Kajian Kebijakan Infrastruktur Hijau: Studi Kasus Kawasan Cekungan Bandung
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 8, NO. 2, OKTOBER 2022
Kajian Kebijakan Infrastruktur Hijau: Studi Kasus Kawasan Cekungan Bandung
Budi Faisal1, Mohammad Zaini Dahlan1*, Niken Prilandita2, Sofia Chaeriyah3, Ina Winiastuti Hutriani3, Mira Amelia3, Hariman1, Muhammad Irsyad Nazhif1, A’lam Hasnan Habib2
-
1. Program Studi Magister Arsitketur Lanskap SAPPK ITB, Jl. Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
-
2. Program Studi Perencanaan Kota dan Wilayah SAPPK ITB, Jl. Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
-
3. Pusat Studi Urban Landscape Hub, Bandung, Indonesia
*E-mail: [email protected]
Abstract
Study on Green Infrastructure Policy: Case Study in Bandung Basin Area. As a sustainable green-blue open space planning approach, developing Green Space and Infrastructure (GSI) in Indonesia still faces obstacles and challenges. This shows the importance of drafting regulations and policies supporting the implementation of GSI in Indonesia, especially in urban areas experiencing massive infrastructure development and limited green spaces. This case study examines regulations and policies related to implementing the Guidelines for Green Spatial Planning and Infrastructure issued by the Ministry of Public Works and Housing in the Bandung Basin area. This qualitative-descriptive research was carried out using a normative and empirical legal perspective approach through the stages of data collection (literature study and interviews), data identification, data validation, and data presentation. The study results indicate that the Bandung Basin area has not fully realized the GSI approach in regional planning. Most of the GSI nomenclature is not yet included in the spatial planning document. Considering the urgency of GSI in the urban context, this study proposes the integration of green space and Infrastructure planning in regional regulations with a multiscale and locality approach. This study concludes that a more detailed related policy study is needed to determine the components of regional policies related to Green Space and Infrastructure planning in developing urban areas.
Keywords: green infrastructure; development policy; bandung basin; ecoregion, landscape planning
-
1. Pendahuluan
Wilayah perkotaan merupakan ruang kehidupan yang bersifat dinamis dan terus berkembang seiring dengan pertambahan penduduk serta perubahan pola kegiatan penduduknya (Benedict, 2006; Forman, 2008). Kawasan perkotaan sebagai pusat pertumbuhan wilayah menghadapi berbagai persoalan aktual yang mengancam keberlanjutannya di masa yang akan datang. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terus berjalan mengakibatkan semakin menurunnya daya dukung serta kelayakan hidup perkotaan untuk menyokong kehidupan penduduknya (Budiharjo, 2011).
Dalam menghadapi permasalahan tersebut, diperlukan adanya suatu gagasan untuk mendorong terciptanya pembangunan berkelanjutan di wilayah perkotaan (Gordon, 2009; Landscape Institute, 2013; Austin, 2014; Baro,2015; Gradinaru, 2018; Wijaya, 2020). Paradigma Ruang dan Infrastruktur Hijau (RIH) hadir sebagai upaya mengintegrasikan fungsi ekologis pada wilayah terbangun dan memperkuat nilai ekologis pada kawasan alami di wilayah perkotaan demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Kementerian PUPR, 2018). Idealnya perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau disusun secara komprehensif dengan pedoman kebijakan rencana tata ruang (Forman, 2008; Mell, 2015) Dalam praktiknya, penerapan paradigma Ruang dan Infrastruktur Hijau telah diupayakan oleh Kementerian PUPR melalui penyusunan Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau pada tahun 2018, namun pedoman tersebut hingga saat ini belum disahkan sehingga belum memiliki landasan hukum dalam penerapannya.
Di samping itu, perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia juga perlu memperhatikan kekhasan masing-masing baik dalam konteks lokasi, potensi alam, serta fisik lingkungan yang berbeda (Rahmy, 2021; McCarthy, 2018). Setiap kawasan perkotaan di Indonesia juga memiliki peraturan kebijakan yang juga berbeda dalam mengatur tata ruang wilayahnya. Dengan demikian, penerapan paradigma Ruang dan Infrastruktur Hijau pada setiap wilayah perkotaan yang berbeda diduga akan dipengaruhi oleh aspek yang berbeda pula
(Mell, 2015; McCarthy, 2018). Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini dirancang untuk mengetahui bagaimana pedoman Ruang dan Infrastruktur Hijau dapat diterapkan di Indonesia dengan mempertimbangkan kekhasan wilayah perkotaan.
-
2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif dengan pendekatan perspektif hukum secara normatif maupun empiris (Kumorotomo, 2013; Heryana, 2020). Studi pustaka terhadap data sekunder berupa peraturan perundang-undangan atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil kajian, dan referensi lainnya terkait RIH dilakukan untuk memenuhi metode yuridis normatif. Selanjutnya, metode yuridis empiris dilakukan melalui kajian mendalam terkait potensi dan tantangan yang harus direspon dalam perencanaan RIH. Tahap tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber kompeten dalam bidang perencanaan tata ruang.
Landasan pemikiran dalam mengembangkan penelitian difokuskan pada dua hal, yaitu Ruang dan Infrastruktur Hijau serta Rencana Tata Ruang. Konsep Ruang dan Infrastruktur Hijau ditelaah dan menghasilkan komponen-komponen yang selanjutnya ditinjau potensi penerapannya di wilayah perkotaan yang diteliti. Komponen dalam Ruang dan Infrastruktur Hijau selanjutnya dianalisis melalui muatan-muatan pada dokumen Rencana Tata Ruang sebagai instrumen untuk mengatur struktur ruang dan pola ruang di suatu wilayah. Melalui metode ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran maupun indikasi penerapan Ruang dan Infrastruktur Hijau pada wilayah yang diteliti. Waktu pelaksanaan penelitian selama 5 (lima) bulan dimulai bulan Maret hingga Juli tahun 2021. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Sumber: RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031
Pengumpulan data dalam penelitian dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Sumber data yang digunakan terdiri dari data primer sebagai hasil dari wawancara dengan narasumber sedangkan data sekunder berupa dokumen Pedoman Ruang dan Infrastruktur Hijau dan Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031. Berdasarkan naskah Pedoman RIH yang disusun pada tahun 2018, terdapat dua kelompok elemen perencanaan RIH yang perlu disediakan oleh
Kabupaten/Kota, yaitu RIH Alami dan RIH Buatan sebagai indiktor penilaian terhadap penerapan RIH pada wilayah yang diteliti. Data yang diperoleh dianalisis melalui tahapan identifikasi, validasi, dan penyajian. Validasi dilakukan dengan metode triangulasi terhadap sumber data.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Komponen Ruang dan Infrastruktur Hijau
Ruang dan Infrastruktur Hijau (RIH) memiliki beberapa aspek penting, di antaranya, adalah konservasi air, ameliorasi iklim mikro, kualitas tutupan lahan, keanekaragaman hayati, serta estetika bentang alam. Ruang dan Infrastruktur Hijau dibedakan menjadi dua jenis, yaitu RIH Alami dan RIH Buatan. Berikut adalah elemen RIH yang dapat diidentifikasi berdasarkan jenis RIH tersebut (Tabel 1).
Tabel 1 Komponen Ruang dan Infrastruktur Hijau (RIH) | |||
Ruang dan Infrastruktur Hijau Alami |
Ruang dan Infrastruktur Hijau Buatan | ||
1 2 3 4 5 6 |
Hutan lindung Sempadan mata air Sempadan sungai Sempadan danau/situ Rawa/wetland Sempadan pantai |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 |
Hutan kota Taman kota Taman lingkungan Sempadan waduk/kolam retensi Pemakaman Jalur hijau jalan Sabuk hijau Sempadan jalur kereta api Sempadan jalur listrik tegangan tinggi Rawa buatan (constructed wetland) Sempadan kanal Vegetated swale Bioretention swale Kolam detensi Kolam sedimentasi Kolam bioretensi Vegetasi filtrasi air Sumur resapan dan biopori Atap bangunan/taman atap Dinding bangunan/taman vertikal Sistem rainwater harvesting |
Rencana Tata Ruang
Beberapa istilah yang digunakan dalam meninjau Rencana Tata Ruang mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai berikut: (1) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya; (2) Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang; (3) Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional; dan (4) Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Rencana Tata Ruang memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang; (2) Rencana struktur ruang, meliputi pusat permukiman serta jaringan prasarana pada wilayah yang diatur; (3) Rencana pola ruang, meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya pada wilayah yang diatur; (4) Arahan pemanfaatan ruang, berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan (5) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang, berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Uji Coba Penerapan Pedoman RIH dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
Kota Bandung dalam konteks Nasional dan wilayah Provinsi Jawa Barat memiliki posisi strategis berkaitan dengan fungsi ekonomi dan perlindungan lingkungan hidup disebabkan sebagian wilayahnya merupakan Kawasan Cekungan Bandung dengan fungsi utama kepentingan ekonomi (diatur melalui Perpres No 45/2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Cekungan Bandung) dan Kawasan Bandung Utara dengan fungsi lindung (diatur melalui Perda Provinsi Jawa Barat No 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara). Kota Bandung bersama dengan Kota Cimahi merupakan Kawasan Perkotaan Inti dalam Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sehingga pertentangan fungsi ekonomi dengan perlindungan lingkungan di kota Bandung merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan dalam konteks untuk melihat penerapan RIH.
Berikut ini adalah hasil yang didapatkan dengan membandingkan komponen RIH dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2011-2031 (Perda Kota Bandung No 18/2011 tentang RTRW Kota Bandung 2011-2031)
Tabel 2. Perbandungan Komponen Ruang dan Infrastruktur Hijau dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031
Komponen RIH |
Temuan Arah Kebijakan/Praktik Penerapan RIH dalam RTRW Kota Bandung |
Sumber |
Hutan Lindung |
Mempertahankan dan menjaga hutan lindung sebagai kawasan hutan kota |
Bab IV Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang |
Kawasan sekitar mata air ditetapkan sebagai bagian dari rencana kawasan lindung |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang | |
Sempadan Mata Air |
Larangan untuk melakukan kegiatan yang dapat menurunkan fungsi ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah dan/atau merusak bentang alam serta kelestarian fungsi mata air termasuk akses terhadap kawasan mata air | |
Larangan untuk melakukan kegiatan pemanfaatan di sempadan mata air dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air |
Bab XIV Larangan | |
Larangan untuk melakukan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak, kondisi fisik kawasan mata air serta kelestarian mata air | ||
Mengembangkan kawasan jalur hijau pengaman prasarana dalam bentuk jalur hijau sempadan sungai |
Bab IV Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang | |
Sempadan Sungai |
Kawasan sempadan sungai ditetapkan sebagai bagian dari rencana kawasan lindung |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Rehabilitasi drainase makro, seperti pembersihan sungai dari sampah dan sedimen, serta penertiban wilayah sempadan sungai |
Bab VII Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota | |
Sempadan Danau/Situ |
Terdapat pembangunan danau yang sekaligus sebagai tempat rekreasi sebagai insentif pengembangan PPK Gedebage |
Bab VIII Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah |
Rawa |
- |
- |
Sempadan Pantai |
- |
- |
Mempertahankan dan menjaga hutan lindung sebagai kawasan hutan kota |
Bab IV Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang | |
Hutan Kota |
Hutan kota ditetapkan sebagai RTH Publik dan bagian dari rencana kawasan lindung |
Bab V Rencana Struktur |
Pengembangan RTH Hutan Kota di Babakan Siliwangi seluas 3,1 (tiga koma satu) hektar |
dan Pola Ruang | |
Taman Kota |
Pusat Pelayanan Kota dan Subpusat pelayanan kota seminimalnya dilengkapi oleh fasilitas taman kota |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Komponen RIH |
Temuan Arah Kebijakan/Praktik Penerapan RIH dalam RTRW Kota Bandung |
Sumber |
Taman Lingkungan |
Pengembangan evakuasi bencana kebakaran diarahkan di taman-taman lingkungan skala rukun warga dan skala rukun tetangga, lapangan olahraga, atau ruang terbuka publik |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Sempadan Waduk/Kolam Retensi |
Pembangunan kolam parkir air (retension pond) dengan mengoptimalkan RTH sebagai wilayah resapan air di PPK Gedebage (rencana sistem jaringan sumber daya air) |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Pemakaman ditetapkan sebagai RTH publik & bagian dari rencana kawasan lindung | ||
Pemakaman |
Revitalisasi pemakaman dan perluasan tempat pemakaman umum di Nagrog, Ujung Berung dan di Rancacili, Rancasari serta kawasan pemakaman eksisting dengan luasan total lebih kurang 291 (dua ratus sembilan puluh satu) hektar |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Jalur Hijau Jalan |
- |
- |
Sabuk Hijau |
- |
- |
Sempadan rel kereta api ditetapkan sebagai RTH publik dan bagian dari rencana kawasan lindung | ||
Sempadan Jalur Kereta Api |
RTH taman sepanjang sempadan jaringan jalan, jalan tol, rel kereta api, sungai dan irigasi serta SUTT dikembangkan secara bertahap dengan arahan luasan total lebih kurang 392 (tiga ratus sembilan puluh dua) hektar |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Mengembangkan kawasan jalur hijau pengaman prasarana dalam bentuk jalur hijau pada jalur rel kereta api | ||
Sempadan Jalur Listrik Tegangan Tinggi |
Sempadan SUTT ditetapkan sebagai RTH publik dan bagian dari rencana kawasan lindung | |
RTH taman sepanjang sempadan jaringan jalan, jalan tol, rel kereta api, sungai dan irigasi serta SUTT dikembangkan secara bertahap dengan arahan luasan total lebih kurang 392 (tiga ratus sembilan puluh dua) hektar. |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang | |
Rawa Buatan |
- |
- |
Sempadan Kanal |
- |
- |
Vegetated Swale |
- |
- |
Bioretention Swale |
- |
- |
Meningkatkan pelayanan prasarana drainase dalam rangka mengatasi permasalahan banjir dan genangan |
Bab IV Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang | |
Sistem Drainase tidak diidentifikasi mana yang alami dan bukan |
Rencana sistem drainase kota: a. penataan dan pengembangan sistem drainase secara terpadu dengan brandgang; b. peningkatan fungsi pelayanan sistem drainase makro; c. pengintegrasian sistem drainase dengan wilayah resapan; dan d. penurunan tingkat sedimentasi pada sistem drainase melalui normalisasi sungai, reboisasi di hulu sungai dan pengerukan sungai yang berkelanjutan | |
Rencana penanganan rawan bencana genangan banjir: rehabilitasi dan penataan saluran drainase jalan dan peningkatan kapasitas saluran drainase jalan |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang | |
Perwujudan prasaran pengelolaan lingkungan dalam hal peningkatan sistem drainase kota terdiri atas:
|
Komponen RIH |
Temuan Arah Kebijakan/Praktik Penerapan RIH dalam RTRW Kota Bandung |
Sumber | |
|
Memperbaiki dan meningkatkan kapasitas drainase mikro, serta memelihara saluran drainase dari sampah dan sedimen, Evaluasi dan pembangunan saluran drainase serta penyediaan fasilitas resapan dan penahan air hujan di kawasan banjir, Penertiban jaringan utilitas lain yang menghambat fungsi drainase, Rehabilitasi drainase makro, seperti pembersihan sungai dari sampah dan sedimen, serta penertiban wilayah sempadan sungai, Pengerukan sungai-sungai utama, dan Membongkar bangunan yang dibangun di atas saluran drainase di seluruh wilayah kota. | ||
Kolam Detensi |
- |
- | |
Kolam Sedimentasi |
- |
- | |
Kolam Bioretensi |
- |
- | |
Vegetasi Filtrasi Air |
- |
- | |
Sumur Resapan dan Biopori |
Mewajibkan penyediaan sumur resapan dalam setiap kegiatan pembangunan |
Bab IV Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang | |
Penyediaan sumur-sumur resapan di tiap kaveling bangunan yang mempunyai kedalaman muka air tanah paling kurang 1,5 (satu koma lima) meter |
Bab V Rencana Struktur dan Pola Ruang |
Berdasarkan hasil komparasi antara komponen dalam dokumen Pedoman RIH dengan muatan dalam RTRW Kota Bandung, ditemukan bahwa tidak seluruh elemen RIH yang telah diidentifikasi ditemukan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Kota Bandung Tahun 2011-2031. Hal ini diduga disebabkan oleh dua hal, yaitu:
-
1. Terdapat perbedaan nomenklatur istilah dalam elemen RIH dengan nomenklatur yang digunakan dalam penyusunan RTRW Kota Bandung. Nomenklatur istilah dalam elemen dokumen pedoman RIH dinilai lebih spesifik dan lebih banyak dibandingkan elemen-elemen yang diatur oleh dokumen Rencana Tata Ruang.
-
2. Terdapat ketidaksesuaian penggunaan istilah/elemen RIH untuk skala perencanaan pada Rencana Tata Ruang yang ditinjau. Diduga beberapa komponen RIH dapat ditemukan pada rencana tata ruang yang lebih detail, seperti pada RDTR.
-
3. Tidak ditemukannya elemen RIH dalam konteks fisik lingkungan wilayah yang diteliti. Sebagai contoh elemen RIH Sempadan Pantai yang tidak dimiliki Kota Bandung, sehingga tidak diatur dalam kebijakan daerah untuk RIH yang dimaksud.
Dengan temuan tersebut, diperlukan penyesuaian nomenklatur dari elemen-elemen RIH yang dapat dipahami dengan mudah oleh berbagai pihak serta tepat digunakan untuk menggambarkan elemen RIH yang dimaksud. Selain itu, penyesuaian dilakukan pula dalam aspek skala penerapannya. Elemen dalam pedoman RIH perlu disesuaikan dengan konteks peraturan tata ruang yang sebanding. Melalui studi ini, ditekankan pula bahwa klarifikasi terhadap muatan dalam dokumen Rencana Tata Ruang perlu dilakukan melalui tinjau ulang terhadap dokumen pendukung lain atau melalui konfirmasi dari pejabat yang berwenang dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tersebut.
-
4. Simpulan
Hasil studi penerapan Pedoman Ruang dan Infrastruktur Hijau (RIH) dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031 menunjukan temuan bahwa penerapan Pedoman RIH dalam dokumen Rencana Tata Ruang masih belum dapat direalisasikan. Hal ini mengingat temuan penting terkait
perbedaan nomenklatur yang digunakan dalam dokumen RIH dengan istilah dalam dokumen Rencana Tata Ruang. Perbedaan skala perencanaan pun menjadi kendala penerapan Pedoman RIH dikarenakan jenis elemen RIH yang lebih spesifik, sehingga lebih tepat bila dikaji dengan Rencana Tata Ruang yang lebih detil. Dengan temuan ini, upaya peninjauan ulang dan penyesuaian kembali perlu dilakukan untuk menghasilkan dokumen pedoman yang tepat dan sesuai dengan tujuan penyusunannya. Melalui studi ini pula, pendekatan multiskala dan penyesuaian dengan konteks lokal dari setiap wilayah kota maupun kabupaten perlu dipertimbangkan dalam penelitian berikutnya. Lebih lanjut, pendekatan lanskap ekologi dalam perencanaan lanskap dapat berkontribusi dalam mengidentifikasi permasalahan berbasis kawasan (ecoregion), menganalisis serta mengevaluasi berbagai solusi perencanaan yang tepat dan adaptif terhadap kondisi lanskap yang terus berubah.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Inovasi (PPMI) Tahun 2021.
-
6. Daftar Pustaka
Austin, G. (2014). Green Infrastructure for Landscape Planning: Integrating Human and Natural Systems. New York: Routledge
Baró, F., Bugter, R., Gomez-Baggethun, E., Hauck, J., Kopperoinen, L., Liquete, C., Potschin, M. (2015). Conceptual Approaches to Green Infrastructure. OpenNESS Synthesis Paper No 13 ‘Green Infrastructure.
Benedict, M.A., McMahon, E. T., (2006). Green Infrastructure: Linking Landscapes and Communities. Washington: Island Press.
Forman, R. T. (2008). Urban Regions – Ecology and Planning Beyond the City. New York: Cambridge University Press.
Gordon, A., Simondson, D., White, M., Moilanen, A., Bekessy, S.A. (2009). Integrating Conservation Planning and Landuse Planning in Urban Landscapes. Landscape and Urban Planning. 91 (4), 183-194. doi:10.1016/j/landurbplan.2008.12.011.
Grădinaru, S.R., Hersperger, A.M., (2018). Green Infrastructure in Strategic Spatial Plans: Evidence From European Urban Regions. Urban Forestry & Urban Greening Journal
Heryana, A. (2020). Policy Brief: Pengertian, Fungsi, dan Efektivitas. Diakses 23 Juni 2021 dari shorturl.at/anpY3.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. (2016). Roadmap Kota Hijau. Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Republik Indonesia.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. (2018). Naskah Akademik Pedoman Perencanaan Ruang dan Infrastruktur Hijau. Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Republik Indonesia.
Kumorotomo, W. (2013), Membuat Makalah Kebijakan (Policy Paper) dan Risalah Kebijakan (Policy Brief) yang Efektif. Diakses 23 Juni 2021, dari shorturl.at/afDL6.
Landscape Institute (2013), Green Infrastructure: An Integrated Approach to Land Use, Landscape Institute Position Statement. London: Landscape Institute. Diakses 11 Juli 2021, dari https://landscapewpstorage01.blob.core.windows.net/www-landscapeinstitute-org/2016/03/Green-Infrastructure_an-integrated-approach-to-land-use.pdf.
McCarthy, D., Pawitan, H., Sutjiningsih, D., Arifin, H.S., Payne, E., Fowdar, H., Marthanty, D.R. (2018). Pedoman untuk Penerapan Infrastruktur Hijau. https://australiaindonesiacentre.org/projects/a-guidance-manual-for-green-infrastructure-application/?lang=id (diakses 20 Juni 2021).
Mell, I. (2015). Green Infrastructure Planning: Policy and Objectives. Handbook on Green Infrastructure page 105-123. Edward Elgar Publishing. DOI: https://doi.org/10.4337/9781783474004.00013
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. (2008). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Pemerintah Daerah Kota Bandung. (2011). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011-2031. Pemerintah Daerah Kota Bandung.
Presiden Republik Indonesia. (2018). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung. Presiden Republik Indonesia
Rahmy, W. A., Hoctor, T. (2021). Landscape Suitabililty Analysis for Developing a Framework of Green Infrastructure Protection in Bandung Basin Area, Indonesia. Journal of Digital Landscape Architecture, 6-2021, pp. 306-313
Rahmy, W.A., (2012). Perancangan Urban Green Space System Pada Kawasan Terbangun Padat. (Tesis). Institut Teknologi Bandung.
Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Wijaya, N. (2020). Infrastruktur Hijau untuk Pembangunan Kota. https://news.detik.com/kolom/d-5133224/infrastruktur-hijau-untuk-pembangunan-kota. Diakses: 22 Juli 2021.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap
jurnal arsitektur lansekap | 145
Discussion and feedback