GAMBARAN TINGKAT DIGITAL HEALTH LITERACY PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS BULELENG I PADA MASA PANDEMI COVID-19
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
GAMBARAN TINGKAT DIGITAL HEALTH LITERACY PENDERITA DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS BULELENG I PADA MASA PANDEMI COVID-19
I Gusti Ayu Putu Anggitha Puja Laksmi Dewi*1, Indah Mei Rahajeng1, Ni Kadek Ayu Suarningsih1, Desak Made Widyanthari1
Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan dan Profesi Ners, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pandemi COVID-19 menyebabkan adanya keterbatasan penderita Diabetes Melitus (DM) dalam mengakses pelayanan kesehatan di Indonesia. Peningkatan angka kejadian DM pada masa pandemi COVID-19 terjadi di Kabupaten Buleleng khususnya Puskesmas Buleleng I. Pemerintah menganjurkan untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam manajemen mandiri penderita DM. Kemampuan akses teknologi dan informasi kesehatan dalam manajemen mandiri DM dapat ditinjau dari tingkat digital health literacy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat digital health literacy pada penderita DM di Puskesmas Buleleng I pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan survei. Responden penelitian sebanyak 67 orang didapatkan melalui teknik consecutive sampling. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat digital health literacy rendah (50,7%). Digital health literacy rendah disertai dengan karakteristik responden meliputi usia rentang 57-66 tahun (32,8%), berjenis kelamin laki-laki (31,3%), lama menderita DM selama 1-5 tahun (41,4%), dan berpendapatan <UMK (47,8%).
Kata kunci: diabetes melitus (DM), digital health literacy, pandemi COVID-19
ABSTRACT
The COVID-19 pandemic has been challenging for people with Diabetes Mellitus (DM) in accessing health services in Indonesia. The increase in the incidence of DM during the COVID-19 pandemic occurred in Buleleng Regency, especially the Community Health Center Buleleng I. The government recommends using information technology for DM self-management. The ability to access technology and health information in DM self-management can be projected from the level of digital health literacy. This study aims to describe the level of digital health literacy among DM patients at the Community Health Center Buleleng I during the COVID-19 pandemic. This was a descriptive study with a survey approach. Respondents as many as 67 people selected by consecutive sampling technique. Data was analysed using descriptive statistical analysis. The results show the level of digital health literacy low (50,7%). The characteristic of the respondents are the age range of 57-66 years (32,8%), male (31,3%), have been living with DM for 1-5 years (41,4%), and monthly income below average (47,8%).
Keywords: COVID-19 pandemic, diabetes mellitus (DM), digital health literacy
PENDAHULUAN
Pandemi COVID-19 memberikan dampak berupa tingginya jumlah kasus positif dan kematian akibat COVID-19 dimana hal tersebut dapat menyita sumber daya pemerintah karena sebagian besar terfokus pada penanganan COVID-19 dan hal tersebut menimbulkan terhambatnya pelayanan kesehatan selain COVID-19 (Pangoempia et al., 2021). Menurut Profil Kesehatan Provinsi Bali 2018 menunjukkan bahwa persentase penderita DM pada Kabupaten Buleleng mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (100%) dan mengalami penurunan menjadi 73,28% pada tahun 2020 (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2021). Penurunan cakupan pelayanan tersebut dapat menjadi salah satu penyebab kurangnya pengetahuan penderita DM tentang manajemen penyakit secara mandiri dengan benar (Padhy et al., 2019).
Kurangnya pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku dalam manajemen DM menjadi cenderung kurang optimal dan memicu peningkatan angka kesakitan (Padhy et al., 2019). Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng 2019 menyatakan bahwa terdapat peningkatan angka kejadian DM pada tahun 2019 hingga tahun 2020 (Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2020; Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2021). Puskesmas Buleleng I merupakan puskesmas dengan jumlah kasus DM tertinggi di Kabupaten Buleleng pada tahun 2019 dan 2020 (Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng, 2020).
Berdasarkan permasalahan tersebut, penderita DM dianjurkan untuk memanfaatkan Information Technology (IT) sebagai upaya meningkatkan kemampuan manajemen penyakit secara mandiri pada masa pandemi COVID-19.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik menggunakan pendekatan survei. Populasi penelitian sebanyak 665 orang dan diperoleh sampel
Adanya pemanfaatan IT terkait kesehatan dapat meningkatkan perubahan perilaku manajemen DM (Pudiyanti & Afriani, 2020). Kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami, dan menilai informasi kesehatan berbasis IT untuk diimplementasikan dalam menyelesaikan masalah kesehatan dapat ditinjau melalui tingkat digital health literacy.
Studi empiris menemukan bahwa digital health literacy mempengaruhi outcome kesehatan seperti perilaku peningkatan kesehatan di antara penderita diabetes dan kualitas hidup terkait kesehatan (Kim et al., 2018). Upaya peningkatan digital literacy sebagai salah satu bentuk self-control dapat menjadi solusi dalam mencegah peredaran hoax/informasi palsu (Sabrina, 2019). Pada masa pandemi COVID-19, literasi digital dibutuhkan sebagai bentuk promosi kesehatan yang dinilai dapat menjadi upaya preventif dalam penyebaran informasi negatif atau belum terjamin kebenarannya (Sutrisna, 2020).
Peneliti melakukan studi pendahuluan menggunakan metode wawancara tanggal 24 Desember 2021 di Puskesmas Buleleng I dan didapatkan data bahwa monitoring kesehatan pada penderita DM selain dilakukan secara tatap muka saat posbindu, juga dilaksanakan secara daring melalui media sosial WhatsApp. Pada Puskesmas Buleleng I, belum disediakannya fasilitas penunjang untuk akses informasi berupa komputer dan belum adanya penyuluhan terkait bagaimana mengakses informasi kesehatan secara digital khususnya terkait manajemen mandiri DM pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran tingkat digital health literacy pada penderita Diabetes Melitus (DM) di Puskesmas Buleleng I pada masa pandemi COVID-19.
penelitian yaitu 67 orang yang diseleksi menggunakan teknik consecutive sampling serta berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien DM Tipe 2 yang berusia 27-76 tahun, sudah didiagnosis menderita DM Tipe 2 selama
minimal 1 tahun, bersedia menjadi responden, dan memiliki komputer dan/atau handphone (HP) pribadi yang dapat mengakses internet sedangkan untuk kriteria eksklusi yaitu pasien DM Tipe 2 yang memiliki keterbatasan kondisi dalam pengisian kuesioner seperti gangguan penglihatan, tuna netra, dan buta huruf.
Data digital health literacy dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuesioner Chinese e-Health Literacy Scale (C-eHEALS) oleh Chang & Schulz (2018) dengan jumlah total 27 item pertanyaan dan terdiri atas 3 sub variabel antara lain kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet, keterampilan komputer dan teknologi, serta media dan saluran perolehan informasi. C-eHEALS telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dilakukan modifikasi serta uji validitas dimana semua item pertanyaan dari ketiga sub variabel pada kuesioner C-
eHEALS adalah valid dengan nilai r hitung berada pada rentang 0,309-0,970 dimana r hitung > r tabel (r tabel = 0,2404; α = 0,05). Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai Cronbach’s alpha pada sub variabel pertama adalah 0,983; sub variabel kedua adalah 0,950; dan sub variabel ketiga adalah 0,885 dimana ketiga nilai tersebut >0,60 yang artinya kuesioner dari ketiga sub variabel tersebut reliabel.
Data demografi yang dikumpulkan meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pendapatan, dan lama menderita DM. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif. Penelitian ini dilakukan secara offline dengan menyebarkan kuesioner di Puskesmas Buleleng I pada bulan Juni 2022. Penelitian ini bersifat suka rela serta tidak ada unsur pemaksaan. Sebelum pengambilan data peneliti juga memberikan memberikan informed consent.
Tabel 1. Blueprint Kuesioner C-eHEALS
Dimensi |
No. Soal |
Jumlah Soal |
1. Kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
8 |
2. Keterampilan komputer dan teknologi |
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 |
10 |
3. Media dan saluran memperoleh informasi |
1,2,3,4,5,6,7,8,9 |
9 |
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. Gambaran Karakteristik Responden (n=67)
Karakteristik Responden |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) | |
Usia |
27-36 tahun |
4 |
6,0 |
37-46 tahun |
8 |
11,9 | |
47-56 tahun |
25 |
37,3 | |
57-66 tahun |
28 |
41,8 | |
67-76 tahun |
2 |
3,0 | |
Total |
67 |
100,0 | |
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
36 |
53,7 |
Perempuan |
31 |
46,3 | |
Total |
67 |
100,0 | |
Lama Menderita DM |
1-5 tahun |
54 |
80,6 |
6-10 tahun |
8 |
11,9 | |
≥10 tahun |
5 |
7,5 | |
Total |
67 |
100,0 | |
Pendidikan |
SD/sederajat |
3 |
4,5 |
SMP/sederajat |
10 |
14,9 | |
SMA/sederajat |
48 |
71,6 | |
Perguruan tinggi/sederajat |
6 |
9,0 | |
Total |
67 |
100,0 | |
Pendapatan |
<UMK (Rp2.542.312,33) |
58 |
86,6 |
≥UMK (Rp2.542.312,33) |
9 |
13,4 | |
Total |
67 |
100,0 |
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas penderita DM Tipe 2 dalam penelitian ini berada pada kategori usia 57-66 tahun sebanyak 28 orang (41,8%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (53,7%), lama menderita
DM 1-5 tahun sebanyak 54 orang (80,6%), tingkat pendidikan terakhir SMA/sederajat yakni sebanyak 48 orang (71,6%), dan memiliki pendapatan <UMK Kabupaten Buleleng Tahun 2022 (Rp2.542.312,33) yakni sebanyak 58 orang (86,6%).
Tabel 3. Kategori Digital Health Literacy Responden (n=67)
Variabel |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Kategori Digital Health Literacy | ||
Digital Health Literacy Tinggi |
33 |
49,3 |
Digital Health Literacy Rendah |
34 |
50,7 |
Total |
67 |
100,0 |
menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki digital health literacy yang dikategorikan rendah sebanyak 34 orang (50,7%).
Pada variabel digital health literacy diperoleh data berdistribusi normal, maka nilai cut off point ditentukan berdasarkan nilai mean (79,43). Pada Tabel 3
Tabel 4.
(n=67)
Karakteristik Responden |
Kategori Digital Health Literacy | ||||
Tinggi |
Rendah | ||||
(f) |
% |
(f) |
% | ||
Usia |
27-36 tahun |
4 |
6,0 |
0 |
0,0 |
37-46 tahun |
7 |
10,4 |
1 |
1,5 | |
47-56 tahun |
16 |
23,9 |
9 |
13,4 | |
57-66 tahun |
6 |
9,0 |
22 |
32,8 | |
67-76 tahun |
0 |
0 |
2 |
3,0 | |
Jenis |
Laki-laki |
15 |
22,4 |
21 |
31,3 |
Kelamin |
Perempuan |
18 |
26,9 |
13 |
19,4 |
Lama |
1-5 tahun |
26 |
38,8 |
28 |
41,8 |
Menderita |
6-10 tahun |
5 |
7,5 |
3 |
4,5 |
DM |
≥10 tahun |
2 |
3,0 |
3 |
4,5 |
Pendidikan |
SD/sederajat |
1 |
1,5 |
2 |
3,0 |
SMP/sederajat |
5 |
7,5 |
5 |
7,5 | |
SMA/sederajat |
25 |
37,3 |
23 |
34,3 | |
Perguruan tinggi/sederajat |
2 |
3,0 |
4 |
6,0 | |
Pendapatan |
<UMK (Rp2.542.312,33) |
26 |
38,8 |
32 |
47,8 |
≥UMK (Rp2.542.312,33) |
7 |
10,4 |
2 |
3,0 |
berjenis kelamin laki-laki (31,3%), lama menderita DM selama 1-5 tahun (41,8%), dan memiliki pendapatan <UMK Kabupaten Buleleng Tahun 2022 (47,8%).
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan digital health literacy rendah berada dalam rentang usia 57-66 tahun (32,8%),
PEMBAHASAN
Mayoritas penderita DM Tipe 2 yang ikut serta dalam penelitian ini berada pada kategori usia 57-66 tahun (41,8%). Hal tersebut sejalan dengan penelitian oleh Hapsari & Isfandiari (2017) yang menunjukkan bahwa mayoritas penderita DM Tipe 2 di Kecamatan Tambaksari Kota Surabaya berada pada rentang 56-65 tahun (50%) (Hapsari & Isfandiari, 2017).
Menurut Suastika dkk (2012), seiring bertambahnya usia, maka bertambah pula risiko DM Tipe 2 (Suastika dkk, 2012). Hal tersebut disebabkan karena terdapat peningkatan komposisi lemak tubuh yang terakumulasi di abdomen dan memicu obesitas sentral dimana kemudian memicu penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga fungsi tubuh dalam pengendalian
kadar glukosa darah menurun (Regufe et al., 2020).
Mayoritas penderita DM Tipe 2 yang ikut serta dalam penelitian ini berjenis kelamin laki laki (53,7%). Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Paramita & Lestari (2019) yang mendapatkan karakteristik responden DM Tipe 2 dominan berjenis kelamin laki-laki (56,9%) (Paramita & Lestari, 2019). Menurut dr. Theresia Rina Yunita menjelaskan bahwa laki-laki lebih berisiko mengalami DM Tipe 2 karena biologis laki-laki yang lebih resisten terhadap insulin dan terdapat lemak yang tersebar dan tersimpan dalam organ (obesitas sentral) (Aminati, 2021). Laki-laki menyimpan lemak lebih banyak pada perut dan hal tersebut merupakan faktor risiko DM Tipe 2 (Centers for Disease Control and Prevention, 2022). Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa satu dari enam laki-laki memiliki testosteron rendah dimana kadar testosteron yang rendah pada laki-laki dapat meningkatkan timbunan lemak visceral, yang menyebabkan peningkatan risiko DM Tipe 2 (Simmons, 2019).
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar penderita DM Tipe 2 menderita DM selama 1-5 tahun sejak didiagnosis (80,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tsalissavrina et al (2018) yang menunjukkan bahwa lama menderita DM Tipe 2 penderita di Jawa Timur mayoritas pada rentang 1-5 tahun (55%) (Tsalissavrina et al., 2018). Penderita yang baru menderita DM selama ≤ 5 tahun cenderung lebih patuh melakukan kontrol terkait kondisi kesehatannya ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya karena semakin lama seseorang menderita DM, maka semakin jenuh pula seseorang untuk melakukan kontrol maupun berobat secara rutin dan berulang. Perasaan jenuh juga dapat muncul karena penderita kurang memahami terkait pengobatan serta pentingnya mematuhi pengobatan (Ikadini, 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian Ridayanti dkk (2019) menunjukkan bahwa penderita dengan lama menderita DM ≤5
tahun cenderung memiliki perilaku patuh kontrol (82%) (Ridayanti dkk, 2019).
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa sebagian besar penderita DM Tipe 2 memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA/sederajat (71,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Yosmar dkk (2018) yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan SMA/sederajat (76,7%) memiliki peluang terbesar terhadap DM Tipe 2 pada masyarakat di Kota Padang (Yosmar dkk, 2018). Seseorang dengan pendidikan rendah mempunyai risiko kurang memperhatikan gaya hidup dan pola makan serta hal yang harus dilakukan dalam mencegah DM (Pahlawati & Nugroho, 2019). Penderita DM dengan pendidikan yang lebih tinggi tentu memiliki pengetahuan yang lebih terkait bagaimana memelihara kesehatan tubuh.
Mayoritas penderita DM Tipe 2 pada penelitian ini memiliki pendapatan <UMK (86,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Darmayani dkk (2021) yang menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2 pada salah satu Puskesmas di Kota Bandung dominan memiliki pendapatan per bulan <UMK (55,7%) (Darmayani dkk, 2021). Penderita DM dengan pendapatan ≥UMK cenderung lebih sedikit karena memiliki dana lebih untuk melakukan kontrol kesehatan berkala sebagai bentuk deteksi dini dari penyakit, terutama penyakit degeneratif seperti DM Tipe 2. Hal ini didukung oleh penelitian Firmansyah & Purwati (2021) yang menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2 dengan pendapatan <UMK cenderung memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan ≥UMK disebabkan oleh biaya perawatan DM yang tinggi dalam manajemennya (Firmansyah & Purwanti, 2021).
C-eHEALS merupakan kuesioner yang mengukur tingkat digital health literacy dan terdiri atas 3 sub variabel antara lain kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet; keterampilan komputer dan teknologi; serta media dan saluran memperoleh informasi (Chang & Schulz, 2018). Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DM Tipe 2 memiliki digital health
literacy rendah (50,7%), namun proporsinya tidak jauh berbeda dengan kategori tinggi (49,3%). Sebagian besar responden dengan digital health literacy yang dikategorikan rendah berada dalam rentang usia 57-66 tahun, berjenis kelamin laki-laki, telah menderita DM selama 1-5 tahun, dan memiliki pendapatan <UMK. Sebagian besar responden dengan digital health literacy tinggi berpendidikan SMA/sederajat.
Salah satu faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan tingkat literasi kesehatan ialah usia (Toar, 2020). Penelitian ini memperoleh hasil responden dominan berusia pada rentang 57-66 tahun dan memiliki tingkat digital health literacy yang rendah. Hal tersebut berarti penderita DM Tipe 2 dengan usia yang lebih muda cenderung lebih aktif dalam memanfaatkan teknologi informasi dimana sesuai dengan hasil penelitian pada Tabel 4 yang menunjukkan penderita pada usia dibawah 57 tahun dominan memiliki tingkat digital health literacy yang tinggi. Menurut Shah et al (2010) dalam Warda (2018) menyatakan bahwa bertambahnya usia dapat berpengaruh dalam penurunan kemampuan berpikir dan memperoleh informasi yang dapat mempengaruhi tingkat health literacy (Warda, 2018). Penderita DM dengan usia yang lebih tua cenderung lebih malas untuk mempelajari kemajuan teknologi dimana dalam konteks penelitian ini, yaitu dalam memanfaatkan teknologi untuk mengakses informasi kesehatan, terutama terkait manajemen mandiri DM.
Lama menderita DM berkaitan dengan digital health literacy. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa sebagian besar lama menderita DM Tipe 2 pada rentang 15 tahun dan memiliki tingkat digital health literacy rendah dimana digital health literacy merupakan salah satu bentuk dari manajemen mandiri DM. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Musmulyadi dkk (2019) yang menunjukkan bahwa seseorang yang baru menderita DM memiliki health literacy yang kurang baik dimana berkaitan pada pengetahuan yang
dimiliki terkait manajemen mandiri (selfcare) (Musmulyadi dkk, 2019). Lama menderita DM berkaitan dengan pengetahuan mengenai manajemen DM, yaitu semakin lama menderita DM, maka semakin baik tingkat pengetahuan terkait manajemen mandiri DM.
Tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat penggunaan dan keahlian dalam digital health literacy (Adil et al., 2021). Penelitian ini memperoleh hasil bahwa sebagian besar penderita DM Tipe 2 berpendidikan SMA/sederajat dan memiliki digital health literacy yang tinggi (37,3%). Namun terdapat pula responden berpendidikan SMA/sederajat dan memiliki digital health literacy yang rendah (34,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Pongoh dkk (2020) menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DM Tipe 2 berpendidikan SMA (40,9%) dengan tingkat health literacy yang tinggi dan penelitian tersebut mengidentifikasi bahwa pendidikan dapat meningkatkan kemampuan penderita DM Tipe 2 dalam mengumpulkan, mengintepretasikan, dan menerapkan informasi kesehatan untuk meminimalkan risiko penyakit dalam kehidupan sehari-hari (Pongoh dkk, 2020). Penderita DM dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih rasional dalam mengakses informasi kesehatan digital terutama dalam hal menentukan kualitas dari informasi yang diakses dan lebih kritis dalam menghadapi informasi palsu (hoax) yang beredar di masyarakat terutama terkait manajemen mandiri DM.
Pendapatan berkaitan dengan tingkat digital health literacy. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan <UMK dan memiliki digital health literacy yang rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Toar (2020) yang menunjukkan bahwa sebagian besar penderita DM Tipe 2 berpendapatan <UMK dan memiliki tingkat literasi kesehatan yang rendah (39,5%) (Toar, 2020). Penelitian lain oleh Yanti dkk (2020) menunjukkan bahwa pendapatan berhubungan signifikan terhadap literasi kesehatan. Penderita DM Tipe 2 dengan
pendapatan <UMK cenderung tidak memiliki dana lebih untuk memenuhi kebutuhan akan teknologi informasi, dimana tidak dapat memiliki gadget pribadi yang tentu menunjang digital health literacy. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya akses informasi terkait manajemen mandiri DM yang diperoleh penderita DM Tipe 2 dengan pendapatan <UMK.
Keterampilan komputer dan teknologi serta media dan saluran perolehan informasi berkaitan dengan tingkat digital health literacy. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa sebagian besar responden dengan keterampilan komputer dan teknologi yang dikategorikan tinggi juga memiliki kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet yang dikategorikan tinggi. Penderita DM dengan keterampilan komputer dan teknologi yang tinggi akan lebih mudah dalam hal mengakses informasi kesehatan digital dimana kemampuan tersebut merupakan suatu dasar dalam mengakses informasi digital. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan keterampilan komputer dan teknologi yang dikategorikan tinggi juga memiliki media dan saluran memperoleh informasi yang dikategorikan tinggi. Seseorang dengan kemampuan komputer dan teknologi tinggi menggunakan banyak sumber daya atau media perolehan informasi digital untuk mengakses lebih banyak variasi dalam konten kesehatan digital (Chang & Schulz, 2018).
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa sebagian besar responden dengan media dan saluran perolehan informasi yang dikategorikan tinggi juga memiliki kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet yang dikategorikan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Yanti dkk (2020) menunjukkan bahwa sebagian besar akses teknologi kesehatan (55,5%) dan akses informasi kesehatan (78,1%) yang dikategorikan mudah juga memiliki tingkat literasi kesehatan yang dikategorikan tinggi (Yanti dkk, 2020). Jika dibandingkan dengan penderita yang
memiliki media perolehan informasi rendah, maka kemampuan mengakses informasi digital juga akan rendah karena informasi yang diakses terbatas. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Toar (2020) menunjukkan bahwa akses informasi kesehatan yang sulit dijangkau dapat menyebabkan rendahnya tingkat literasi kesehatan (Toar, 2020). Keterampilan komputer dan teknologi serta media akses informasi kesehatan berkaitan dengan tingkat literasi kesehatan atau kemampuan penderita DM Tipe 2 dalam memperoleh informasi kesehatan pada masa pandemi COVID-19.
Penderita DM Tipe 2 pada penelitian ini memiliki tingkat digital health literacy rendah (50,7%) dan terdapat pula penderita dengan digital health literacy tinggi (49,3%). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat penderita DM Tipe 2 yang berpendidikan SMA/sederajat dengan digital health literacy rendah (34,3%) dan penderita berpendidikan SMA/sederajat dengan digital health literacy tinggi (37,3%). Adapun penderita berpendapatan <UMK dengan digital health literacy rendah (47,8%) dan penderita berpendapatan <UMK dengan digital health literacy tinggi (38,8%). Secara statistik, hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan persentase yang diperoleh. Namun secara empiris, hasil penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa penderita DM Tipe 2 lebih banyak unggul dalam kemampuan dasar untuk memperoleh informasi dari internet serta media dan saluran memperoleh informasi dibandingkan dalam keterampilan komputer dan teknologi. Beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat menjadi salah satu faktor penyebab hasil dari tingkat digital health literacy responden dimana tidak memiliki perbedaan makna yang berarti dalam penelitian ini.
Penderita DM Tipe 2 yang memiliki digital health literacy tinggi lebih dapat mengetahui dan mengimplementasikan bagaimana menjaga kualitas hidup dengan memilah informasi yang valid untuk dijadikan acuan dalam manajemen mandiri
penyakit terutama di masa pandemi COVID-19 yang menuntut penderita untuk lebih aktif dalam memanfaatkan teknologi informasi khususnya terkait kesehatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dimana
menyatakan bahwa health literacy berhubungan dengan self-care manajemen pada pasien DM (Musmulyadi dkk, 2019). Studi empiris juga menemukan bahwa digital health literacy mempengaruhi outcome kesehatan seperti perilaku peningkatan kesehatan di antara penderita diabetes dan kualitas hidup terkait
SIMPULAN
Simpulan dalam penelitian ini yaitu penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Buleleng I mayoritas berada pada kategori usia 57-66 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki lama menderita DM 1-5 tahun sejak terdiagnosis, tingkat pendidikan terakhir SMA/sederajat, dan pendapatan <UMK. Penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Buleleng I memiliki digital health literacy rendah (50,7%). Penderita
DAFTAR PUSTAKA
Adil, A., Usman, A., Khan, N. M., & Mirza, F. I.
(2021). Adolescent health literacy: factors effecting usage and expertise of digital health literacy among universities students in Pakistan. BMC Public Health, 21(1), 1–7.
https://doi.org/10.1186/s12889-020-10075-y
Aminati, Z. (2021). Penyebab Pria Lebih Rentan Terkena Diabetes. Klik Dokter.
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3650592/penyebab-pria-lebih-rentan-terkena-diabetes#:~:text=Dokter Theresia Rina Yunita menjelaskan,yang cenderung tersimpan di organ.”
Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Diabetes and Men. Centers for Disease Control and Prevention.
https://www.cdc.gov/diabetes/library/features /diabetes-and-men.html
Chang, A., & Schulz, P. J. (2018). The
measurements and an elaborated
understanding of chinese ehealth literacy (C-eHEALS) in chronic patients in China. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(7).
https://doi.org/10.3390/ijerph15071553
Darmayani, A., Lestiana, R. W., Fatih, H. Al, Ningrum, T. P., & Irawan, E. (2021).
kesehatan (Kim et al., 2018). Hal tersebut sesuai dengan teori keperawatan menurut Dorothea E. Orem (2001) menyatakan bahwa implementasi perawatan mandiri (self-care) yang efektif dapat membentuk kemampuan pasien dan keluarga dalam melakukan perawatan diri serta meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis salah satunya DM (Hermalia dkk, 2020). Kemampuan dalam mengakses informasi kesehatan secara digital merupakan salah satu dari bentuk implementasi teori keperawatan self-care yang dikemukakan Orem.
DM Tipe 2 di Puskesmas Buleleng I dengan digital health literacy rendah dominan berada dalam rentang usia 57-66 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki lama menderita DM 1-5 tahun sejak terdiagnosis, dan berpendapatan <UMK. Terdapat penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Buleleng I yang memiliki digital health literacy tinggi dan rendah dengan pendidikan
SMA/sederajat dan berpendapatan <UMK.
Gambaran Tingkat Kepatuhan Manajemen Diri Penderita Diabetes Mellitus Type II di Salah Satu Puskesmas di Kota Bandung. Jurnal Keperawatan BSI, 9(2), 263–270.
Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. (2020). Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng 2019.
Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng 2020.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2020. In Dinas Kesehatan Provinsi Bali (Vol. 3)
Firmansyah, A. T., & Purwanti, O. S. (2021).
Gambaran Persepsi Sakit Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Sukoharjo. Seminar Nasional Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta (SEMNASKEP) 2021, 44–57.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/ 12665
Hapsari, P. N. F., & Isfandiari, M. A. (2017).
Hubungan Sosioekonomi dan Gizi Dengan Risiko Tuberkulosis Pada Penderita DM Tipe 2. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 185–194.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.185-194
Hermalia, I., Yetti, K., Masfuri, & Riyanto, W. (2020). APLIKASI TEORI MODEL
KEPERAWATAN SELF-CARE OREM PADA
pasien Nefropati diabetik : studi KASUS Application of Orem Self-Care Nursing Model Theory in Diabetic Nephropathy Patients: A Case Study. Jurnal Riset Kesehatan, 12(2), 378–387.
https://doi.org/10.34011/juriskesbdg.v12i2.17 90
Ikadini, N. (2018). Gambaran Pengetahuan Tentang Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Sesuai Jadwal di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kim, K. A., Kim, Y. J., & Choi, M. (2018).
Association of Electronic Health Literacy With Health-Promoting Behaviors in Patients With Type 2 Diabetes. CIN: Computers, Informatics, Nursing, 36(9), 438–447.
https://doi.org/doi: 10.1097/CIN.0000000000000438
Musmulyadi, M., Malik, M. Z., & Mukhtar, A. M. (2019). Hubungan Health Literacy Dengan Self Care Manajemen Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 8(1), 1–6.
Padhy, M., Padiri, R. A., Hariharan, M., & Rana, S. (2019). Diabetes Mellitus Knowledge Test: development, psychometric evaluation, and establishing norms for Indian population. International Journal of Diabetes in Developing Countries, 39(1), 206–217.
https://doi.org/10.1007/s13410-018-0644-z
Pahlawati, A., & Nugroho, P. S. (2019). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Usia dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Kota Samarinda Tahun 2019. Borneo Student Research (BSR), 1(1), 1–5.
http://journals.umkt.ac.id/index.php/bsr/articl e/view/479
Pangoempia, S., Grace, E., & Adisti, A. (2021). Analisis Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Ranotana Weru Dan Puskesmas Teling Atas Kota Manado. Jurnal KESMAS, 10(1), 40–49.
Paramita, D. P., & Lestari, W. (2019). Pengaruh Riwayat Keluarga Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Dewasa Muda Keturunan Pertama Dari Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Denpasar Selatan. Jurnal Medika, 8(1), 61–66.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
Pongoh, L. L., Pandelaki, K., & Wariki, W. (2020). Hubungan antara Literasi Kesehatan dengan Kualitas Hidup pada Penyan-dang Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum GMIM Pancaran Kasih Manado. E-CliniC, 8(2), 259–266.
https://doi.org/10.35790/ecl.v8i2.31495
Pudiyanti, P., & Afriani, T. (2020). Kajian Literatur: Peranan Teknologi Informasi Kesehatan Pada
Perawatan Diabetes Mellitus [Literature Review: the Role of Health Information Technology in the Care of Diabetes Mellitus]. Nursing Current Jurnal Keperawatan, 8(1), 47. https://doi.org/10.19166/nc.v8i1.2722
Regufe, V. M. G., Pinto, C. M. C. B., & Perez, P. M. V. H. C. (2020). Metabolic syndrome in type 2 diabetic patients: a review of current evidence. Porto Biomedical Journal, 5(6), e101.
https://doi.org/10.1097/j.pbj.000000000000010 1
Ridayanti, M., Syamsul, A., & Lena, R. (2019).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Kontrol pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Homeostasis, 2(1),
169–178.
Sabrina, A. R. (2019). Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax. Communicare: Journal of Communication Studies, 5(2), 31. https://doi.org/10.37535/101005220183
Simmons, H. (2019). Diabetes in Men versus Women. News Medical Life Sciences.
https://www.news-medical.net/health/Diabetes-in-Men-versus-Women.aspx
Suastika, K., Dwipayana, P., Semadi, M. S., & Kuswardhani, R. A. T. (2012). Age is an Important Risk Factor for Type 2 Diabetes Mellitus and Cardiovascular Diseases. In Intech (In (Ed.),). IntechOpen.
https://doi.org/https://doi.org/10.5772/52397
Sutrisna, I. P. G. (2020). Gerakan Literasi Digital Pada Masa Pandemi Covid-19. Stilistika: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Seni, 8(2), 268–283. https://doi.org/10.5281/zenodo.3884420
Toar, J. M. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Literasi Kesehatan Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kota Manado. Jurnal Keperawatan, 8(2), 1–8.
Tsalissavrina, I., Tritisari, K. P., Handayani, D., Kusumastuty, I., & Ariestiningsih, A. D.
(2018). Hubungan lama terdiagnosa diabetes dan kadar glukosa darah dengan fungsi kognitif penderita diabetes tipe 2 di Jawa Timur. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 3(1), 28.
https://doi.org/10.30867/action.v3i1.96
Warda, U. A. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Health Literacy Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Islam Nahdlatul Ulama Demak [Universitas Muhammadiyah Semarang]. http://repository.unimus.ac.id/2562/
Yanti, D. E., Andoko, & Mayasari, E. (2020). Tingkat Literasi Kesehatan Pada Penderita Hipertensi di UPTD. Puskesmas Bandar Jaya Lampung Tengah. Jurnal Dunia Kesmas, 9(1), 51–56.
Yosmar, R., Almasdy, D., & Rahma, F. (2018). Survei Risiko Penyakit Diabetes Melitus Terhadap Kesehatan Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains Farmasi Dan Klinis, 5(2), 134–141.
Volume 10, Nomor 5, Oktober 2022
558
Discussion and feedback