Jurnal Psikologi Udayana 2022, Vol.9, No.2, 171-183


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607 DOI: 10.24843/JPU/2022.v09.i02.p07

Menggambar dan mewarnai sebagai bentuk implementasi art therapy dalam manajemen stres akademik

Sang Ayu Made Chyntia Putri Astuti, Nabila Ardhyaswari Kirana, Lionnel Timmy Linardo, Putu Eka Widyawati, Ni Komang Avelia Mahendra Putri, dan Putu Nugrahaeni Widiasavitri

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan memiliki peranan dalam melatih kemampuan serta mengembangkan potensi diri. Selain memiliki beragam manfaat, sistem pendidikan sering disebut sebagai sumber stres bagi siswa. Hal ini terjadi karena ketidak sesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang membuat para siswa mengalamai stres akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan Art Therapy dalam mengelola stres akademik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di SMPK 1 Harapan Denpasar. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah “Terapi Seni efektif untuk mengurangi dan mengelola tingkat Stres Akademik Siswa Sekolah Menengah”. Metode penelitian menggunakan mixed method yaitu gabungan antara metode kuantitatif – eksperimen dan metode kualitatif. Metode kuantitatif pada penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen one grup pretest and posttest design karena penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok eksperimen tanpa kelompok kontrol. Seluruh siswa kelas 9 di SMPK 1 Harapan diberikan pre-test untuk mengukur tingkat stres akademik siswa. Partisipan dalam penelitian ini adalah 69 siswa kelas 9 di SMPK 1 Harapan terpilih untuk mengikuti pelatihan terapi seni. Post-test dilakukan setelah siswa diberikan pelatihan terapi seni. Diungkapkan bahwa tingkat stres siswa yang diberikan terapi seni mengalami penurunan. Hasil kuantitatif menunjukkan 46 dari 69 peserta (66,66%) mengalami penurunan skor stres akademik, dari peserta yang mengalami penurunan skor stres akademik tersebut, sebanyak 58.7% peserta mengalami penurunan kategori stres akademik yaitu dari kategori sedang menjadi kategori rendah dan sangat rendah. Hasil kualitatif menunjukkan bahwa Implementasi terapi seni mengindikasikan self-awareness dari partisipan mengenai bagaimana gambaran dirinya saat ini dan gambaran diri yang ingin dicapai di masa depan, selain itu terapi seni juga meningkatkan suasana hati peserta yang membuat peserta menjadi lebih bersemangat dan termotivasi untuk mewujudkan hal yang ingin dicapai. Hasil peneliatian ini seluruhnya, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif yang digunakan untuk mengatasi permasalahan stres akademik pada siswa khususnya siswa SMP.

Kata kunci: Art therapy; tingkat stres siswa

ABSTRACT

The purpose of this study was to test the effectiveness of Art Therapy in managing academic stress in junior high school students at SMPK 1 Harapan Denpasar. The research hypothesis proposed is "Art Therapy is effective for reducing and managing the level of Academic Stress of Middle School Students". The research method used a mixed method, which is a combination of quantitative - experimental methods and qualitative methods. The quantitative method in this study used a quasi-experimental one group pretest and posttest design because this study only used one experimental group without a control group. All 9th grade students at SMPK 1 Harapan were given a pre-test to measure students' academic stress levels. A total of 69 9th grade students at SMPK 1 Harapan were selected to attend art therapy training. The post-test was conducted after the students were given art therapy training. The result was revealed revealed that the stress level of students who were given art therapy decreased. The quantitative results showed that 46 of 69 participants (66.66%) experienced a decrease in academic stress scores, of the participants who experienced a decrease in academic stress scores, 58.7% of participants experienced a decrease in the academic stress category, namely from the moderate category to low and very low categories. Qualitative results showed that the implementation of art therapy indicates selfawareness of the participants about how their current self-image and self-image they want to achieve in the future, besides that art therapy also improves the mood of participants which makes participants more enthusiastic and motivated to realize the things they want. want to achieve. The results of this entire study are expected to be one of the alternatives used to overcome the problem of academic stress in students, especially junior high school students.

Keywords: Art therapy, students stress level

LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan. Pendidikan memiliki peranan penting dalam membentuk individu menjadi tenaga produktif. Selain itu, pendidikan juga berperan dalam melatih kemampuan akademik, kemampuan sosialisasi serta mengembangkan potensi diri. Selain memiliki beragam manfaat seperti yang telah dijelaskan, sekolah atau sistem pendidikan sering disebut sebagai sumber stres bagi siswa. Ketidak sesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual membuat para siswa mengalamai stres akademik (Gusniarti, 2002). Survei yang dilaksanakan pada siswa kelas IX di SMPK 1 Harapan, ditemukan bahwa siswa kelas IX memiliki jadwal yang padat berupa kelas tambahan, ujian serta tugas kelompok yang berdampak pada kondisi mental siswa. Padatnya kegiatan belajar mengajar membuat siswa kehilangan motivasi belajar hingga menimbulkan stres.

Tingkat stress akademik siswa kelas IX di SMPK 1 Harapan rata-rata dapat dikategorikan sedang hingga cukup tinggi. Hal ini dijelaskan pada hasil studi pendahuluan yang menyatakan bahwa 8 dari 10 siswa yang kami wawancarai menyatakan bahwa selama pembelajaran daring ini, para siswa merasakan tidak yakin akan memahami keseluruhan materi yang diberika pada jam sekolah, merasa pola makan serta pola tidur terganggu, sering merasa kurang fit sebelum maupun sesudah jam sekolah, kelelahan secara fisik, dan sering mengalami kesulitan untuk berkonsenrasi karena mudah untuk terdistraksi hal-hal lain (Chyntia, dkk., 2021). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hidayat (2020) bahwa survei yang dilaukan oeh KPAI pada tanggal 13-27 April 2020 menemukan sebanyak 76,6% siswa dari SD sampai dengan SMA tidak menyukai pembelajaran secara daring/online dikarenakan hanya mendapatkan waktu singkat dari guru untuk mengerjakan tugas sehingga tugas menjadi menumpuk dan siswa menjadi terbebani serta sulit untuk memahami materi.

Rahmawati (2015) menjelaskan bahwa stres akademik merupakan suatu keadaan dimana siswa tidak dapat menghadapi tuntutan akademik berupa proses pembelajaran yang meliputi tekanan untuk naik kelas, lamanya proses belajar, banyaknya beban tugas, nilai ulangan, keputusan menentukan jurusan dan karir serta kecemasan dalam menghadapi ujian dan manajemen waktu. Pemberian tugas dan pemaparan materi merupakan bagian dari proses belajar mengajar. Namun perlu diketahui bahwa pemberian beban tugas yang berlebihan justru akan menimbulkan dampak yang kurang baik bagi siswa.

Berkaitan dengan pengelolaan stres akademik yang dialami oleh siswa, maka diperlukan satu program untuk melatih kemampuan mereka dalam manajemen stres. Hidayatullah dan Noviekayati (2018) melakukan sebuah penelitian yaitu psikoedukasi pemahaman kecemasan dalam menghadapi ujian nasional pada siswa SMP. Dalam penelitian tersebut, psikoedukasi dapat membantu peserta dalam mengatasi stres. Namun, selain psikoedukasi diperlukan juga bentuk intervensi lain yang dapat menangani skala kecemasan dalam tingkat

yang lebih luas, seperti art therapy. Implementasi art therapy merupakan media yang tepat untuk pengelolaan respon emosional terhadap stres akademik. Subjek pada program ini diutamakan pada siswa yang memiliki skor kecemasan sedang. Karena tingkat kecemasan rendah tetap diperlukan oleh individu sebagai stimulus motivasi. Individu hidup dengan jumlah stres tertentu pada kehidupan sehari-hari dan sepanjang stres itu tidak meningkat maka stres dapat membantu menjaga individu agar senantiasa berfokus dan termotivasi (SiriNam, 2008 dalam Nurani, Arlizon & Yakub, 2019). Sedangkan pada tingkat kecemasan tinggi memerlukan intervensi langsung dari tenaga profesional.

Sholihah (2017) menjelaskan bahwa art therapy merupakan perpaduan dua disiplin keilmuan yaitu kesenian dan psikologi yang menghasilkan suatu teknik yang menarik, serta bertujuan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Penerapan art therapy pada program ini erat kaitannya dengan harapan. Snyder (2000, dalam Muniroh, 2018) menyatakan bahwa secara konsep tinjauan psikologis, harapan dapat diartikan sebagai seperangkat kognitif atau proses berpikir positif yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan. Harapan merupakan keadaan mental positif dimana individu dapat menghubungkan antara keadaan diri dengan tujuan yang diharapkan melalui solusi yang sesuai dengan diri individu. Harapan juga dapat meningkatkan kesadaran individu mengenai dirinya. Art therapy pada program ini menggunakan metode berupa kegiatan menggambar dan mewarnai.

Menurut penelitian terdahulu yang ditulis oleh Siti Kulum (2022) dari penelitiannya menggunakan art therapy sebagai pereduksi stres akademik siswa, mendapatkan kesimpulan hasil yaitu dari 31 siswa yang mengalami stres akademik kategori tinggi mampu direduksi setelah diberikan art therapy. Hal ini juga berlaku pada penelitian yang dilakukan oleh Soejanto (2019) dimana penulis meneliti art therapy untuk siswa yang mengalami stres akademik. Hasil yang didapatkan oleh Soejanto (2019) adalah art therapy efektif dan dapat digunakan sebagai alternatif untuk manajemen stres akademk siswa SMP dikarenakan siswa dapat mengekspresikan seluruh emosinya melalui seni berbasis mewarnai dimana warna dapat mewakili perasaan yang tidak dapat diungkapkan secara lisan. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhamma Riyadi (2020) ini mendapatkan hasil bahwa terapi seni menggambar dapat memberikan efek relaksasi dan proses katarsis emosi negatif. Tingkat stres akademik siswa setelah diberikan perlakuan dengan metode menggambar seni lebih rendah dibandingkan sebelum diberikan perlakuan.

Keunggulan dari kegiatan art therapy ini ialah dapat mengungkap keadaan diri (real self) dan mengetahui bagaimana cara atau solusi yang tepat untuk mencapai keadaan diri yang diinginkan (ideal self), selain itu kegiatan ini juga menggunakan peralatan sederhana seperti spidol, pensil warna dan peralatan seni lainnya, dan proses terapi ini bersifat menyenangkan dan menenangkan. Menurut penelitian terdahulu yang ditulis oleh Siti (2022) dari penelitiannya menggunakan art therapy sebagai pereduksi stres akademik siswa, mendapatkan kesimpulan hasil yaitu dari 31 siswa yang

mengalami stres akademik kategori tinggi mampu direduksi setelah diberikan art therapy. Hal ini juga berlaku pada penelitian yang dilakukan oleh Soejanto (2019) yang menemukan bahwa art therapy efektif dan dapat digunakan sebagai alternatif untuk manajemen stres akademik siswa SMP dikarenakan siswa dapat mengekspresikan seluruh emosinya melalui seni berbasis mewarnai dimana warna dapat mewakili perasaan yang tidak dapat diungkapkan secara lisan. Berdasarkan beberapa temuan penelitian yang mendukung, maka hipotesis pada penelitian ini adalah ‘Kegiatan Art Therapy mampu secara efektif menurunkan risiko tingkat stress akademik pada remaja awal di SMPK 1 Harapan’.

Berdasarkan teori dan data beberapa penelitian yang mendukung, maka hipotesis pada penelitian ini adalah ‘Kegiatan Art Therapy mampu secara efektif menurunkan risiko tingkat stress akademik pada remaja awal di SMPK 1 Harapan’. Kelompok subjek yang memiliki tingkat stres akademik sedang setelah mengikuti Art Therapy, mengalami penurunan tingkat stress akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Muhamma Riyadi (2020) ini mendapatkan hasil bahwa tingkat stres akademik siswa setelah diberikan perlakuan dengan metode menggambar seni lebih rendah dibandingkan sebelum diberikan perlakuan karena terapi seni menggambar dapat memberikan efek relaksasi dan proses katarsis emosi negatif. Hal serupa juga ditemui pada hasil penelitian ini yang dapat dilihat dari hasil skoring pretest dan posttest peserta program ditemukan bahwa 46 dari 69 peserta (66,66%) mengalami penurunan skor stres akademik. Peserta yang mengalami penurunan skor stres akademik tersebut, sebanyak 58.7% peserta mengalami penurunan kategori stres akademik yaitu dari kategori sedang menjadi kategori rendah dan sangat rendah. Kelompok subjek yang memiliki tingkat stres akademik sedang setelah mengikuti Art Therapy, mengalami penurunan tingkat stress akademik. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis awal penelitian diterima.

METODE PENELITIAN

Intervensi

Dalam pelaksanaan intervensi yang menggunakan Art Therapy untuk kondisi stress akademik, komponen-komponen yang terdapat didalamnya adalah panitia, trainer, siswa yang telah terpilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, serta materi dalam bentuk powerpoint yang berisi penjelasan kegiatan. Durasi wakttu secara keseluruhan dalam pelaksanaan kegiatan art therapy ini adalah 4 jam 30 menit. Durasi waktu dalam 4 jam 30 menit ini telah mencakup persiapan hingga penutupan. Pembagian waktu dalam pelaksanaan intervensi ini adalah:

  • 1.    Persiapan ruang meeting = 15 menit

  • 2.    Peserta masuk ke ruang meeting dan mengisi absensi = 15 menit

  • 3.    Perkenalan dan ice breaking = 30 menit

  • 4.    Menggambar real self + sesi sharing = 45 menit

  • 5.    Menggambar ideal self + sesi sharing = 45 menit

  • 6.    Menggambar bridging + sesi sharing = 45 menit

  • 7.    Sharing Session = 45 menit

  • 8.    Post Test = 15 menit

  • 9.    Penutupan = 15 menit

Media yang digunakan dalam pelaksanaan Art Therapy di kegiatan menggambar terdapat buku gambar A4, pensil warna, pensil, penghapus dan spidol warna. Media yang digunakan oleh panitia serta trainer dalam menyampaikan intervensi melalui online adalah laptop (device), kuota internet, Google Form untuk absensi dan pelaksanaan test, serta aplikasi Zoom Meeting. Dalam pembawaan materi maupun dalam pelaksanaan art therapy itu sendiri dibawakan oleh panitia yang bertugas sebagai trainer yang setiap kegiatan berlangsung akan diganti (menggunakan sistem   shift).

Pendanaan  intervensi ini sepenuhnya didanai oleh

Kemendikbud unit Direktoat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan model sequential explanatory, dimana merupakan mixed method yang mengkombinasikan penelitian kuantitatif serta kualitatif secara bertahap untuk memperoleh data yang lebih komprehensif. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah metode deskriptif (kuantitatif) yang mana pada penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimen one grup pretest and post test design karena penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok eksperimen tanpa kelompok kontrol. Pada tahap kedua yaitu menggunakan interpretative phenomenology analysis (kualitiatif) dimana pada penelitian ini dari hasil pre-test serta post-test di dalami lagi dengan menggunakan metode kualitatif agar jawaban yang didapatkan lebih mendetail. Pada tahap kedua menggunakan interpretative phenomenology analysis dengan sasarannya adalah makna dari berbagai pengalaman, peristiwa serta status yang dimiliki oleh partisispan.

Variabel

Variabel dalam penelitian ini yaitu implementasi art therapy sebagai independent variabel (variabel bebas) dan stress akademik sebagai dependent variabel (variabel terikat).

Metode Pengumpulan Data dan Analisa Data

Proses pengumpulan data dilakukan dengan mempersiapkan peralatan seperti media elektronik (laptop, hp, tablet, dll); kuesioner dalam bentuk google form; dan aplikasi Zoom sebagai ruang pertemuan. Data stress akademik terlebih dahulu diukur menggunakan kuesioner berupa pre-test serta post-test. Pengambilan data menggunakan metode kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres akademik yang terdiri dari 44 aitem yang dibuat dalam bentuk 4 pilihan untuk mengukur tinggi rendahnya stres akademik siswa. Dimana dalam skala stres akademik ini menggunakan sebanyak 27 aitem favorable dan 17 aitem unfavorable (Saputra, 2019). Hasil uji validitas alat ukur stress akademik oleh I Made Riantama Adi Saputra pada tahun 2019 adalah berkisar pada rentang 0,254 hingga 0,630. Hasil uji reliabilitas alat ukur stress akademik oleh I Made Riantama Adi Saputra pada tahun 2019 adalah menunjukkan Koefisien Alpha (α) 0,867 yang artinya sebesar 87% skala stress akademik dapat mencerminkan skor murni subjek. Dengan tingkat skor sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Skor sangat rendah rentan nilainya adalah x ≤ 77, skor rendah dengan rentan nilai 77 ≤ x ≤ 99, skor sedang dengan rentan nilai 99 ≤

x ≤ 121, skor tinggi dengan rentan nilai 121 ≤ x ≤ 143, skor sangat tinggi dengan nilai 143≤ x. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan (pretest) dan setelah diberikan perlakuan (post-test) yang hanya diberikan kepada kelompok eksperimen.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan untuk data kuantitatif pada penelitian ini ialah dengan menggunakan Analisis Deskriptif untuk melihat hasil pretest dan posttest yang diberikan kepada kelompok eksperimen. Selain itu, teknik analisis yang digunakan untuk data kuantitatif pada penelitian ini dengan uji statistik non parametrik berupa uji Wilcoxon (Wilcoxon Signed Rank Test) untuk membuktikan hipotesis penelitian. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 23. Analisis data kualitatif dilakukan dengan menggunakan Theoretical Coding yang terdiri dari open coding, axial coding, dan selective coding (Strauss & Corbin, 1990). Namun, karena keterbatasan data dalam penelitian maka peneliti memutuskan untuk menganalisis data sampai pada tahap open coding. Coding dilakukan pada data observasi selama pengambilan data dan hasil buku harian yang peserta kumpulkan. Menurut Creswell (2010), terdapat strategi dalam menggabungkan data kualitatif dengan data kuantitatif yang diperoleh. Strategi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

  • 1.    Staretgi explanatory   sequential dimana ini

merupakan tahap pertama. Dalam strategi ini adalah mengumpulkan serta  menganalisis data yang

diperoleh dari metode kuantitatif yang kemudian diikuti pengumpulan serta analisis yang didapat dari hasil awal kualitatif. Prioritas dari tahap pertama adalah data yang diperoleh dari metode kuantitatif.

  • 2.    Strategi eksploratory sequential.   Strategi ini

merupakan kebalikan dari tahap pertama yang prioritas datanya diperoleh dari data kualitatif.

  • 3.    Strategi transformative sekuensial. Strategi ini peneliti  menggunakan perspektif teori untuk

membentuk prosedur tertntu dalam penelitian. Peneliti boleh memilih salah satu dari kedua strategi diatas serta prioritas data dapat diberikan kepada salah satunya.

Dalam intervensi kali ini, peneliti menggunakan strategi explanatory sequential.

Responden

Subjek penelitian pada penelitian ini ialah sebanyak 69 orang siswa kelas IX di SMPK 1 Harapan yang sebelumnya sudah diberikan sosialisasi mengenai kegiatan dan juga telah diseleksi melalui pre-test yang telah dibuat oleh tim peneliti dengan karakteristik sebagai berikut: a) Siswa yang terpilih sedang menempuh pendidikan di kelas IX pada SMPK 1 Harapan dan b) Memiliki tingkat stres akademik sedang. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling yang merupakan teknik yang digunakan dalam menentukan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015). Siswa–siswa yang terpilih tidak diberikan perilaku yang berbeda, namun akan dijadwalkan per satu kali pertemuan dimana hanya memuat 6 orang dan siswa yang berada di dalamnya akan dipilih secara

acak dengan kelas yang berbeda-beda. Guna membuat efektvitas implementasi kegiatan art therapy ini sesuai dengan tujuan dan manfaat yang telah dirancang, maka diseleksi sebanyak 69 orang siswa yang memiliki tingkat stres akademik yang sedang dengan menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian ini tidak memasukkan stres akademik tinggi ke dalam kriteria partisipan karena ketika stres menunjukkan skala tinggi maka sebaiknya ditangani oleh tenaga profesional. Penelitian ini dilakukan di Bali.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2021. Penelitian dilaksanakan dengan dua cara, yaitu ada pertemuan secara offline di SMPK 1 Harapan ketika peneliti membagikan alat serta bahan kepada partisipan dan pada kegiatan inti yaitu sosialisasi sebelum dilakukannya kegiatan serta kegiatan art therapy dilaksanakan secara online melalui Zoom Meeting karena pertimbangan pandemi yang masih berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, tim peneliti mengumpulkan data secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 (terlampir).

Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres akademik pada responden sebelum dan sesudah mengikuti sesi art therapy. Pada Tabel 1 (terlampir), analisis deskriptif terhadap hasil pretest dan posttest responden menemukan bahwa terdapat penurunan rata-rata skor stres akademik dari angka 108,41 ke 102,46. Uji Wilcoxon Signed Ranks (Tabel 2) menunjukkan 46 responden yang mengalami penurunan skor stres akademik, sedangkan 20 responden mengalami kenaikkan skor stres akademik, dan 3 lainnya tidak mengalami perubahan skor stres akademik. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa nilai z yang didapat adalah sebesar -3.197 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada skor stres akademik responden sebelum dan sesudah mengikuti sesi art therapy.

Sesi art therapy ini dilakukan pada dua belas kelompok. Setiap kelompok rata-rata terdiri dari enam orang partisipan yang merupakan siswa kelas sembilan dari SMPK 1 Harapan Denpasar. Kegiatan dalam sesi art therapy ini berupa perkenalan diri, menggambar real self, menggambar ideal self, bridging, sharing session dan post-test, serta sesi dokumentasi.

Sebelum kegiatan dimulai, trainer memberikan penjelasan mengenai peraturan dalam kelompok. Setelah menjelaskan peraturan, trainer memperkenalkan diri, kemudian partisipan diajak untuk memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, hal yang disukai, dan hal yang tidak disukai. Jawaban mengenai hal yang disukai sangat beragam, dapat berupa benda (makanan manis), aktivitas (berjalan-jalan, jogging, membaca novel, menari), dan situasi (hujan, tidak memiliki uang). Jawaban mengenai hal yang tidak disukai juga sangat beragam, dapat berupa benda atau makhluk hidup (serangga, minuman beralkohol, cicak), aktivitas (berjalan-jalan, jogging,

membaca novel, menari), dan situasi (banyak tugas, suhu panas, dimarahi oleh orangtua).

Hal yang cukup menarik adalah pada beberapa kelompok, terdapat kesamaan pada hal-hal yang tidak disukai. Misalnya pada kelompok 3, terdapat empat dari enam partisipan menjawab banyak tugas sebagai satu hal yang tidak disukai. Kecoa menjadi benda yang tidak disukai oleh empat dari lima partisipan di kelompok 8. Namun, tidak ditemukan kesamaan pada hal-hal yang disukai, dan jawaban para partisipan cenderung bervariasi di dalam kelompok.

Beberapa orang partisipan menuliskan pada tugas buku harian bahwa sebelum mengikuti sesi art therapy, partisipan merasakan emosi yang cenderung negatif, baik berkaitan dengan sesi terapi yang akan diikuti maupun di luar konteks tersebut. Kecenderungan emosi negatif yang dituliskan partisipan diantaranya kelelahan, tidak bisa tidur dengan tenang, mengalami fluktuasi emosi, gugup saat akan mengikuti terapi, bahkan ada yang kaget ketika terpilih menjadi partisipan karena merasa kondisinya baik-baik saja. Ada juga partisipan yang menuliskan bahwa belum mengenal diri sepenuhnya sebelum mengikuti sesi art therapy. Setelah perkenalan diri partisipan diberikan skala kebagiaan, dimana partisipan diminta untuk menyebutkan angka yang paling mewakili perasaannya saat terapi berlangsung. Angka 1 adalah sangat tidak bahagia, angka 2 tidak bahagia, angka 3 netral, angka 4 bahagia, dan angka 5 sangat bahagia. Jawaban dari partisipan beragam, tetapi rata-rata berada di angka 4.

Kegiatan selanjutnya adalah menggambar real self. Para partisipan diberikan waktu untuk menggambar real self-nya, lalu partisipan diminta untuk menunjukkan gambarnya dan bercerita mengenai gambar yang dibuat. Setiap kelompok memiliki dinamika yang berbeda. Ada yang cenderung pasif dan perlu didorong lebih banyak oleh trainer untuk bercerita, misalnya di kelompok 1 dan 2. Ada juga kelompok yang semua partisipannya bersedia untuk bercerita secara aktif, misalnya kelompok 6 dan kelompok 7. Kelompok partisipan yang aktif didukung pula dengan hasil observasi pada salah satu partisipan di kelompok 7 berinisial NY yang teramati tidak pernah mematikan kamera sepanjang sesi sekalipun sedang mengerjakan buku harian atau post-test. Partisipan lain yakni AR juga bersedia open mikrofon untuk bercerita di setiap sesi. Hal ini sangat berbeda dengan WA yang teramati setiap awal sesi mematikan kamera atau beberapa kali keluar dari room zoom. Partisipan yang aktif dalam sesi art therapy didukung oleh sinyal yang memadai.

Saat sesi menggambar real self, 14 orang partisipan menggambar hobi yang dimiliki seperti bermain bulu tangkis, bermain basket, bermain gitar, bermain game, membaca buku, menonton film, mengedit video anime, berkebun, dan juga melakukan hal yang disukai lainnya termasuk memberi makan anjing peliharaan dan menyendiri. Selain itu, 16 orang partisipan menggambar kondisi yang mencerminkan dirinya sendiri saat ini. Ada yang menggambar diri sedang mengikuti zoom meeting dan diinstruksikan menggambar, kemudian partisipan juga menggambar diri yang merasa senang karena mendapat teman baru dan dikelilingi orang

baik, diri yang putus asa karena masalah ekonomi di rantauan, diri yang sedang stres dan tidak punya tempat bercerita, serta ada yang menggambar beberapa imajinasi yang muncul ketika sesi terapi. Uniknya, terdapat satu orang partisipan yang menggambar teman yang berkesan baginya pada sesi real self. Beberapa partisipan juga mengungkapkan perasaannya selama sesi menggambar real self melalui tugas buku harian seperti sempat kebingungan namun merasa senang setelah tahu harus menggambar apa, ada yang malu dan takut bercerita, ada juga yang merasa kurang senang karena gambarnya kurang sesuai ekspektasi.

Sesi berikutnya yakni menggambar ideal self. Sama seperti saat menggambar real self, para partisipan diberikan waktu untuk menggambar ideal self-nya, lalu partisipan diminta untuk menunjukkan gambarnya dan bercerita mengenai gambarnya. Seperti saat menggambar real self, setiap kelompok memiliki dinamika yang berbeda pula. Kelompok 1 dan 2 masih cenderung pasif dan perlu didorong lebih banyak oleh trainer untuk bercerita. Partisipan dari kelompok 6 dan 7 tetap bersedia untuk bercerita secara aktif. Saat sesi menggambar ideal self sebagian besar partisipan menggambarkan cita-citanya di masa depan baik cita-cita okupasional atau yang berkaitan dengan pekerjaan maupun cita-cita yang berkaitan dengan keinginan partisipan (pergi ke suatu tempat atau melakukan sesuatu). Sembilan orang partisipan menuliskan pada buku harian bahwa partisipan menggambar seorang dokter pada sesi ideal self, dua orang diantaranya secara spesifik menuliskan ingin menjadi seorang dokter hewan dan dokter THT. Motivasi partisipan ingin menjadi dokter beragam, ada yang ingin menjadi seperti ayah dan pamannya yang juga seorang dokter, ada yang ingin menjadi seperti idolanya yang menjadi dokter sekaligus aktif di dunia pageant, ada juga yang ingin menjadi dokter untuk membuat orangtua bangga. Meskipun ada juga partisipan yang menuliskan bahwa partisipan masih ragu akan cita-cita dokter yang digambarnya, namun secara umum motivasi menjadi dokter didasari atas keinginan menyembuhkan banyak orang sehingga partisipan dapat berguna bagi orang-orang disekitarnya. Kemudian, cita-cita okupasional lainnya yang muncul yakni dua orang partisipan ingin menjadi psikolog agar dapat menolong orang lain salah satunya dengan membuka konseling gratis, dua orang partisipan ingin menjadi arsitek, dua orang partisipan ingin menjadi atlet nasional yang mana salah satunya menyebutkan secara spesifik ingin menjadi atlet bulu tangkis, kemudian partisipan lain menyebutkan cita-cita beragam seperti ingin menjadi perancang busana sekaligus penulis, ingin sukses di bidang perkantoran, polwan, CEO perusahaan, dan pramugari.

Pada partisipan lainnya, satu orang partisipan menggambarkan keinginannya untuk pergi ke Jepang di sesi menggambar ideal self. Kemudian ada juga yang menggambar keinginan menjadi gamers namun uniknya partisipan lain ada yang menggambar harapan agar tidak bermain game hingga larut malam. Selain itu, partisipan juga menuliskan bahwa gambar yang dibuat pada sesi menggambar ideal self bermakna keinginannya mampu public speaking, mampu menjadi animator sukses, dan keinginan sukses secara umum, kaya, dan terkenal karena prestasi yang diraih. Temuan menarik

yang didapat dari buku harian partisipan adalah alasan partisipan memaknai gambar yang dibuat sebagai “ingin sukses” ternyata disebabkan oleh partisipan yang belum memiliki cita-cita yang spesifik serta masih bingung dengan diri sendiri. Ada pula partisipan yang menggambar keinginannya agar pandemi COVID-19 cepat berakhir, sehingga situasi dapat kembali seperti sebelumnya dan bisa bertemu dengan teman-teman lagi.

Perasaan yang muncul selama sesi menggambar ideal self yang partisipan ungkapkan melalui buku hariannya diantaranya ada yang mulai bisa beradaptasi dari sesi menggambar sebelumnya, ada yang mulai bisa masuk untuk mengenal diri, ada juga yang merasa bisa mengungkapkan impiannya melalui sesi menggambar ini. Namun demikian, ada juga partisipan yang merasa sangat tidak puas karena hasil gambar yang kurang sesuai harapannya. Salah satu partisipan juga ada yang menuliskan bahwa dirinya mengetahui kendalanya dalam mencapai ideal self yakni partisipan masih sering malas-malasan. Setelah bercerita, para partisipan ditanya kembali mengenai skala kebahagiaan. Jawabannya beragam, ada yang mengalami peningkatan dari sebelumnya, ada yang tetap, dan ada juga yang mengalami penurunan. Umumnya partisipan tidak bercerita mengenai alasan berubah atau tidak berubahnya skala kebahagiaan ini dan hanya menyebutkan angka dari skala kebahagiaannya saja.

Setelah sesi menggambar ideal self, partisipan diberikan waktu untuk beristirahat selama lima belas menit. Selesai istirahat, trainer memberikan ice breaking berupa games tebak judul film   berdasarkan rangkaian emoji. Pada observasi

ditemukan bahwa salah satu partisipan berinisial SV aktif menjawab di kolom  komentar dan teramati menikmati

sesi game. Namun, saat sesi membagikan cerita tentang apa yang digambar, SV   hanya tersenyum malu dan tidak

membagikan apa yang digambar di semua sesi, termasuk saat kegiatan sharing session. Padahal, pada buku harian SV menuliskan bahwa selain game, SV juga sangat suka pada sesi menggambar. Cerita dari gambar yang dibuat SV muncul pada buku harian yang ditulis meski tidak diceritakan secara lisan. Hal lain terjadi pada partisipan WA yang terlihat tidak aktif menjawab pertanyaan yang diberikan oleh trainer pada sesi game.

Setelah ice breaking, partisipan diajak masuk ke sesi menggambar yang terakhir, yakni menggambar bridging. Partisipan kembali diberikan waktu untuk menggambar. Setelah menggambar bridging, partisipan diajak masuk ke sharing session, dimana partisipan dapat menceritakan mengenai gambarnya. Hampir seluruh peserta fokus untuk bercerita mengenai bridging-nya di sesi ini. Secara umum, pada sesi bridging sebagian besar partisipan menggambarkan cara mewujudkan cita-citanya yakni belajar dan berdoa. Cara tersebut digambarkan melalui proses belajar dengan handphone yang memiliki makna alat yang digunakan mencari informasi serta belajar online, kemudian ada juga partisipan yang menggambarkan proses belajar tersebut melalui buku. Selain menggambar berbagai alat, partisipan juga menggambarkan kebutuhan menjalin relasi dengan orang lain seperti orangtua sebagai pemberi dukungan sosial juga orang lain yang dapat membantu membangun pengalaman.

Bagi partisipan yang memiliki cita-cita okupasional, partisipan juga menggambarkan harus giat berlatih, baik secara fisik maupun mental untuk mencapai ideal self-nya. Selain itu, pada sesi ini salah satu partisipan ada yang mengungkapkan pada buku hariannya bahwa ia menggambar kondisi dirinya yakni sering banyak pikiran hingga mengalami stres, tetapi juga memiliki harapan dapat bahagia dan tidak terbebani akan banyak masalah dimasa depan. Saat sesi bridging perasaan yang muncul dari partisipan yang ditulis dalam buku hariannya salah satunya lega, senang, dan puas karena hasil gambar yang dibuat sesuai dengan ekspektasi.

Pada saat sharing session, ketika ditawarkan untuk bercerita oleh trainer, salah satu partisipan berinisial YG cenderung mengabaikan trainer dan menunduk ke arah bawah. Berbeda dengan CL yang cenderung menawarkan dirinya untuk bercerita mengenai gambar yang dibuat. AD juga selalu mengajukan diri secara sukarela, menghidupkan mikrofon dan menceritakan gambar yang telah dibuat. Partisipan lain yakni GL bahkan terlihat menyiapkan diri sebelum berbicara pada sharing session.

Dalam buku harian, tidak semua partisipan menulis dengan jelas tentang gambar yang dibuat beserta makna yang terkandung dalam gambar yang dibuat disetiap sesinya. Lima orang partisipan menuliskan apa yang digambar secara umum dalam buku hariannya seperti partisipan yang suka bermain game dan merasakan banyak manfaat dari bermain game. Partisipan ini juga menuliskan bahwasanya orang lain sering menyepelekan game yang justru menurutnya membawa banyak dampak positif bagi dirinya. Selain itu, partisipan lain juga menuliskan bahwa partisipan menggambar apa yang dirasakan saat ini dan apa yang ada di pikirannya, tetapi tidak menjelaskan secara spesifik apa yang digambar. Kemudian, ada juga partisipan yang mendeskripsikan dirinya sendiri pada buku harian yang dibuat seperti menyatakan dirinya adalah tipe orang yang sulit berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, pemalu, dan pendiam. Ada juga partisipan yang menuliskan hobi, cita-cita, dan cara mewujudkan cita-citanya, tetapi tidak dijelaskan dengan lengkap digambar pada sesi yang mana dalam sesi art therapy yang diikuti.

Selama mengikuti sesi art therapy beberapa partisipan ada yang mengalami kesulitan. Kesulitan yang paling sering dialami partisipan yakni bingung akan gambar apa yang harus dibuat, terutama karena merasa belum mengenal diri sendiri, ragu terhadap cita-cita yang dimiliki, serta merasa kurang berbakat dibidang seni. Selain itu beberapa partisipan juga mengalami kebingungan pada sesi bridging. Situasi dan kondisi saat sesi art therapy berlangsung juga memengaruhi partisipan karena salah satu partisipan menyatakan kurang nyaman menggambar dengan keadaan rumah yang ramai sehingga kurang puas dengan hasil gambaran yang dibuat dan juga merasa canggung ketika menceritakan apa yang digambar.

Ditemukan pula partisipan yang mengkonfirmasi saat sesi terapi kondisinya dalam keadaan kurang sehat. Selain itu, berdasarkan hasil observasi, gangguan sinyal dan kendala teknis lainnya juga tidak bisa dihindari karena sesi yang dilakukan secara online. Terdapat partisipan yang mengalami

gangguan sinyal sepanjang sesi sehingga sempat terlihat terhenti namun menghidupkan kamera ketika sinyal kembali. Selain itu ada juga partisipan yang mengalami gangguan mikrofon sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dan hanya mengirimkan pesan di kolom chat. Peserta menunjukkan perilaku yang beragam saat sesi art therapy, ada yang memutar dan mematikan kamera beberapa kali, sering memperbaiki posisi kamera, maupun mengubah posisi tubuh atau aktif menggerakan badan.

Saat menggambar, terdapat partisipan yang tidak menyebutkan secara spesifik mengenai gambarnya, apakah itu merupakan bagian dari ideal self, real self, atau bridging. Terdapat partisipan yang cenderung bercerita secara umum, menyatakan perasaan senang, tetapi ada juga yang merasa biasa saja. Ada juga yang menuliskan bahwa biasanya cara partisipan menghadapi stres dengan membaca komik, hanya saja seringkali coping stress ini menghabiskan kuota. Selain itu ada juga yang menghadapi stres dengan pergi ke pantai atau melakukan me time.

Hal menarik yang ditemukan dari partisipan adalah terkait proses mengenal diri. Ada yang merasa belum mengenal diri sebelum mengikuti sesi art therapy, ada yang merasa lebih mengenal diri selama mengikuti sesi art therapy, namun ada juga partisipan yang merasa lebih mengenal diri setelah mengikuti sesi art therapy. Setelah mengikuti sesi art therapy sebagian besar partisipan merasakan kondisi dan perasaan yang lebih baik dari sebelumnya. Sebagian besar partisipan memberikan umpan balik yang positif pada sesi art therapy seperti bahagia, senang mengikuti kegiatannya meskipun tidak terlalu suka menggambar dan kurang bisa mengekspresikan diri, serta partisipan dapat merasakan manfaat dari sesi art therapy. Walaupun begitu, ada juga partisipan yang justru merasa bingung akan rencana masa depan setelah mengikuti sesi art therapy.

Selama mengikuti rangkaian kegiatan dalam sesi art therapy muncul beragam respon dari partisipan yang sebagian besar menyatakan perasaan senang. Beberapa partisipan merasa senang karena melalui sesi art therapy mereka bisa menggambar dan juga bercerita.

Terdapat partisipan yang menyatakan suasana hatinya meningkat, lebih bersemangat dan termotivasi untuk mewujudkan hal yang ingin dicapai dari sebelumnya, ada yang awalnya canggung untuk menunjukkan gambar yang telah dibuat, ada juga yang merasa lega, tenang, dan santai karena sesi art therapy dirasa membantu menuangkan isi pikiran sehingga meringankan beban. Terdapat partisipan yang menyatakan menjadi lebih mengenal diri sendiri selama sesi art therapy dan juga wawasan terkait pencapaian cita-cita di masa depan menjadi bertambah. Meskipun demikian, ada satu orang partisipan yang merasa biasa saja selama mengikuti sesi art therapy. Terdapat juga partisipan yang merasakan peningkatan emosi negatif karena mengalami kesulitan ketika menggambar. Secara umum, sebagian besar partisipan menikmati kegiatan menggambar di sesi art therapy yang diikuti dimana ini dapat dilihat dari rekapan hasil pengkodingan pada tabel 1(terlampir).

KESIMPULAN

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa implementasi art therapy efektif dalam membantu siswa kelas IX di SMPK 1 Harapan untuk melakukan manajemen stres terhadap academic stressor yang didapatkan selama masa sekolah melalui kegiatan menggambar dan mewarnai. Berdasarkan hasil skoring pre-test dengan membandingkan hasil skoring post-test partisipan program ditemukan bahwa 66,66% partisipan mengalami penurunan skor stres akademik. Selain itu, program art therapy juga meningkatkan suasana hati peserta sehingga mereka dapat bersemangat dan termotivasi untuk mewujudkan hal yang ingin dicapai yang berkaitan dengan masa depan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi tambahan bagi akademisi terutama dengan peminatan pada terapi seni serta memberikan referensi baru bagi masyarakat umum terkait dampak positif dari implementasi terapi seni untuk menajemen stres akademik. Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu berupa: (1) Dilakukan secara daring/online dikarenakan pandemi COVID-19 sehingga muncul beberapa kendala seperti, gangguan sinyal dan masalah pada mikrofon, (2) Penelitian ini hanya mengukur keberhasilan implementasi art therapy sebagai penurun stres akademik.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, R. (2020). Stres, burnout, jenuh: Problem siswa belajar daring selama Covid-19. Retrieved December 9, 2020 From Https://Tirto.Id/Stres-      Burnout-Jenuh-Problem-Siswa-

Belajar-Daring-Selama-Covid-19-F3zz

Hidayatullah, R. M., Noviekayati, A. A. 2018. Psikoedukasi pemahaman kecemasan dalam menghadapi ujian nasional pada anggota osis SMP kelas. Jurnal Seminar Nasional Call For Paper & Pengabdian Masyarakat. 1(1).

Kulsum, S., Hafina, A., & Yudha, E. S. (2021). Efektivitas eco art therapy dalam mereduksi stres akademik siswa. Madaris: Jurnal Guru Inovatif, 1(1), 15-30.

Muhamad, R., Kondang, B., & Angelina Dyah, A. S. (2020). Art therapy drawing method for student collage with academic stress. Book chapter.

Muniroh, A. 2018. Hope dan optimisme: Diskursus perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Journal of Sharia Economics. 1(1): 1-9.

Nurani, D. A., Arlizon, R., Yakub, E. 2019. The Material Development of Students Managing Stress.

Rahmawati, W. K. 2015. Keefektifan peer support untuk meningkatkan self discipline siswa SMP. Jurnal Konseling Indonesia. 2(1): 15-21.

Sholihah, I. N. 2017. Kajian teoritis penggunaan art therapy dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMK. Proceedings International Conference, pp.173-182.

Soejanto, L. T., Bariyyah, K., Pambudi, P. R., & Yaman, D. M. (2020, March). Art Therapy For Students Academic Stress. In Proceedings Of The 2nd International Conference On Education And Social Science Research (ICESRE 2019). Atlantis Press, Kota Semarang, Central Java. Atlantis Press, Indonesia.Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: grounded theory procedures and techniques. SAGE Publishing.

Sugiyono. (2015). Metodologi penelitian pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

LAMPIRAN

Tabel 1.

Analisis Deskriptif

Descriptive Statistics

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Pretest

69

100

121

108.41

5.944

Posttest

69

53

131

102.46

15.744

Valid N (listwise)

69

Tabel 2.

Uji Wilcoxon Signed Ranks

Ranks

N

Mean Rank

Sum of Ranks

Pretest - Posttest

Negative Ranks

46a

34.90

1605.50

Positive Ranks

20b

30.28

605.50

Ties

3c

Total

69

a. Pretest > Posttest b. Pretest < Posttest c. Pretest = Posttest

Test Statisticsa

Pretest - Posttest

Z

-3.197b

Asymp. Sig. (2-tailed)

.001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks

Tabel 3.

Rekap hasil pengkodingan

Kategori

Pernyataan Responden

Kondisi sebelum art therapy

Sebelum art therapy memang sedang mengalami fluktuasi emosi (DE)

Sebelum art therapy belum mengetahui diri sepenuhnya (WL)

Sebelum art therapy merasa lelah (CK)

Selama pandemi sering merasakan emosi negatif hingga tidak bisa tidur dengan tenang (DO)

Merasa kaget saat terpilih menjadi peserta art therapy karena merasa baik-baik saja (JE)

Sebelumnya gugup karena akan bertemu dengan orang yang belum dikenal (JE)

Sebelum mengikuti art therapy sering merasakan emosi negatif (NN)

Kondisi setelah art therapy

Setelah mengikuti art therapy merasa lebih baik dari sebelumnya (DE)

Setelah art therapy lebih mengetahui diri sendiri (WL)

Art therapy membuat santai dan bisa melepas penat (KA)

Kegiatan art therapy membuat semakin bersemangat mengejar keinginan mengembangkan kemampuan public speaking serta termotivasi untuk belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh (FE)

Sangat senang mengikuti art therapy karena bisa berbagi cerita (SA)

Senang mengikuti art therapy (IS)

Kondisi selama art therapy

Saat art therapy merasa lebih bersemangat (CK)

Merasa lelah dan mengantuk karena durasi kegiatan cukup lama namun merasa lebih baik saat sesi peregangan (JE)

Selama mengikuti kegiatan art therapy di setiap sesinya merasa senang meski di awal sempat merasa ragu namun akhirnya bisa termotivasi mencapai cita-cita

melalui gambar yang dibuat (WA)

Pada sesi awal agak malu dan ragu menunjukkan gambar yang dibuat namun mulai berani dan merasa senang serta tenang di sesi kedua hingga akhirnya mulai terbiasa dan berani bercerita dengan lepas di sesi ketiga (SG)

Senang mengikuti art therapy karena kegiatannya asik dan meringankan beban pikiran (NR)

Perasaan selama art therapy

Masih ada perasaan canggung ketika mengikuti art therapy (SR)

Senang mengikuti art therapy terutama saat sesi menggambar dan game (SV)

Selama art therapy merasa lebih mengenal diri sendiri dan wawasan bertambah terkait pencapaian cita-cita di masa depan (DM)

Senang mengikuti art therapy (ME)

Merasa tenang dan mood meningkat ketika mengikuti art therapy (RY)

Awalnya merasa berat akan mengikuti art therapy namun akhirnya semangat karena bertemu teman-teman dan panita yang ramah (AR)

Senang mengikuti art therapy karena bisa menggambar dan bercerita serta menikmati prosesnya (BR)

Senang mengikuti art therapy karena bisa menggambar dan bercerita (LU)

Merasa gugup dan malu mengikuti art therapy karena harus bertatap muka saat berbicara namun menikmati kegiatan art therapy (LW)

Perasaan biasa saja saat mengikuti kegiatan art therapy (GJ)

Merasa senang di ketiga sesi (JS)

Senang mengikuti art therapy terutama pada sesi menggambar (SU)

Senang mengikuti art therapy karena yang awalnya malu berbicara di depan umum mulai berani bicara dan bisa mempresentasikan hasil karya yang dibuat (MA)

Merasa tenang ketika mengikuti kegiatan art therapy (LY)

Merasa lega dan santai saat mengikuti art therapy serta lebih mudah menentukan apa yang harus dilakukan di masa depan (JO)

Selama art therapy merasa lebih tenang bisa menuangkan isi pikiran dan menggambarkan apa yang dihadapi serta mengalami peningkatan emosi (NA)

Perasaan setelah art therapy

Senang mengikuti kegiatan art therapy meskipun tidak terlalu suka menggambar dan kurang bisa mengekspresikan diri (DE)

Sangat bahagia dan senang mengikuti kegiatan art therapy (WL)

Senang mengikuti art therapy karena bisa menggambar hal yang disukai dan bertemu teman baru (SR)

Senang mengikuti art therapy terutama pada sesi menggambar namun muncul juga perasaan sedih dan kecewa (AD)

Merasakan manfaat kegiatan art therapy (WD)

Senang mengikuti art therapy karena kegiatannya seru dan menarik (GL)

Bahagia mengikuti art therapy (SC)

Senang mengikuti art therapy karena bias mengekspresikan diri melalui gambar

(RS)

Sangat senang mengikuti art therapy (DS)

Sangat senang mengikuti art therapy dan merasa mood meningkat (DA)

Setelah mengikuti art therapy menjadi lebih tenang (NY)

Kegiatan art therapy lumayan seru dan sangat membatu (WK)

Cukup senang mengikuti art therapy karena bisa sharing (GA)

Saat ini merasa bahagia (BN)

Setelah mengikuti art therapy menjadi bisa mengekspresikan diri dan perasaannya menjadi lebih baik (NN)

Merasa senang dan lebih rileks setelah menggambar (BU)

Terkadang muncul kebingungan akan masa depan (RS)

Kesulitan yang dihadapi dalam sesi art therapy

Mengalami kesulitan saat sesi bridging (KE, CH, KR)

Saat art therapy keadaan rumah ramai sehingga tidak tenang saat menggambar, canggung ketika berbicara, serta kurang puas dengan hasil gambar (CK)

Sedikit ragu dengan gambar yang dibuat terutama mengenai cita-cita di masa depan (NY)

Merasa kebingungan gambar apa yang harus dibuat (SG)

Cukup bingung ketika sesi menggambar karena belum mengetahui diri sendiri sepenuhnya (JE)

Mengalami kebingungan saat sesi menggambar sehingga menggambar sebisanya (SK)

Mengalami kesulitan dalam kegiatan art therapy karena kurang bisa dalam hal seni padahal kegiatannya seru (KH)

Menggambar hobi pada sesi real self

Sesi real self menggambar hobi sebagai editor video anime yang dapat menghibur dan menjadi wadah menuangkan ide (SV)

Sesi real self menggambar orang bermain gitar karena memang suka bermain gitar (FA)

Sesi real self menggambar kegiatan sehari-hari yakni memberi makan anjing peliharaan (LU)

Sesi real self menggambar sedang bermain bulu tangkis bersama adik (GJ)

Sesi real self menggambar hal-hal yang disukai (GZ)

Sesi real self menggambar kebiasaan yang dilakukan yakni menonton film (JS)

Sesi real self menggambar diri yang memiliki hobi bermain game (WR)

Sesi real self menggambar diri yang suka mendengarkan musik dan menyendiri di kamar (KA)

Sesi real self menggambar diri yang sedang membaca buku (AN)

Sesi real self menggambar diri yang suka bermain game (IS)

Sesi real self menggambar diri yang suka berkebun (NR)

Sesi real self menggambar diri yang suka bermain bulu tangkis (ST)

Sesi real self menggambar diri yang suka bermain gitar di waktu luang (GA)

Menggambar kondisi diri sendiri pada sesi real self

Sesi real self menggambar diri yang senang karena mendapat teman baru dan dikelilingi orang baik (ME)

Sesi real self menggambar orang yang putus asa karena masalah ekonomi di rantauan (YG)

Sesi real self menggambar hobi bermain basket dan beberapa imajinasi (CL)

Sesi real self menggambar kegiatan sebagai animator (IN)

Sesi real self menggambar diri yang suka menyendiri (JE)

Sesi real self menggambar diri yang sedang berjalan ke pantai (NN)

Sesi real self menggambar diri yang sedang stress dan tidak tahu bercerita kepada siapa sehingga memilih mendengarkan music (RA)

Sesi real self menggambar orang tersenyum yang menggambarkan dalam suasana hati apapun harus menebarkan aura positif kepada orang yang berada di sekitar (SH) Sesi real self menggambar diri yang sedang mengikuti zoom meeting dan menggambar (CR)

Sesi real self menggambar diri yang mencari ide dan memperdalam kemampuan untuk mengedit video untuk bisa diunggah dan ditonton diri sendiri maupun orang lain (PR)

Sesi real self menggambar musisi (MA)

Sesi real self menggambar beberapa gambar berbeda yang semuanya mencerminkan diri (DA)

Sesi real self menggambar fisik yang tinggi dan hobi membaca novel, mendengarkan musik, dan terkadang juga suka memasak (SA)

Sesi real self menggambar diri yang sedang membaca buku dengan makna fokus pada diri sendiri dan tidak menghiraukan pernyataan negatif dari orang lain tentang diri sendiri (CI)

Sesi real self menggambar diri dan kucing peliharaan yang sudah mati sehingga saat menggambar merasa rindu pada kucing tersebut (SI)

Sesi real self menggambar seorang gadis yang mencari ketenangan melalui alam (DO)

Menggambar orang yang berkesan pada sesi real self

Sesi real self menggambar teman dekat dan merasa berkesan saat menggambarnya (CP)

Kondisi dan perasaan selama sesi real self

Sempat kebingungan saat sesi real self namun merasa senang setelah tahu harus menggambar apa (KH)

Malu dan takut bercerita pada sesi real self (RY)

Perasaan saat menggambar real self kurang senang karena gambarnya kurang sesuai ekspektasi (ST)

Menggambar cita-cita (okupasional) pada sesi ideal self

Sesi ideal self menggambar topi sarjana dan diri sebagai seorang dokter sebagai cita-cita seperti ayah dan paman (SV)

Sesi ideal self menggambar cita-cita yakni sebagai dokter meski saat ini masih ragu (SH)

Sesi ideal self menggambar cita-cita yakni sebagai dokter agar membuat orangtua bangga dan berguna bagi orang di sekitar (CR)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai perancang busana sekaligus penulis (DO)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai dokter karena ingin menyembuhkan banyak orang (KA)

Sesi ideal self menggambar cita-cita yang ingin menjadi psikolog dan membuka konseling gratis (SA)

Sesi ideal self menggambar ingin sukses di bidang perkantoran (IS)

Sesi ideal self menggambar beberapa elemen yang bermakna ingin menjadi pribadi yang lebih positif serta ingin menjadi psikolog agar dapat membanggakan orangtua dan menolong orang lain (CI)

Sesi ideal self menggambar cita-cita menjadi dokter sekaligus keinginan masuk dunia pageant karena memang memiliki hobi modeling (SI)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai seorang atlet bulu tangkis (ST)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai seorang arsitek seperti ayah (YG)

Sesi ideal self menggambar cita-cita menjadi polwan untuku berkkontribusi pada negara (GA)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai seorang CEO perusahaan yang terkenal (CL)

Sesi ideal self menggambar pramugari (LU)

Sesi ideal self menggambar cita-cita ingin menjadi dokter (NN)

Sesi ideal self menggambar apa yang ingin diwujudkan seperti menjadi dokter hewan (GZ)

Sesi ideal self menggambar beberapa harapan di masa depan salah satunya menjadi dokter (JS)

Sesi ideal self menggambar cita-cita sebagai seorang arsitek (WR)

Cita-cita ingin menjadi dokter (WI)

Sesi ideal self menggambar tujuan di masa depan yakni ingin menjadi atlet nasional dan pengusaha sukses (DA)

Menggambar cita-cita (keinginan     untuk

pergi ke suatu tempat/melakukan sesuatu) pada sesi ideal self

Sesi ideal self menggambar keinginan diri pergi ke Jepang (ME)

Sesi ideal self menggambar orang bermain game karena ingin menjadi gamers (FA)

Sesi ideal self menggambar diri yang ingin sukses dan dikenal orang melalui prestasi (MA)

Sesi ideal self menggambar cita-cita (AN)

Sesi ideal self menggambar tujuan menjadi animator yakni sukses (IN)

Sesi ideal self menggambar keinginan untuk mampu public speaking (JE)

Sesi ideal self menggambar harapan tidak bermain game sampai terlalu larut malam (GJ)

Sesi ideal self menggambar keinginan memiliki banyak uang dan terkenal (RA)

Sesi real self menggambar diri yang memiliki mimpi sukses dan membanggakan orangtua (RG)

Menggambar jalan mencapai cita-cita pada sesi ideal self

Sesi ideal self menggambar jalan mencapai sukses yang ada di depan mata dengan berbagai rintangannya (RG)

Menggambar kondisi diri sendiri pada sesi ideal self

Sesi ideal self menggambar diri bermain piano karena sedang mengikuti les piano (PR)

Menggambar   idola

pada sesi ideal self

Sesi ideal self menggambar idoa dan merasa sangat senang saat menulis namanya (CP)

Menggambar cara mewujudkan cita-cita pada sesi bridging

Sesi bridging menggambar handphone yang menggambarkan proses mencari tambahan informasi dan belajar online, buku yang menggambarkan sumber informasi selain handphone, serta orangtua yang menggambarkan perlunya dukungan sosial sebagai solusi gambar pada sesi sebelumnya (SV)

Sesi bridging menggambar cara mewujudkan keinginan pergi ke Jepang (ME)

Sesi bridging menggambar harus giat belajar dan berdoa serta mencetak banyak prestasi (SI)

Sesi bridging menggambarkan harus konsisten dengan cara latihan dan ikut kompetisi bulu tangkis (ST)

Sesi bridging menggambar jembatan untuk menjadi apa yang diinginkan dengan giat belajar dan berdoa (YG)

Sesi bridging menggambar cara mencapai cita-cita dengan belajar dan latihan fisik (GA)

Sesi bridging menggambar diri yang harus belajar, memanajemen diri, dan berdoa (CL)

Sesi bridging menggambar hal yang harus dilakukan yakni giat berlatih (IN)

Sesi bridging menggambar diri yang harus berlatih dan meningkatkan kepercayaan diri (JE)

Sesi bridging menggambar orang yang sedang belajar untuk mencapai ideal self (LU)

Sesi bridging menggambar belajar (NN)

Sesi bridging menggambar harus giat belajar (GZ)

Sesi bridging menggambar diri sedang membaca buku karena harus rajin belajar untuk (JS)

Sesi bridging menggambar diri yang bekerja keras hingga berhasil mencapai kesuksesan (RG)

Sesi bridging menggambar lonjakan yang bermakna untuk sukses tidak perlu mendengar pendapat dari eksternal (KH)

Cara meningkatkan semangat dengan membaca buku sambil mendengarkan music (WI)

Sesi bridging menggambar cara mewujudkan keinginan dengan belajar dan berani mencoba (RA)

Sesi bridging menggambar diri yang sedang belajar sebagai basic mencapai cita-cita (SH)

Sesi bridging menggambar diri yang sering mendengar musik untuk mengenal jenis-jensi musik agar dapat memainkan lagu favorit dengan piano (PR)

Sesi bridging mengurangi bermain game dan menyeimbangkan dengan belajar untuk meraih cita-cita (WR)

Sesi bridging menggambar orang yang giat berlatih, bekerja keras, dan berani tampil di depan banyak orang (MA)

Sesi bridging menggambar diri yang sedang membaca buku untuk mewujudkan cita-cita (KA)

Sesi bridging menggambar diri yang terus berlatih dan belajar (DA)

Sesi bridging menggambar diri yang bersekolah dan rajin belajar (SA)

Sesi bridging menggambar cara mencapai cita-cita (AN)

Sesi bridging menggambar harus bekerja keras dan mencari ilmu (IS)

Sesi bridging menggambar diri yang harus belajar dengan giat serta membangun relasi dengan orang lain untuk menciptakan pengalaman (CI)

Sesi bridging menggambar diri yang optimis dengan belajar dan berani mencoba untuk mengasah kemampuan (DO)

Sesi bridging menggambar harus menerapkan pola hidup sehat agar tubuh selalu sehat (GJ)

Menggambar kondisi diri sendiri pada sesi bridging

Sesi bridging menggambar 2 diri dimana sering banyak pikiran hingga stress namun juga memiliki harapan dapat bahagia dan tidak terbebani banyak masalah di masa depan (CR)

Sesi bridging menggambar diri yang sedang berlatih menyanyi di rumah (CP)

Menggambar kondisi diri sendiri pada semua sesi

Suka bermain game yang sering dianggap sepele padahal banyak manfaatnya bagi diri (AD)

Gambar yang dibuat di setiap sesi mencerminkan perasaan saat ini (SC)

Semua gambar yang dibuat mencerminkan isi pikiran (NY)

Gambar yang dibuat mencerminkan diri sendiri yang memiliki hobi memotret pemandangan dan memiliki cita-cita menjadi gitaris (RV)

Menggambar diri yang ingin menjadi atlet sepak bola namun karena corona jarang berlatih dan beralih mengerjakan pekerjaan rumah (AW)

Tidak bisa menjadi diri sendiri karena merasa mengalami toxic masculinity (RV)

Hobi

Hobi bermain game dan menari (RS) Hobi bermain game (DS)

Cita-cita

Ingin memenangkan kompetisi dan membahagiakan orangtua (RS)

Cita-cita menjadi interior designer (DS)

Ingin menjadi orang sukses dan membahagiakan orangtua di masa depan (DV)

Sangat ingin menjadi dokter dan membanggakan orangtua (WW)

Cara mewujudkan cita-cita

Cara mewujudkan cita-cita belajar dengan rajin (DS)

Cara coping stress

Biasanya coping stress dengan membaca komik (DE)

Tipe orang yang introvert dan melakukan coping dengan pergi ke pantai atau me

time (SC)

Kendala       dalam

coping stress

Membaca komik menghabiskan kuota (DE)

Kendala mencapai ideal self

Salah satu kendala mencapai ideal self adalah malas (KE)

Merasa     bingung

dengan diri sendiri

Masih bingung dengan cita-cita (CK)

Belum mengetahui bakat dan cita-cita dengan pasti dan kadang merasa bingung dengan diri sendiri (KK)

Deskripsi diri

Tipe orang yang sulit berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, pemalu, dan pendiam (RS)

Perasaan saat menggambar diri sendiri

Sangat senang menggambar diri sendiri (AN)

Merasa biasa saja saat menggambar diri sendiri (SD)

Perasaan        saat

mengambar cita-cita

Mulai bisa beradaptasi pada sesi ideal self (RY)

Sesi ideal self menggambar cita-cita dan merasa mulai bisa masuk untuk mengenal diri (KH)

Sedikit senang saat mengambar cita-cita karena bisa mengungkapkan impian melalui gambar (SD)

Perasaan saat menggambar ideal self sangat tidak puas karena gambarnya jelek (ST)

Perasaan saat sesi bridging

Lega dan senang saat sesi bridging (RY)

Perasaan saat bridging sangat puas dan senang dengan hasil gambar yang sesuai ekspektasi (ST)

Perasaan saat sesi sharing

Saat sesi sharing merasa lebih percaya diri (AD)

183