliki trait pantang menyerah sangat rendah, satu orang partisipan (0,25%) trait pantang menyerah rendah, 12 orang partisipan (3%) trait pantang menyerah sedang, 204 partisipan (52%) trait pantang menyerah tinggi, dan 177 partisipan (45%) trait pantang menyerah sangat tinggi.
Walaupun secara umum alat ukur ini memiliki kualitas psikometrik yang baik, namun IMPI-P32 memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasaan pertama, IMPI-P32 memiliki eror standar yang cukup tinggi sehingga pengguna alat ukur hendaknya berhati-hati ketika alat ukur ini akan digunakan untuk mengambil keputusan penting. Oleh karena itu disarankan pengguna alat ukur juga menggunakan alat ukur lain sebagai alat ukur penyerta dari IMPI-P32 untuk mengkalibrasi hasil. Limitasi kedua, kategorisasi dan interpretasi skor alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 ini didasari oleh kategorisasi hipotetik karena ukuran sampel tidak cukup besar untuk melakukan kategorisasi empirik. Selain menghasilkan proporsi yang tidak selalu mengikuti kurva normal, konsekuensi lain dari penggunaan kategorisasi hipotetik ini adalah kategorisasi yang dihasilkan tidak cukup stabil.
Pada akhirnya, penelitian ini menghasilkan keluaran berupa alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 yang memiliki validitas dan reliabilitas yang memuaskan, sehingga dapat digunakan untuk memetakan trait pantang menyerah prajurit TNI Angkatan Udara. Dengan adanya alat ukur ini, diharapkan penelitian mengenai trait pantang menyerah khususnya pada populasi prajurit TNI Angkatan Udara dapat berkembang lebih baik karena menggunakan alat ukur yang disusun melalui prosedur yang baku dengan properti psikometrik yang memuaskan.
Alat ukur Pantang Menyerah IMPI-P32 dapat bermanfaat baik bagi internal TNI Angkatan Udara maupun bagi akademisi. Bagi internal TNI Angkatan Udara, alat ukur ini dapat digunakan untuk memetakan trait pantang menyerah prajurit TNI Angkatan Udara untuk tujuan-tujuan tertentu. Sementara itu, bagi akademisi yang berminat untuk melakukan penelitian terkait trait pantang menyerah, alat ukur ini dapat dijadikan sebagai alternatif mengingat saat ini belum ada alat ukur lain yang dikhususkan untuk mengukur trait pantang menyerah khususnya pada populasi prajurit TNI Angkatan Udara.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, A. B., & Castro, C. A. (2013). An occupational mental health model for the military. Military Behavioral Health, 1(1), 41–45.
https://doi.org/10.1080/21635781.2012.721063
Aiken, L. R. (1985). Three coefficients for analyzing the reliability and validity of ratings. Educational and Psychological Measurement, 45(1), 131–142.
https://doi.org/10.1177/0013164485451012
Allen, M. J., & Yen, W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Wadsworth, CA: Brooks/Cole Publishing Company.
Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan validitas (3 ed.).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2009). Efek seleksi aitem berdasarkan daya diskriminasi terhadap reliabilitas skor tes. Buletin Psikologi, 17(1), 28–32.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (2 ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Backer, P & Orosanu, J. M. (1996). Stress and military performance. Dalam Applied psychology. Stress and human performance (hlm. 89–125).
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191– 215. http://dx.doi.org/10.1037/0033-295X.84.2.191
Christian, J. R., Picano, J., Roland, R. R., & Williams, T. J. (2010). Guiding principles for assessing and selecting high risk operational personnel. Dalam Enhancing human performance in security operations: International and law enforcement perspectives (hlm. 121–142).
Illinois, IL: Charles C Thomas Publisher.
Clark, L., & Watson, D. (1995). Constructing validity: Basic issues in objective scale development. Psychological Assessment, 7(3), 309–319.
Gentry, W., & Kobasa, S. (1984). Social and psychological resources mediating stress-illness relationships in humans. Handbook of behavioral medicine, 1, 87G116.
Girodo, M. (1997). Undercover agent assessment centers: Crafting vice and virtue for impostors. Journal of Social Behavior and Personality, 12(5), 237.
Guilford, J. (1953). The correlation of an item with a composite of the remaining items in a test. Educational and Psychological Measurement, 13(1), 87–93.
Guilford, J. (1956). Fundamental statistics in psychology and education (3 ed.). New York, NY: McGraww Hill.
Kirnandita, P. (2017, Agustus). Problem-problem kesehatan mental pada tentara. Diambil dari https://tirto.id/problem-problem-kesehatan-mental-pada-tentara-cuo6
Kobasa, S. (1979). Stressful life events, personality, and health: An inquiry into hardiness. 37(1), 1–11.
Maddi, S. (2013). Personal hardiness as the basis for resilience. Dalam S. R. Maddi (Ed.), Hardiness: Turning Stressful Circumstances into Resilient Growth (hlm. 7– 17). https://doi.org/10.1007/978-94-007-5222-1_2
McGrew, K., LaForte, E., & Schrank, F. (1994). Woodcock-Johnson IV technical manual.PDF. Riverside: The Riverside Publishing Company.
Netemeyer, R., Bearden, W., & Sharma, S. (2003). Scaling procedures. https://doi.org/10.4135/9781412985772
Picano, J., Williams, T. J., & Roland, R. R. (2006).
Assessment and selection of high-risk operational personnel. Dalam Military psychology: Clinical and operational applications (hlm. 353–370). New York, NY: Guilford Press.
Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional.
Setiawan, T. (2018). Peran Skadron Udara 8 TNI AU dalam operasi pengamanan. Jurnal Strategi Pertahanan Udara, 2(1), 87–104
TNI Angkatan Udara. (2014, Juni 25). Membentuk lulusan yang tanggap, tanggon, dan trengginas. Diambil 10 September 2018, dari Berita TNI Angkatan Udara website: https://tni-au.mil.id/membentuk-lulusan-yang-tanggap-tanggon-dan-trengginas/
Widhiarso, W. (t.t.). Pengategorian data dengan menggunakan statistik hipotetik dan statistik empirik. Diambil dari http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/wp/wp-content/uploads/Widhiarso-Pengategorian-Data-dengan-Menggunakan-Statistik-Hipotetik-dan-Statistik-Empirik.pdf
Wolf, R. (1967). Evaluation of several formulae for correction of item‐total correlations in item analysis. Journal of Educational Measurement, 4(1), 21–26.
LAMPIRAN |
Tabel 1
Blue print alat ukur pantang menyerah
Aspek |
Indikator Jumlah Bobot |
Hardiness |
Menjadikan stresor sebagai tantangan. 8 Berkomitmen menyelesaikan tugas. 8 |
Koping adaptif |
Memiliki toleransi terhadap afek negatif. 4 Melakukan cara-cara adaptif dalam mengatasi 4 25% kesulitan. |
Efikasi diri |
Memiliki keyakinan untuk bertahan dalam situasi sulit 4 25% Memiliki keyakinan untuk mengambil keputusan 4 Total 32 100% |
Tabel 2
Data Demografis Partisipan Berjenis Kelamin Laki-Laki
Korps |
Level Kepangkatan | |||
Bintara |
Perwira Pertama |
Perwira Menengah |
Jumlah | |
Administrasi |
17 |
6 |
4 |
27 |
Elektronika |
28 |
8 |
19 |
55 |
Kesehatan |
8 |
4 |
6 |
18 |
Khusus |
25 |
13 |
7 |
45 |
Pasukan |
4 |
5 |
13 |
22 |
Penerbang |
- |
3 |
6 |
9 |
Perbekalan |
30 |
10 |
12 |
52 |
Polisi Militer |
8 |
5 |
7 |
20 |
Teknik |
44 |
11 |
16 |
71 |
Tidak Menjawab |
44 |
5 |
7 |
56 |
Total |
208 |
70 |
97 |
375 |
Tabel 3
Data Demografis Partisipan Berjenis Kelamin Perempuan
Korps |
Level Kepangkatan | ||
Bintara |
Perwira Pertama Perwira Menengah |
Jumlah | |
Administrasi |
4 |
- - |
4 |
Kesehatan |
3 |
1 - |
4 |
Khusus |
- |
1 2 |
3 |
Perbekalan |
- |
1 - |
1 |
Teknik |
1 |
- - |
1 |
Tidak Menjawab |
6 |
- - |
6 |
Total |
14 |
3 2 |
19 |
Tabel 4
Aitem-Aitem dan Instruksi Pengerjaan Alat Ukut IMPI-P32
Instruksi Pengerjaan
Di bawah ini terdapat 32 pernyataan tentang diri Anda sebagai seorang prajurit TNI Angkatan Udara. Anda diminta untuk membaca pernyataan-pernyataan tersebut dengan seksama dan menilai kesesuaian pernyataan tersebut dengan diri Anda.
Petunjuk:
-
1. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang Anda anggap paling menggambarkan diri Anda di tempat yang telah disediakan.
-
2. Pilihlah:
STS |
(Sangat Tidak Sesuai) : |
Bila Anda merasa bahwa pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda. |
TS |
(Tidak Sesuai) : |
Bila Anda merasa bahwa pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan diri Anda. |
N |
(Netral) : |
Bila Anda merasa bahwa pernyataan tersebut Netral dengan diri Anda. |
S |
(Sesuai) : |
Bila Anda merasa bahwa pernyataan tersebut Sesuai dengan diri Anda. |
SS |
(Sangat Sesuai) : |
Bila Anda merasa bahwa pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan diri Anda. |
3. Jika ingin mengoreksi jawaban yang telah Anda buat, Anda dapat memperbaiki dengan cara mencoret jawaban Anda (X) pada jawaban yang hendak Anda ganti dan memberikan tanda silang (X) pada jawaban Anda yang baru.
4. Jawaban yang dikehendaki adalah jawaban spontan yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda.
5. Jangan ada satu pernyataan pun yang terlewat untuk dijawab.
Aitem:
No |
Aitem STS |
TS |
N |
S |
SS |
1 |
Saya menghindari tugas yang sulit agar terhindar dari kegagalan* | ||||
2 |
Situasi yang penuh dengan ketidakpastian ketika bertugas merupakan ancaman bagi saya* | ||||
3 |
Mengerjakan tugas yang sulit merupakan pengalaman menarik bagi saya. | ||||
4 |
Tinggal jauh dari keluarga merupakan tantangan bagi saya untuk menjadi lebih mandiri | ||||
5 |
Tugas sulit yang diberikan oleh pimpinan atau satuan TNI AU merupakan beban bagi saya* | ||||
6 |
Menjalankan tugas di situasi yang berbahaya merupakan pengalaman yang menarik bagi saya | ||||
7 |
Mutasi pekerjaan merupakan sarana bagi saya untuk mempelajari hal baru | ||||
8 |
Saya cemas ketika diberikan tugas yang menuntut saya untuk bekerja di bawah tekanan* | ||||
9 |
Sesulit apa pun kondisi yang dihadapi, saya bersikeras untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pimpinan atau satuan TNI AU | ||||
10 |
Saya tidak peduli dengan peristiwa tidak menyenangkan yang saya alami asalkan tugas saya dapat selesai | ||||
11 |
Saya berkomitmen menyelesaikan tugas saya walaupun hal tersebut mengancam keselamatan keluarga saya | ||||
12 |
Ketika diberikan tugas oleh pimpinan atau satuan TNI AU, saya menjadikan tugas tersebut sebagai prioritas saya | ||||
13 |
Saya tetap menyelesaikan tugas yang diberikan walaupun prajurit lain meragukan kemampuan saya | ||||
14 |
Saya enggan menyelesaikan tugas yang diberikan bila hal tersebut dapat merusak nama baik saya* | ||||
15 |
Sulit bagi saya untuk menyelesaikan tugas tepat waktu bila tugas tersebut tidak menarik bagi saya* | ||||
16 |
Saya tetap menyelesaikan tugas yang diberikan walaupun prajurit lainnya sudah menyerah | ||||
17 |
Saya dapat berpikir jernih dalam situasi darurat | ||||
18 |
Saya memiliki ketahanan terhadap stres yang sama baiknya dengan prajurit lain | ||||
19 |
Sulit bagi saya untuk mengendalikan diri saat sendang marah* | ||||
20 |
Saya tetap tenang ketika diperlakukan dengan kasar oleh prajurit lain | ||||
21 |
Ketika mengalami kesulitan, saya bingung apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut* | ||||
22 |
Saya mencari cara lain untuk mengatasi kesulitan, bila cara yang biasa saya gunakan gagal. |
No Aitem STS TS N S SS
-
23 Ketika dihadapkan pada masalah, sebisa mungkin saya menghindari masalah tersebut*
-
24 Saya dapat melihat berbagai alternatif pemecahan masalah walaupun sedang berada dalam situasi yang berbahaya.
-
25 Saya memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk bertahan di situasi kritis
-
26 Sesulit apa pun situasi yang dihadapi, saya yakin dapat bertahan di situasi tersebut
-
27 Pendidikan militer yang pernah saya ikuti membuat saya yakin dapat bertahan di situasi yang menekan
-
28 Sulit bagi saya untuk bertahan di situasi yang penuh risiko*
-
29 Seandainya bisa, saya ingin melimpahkan tugas saya untuk membuat keputusan kepada prajurit lain*
-
30 Saya enggan dimintai untuk mengambil keputusan ketika berada di situasi yang mengancam keselamatan diri saya*
-
31 Saya berani menanggung risiko atas keputusan yang saya ambil
-
32 Saya yakin dapat mengambil keputusan dengan cepat di saat-saat genting
117
Discussion and feedback