Jurnal Psikologi Udayana

2022, Vol.9, No.1, 118-129


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

DOI: 10.24843/JPU/2022.v09.i02.p02

Hubungan religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja

Wina Aulia, Yantri Maputra, Nelia Afriyeni, Liliyana Sari

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

[email protected]

Abstrak

Penggunaan media sosial TikTok saat ini didominasi oleh remaja. Remaja berusaha tampil menarik pada platform tersebut hingga tidak mempertimbangkan konsekuensi negatif dari tindakannya. Adanya kontrol diri dalam penggunaan TikTok dapat meminimalisasi konsekuensi negatif dalam menggunakan TikTok. Kemampuan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja didapatkan dari pedoman berupa nilai-nilai, salah satunya nilai agama atau religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan jumlah subjek sebanyak 150 orang remaja berusia 11-17 tahun yang mengunggah video di TikTok. Penelitian ini menggunakan alat ukur yang terdiri dari dua skala yaitu, skala Kontrol Diri dalam Penggunaan TikTok dan The Centrality of Religiosity Scale (CRS-15). Hasil uji korelasi Spearman’s Rank menunjukkan bahwa religiusitas memiliki hubungan yang positif dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja (r=0,162; p=0,048). Hasil ini

mengindikasikan bahwa semakin tinggi religiusitas remaja, maka semakin tinggi kemampuan kontrol diri dalam penggunaan TikTok, begitu juga sebaliknya. Selain itu, sebagian besar remaja pada penelitian ini memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, sedangkan kontrol diri penggunaan TikTok berada pada kategori sedang.

Kata kunci: kontrol diri, penggunaan TikTok, religiusitas, remaja

Abstract

The use of the TikTok is currently dominated by adolescents. Adolescents attempt to look as attractive as possible in TikTok without even considering the negative consequences of their actions. Self-control of adolescents can minimize the negative impacts of using TikTok. Self-control in using TikTok among adolescents can be obtained from guidelines in the form of values, one of which is the value of religion or religiosity. This study aimed to examine the relationship between religiosity and self-control in using TikTok among adolescents. The method used in this study was quantitative with 150 subjects aged 11-17 years who uploaded videos on TikTok. The instruments were the Self-Control in Using TikTok Scale and the Centrality of Religiosity Scale (CRS-15). The Spearman's Rank correlation test results showed that there was a positive relationship between religiosity and self-control in using TikTok for adolescents (r=0.162; p=0.048). The results indicated that higher religiosity is associated with higher self-control in using TikTok among adolescents, and the lower the religiosity, the lower the self-control in the use of TikTok in adolescents. In addition, most adolescents in the study were reported to have a high level of religiosity whereas moderate level of self-control in the use of Tiktok.

Keywords: adolescents; religiosity; self-control; TikTok use

LATAR BELAKANG

Tiktok menjadi platform media sosial yang cukup populer saat ini, khususnya di Indonesia. Kepopuleran TikTok di Indonesia dapat dilihat dari jumlah penggunanya yang menempati posisi kedua terbesar setelah Amerika Serikat pada tahun 2020 yaitu mencapai 22 juta pengguna aktif bulanan (Statista, 2021). Meskipun aplikasi TikTok mulai dikenal pada tahun 2016, berbagai kalangan telah menggemari aplikasi ini. Salah satu kalangan yang mendominasi penggunaan TikTok adalah generasi Z yang mengacu pada tahun lahir setelah 1996 atau remaja dengan rentang usia 14 sampai dengan 24 tahun. Persentase generasi Z dalam penggunaan TikTok mencapai lebih dari 60% pengguna. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi generasi Z menggunakan TikTok hingga saat ini (Forbes, dalam Iskandar, 2020; Stephanie, 2021; Rakhmayanti, 2020).

Salah satu keunikan TikTok yang tidak dimiliki media sosial lain adalah adanya challenge yaitu tantangan dan peniruan identitas yang merupakan bagian dari dinamika intrinsik komunitas pengguna TikTok (Alonso-López et al., 2021). Adanya challenge dapat mengarahkan pengguna lain untuk ikut membuat video yang serupa bahkan lebih baik dari pembuat challenge sebelumnya. Selain challenge, pengguna TikTok juga berharap videonya masuk ke dalam For Your Page (disingkat “FYP”). Video yang berada di “FYP” akan langsung muncul di halaman “For YouTikTok pada pengguna lain sesuai dengan pilihan minatnya tanpa harus mengikuti si pembuat video terlebih dahulu (Weimann & Masri 2020). Berbagai keunikan ini menarik minat pengguna TikTok dan memanfaatkannya untuk mengembangkan kreativitas di media sosial (Saputra et al., 2020). Ketika video pengguna TikTok masuk dalam “FYP” pengguna lain, maka video tersebut akan mendapatkan peningkatan like, comment, viewers, dan followers. Dengan demikian, pembuat video dapat lebih dikenal orang lain dan memungkinkan untuk menjadi influencer yang menjadi tujuan oleh kebanyakan pengguna (Van Dijck, 2013; Yau & Reich, 2018).

Sama dengan media sosial lainnya, platform TikTok yang digunakan secara online membuat remaja semakin giat berkreasi tanpa perlu khawatir mendapat penolakan dari lingkungan sosialnya (Bossen & Kottasz, 2020; Odaci & Celik, 2016). Meskipun mendorong kreativitas, penggunaan TikTok dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada penggunanya. Adanya konsekuensi negatif dalam penggunaan TikTok pada anak-anak dan remaja menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua dan masyarakat terhadap penggunaan TikTok saat ini (Damayanti & Gemiharto, 2019).

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat berbagai dampak negatif penggunaan TikTok seperti, kecanduan atau kesulitan mengatur intensitas penggunaan TikTok, malas belajar dan penurunan prestasi belajar, serta perilaku narsistik (Gupta et al., 2021; Marini, 2019; Putri & Isrofins, 2021; Rahmayani et al., 2021; Torrijos-Fincias, 2021; Yang & Zilberg, 2020). Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa kebebasan berkreasi di Tiktok mendorong remaja untuk melakukan apapun demi konten. Hal tersebut dapat dilihat dari gerakan berlebihan seperti tarian yang menunjukkan bentuk tubuh untuk muslimah, memperlihatkan aurat, dan

membuat konten di tempat ibadah (Utami, 2021), perkataan kasar dan ujaran kebencian (Suryatmojo, 2021), konten tidak senonoh atau yang mengandung pornografi (Adhika, 2021), serta adanya challenge di TikTok yang dapat membahayakan nyawa penggunanya seperti challenge berbahaya yang membuat remaja berani meminum obat hingga overdosis, mencekik diri sendiri (Blackout Challenge), dan melakukan adegan berbahaya lainnya seperti menghadang truk yang sedang berjalan (Naveed, 2021; Nugraha, 2020; Pristiandaru, 2021).

Berbagai permasalahan yang berhubungan dengan TikTok ini mendorong instansi dan lembaga terkait agar memberikan kebijakan, misalnya pelarangan TikTok di Pakistan karena dianggap mengandung konten tidak senonoh (Utomo, 2020), banyaknya video yang dihapus oleh TikTok karena konten yang tidak pantas, hingga pembatasan usia pengguna TikTok oleh Kominfo Indonesia (Kominfo, 2018). Meskipun konsekuensi negatif tersebut sudah diminimalisasi dengan kebijakan instansi terkait, kesadaran dari dalam diri remaja sangat diperlukan.

Menurut tahap perkembangan, remaja seharusnya sudah mampu mempertimbangkan situasi untuk memecahkan masalah serta mempertanggungjawabkan konsekuensi dari tindakannya (Santrock, 2011). Sebagai pribadi, remaja dituntut mampu mengendalikan dirinya dengan baik, khususnya dalam menggunakan TikTok agar dapat meminimalisasi konsekuensi negatif. Kemampuan mengendalikan diri ini dikenal dengan kontrol diri yaitu kemampuan individu untuk mengesampingkan atau mengubah respon internal, menghambat kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan, dan menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tersebut (Tangney et al., 2004).

Kontrol diri diperlukan oleh remaja dalam menggunakan internet dan media sosial. Beberapa riset menemukan bahwa remaja cenderung memiliki kontrol diri yang rendah, sehingga remaja mungkin menghabiskan waktu lebih banyak menggunakan internet dan media sosial serta melupakan aktivitas lainnya yang lebih bermanfaat (Istri & Asyanti, 2017; Kurnia et al., 2020). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kesulitan remaja mengatur intensitas penggunaan TikTok dapat menimbulkan masalah baik dalam diri sendiri dan orang lain (Gupta et al., 2021; Rachdianti, 2011). Selain itu, remaja dengan kontrol diri yang rendah dapat melakukan ujaran kebencian terhadap sesama pengguna hingga ujaran kebencian terhadap agama dan negara (Suryatmojo, 2021).

Berbeda dengan kontrol diri yang rendah, individu dengan kontrol diri yang baik akan mempertimbangkan secara matang terkait apakah tindakannya akan melukai atau merugikan orang lain dan diri sendiri (Paramithasari & Dewi, 2013). Kontrol diri yang baik pada remaja dapat menghambat terjadinya kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan saat menggunakan TikTok, serta menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan orang lain (Marsela & Supriatna, 2019).

Oleh karena itu, remaja membutuhkan panduan berupa nilai-nilai yang ada dalam diri remaja agar dapat menimbang dan menentukan perilaku dalam berbagai situasi (Ali & Asrori,

2016). Berdasarkan teori nilai kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian oleh Spranger, salah satu nilai pribadi yang dimiliki remaja yang menjadi dasar perilaku dalam kehidupannya adalah nilai agama (Suryabrata, 2011). Agama dapat menjadi pedoman individu untuk berpandangan, bersikap, dan berperilaku dalam kehidupannya (Bintari et al., 2014; Huber et al., 2011; Kajavinthan, 2015).

Remaja akan menyesuaikan tindakannya sesuai dengan keyakinannya dalam beragama. Ketika remaja memiliki ketertarikan terhadap sesuatu, keyakinan terhadap agamanya membuat ia memikirkan dan menimbang tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perilaku individu yang bersumber dari keyakinan beragamanya ini disebut dengan religiusitas (Jalaluddin, 2006). Huber dan Huber (2012) mengatakan bahwa religiusitas merupakan ukuran tentang seberapa penting agama dalam kepribadian individu yang dapat diperoleh dari frekuensi pengaktifan konstruk keagamaan.

Individu yang memiliki nilai agama akan memiliki keyakinan bahwa Tuhan itu ada, Tuhan menciptakan seluruh alam, melakukan sesuatu sesuai dengan ajaran agama dan menghindari larangan agamanya, serta merasa bahwa dirinya ada dalam pengawasan Tuhannya (Lestariningsih et al., 2021). Pada kesehariannya, individu yang memiliki religiusitas tinggi terlihat tenang menghadapi masalah, rajin mengerjakan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, memiliki tutur kata yang baik, ucapannya tidak lepas dari kata-kata mengingat Tuhan, serta berpenampilan yang mencerminkan agamanya. Remaja dengan religiusitas tinggi mampu mengendalikan apa yang baik dan tidak baik menurut agamanya untuk ditampilkan dan dilihat di media sosial, seperti membuat konten dan membagikan informasi tentang agama agar dapat bermanfaat untuk orang lain dan memanfaatkan media sosial untuk memperkuat keyakinan beragamanya (Brubaker & Haigh, 2017; Granita & Fikry, 2021).

Sebaliknya, religiusitas yang rendah pada remaja dapat menimbulkan perilaku negatif saat menggunakan media sosial, khususnya TikTok. Charlton et al. (2016) menemukan bahwa salah satu motif remaja menggunakan internet adalah untuk pemenuhan kebutuhan erotis atau hasrat seksualnya. Saat remaja tidak mampu menahan pemenuhan hasrat seksualnya, maka banyak remaja pengguna TikTok yang dapat terpapar oleh konten tidak senonoh dan membuat konten yang dilarang oleh agamanya tersebut (Adhika, 2021; Utomo, 2020).

Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan hubungan antara religiusitas dengan kontrol diri. Desmond et al. (2013) menemukan bahwa religiusitas secara signifikan berhubungan positif dengan kontrol diri. Remaja yang religius memiliki tingkat kontrol diri yang lebih tinggi dimana religiusitas dan kontrol diri sama-sama akan mengurangi penggunaan ganja dan alkohol pada remaja. Rounding et al. (2012) dalam eksperimennya menemukan bahwa religiusitas dapat mendorong kontrol diri pada individu. Kontrol diri dalam hal ini berkaitan dengan penundaan kepuasan, bertahan pada situasi yang tidak menyenangkan, dan pengendalian diri saat mengalami kelelahan.

Penelitian sebelumnya mengenai kontrol diri dan religiusitas pada media sosial dan internet menemukan bahwa terdapat korelasi positif yang siginifikan antara religiusitas dan kontrol diri (Wijaya et al., 2021). Keduanya berperan baik dalam membantu individu mengendalikan dirinya dan menghambat munculnya perilaku penggunaan smartphone yang bermasalah pada mahasiswa. Selain itu, Almenayes (2015) menemukan bahwa religiusitas berhubungan negatif dengan faktor konsekuensi sosial pada kecanduan media sosial. Konsisten dengan penelitian tersebut, Agbaria dan Bdier (2019) menemukan bahwa religiusitas memiliki korelasi negatif terhadap adiksi internet.

Meskipun penelitian yang berkaitan dengan kontrol diri pada pengguna TikTok sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun penelitian yang menghubungkan kontrol diri dengan isu religiusitas masih terbatas. Mempertimbangkan fenomena dan keterbatasan penelitian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah terdapat hubungan religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah religiusitas dan kontrol diri dalam penggunaan TikTok. Berikut adalah paparan definisi operasional dari masing-masing variabel.

Kontrol diri dalam penggunaan TikTok

Kontrol diri dalam penggunaan TikTok adalah kemampuan remaja dalam mengubah respon pribadi agar dapat menahan dorongan negatif dalam aktivitas menerima informasi, berinteraksi, dan mengekspresikan diri di TikTok menjadi perilaku atau tindakan yang lebih baik dan bermanfaat (seperti tidak menggunakannya dengan intensitas yang belebihan serta memperhatikan konten yang baik untuk dilihat dan dibuat).

Religiusitas

Religiusitas merupakan ukuran tentang seberapa penting agama dalam kepribadian remaja yang bisa diperoleh dari seberapa sering dan seberapa banyak konsep atau nilai agama diaktifkan dalam diri remaja sehingga mempengaruhi pandangan, pengalaman, dan perilaku dalam kehidupan.

Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Kota Padang yang menggunakan TikTok. Karakteristik populasi dalam penelitian ini antara lain: (1) remaja berusia 11-17 tahun; (2) mempunyai aplikasi TikTok; dan (3) membuat video dan membagikannya di TikTok. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 150 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu teknik accidental sampling. Peneliti mendapatkan partisipan dengan mengunjungi berbagai tempat umum untuk dapat menemukan partisipan penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian. Beberapa tempat umum tersebut seperti Mall, pantai, restoran, Ruang Terbuka Hijau (RTH) Imam Bonjol Padang, halte bus Trans Padang, dan di sekitar lingkungan sekolah. Peneliti menanyakan kecocokan individu dengan kriteria penelitian dan meminta partisipan untuk mengisi booklet skala

penelitian ataupun mengisi link google form. Selain itu, peneliti juga menyebarkan link google form penelitian di media sosial seperti WhatsApp dan Instagram.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli tahun 2022 yang dilaksanakan di Kota Padang.

Alat Ukur

Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan pengumpulan data berupa skala berbentuk skala Likert. Kategori jawaban terdiri atas lima kategori dan skala yang digunakan berjumlah dua skala.

Skala kontrol diri dalam penggunaan TikTok yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala yang dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan dimensi kontrol diri oleh Tangney et al. (2004). Skala ini terdiri dari 40 item dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,927 dan rentang daya diskriminasi mulai dari 0,330 sampai 0,644. Contoh item seperti “Saya mengurangi akses TikTok agar lebih fokus dalam mengerjakan tugas”.

Skala religiusitas yang digunakan adalah skala modifikasi dari the Centrality of Religiosity Scale (CRS-15) dikembangkan oleh Huber dan Huber (2012) untuk mengukur sentralitas dan seberapa penting makna agama dalam kepribadian individu. Modifikasi skala merupakan upaya yang dilakukan peneliti untuk mengubah spesifikasi dan ciri karakter skala asli dengan mempertahankaan konsep teoritik dan konstrak skala asli (Azwar, 2018). Modifikasi pada penelitian ini berupa memodifikasi item yang berupa “pertanyaan” menjadi “pernyataan” sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh remaja sebagai partisipan dalam penelitian (Stewart et al., 2012). Skala ini terdiri dari 15 item dengan koefisien reliabilitas 0,830 dengan rentang daya diskriminasi mulai dari 0,301 sampai 0,635. Terdapat dua model pernyataan pada skala ini yaitu: (1) berdasarkan frekuensi perilaku, contoh item seperti “Saya memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan agama”; dan (2) berdasarkan tingkat kepentingan suatu keadaan bagi responden, contoh item seperti “Penting bagi saya untuk berdo’a sendiri”.

Teknik Analisis Data

Uji hipotesis dilakukan apabila data telah melewati uji asumsi normalitas. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Berdasarkan uji normalitas, apabila data yang didapatkan dalam penelitian terdistribusi normal, maka uji korelasi yang dapat digunakan adalah productmoment, namun apabila data penelitian tidak terdistribusi normal, maka uji korelasi yang dapat digunakan adalah Spearman’s Rank (Azwar, 2018; Field, 2009). Uji korelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan IBM SPSS 26 for windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Partisipan

Berdasarkan data karakteristik partisipan, total subjek berjumlah 150 orang (38% laki-laki; 62% perempuan). Usia partisipan berkisar antara 11-17 tahun, didasarkan pada rentang usia remaja menurut Papalia et al. (2009). Mayoritas

partisipan menggunakan TikTok pada waktu kurang dari tiga jam sebesar 62,7% dan seluruh partisipan pernah mengunggah video di TikTok.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel kontrol diri dalam penggunaan TikTok dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Pada tabel 1, sebagian besar remaja dalam penelitian ini memiliki kontrol diri dalam penggunaan TikTok dalam kategori sedang (66,7%).

Hasil deskripsi penelitian variabel religiusitas dapat dilihat pada tabel 2 (terlampir).

Berdasarkan Tabel 2, sebagian besar remaja memiliki tingkat religiusitas tinggi atau highly-religious (64,7%).

Uji Hipotesis

Sebelum melakukan uji hipotesis, peneliti melakukan uji normalitas. Berdasarkan uji asumsi normalitas (Tabel 3), data tidak terdistribusi normal karena nilai signifikansi variabel religiusitas sebesar (p=0,024) atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) dan variabel kontrol diri dalam penggunaan TikTok memiliki signifikansi (p=0,047) atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Dengan demikian, uji korelasi yang digunakan untuk menjawab hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rank.

Hasil uji korelasi variabel religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok dapat dilihat pada tabel 4 (terlampir).

Berdasarkan tabel 4, religiusitas memiliki hubungan yang signifikan dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja (p=0,048). Berdasarkan tabel klasifikasi kekuatan korelasi Santoso (2012), kekuatan korelasi antara variabel religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok tergolong lemah (r=0,162). Koefisien korelasi ini menunjukkan bahwa korelasi antara kedua variabel adalah positif, yang artinya semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi kontrol diri dalam penggunaan TikTok, begitu pula sebaliknya.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Penelitian ini melihat hubungan religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman’s Rank, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok. Adanya hubungan antara kedua variabel pada penelitian ini relevan dengan penelitian Kadri et al. (2019) yang menyatakan bahwa remaja dengan religiusitas yang lebih tinggi cenderung memiliki pengendalian diri agar tidak memunculkan perilaku negatif di lingkungannya.

Kekuatan korelasi antara kedua variabel tergolong lemah. Berbeda dengan penelitian Listiari (2011) yang menyatakan bahwa religiusitas memiliki sumbangan yang besar dalam pengendalian diri pada siswa Sekolah Menengah. Sedangkan dalam penelitian ini, tidak hanya religiusitas yang berkaitan

dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja, namun terdapat faktor lain yang lebih besar berkaitan dengan variabel tersebut yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar partisipan memiliki kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada kategori sedang. Dengan demikian, remaja di Kota Padang telah memiliki kontrol diri yang cukup baik dalam penggunaan TikTok, namun masih perlu peningkatan pengendalian diri serta membatasi penggunaan TikTok agar tidak mengarah pada penggunaan yang berlebihan dan menimbulkan risiko (Nurningtyas & Ayriza, 2021). Individu dengan kontrol diri baik dalam penggunaan TikTok dapat menghambat kecenderungan perilaku yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain (Marsela & Supriatna, 2019). Oleh karena itu, individu yang memiliki kontrol diri baik dapat meminimalisasi konsekuensi negatif dalam menggunakan TikTok karena ia mampu mengubah respon dan menahan diri untuk tidak melakukan perilaku maladaptif dan memperoleh kesenangan sementara (Tangney et al., 2004). Ketika individu dihadapkan pada konten-konten yang sedang viral di TikTok, atau ketika individu menemukan video yang sangat menarik untuk ditiru (misalnya challenge menari dan melakukan prank), individu dapat memiliki kesadaran untuk konsekuensi bahaya dan memiliki pertimbangan sebelum memilih tindakannya (Muna & Astuti, 2014).

Pada variabel religiusitas, partisipan penelitian ini sebagian besar berada pada kategori highly-religious atau religiusitas tinggi. Sebagian besar remaja dalam penelitian ini memiliki pemahaman yang baik tentang agamanya, memiliki keyakinan yang kuat tentang Tuhan dan segala ciptaanNya, melaksanakan ibadah baik secara pribadi maupun bersama di tempat ibadah, serta memaknai dan menghayati hubungan dengan Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor yang dapat meningkatkan religiusitas, salah satunya adalah faktor eksternal khususnya pada lingkungan keluarga dan instansi pendidikan (Arifin, 2018; Ramayulis, 2016; Thoulesss, 1992). Lingkungan keluarga memberikan sosialisasi keagamaan pada anak, sehingga perkembangan keagamaan yang baik pada anak disebabkan karena kondisi keluarga yang agamis. Sedangkan instansi pendidikan menyediakan kurikulum pembelajaran agama untuk meningkatkan kesadaran beragama pada individu.

Berdasarkan hasil penelitian Marcus dan McCullogh (2021), adanya perilaku keagamaan yang dilakukan individu setiap hari seperti belajar tentang agama dan melakukan ritual keagamaan mendorong individu untuk mempertimbangkan perilakunya. Hal ini dikarenakan religiusitas dapat menstabilkan tingkah laku individu, memberikan rasa aman pada individu, serta dapat mempengaruhi nilai moral pada individu (Desmita, 2016). Religiusitas yang dimiliki individu juga dapat mempengaruhi kecerdasan emosi pada individu, sehingga apabila emosi yang dimiliki individu relatif stabil maka individu dapat lebih mampu mengendalikan dirinya terhadap sesuatu (Ghufron & S, 2012; Shata & Wiliani, 2019). Kestabilan emosi pada individu dapat membantu remaja untuk menahan diri agar tidak memunculkan perilaku impulsif dalam penggunaan TikTok seperti menahan agar tidak emosional dan mengungkapkan kata-kata kasar di

TikTok, memilih video yang pantas untuk di tonton, memikirkan risiko dan konsekuensi negatif dalam membuat konten, dapat menahan diri untuk menggunakan TikTok meskipun orang lain sedang menggunakan TikTok.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada remaja. Dengan demikian, semakin tinggi religiusitas yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula kontrol diri dalam penggunaan TikTok remaja tersebut, begitu juga sebaliknya. Namun, korelasi antara kedua variabel tergolong lemah, sehingga tidak hanya religiusitas yang berkaitan dengan kontrol diri dalam penggunaan TikTok, namun terdapat faktor lain yang lebih besar kaitannya yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Terlepas dari hasil penelitian yang didapatkan, peneliti selanjutnya dapat menambahkan pertanyaan terbuka mengenai jenis-jenis konten yang diakses dan dibuat oleh partisipan di akun TikTok sehingga dapat memperkaya hasil penelitian ke depannya. Selain itu, penelitian ini dilakukan di tempat umum dan kurang kondusif yang dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Dengan demikian, peneliti selanjutnya perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan data hasil penelitian seperti menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan kondusif sehingga partisipan dapat lebih fokus dan nyaman dalam mengisi skala penelitian.

Peneliti menyarankan untuk mempertahankan dan meningkatkan religiusitas yang dimiliki dengan cara terus mempelajari dan mendalami hal-hal yang berkaitan tentang agama, mengikuti komunitas keagamaan, serta beribadah secara pribadi maupun bersama-sama di tempat ibadah. Selain itu, peneliti juga berharap agar remaja dapat memaknai religiusitas yang dimiliki dengan terus menjaga sikap dan perilaku karena diawasi oleh Tuhan.

Selanjutnya, berdasarkan banyaknya remaja yang memiliki kontrol diri dalam penggunaan TikTok pada kategori sedang, membuat remaja memiliki kecenderungan untuk menerima berbagai risiko negatif dalam penggunaan TikTok. Hal tersebut dapat diminimalisasi dengan membatasi waktu menggunakan TikTok dalam sehari misalnya cukup satu jam dalam sehari, menyibukkan diri dengan aktivitas lainnya, mengikuti ekstrakurikuler di sekolah, membuat konten yang bermanfaat dan tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk konten, memberikan prioritas dalam aktivitas sehari-hari, serta tidak menyaksikan konten yang tidak bermanfaat.

Berdasarkan hasil penelitian ini, orang tua, guru, dan masyarakat dapat lebih memperhatikan remaja agar tidak terlalu sering menggunakan smartphone. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu membatasi waktu penggunaan smartphone dan media sosial, memberikan literasi penggunaan media sosial yang cukup khususnya berkaitan dengan konten mana yang pantas dan tidak pantas di media sosial, mengajak berinteraksi di dunia nyata, serta memberikan apresiasi dan perhatian terhadap apa yang dilakukan sehingga remaja tidak mencari pengakuan dan perhatian di lingkungan luar seperti di media sosial.

Selain itu, orang tua, guru, dan masyarakat diharapkan untuk terus meningkatkan religiusitas remaja dengan cara mengarahkan dan memfasilitasi belajar agama melalui buku, media sosial, ataupun tempat ibadah, serta diharapkan untuk menjadi contoh dan teladan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adhika, S. (2021, Januari 31). Konten dewasa semakin menjamur di TikTok, bagaimana nasib anak-anak?. Kompasiana.

https://www.kompasiana.com/satriaadhika2005/60 15f88bede481a745fbfc4/konten-dewasa-semakin-menjamur-di-tiktok-bagaimana-nasib-anak-anak?page=4&page_images=1/

Agbaria, Q., & Bdier, D. (2019). The association of Big Five personality traits and religiosity on internet addiction among Israeli-Palestinian Muslim college students in Israel. Mental Health, Religion and Culture,              22(9),              956-971.

https://doi.org/10.1080/13674676.2019.1699041

Ali, M.,  & Asrori, M. (2016). Psikologi remaja:

Perkembangan peserta didik. Bumi Aksara

Almenayes, J. J. (2015). Empirical analysis of religiosity as predictor of social media addiction. Journal of Arts and       Humanities,       4(10),       44-52.

https://doi.org/10.18533/journal.v4i10.826

Alonso-López, N., Sidorenko-Bautista, P., & Giacomelli, F. (2021). Beyond challenges and viral dance moves: TikTok as a vehicle for disinformation and factchecking in Spain, Portugal, Brazil, and the USA. Anàlisi, (64), 65-84.

Arifin, B. S. (2018). Psikologi agama. CV Pustaka Setia

Azwar. (2018). Metode penelitian psikologi. (ed. 2). Pustaka Pelajar.

Bintari, N. P., Dantes, N., & Sulastri, M. (2014). Korelasi konsep diri dan sikap religiusitas terhadap kecenderungan perilaku menyimpang dikalangan siswa pada kelas XI SMA Negeri 4 Singaraja tahun ajaran 2013/2014. E-journal Undiksa Jurusan Bimbingan           Konseling,           2(1).

http://dx.doi.org/10.23887/jibk.v2i1.3747

Bossen, C. B., & Kottasz, R. (2020). Uses and gratifications sought by pre-adolescent and adolescent TikTok consumers. Young Consumers. 21(4), 463-478.

http://dx.doi.org/10.1108/YC-07-2020-1186

Brubaker, P. J., & Haigh, M. M. (2017). The religious Facebook experience: Uses and gratifications of faith-based content. Social Media+ Society, 3(2), 111. https://doi.org/10.1177%2F2056305117703723

Charlton, J. P., Soh, P. C., Ang, P. H., & Chew, K. W. (2013). Religiosity, adolescent internet usage motives and addiction:  An exploratory study. Information,

Communication & Society, 16(10),  1619-1638.

https://doi.org/10.1080/1369118X.2012.735251

Damayanti, T., & Gemiharto, I. (2019). Kajian dampak negatif aplikasi berbagi video bagi anak-anak di bawah umur di Indonesia. Communication, 10(1), 115. http://dx.doi.org/10.36080/comm.v10i1.809

Desmita. (2016). Psikologi perkembangan. PT Remaja Rosdakarya

Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS. (3rd ed.). SAGE Publications

Ghufron, M. N., & S, R. R. (2012). Teori-teori psikologi. Ar-Ruzz Media.

Granita, S. O., & Fikry, Z. (2021). Hubungan religiusitas dengan gaya hidup hedonisme yang ditampilkan Mahasiswa Muslim Universitas Negeri Padang di Instagram. Jurnal Pendidikan Tambusai,  5(2),

2978-2985.

https://www.jptam.org/index.php/jptam/article/vie w/1329

Gupta, A.K., Upreti, D., Shrestha, S., Sawant, S., Karki, U., & Shoib, S. (2021). Adolescent-parent conflict in the era of ‘TikTok’: Case reports from Nepal. Journal of Affective Disorders   Reports,   6,   1-3.

https://doi.org/10.1016/j.jadr.2021.100219

Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The centrality of

religiosity scale (CRS). Religions, 3(3), 710-724. https://doi.org/10.3390/rel3030710

Huber, S., Allemand, M., & Huber, O. W. (2011).

Forgiveness by God and human forgiveness: The centrality of the religiosity make the difference. Archive for the Psychology of Religion. 33(1), 115134.

https://psycnet.apa.org/doi/10.1163/157361211X56 5737

Iskandar. (2020, Agustus 12). Apa yang membuat TikTok disukai     generasi     Z?.     Liputan     6.

https://m.liputan6.com/tekno/read/4328268/apa-yang-membuat-TikTok-disukai-generasi-z/

Istri, D., & Asyanti, S. (2017). Hubungan antara kontrol diri dan keterampilan sosial dengan kecanduan internet pada siswa SMK. http://hdl.handle.net/11617/9266

Jalaluddin, H. (2016). Psikologi agama: Memahami perilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi. PT Rajagrafindo Persada

Kadri, N. M., Zulkefly, N. S., & Baharudin, R. (2019). Structural relations amongst religiosity, self-control, and externalizing problems of juveniles in Malaysia. Malaysian Journal of Mediscine and Health Scence, 15(101), 68-75.

Kajavinthan, K. (2015). A study of religious attitude among school students in Jaffna District, Srilanka. IOSR Journal of Humanities and Social Science, 20(7), 73-76. https://doi.org/10.9790/0837-20747376

Kominfo. (2018, Juli 5). Batas Usia pengguna aplikasi TikTok dinaikkan jadi 16 Tahun. Kominfo. https://kominfo.go.id/content/detail/13341/batas-usia-pengguna-aplikasi-tik-tok-dinaikkan-jadi-16-tahun/0/sorotan_media/

Kurnia, S., Sitasari, N. W., & M., S. (2020). Kontrol diri dan perilaku phubbing pada remaja di Jakarta. Jurnal Psikologi: Media Ilmiah Psikologi, 18(1), 58-67. https://doi.org/10.47007/jpsi.v18i01.81

Lestariningsih, S., Rahmatullah A. S., & Purnomo, H. (2021). Pengaruh religiusitas dan penggunaan media sosial terhadap perilaku agresif siswa SD Muhammadiyah Karangwaru Kota Yogyakarta. Jurnal Bimbingan dan       Konseling,        5(2),       270-281.

https://doi.org/10.31316/g.couns.v5i2.1573

Listiari, E. (2011). Hubungan antara tingkat religiusitas dan pengendalian diri pada remaja tingkat SMA. Jurnal Psikologi, 7(1), 56-66

Marcus, Z. J., & McCullough, M. E. (2021). Does religion make people more self-controlled? A review of research from the lab and life. Current opinion in psychology,             40,              167-170.

https://doi.org/10.1016/j.copsyc.2020.12.001

Marini, R. (2019). Pengaruh media sosial TikTok terhadap prestasi belajar peserta didik di SMPN 1 Gunung Sugih Kab. Lampung Tengah (Tesis, UIN Raden Intan Lampung). Reporitory UIN Raden Intan Lampung.

http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/8430

Marsela, R. P., & Supriatna, M. (2019). Kontrol diri: Definisi dan faktor. Journal of Innovative Counseling: Theory, Practice, and Research, 3(2),  65-69.

http://journal.umtas.ac.id/index.php/innovative_cou nseling

Muna, R. F., & Astuti, T. P. (2014). Hubungan antara kontrol diri dengan kecenderungan kecanduan media sosial pada remaja akhir. Jurnal Empati, 3(4), 481-491. https://doi.org/10.14710/empati.2014.7610

Naveed, A. (2021, Juli 15). Demi konten TikTok, remaja Bekasi hadang truk hingga tewas. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210715 134328-20-668088/demi-konten-TikTok-remaja-bekasi-adang-truk-hingga-tewas/

Nugraha, A. R. (2020, September 7). Waspada challenge berbahaya ini di TikTok yang bikin remaja tewas. KumparanTECH.

https://m.kumparan.com/amp/kumparantech/waspa da-cahllenge-berbahaya-ini-di-TikTok-yang-bikin-remaja-tewas-

1u8JnYas9Tq#aoh=16158700536853&referrer=htt ps%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari% 20%251%24s/

Nurningtyas, F., & Ayriza, Y. (2021). Pengaruh kontrol diri terhadap intensitas penggunaan smartphone pada remaja. Acta Psychologia, 3(1),    14-20.

https://doi.org/10.21831/ap.v3i1.40040

Odaci, H., & Çelik, Ç. B. (2016). Internet Dependence in an Undergraduate Population. Journal of Educational Computing    Research,     55(3),     395-409.

https://doi.org/10.1177/0735633116668644.

Papalia, D.E., Olds,S.W., & Feldman,R.D. (2009), Human Development (11th ed.). McGraw-Hill.

Paramithasari, P.P., & Dewi, E. K. (2013). Hubungan antara kontrol diri dengan pengungkapan diri di jejaring sosial pada siswa SMA Kesatrian 1 Semarang. Jurnal       Empati,       2(4),       376-385.

https://doi.org/10.14710/empati.2013.7423

Pristiandaru, D. L. (2021, Januari 23). Gadis 10 tahun cekik diri sendiri demi konten TikTok, akhirnya tewas. kompas.com.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/23/0 544557000/gadis-10-tahun-cekik-diri-sendiri-demi-konten-TikTok-akhirnya-tewas/

Putri, L. H., & Isrofins, B. (2021). Perilaku narsisme dan harga diri terhadap penggunaan media sosial TikTok pada Siswa SMA. Empati: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 8(1), 49-73.

Rachdianti, Y. (2011). Hubungan antara self-control dengan intensitas penggunaan internet remaja akhir. [Skripsi, UIN  Syarif  Hidayatullah  Jakarta].

Repository UIN Syarif Hidayatullah  Jakarta.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456 789/2732

Rahmayani, M., Ramdahani, M. & Lubis, F. O. (2021). Pengaruh penggunaan aplikasi TikTok terhadap perilaku kecenduan mahasiswa. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia,   6(7),  3327-3343.

http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i7.3563

Rakhmayanti, I. (2021, Februari 11). Pengguna TikTok di Indonesia didominasi generasi Z dan Y. Sindonews.com.

http://tekno.sindonews.com/berita/1523692/207/pe ngguna-tiktok-di-indonesia-didominasi-generasi-z-dan-y/

Ramayulis. (2016). Psikologi agama. Kalam Mulia

Rounding, K., Lee, A., Jacobson, J. A., & Ji, L. J. (2012). Religion replenishes self-control. Psychological Science,              26(6),              635-642.

https://doi.org/10.1177%2F0956797611431987

Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS pada statistik nonparametrik. PT Elex Media Komputindo.

Santrock, J. W. (2011). Life-span development. (ed. 13th). McGraw-HilL

Saputra, V. R., Dhuatu, C. H., & Giyato, G. (2020).

Pemanfaatan aplikasi TikTok sebagai mood booster (the usage of TikTok app to increase mood level). Indonesian Fun Science Journal, 2(1), 216-226.

Shata, N. I., & Wilani, N. M. A. (2019). Pengaruh religiusitas terhadap kecerdasan emosi pada siswa perempuan SMA Muhammadiyah 1 Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 165-175

Statista, R. D. (2021, Juli 26). TikTok: number of users in selected       countries       2020.       Statista.

https://www.statista.com/statistics/1202979/number -of-monthly-active-tiktok-users/

Stephanie, C. (2021, April 19). Jumlah pengguna aktif bulanan TikTok terungkap. Kompas.com. https://amp.kompas.com/tekno/read/2021/04/19/14 020037/jumlah-pengguna-aktif-bulanan-TikTok-terungkap/

Stewart, A. L., Thrasher, A. D., Goldberg, J., & Shea, J. S. (2012). A framework for understanding modifications to measures for diverse populations. Journal of Aging and Health, 24(6), 992-1017. https://doi.org10.1177/0898264312440321

Suryabrata, S. (2011). Psikologi  kepribadian.   PT

RajaGrafindo Persada.

Suryatmojo, H. D. (2021, Mei 19). Pelajar Bengkulu hina Palestina di medsos dikeluarkan dari sekolah. Antara.

https://m.antaranews.com/berita/2163090/pelajar-bengkulu-hina-palestina-di-medsos-dikeluarkan-

Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-control predicts good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success. Journal of Personality,    72(2),   271-324.

https://doi.org/10.1111/j.0022-3506.2004.00263.x

Thouless, R. H. (1992). Pengantar psikologi agama terjemahan Machnun Husein. CV Rajawali.

Torrijos-Fincias, P., Serrate-Gonzalez, S., Martin-Lucas, J., & Munoz-Rodriguez, J. M. (2021). Perception of risk in the use of technologies and social media. Implications for identity building during adolescence. Education Sciences, 11(9),523. https://doi.org/10.3390/educsci11090523

Utami, K. (2021, Februari 9) Video: Viral remaja goyang TikTok di Tempat Ibadah.   Liputan6.

https://www.liputan6.com/news/read/4478144/vide o-viral-remaja-goyang-TikTok-di-tempat-ibadah/

Utomo, A. P. (2020, Oktober 11) Dianggap mengandung konten tak senonoh, TikTok dilarang Pakistan. Kompas.com.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/11/1 34737070/dianggap-mnegandung-konten-tak-senonoh-TikTok-dilarang-pakistan/

Van Dijck, J. (2013). ‘You have one identity’: Performing the self on Facebook and LinkedIn. Media, culture & society,               35(2),               199-215.

https://doi.org/10.1177%2F0163443712468605

Weimann, G., & Masri, N. (2020). Research note: spreading hate on TikTok. Studies in conflict & terrorism,1-14. https://doi.org/10.1080/1057610X.2020.178002

Wijaya, H. E., Putri, S. A. A., Firdausi, Z., & Nabila, N. N. (2021). Pengaruh religiusitas terhadap penggunaan gawai yang bermasalah: peran kontrol diri dan stress pada mahasiswa. Psychosophia:  Journal of

Psychology, Religion, and Humanity, 3(2), 95-111. https://doi.org/10.32923/psc.v3i2.1933.

Yang, Y., & Zilberg, I. E. (2020). Understanding young adults’ TikTok usage.

Yau, J. C., & Reich, S. M. (2018). “It’s Just a Lot of Work”: Adolescents’ Self-Presentation Norms and Practices on Facebook and Instagram. Journal of Research on Adolescence. https://doi.org/10.1111/jora.12376

LAMPIRAN

Tabel 1

Deskripsi Variabel Kontrol Diri dalam Penggunaan TikTok

Variabel Kontrol Diri dalam Penggunaan TikTok

Kategorisasi

Rentang Skor

Frekuensi

Persentase

Rendah

X < 118,8

23

15,3%

Sedang

118,8 < X ≤ 160,76

100

66,7%

Tinggi

160,76 < X

27

18%

Total

150

100%

Tabel 2

Deskripsi Variabel Religiusitas

Variabel Religiusitas

Kategorisasi

Rentang skor CRS Frekuensi

Persentase

Highly-Religious

4,0 – 5,0

97

64,7%

Religious

2,1 – 3,9

53

35,3%

Non-Religious

1,0 – 2,0

-

-

Total

150

100%

Tabel 3

Uji Asumsi Normalitas

Variabel               Sig. (p)    Alpha (α)

Keterangan

Religiusitas                .024          .05

Kontrol Diri dalam        .047         .05

Penggunaan TikTok

Tidak Normal

Tidak Normal

Tabel 4

Uji Korelasi Variabel Religiusitas dengan Kontrol Diri dalam Penggunaan TikTok

Variabel

Sig. (p)

Koefisien

Korelasi (r)

Hubungan variabel

Religiusitas-Kontrol diri dalam penggunaan TikTok

.048

.162

Korelasi positif signifikan

129