Peranan kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional pada kebahagiaan remaja
on
Jurnal Psikologi Udayana 2021, Vol.8, No.1, 95-108
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607 doi: 10.24843/JPU.2021.v08.i01.p010
Peranan kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional pada kebahagiaan remaja
Made Cherista Dinda Lana dan Komang Rahayu Indrawati
Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
Abstrak
Remaja mengalami berbagai tantangan dalam menjalani fase perkembangannya sebagai seorang remaja, dengan adanya perubahan pada aspek biologis, kognitif, dan sosio-emosionalnya. Remaja yang memiliki kesehatan mental yang baik dapat menghadapi masa remaja dengan adaptif, dimana kesehatan mental merupakan anteseden dari kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimiliki remaja dapat membantu remaja dalam melewati masa transisinya ini. Studi pendahuluan yang dilaksanakan oleh peneliti menemukan bahwa kebahagiaan remaja dapat berasal dari hubungan dengan orang terdekat seperti sahabat, keluarga, dan pacar serta remaja membutuhkan regulasi emosi yang baik untuk menstimulasi munculnya emosi positif. Terdapat fakta bahwa prevalensi gejala depresi pada remaja yang tinggi menunjukkan bahwa remaja mengalami ketidakbahagiaan. Penelitian ini ialah penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk melihat peran kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional terhadap kebahagiaan remaja. Subjek penelitian sebanyak 265 remaja berusia 12 sampai 20 tahun yang dipilih secara acak melalui media online (google form). Alat ukur penelitian ini meliputi skala kualitas persahabatan dengan reliabilitas 0,918, skala kecerdasan emosional dengan reliabilitas 0,859 dan skala kebahagiaan dengan reliabilitas 0,925. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional secara bersamaan memiliki peranan sebesar 50,9% terhadap kebahagiaan remaja. Secara lebih lanjut, variabel kualitas persahabatan memiliki taraf signifikansi 0,025 yang berarti kualitas persahabatan sebagai prediktor mandiri memiliki peran terhadap kebahagiaan, dan taraf signifikansi variabel kecerdasan emosional sebesar 0,05 yang berarti kecerdasan emosional sebagai prediktor mandiri memiliki peran terhadap kebahagiaan.
Kata kunci: Kebahagiaan, kecerdasan emosional, kualitas persahabatan, remaja.
Abstract
Adolescents during adolescence developmental stage would experience certain difficulties caused by biological, cognitive, and socio-emotional changes. Adolescents’ mental health is an important factor for individuals to face these difficulties adaptively, which mental health is an antecedents of individual happiness. Happiness tend to help adolescents past through these transitional process. Preliminary studies conducted by researcher found that adolescents’ happiness comes from their relationship from significant others i.e., friends, family, and romantic partner, and adolescents need to regulate their emotions to stimulates the presence of positive emotions. The purpose of this study is the fact that there is a high prevalence of depression symptomps among adolescents that shows adolescents are unhappy. The purpose of this study is to investigate the role of friendship quality and emotional intelligence on happiness among adolescents using quantitative research design. Participants of this study is total 265 adolescents among Indonesia (age range 12-20 years old) selected randomly using online media (google form). The measuring tools of this study are Happiness Scale with reliability score 0,925, Friendship Quality Scale with reliability score 0,918, and Emotional Intelligence Scale with reliability score 0,859. Multiple Regression Analysis showed that friendship and emotional intelligence together could predict happiness by 50,9%. In addition, friendship quality significance score 0,025 showed that friendship quality as a single predictor could predict happiness, and emotional intelligence score 0,05 showed that emotional intelligence as a single predictor could predict happiness.
Keywords: Adolescent, emotional intelligence, friendship quality, happiness.
LATAR BELAKANG
Remaja ialah individu yang berada pada masa peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan dengan rentangan usia dari 12 hingga 20 tahun (Shaffer & Kipp, 2010). Di masa peralihan ini remaja kerap mengalami ambiguitas karena berada pada posisi antara anak-anak dan dewasa. Remaja juga mengalami proses perkembangan yang meliputi perubahan pada aspek fisik, kognitif, sosial, dan emosional (Santrock, 2007). Masa remaja menurut Hall (dalam Arnett, 1999) memberi sebutan bahwa masa remaja merupakan masa terjaidnya storm & stress dimana terdapat perubahan biologis pada aspek emosi pada remaja. Menurut Erikson, remaja akan mengalami tahap psikososial yaitu pada tahap ini individu mencari identitas diri dengan mengembangkan minat sosial remaja dengan teman sebaya (Shaffer & Kipp, 2010). Hal ini yang menyebabkan masa remaja dikatakan sebagai masa krisis yang penting untuk membentuk identitas diri individu.
Pada masa pembentukan identitas ini, remaja dihadapkan oleh berbagai gejolak, seperti mengalami pubertas yang memengaruhi suasana hati remaja, mengalami penurunan selfworth dan konflik internal, serta rentan memiliki perilaku berisiko karena memiliki keingintahuan yang sangat besar (Shaffer & Kipp, 2010). Jika gejolak-gejolak ini tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh remaja, maka dapat menimbulkan permasalahan lainnya. Broadbent et al. (2017) menyatakan bahwa Indonesia memiliki prevalensi gejala depresi pada remaja yang tinggi pada kelompok usia 15-19 tahun. King (2014) menjelaskan bahwa depresi merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami kekurangan kegembiraan dalam hidup yang berkepanjangan. Remaja yang mempunyai tingkat kesehatan mental tinggi akan mempunyai tingkat kebahagiaan yang tinggi, sebaliknya jika remaja mempunyai masalah dalam kesehatan mental, maka akan mempunyai tingkat kebahagiaan yang rendah atau merasa tidak bahagia. Broadbent et al. (2017) menyatakan bahwa kesehatan fisik dan mental merupakan faktor utama yang punya peran serta pada kebahagiaan remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Chaplin et al. (2010) yang menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan anteseden dari kebahagiaan remaja. Berdasarkan fakta tersebut, remaja di Indonesia mengalami ketidakbahagiaan yang ditinjau dari tingginya prevalensi gejala depresi pada remaja di Indonesia.
Remaja yang tidak bahagia cenderung merasakan afeksi negatif yang dapat mengarah pada ketidakbahagiaan. Menurut Here & Priyanto (2014) remaja yang dominan memiliki afeksi negatif seperti depresi dan memiliki tingkat kepuasan hidup rendah maka remaja cenderung mengalami ketidakbahagiaan. Afeksi negatif tersebut akan berkembang menjadi kesedihan yang berlarut-larut pada remaja (Amperawan et al., 2014). Afeksi negatif digambarkan sebagai individu yang merasa sedih, kecewa, bingung, putus asa, dan tidak berdaya. Hartati (2017) menyatakan bahwa ketidakbahagiaan yang dirasakan remaja dapat berasal dari faktor internal yaitu diri sendiri. Terdapat faktor lainnya yang memengaruhi ketidakbahagiaan remaja yaitu masalah hubungan seperti dikhianati, merasa dijauhi oleh lingkungan, perpisahan, tidak dihargai, dan masalah dengan orang lain (Renanita et al., 2012).
Ketidakbahagiaan dan kesedihan yang dirasakan remaja akan memicu remaja mengalami kehilangan harga diri, mengurung diri, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Kesedihan yang berlarut-larut pada remaja dapat mengarahkan remaja pada gejala depresi (Amperawan et al., 2014). Maka dari itu, diperlukan kebahagiaan untuk membantu remaja melewati masa transisi ini. Hal-hal lainnya yang dapat membantu remaja melewati masa transisi adalah kesehatan mental yang baik, hubungan yang baik dengan keluarga, serta relasi dengan teman sebaya dan sahabat (Broadbent et al., 2017)
Remaja membutuhkan adanya kebahagiaan untuk membantunya melewati masa transisi. Selanjutnya, salah satu faktor yang menjadi sumber kebahagiaan remaja adalah relasi sosial (Primasari & Yuniarti, 2012). Dilansir dari Psychology Today, sumber kebahagiaan terbesar remaja terdapat pada teman-temannya dimana remaja dapat menikmati waktu dengan teman sebaya, di sekolah hingga petang atau melalui sosial media. Hal ini disebabkan oleh perubahan sosial yang dialami remaja dan tingginya kebutuhan remaja untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman sebaya (Van Cleemput, 2012). Perubahan sosial yang dialami remaja di mana remaja mulai mendekatkan diri dengan teman sebaya dan melepaskan diri dari orangtua merupakan suatu proses yang dialami remaja dalam pencarian identitas (Azizah, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Broadbent et al. (2017) yaitu terdapat 81% remaja dinyatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan hubungan yang kuat dengan teman- teman, serta memiliki emosional yang baik.
Pada masa remaja, individu juga mengalami peningkatan kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya dikelompokan dengan istilah dyads, cliques, dan crowd. Dyads mengarah pada kelompok teman sebaya yang mengembangkan hubungan antara dua individu. Cliques merupakan kelompok teman sebaya berdasarkan interaksinya dan cenderung melakukan sesuatu secara bersama. Crowds merupakan kelompok teman sebaya yang berdasarkan reputasi dan stereotip yang sama terhadap anggotanya. Penerimaan sosial yang didapatkan remaja akan mengarahkan diri remaja untuk memiliki mental yang sehat, keterbukaan terhadap pengalaman, dan memiliki pandangan yang positif terhadap hubungan kedepannya (Djang, 2011).
Kelompok teman sebaya juga memegang peranan penting dalam membentuk perilaku dan kepribadian individu. Remaja akan mengembangkan rasa saling memiliki dengan teman sebaya dan akan mengadaptasi pola pikir serta perilaku dari nilai serta ekspektasi yang dimiliki kelompok teman sebaya. Teman sebaya dapat memberikan pengalaman positif di sekolah pada remaja dan memberi motivasi untuk mencapai kesuksesan akademik. Sebaliknya, remaja yang diabaikan oleh teman sebaya akan merasakan kesepian dan keterbatasan interaksi sosial (Selvam, 2017).
Hubungan dengan teman sebaya yang remaja miliki akan berkembang menjadi hubungan yang lebih kompleks yang disebut persahabatan. Penting bagi remaja untuk menjalin suatu persahabatan karena dapat membantu remaja untuk
mengembangkan identitas diri (Dariyo, 2017). Dalam hubungan persahabatan, remaja banyak meluangkan waktu untuk berinteraksi di berbagai situasi, menghabiskan waktu bersama, dan menyediakan dukungan emosional. Seseorang dikatakan sahabat jika terlibat dalam kebersamaan, akrab, dan saling mendukung. Remaja memiliki kebutuhan untuk memperoleh kelembutan, kebersamaan, penerimaan sosial, keakraban, dan relasi sosial dan dalam memenuhi semua kebutuhan itu remaja membutuhkan kehadiran sahabat dihidupnya. Kebahagiaan remaja dipengaruhi oleh suatu keberhasilan atau kegagalan remaja dalam pemenuhan kebutuhan bersama sahabat (Santrock, 2007).
Kehadiran sahabat dalam kehidupan remaja dapat menahan munculnya efek negatif dari suatu peristiwa yang terjadi dan meningkatkan global self-worth remaja. Remaja yang tidak memiliki sahabat akan merasakan isolasi sosial dan keterbatasan interaksi sosial (Tomé et al., 2012). Hubungan dengan sahabat dapat berperan serta pada kebahagiaan remaja sebab sahabat bisa menyokong dalam masa sulit, menyediakan dukungan, menghalau kesendirian, sebagai sarana berbagi pikiran, dan memengaruhi identitas diri remaja (Primasari & Yuniarti, 2012). Kualitas persahabatan yang kuat akan menghasilkan lingkungan yang baik untuk perkembangan masa remaja (Tomé et al., 2012).
Studi pendahuluan dengan teknik wawancara yang dilakukan peneliti pada enam remaja menghasilkan bahwa hal-hal yang menjadikan remaja merasa bahagia adalah hubungan remaja dengan orang-orang terdekat dalam hidup remaja, salah satunya adalah sahabat. Faktor lain yang berperan dalam kebahagiaan remaja yaitu adanya kemampuan remaja untuk mengelola emosi dengan baik. Sebagai tambahan, remaja-remaja dapat mengalami ketidakbahagiaan dari adanya masalah-masalah dalam kehidupan sehari-harinya, beberapa diantaranya adalah mengalami isolasi sosial, kesepian, membuat orang terdekatnya kecewa, merasa tidak dihargai, dan saat aktivitasnya dibatasi oleh orangtua.
Responden B yang berusia 20 tahun menyatakan bahwa dirinya memiliki lima orang sahabat dan menjadi lebih bersemangat jika dapat bertemu dengan sahabatnya setiap hari. Responden C berusia 19 tahun menyatakan bahwa kenangan yang membuatnya bahagia kebanyakan berasal dari masa-masa sekolah ketika banyak menghabiskan waktu dengan sahabat-sahabatnya. Responden I berumur 17 tahun menjelaskan bahwa dirinya kadang merasa nyaman sendiri tanpa kehadiran sahabat namun disaat tertentu dirinya memerlukan kehadiran sahabat untuk teman berbagi pikiran dan perasaan. Responden A berumur 19 tahun menyatakan bahwa sahabat itu penting untuk penyemangat dan bila ia tidak memiliki sahabat ia bisa membayangkan dirinya kesepian dan tidak semangat untuk menjalani hari. Responden T yang berusia 17 tahun berpendapat bahwa kehadiran sahabat dapat membuatnya merasa lebih tenang dan merasa terhibur ketika mengalami suasana hati negatif.
Tidak hanya persahabatan, Hills dan Argyle (2002) menyatakan bahwa prediktor kebahagiaan pada remaja dapat dipengaruhi oleh stabilitas emosi yang dimiliki remaja.
Stabilitas emosi ini berkaitan dengan kecerdasan emosional yang dimiliki remaja. Kecakapan individu dalam mengenali, memahami, dan mengendalikan emosi pribadi dan orang lain, serta kecakapan mendorong diri sendiri disebut sebagai kecerdasan emosional (Goleman, 2017). Individu dengan kecerdasan emosional tinggi dapat lebih mudah dalam mengarahkan emosinya kearah yang positif dan memiliki kesempatan yang rendah untuk merasa depresi (Khosla & Dokania, 2010). Individu juga mampu menyesuaikan diri dengan mudah serta dapat mempersepsikan perasaannya sendiri dan orang lain lebih akurat. Abdollahi et al. (2018) menambahkan bahwa kecerdasan emosional yang dimiliki remaja berkorelasi positif terhadap kebahagiaan.
Remaja akan mengalami perubahan pada aspek emosi dan memerlukan kecerdasan emosional untuk mengatasi hal tersebut. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami, menilai, dan mengekspresikan emosi sendiri dan orang lain secara akurat dan adaptif (Goleman, 2017). Individu dengan kecerdasan emosional tinggi akan memandang stresor sebagai suatu tantangan dan kesempatan untuk belajar menjadi lebih baik (Sajjadian et al., 2016). Kecerdasan emosional yang dimiliki individu dapat membantu dalam menghindari interpretasi negatif dan individu cenderung lebih sering merasakan afeksi positif yang dapat meningkatkan kepuasan hidup (Escoda & Alegre, 2016). Remaja yang bahagia adalah remaja yang memiliki lebih banyak perasaan positif daripada negatif. Suldo dan Huebner (2006) menambahkan bahwa remaja bahagia sedikit menunjukkan masalah pada emosional dan perilaku.
Aspek-aspek dalam kebahagiaan menurut Hills & Argyle (202) antara lain adalah satisfaction with life, efficacy, sociability/emptathy, positive outlook, well-being, cheerfulness, self-esteem. Aspek-aspek kualitas persahabatan menurut Bukowski et al. (1994)companionship, closeness, security (reliable alliance & transcending problem), help (aid & protection), conflict. Selanjutnya, aspek-aspek kecerdasan emosional menurut Goleman (2017) antara lain adalah kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, keterampilan sosial
Terdapat aspek pada variabel kecerdasan emosional yang berkaitan dengan aspek variabel kebahagiaan yaitu aspek mengelola emosi dengan well-being, dimana individu yang cerdas mengelola emosi cakap dalam mengarahkan emosi ke arah positif dan terhindar dari gejala depresi (Khosla & Dokania, 2010). Selanjutnya adalah aspek keterampilan sosial yang berhubungan dengan aspek sociability, dimana stabilitas emosi yang dimiliki individu dapat membantu individu dalam menjalin relasi dengan lingkungan sekitar (Khosla & Dokania, 2010). Aspek berikutnya adalah motivasi diri dengan selfesteem, dimana individu dapat memandang stresor yang dialami sebagai suatu tantangan dan individu yakin dapat belajar dan berkembang menjadi lebih baik (Sajjadian et al., 2016).
Bagi kehidupan remaja, hubungan persahabatan yang berkualitas akan memiliki hubungan persahabatan yang berkualitas akan memiliki hubungan yang didalamnya terdapat
dukungan emosional, kasih sayang, nasehat yang informatif, dan simulasi intelektual (Angraini & Cucuani, 2014). Persahabatan yang dikembangkan remaja dapat saling membantu dalam masa-masa sulit, memberi dukungan, sebagai tempat berbagi pikiran, dan mempengaruhi identitas remaja sehingga dapat meningkatkan kebahagiaan remaja (Primasari & Yuniarti, 2012).
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan informasi mengenai perspektif psikologi positif terkait kebahagiaan pada remaja dengan kecerdasan emosional serta kualitas persahabatan sehingga dapat mengembangkan teori psikologi positif. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk pengembangan diri bagi remaja.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, peneliti merasa perlu untuk meneliti lebih dalam terkait peran kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional terhadap kebahagiaan remaja dengan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain yaitu jenis kelamin, usia, jumlah sahabat yang dimiliki, frekuensi melakukan kontak dengan sahabat, dan jenis kelamin sahabat yang dimiliki.
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
H1: Kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional
berperan dalam meningkatkan terhadap kebahagiaan remaja H2: Kualitas persahabatan berperan dalam meningkatkan
kebahagiaan remaja
H3: Kecerdasan emosional berperan dalam meningkatkan
kebahagiaan remaja
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, menggunakan pengumpulan data dengan instrumen penelitian dan analisis data statistik, serta bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian.
Variabel dan Definisi Operasional
Dependent variable penelitian ini ialah kebahagiaan dan independent variable penelitian yakni kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional. Berikut ialah pemaparan definisi operasional variabel penelitian: Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan keadaan dimana individu dapat merasakan emosi-emosi positif seperti gembira dan senang, memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup agar tercapainya kepuasan serta pandangan individu dalam mengevaluasi kualitas hidupnya. Taraf kebahagiaan diukur menggunakan skala kebahagiaan berdasarkan aspek Hills dan Argyle (2002), adapun aspek-aspek dari kebahagiaan antara lain satisfaction with life, efficacy, sociability/empathy, positive outlook, well-being, cheerfulness, self-esteem. Semakin tinggi poin total, maka semakin tinggi tingkat kebahagiaan individu.
Kualitas Persahabatan
Kualitas persahabatan merupakan hubungan timbal balik antar individu dengan berlandaskan prinsip kesetaraan dan sukarela serta saling berbagi kasih sayang, memperhatikan satu sama lain, dan menjalani suatu aktivitas secara bersama-sama. Taraf kualitas persahabatan diukur menggunakan skala kualitas persahabatan berdasarkan aspek Bukowski et al. (1994), adapun aspek-aspek dari kualitas persahabatan antara lain companionship, closeness, security (reliable alliance & transcending problem), help (aid & protection), conflict. Semakin tinggi poin total, maka semakin positif tingkat kualitas persahabatan individu.
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional ialah kecakapan individu untuk mengenali, memahami, dan menata emosi dalam diri dan emosi orang lain sehingga nantinya individu dapat mengarahkan perilaku yang ditunjukkan. Taraf kualitas persahabatan diukur menggunakan skala kecerdasan emosional yang merupakan hasil modifikasi dari skala kecerdasan emosional oleh Rustika (2014), adapun aspek-aspek dari kecerdasan emosional kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, keterampilan sosial. Semakin tinggi poin total, maka semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional individu.
Responden
Populasi terdiri atas remaja dengan karakteristik, pertama remaja berusia 12 sampai 20 tahun (Shaffer & Kipp, 2010), kedua remaja berasal dan tinggal menetap di Indonesia. Subjek penelitian ditentukan secara acak (random) melalui proses penelusuran melalui media online (google form) dengan tetap sesuai dengan karakteristik sampel penelitian. Proses penelusuran subjek diperoleh dengan cara menanyakan kesediaan subjek yang memiliki kesesuaian dengan kriteria karakteristik subjek dalam penelitian yang kemudian subjek sepakat untuk ikut berpartisipasi sebagai subjek penelitian. Apabila subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini maka subjek dapat melanjutkan untuk mengisi kuesioner dan sesuai dengan keadaan saat ini, namun jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh subjek maka subjek dapat berhenti untuk mengikuti penelitian ini dalam melakukan pengisian kuesioner. Proses pengambilan sampel ini menekankan pada proses acak dalam pemilihan sampel dengan dasar pemikiran bahwa setiap individu memiliki kesempatan untuk menjadi sampel dari penelitian (Field, 2009).
Selain teknik pengambilan sampel, ukuran sampel juga harus ditetapkan. Pada penelitian ini, ukuran sampel penelitian menggunakan rumus minimum sampel berdasarkan variabel bebas (VB) atau prediktornya menurut Field (2009), yaitu sebanyak 106 subjek.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2020 secara online melalui Google Form yang dibagikan lewat berbagai media sosial peneliti (Line, Instagram, Twitter, dan WhatsApp). Kuesioner terkumpul sebanyak 265 eksemplar yang diisi oleh remaja yang berasal dari 15 provinsi di Indonesia dengan rentangan umur 12-20 tahun.
Alat Ukur
Alat ukur penelitian terdiri dari skala kebahagiaan, skala kualitas persahabatan, dan skala kecerdasan emosional berupa skala Likert. Skala kebahagiaan disusun peneliti sesuai aspek kebahagiaan Hills dan Argyle (2002), skala kualitas persahabatan disusun peneliti sesuai dengan aspek-aspek kualitas persahabatan menurut Bukowski et al. (1994), dan skala kecerdasan emosional merupakan hasil modifikasi dari skala kecerdasan emosional oleh Rustika (2014).
Skala kebahagiaan terdiri dari 37 aitem pernyataan dengan validitas berkisar antara 0,289 hingga 0,763 dengan reliabilitas sebesar 0,925. Skala kualitas persahabatan terdiri atas 34 aitem pernyataan yang memiliki validitas berkisar antara 0,289 sampai 0,918 dan reliabilitas sebesar 0,925. Skala kecerdasan emosional memiliki 25 aitem pernyataan dengan validitas antara 0,251 hingga 0,603 dan reliabilitas menunjukkan angka 0,815.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis regresi berganda, dimana sebelumnya harus memenuhi syarat uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas. Uji regresi berganda bertujuan untuk melihat hubungan dan peranan antar variabel dan dalam hal ini, penelitian hendak melihat adanya peran kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional pada kebahagiaan.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Adapun kuantitas subjek penelitian ialah 265 orang dengan pembagian sebanyak 203 orang (76%) adalah perempuan dan sebanyak 62 orang (24%) adalah laki-laki. Mayoritas subjek penelitian berada pada rentangan usia 18-20 tahun yaitu sebanyak 141 orang. Subjek berdomisili di 15 provinsi yaitu Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Sumatra Utara, dan Riau. Mayoritas subjek berdomisili di Bali yaitu sebanyak 149 orang. Kebanyakan subjek memiliki lebih dari 2 sahabat yaitu sebanyak 242 orang, frekuensi bertemu dengan teman minimal 1 minggu sekali sebanyak 215 orang, dan memiliki sahabat dengan jenis kelamin yang berbeda sebanyak 156 orang. Keseluruhan karakteristik subjek penelitian terlampir pada tabel 1.
Deskripsi Data Penelitian
Hasil deskripsi penelitian variabel kebahagiaan, kualitas persahabatan, dan kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel 2 (terlampir).
Deskripsi statistik mengindikasikan secara umum subjek penelitian termasuk mempunyai taraf kebahagiaan tinggi. Hal ini ditunjukkan dari perolehan skor rerata empiris yang lebih besar dari rerata teoritis (105,25 > 92,5) dengan perbedaan yang nyata sebesar 12,75, dengan nilai t sebesar 16,506 dan signifikansi 0,000 (p < 0,05).
Kualitas persahabatan yang dimiliki subjek termasuk dalam kategori tinggi. Rerata empiris subjek sebesar 108,26 dan rerata teoretis sebesar 85 sehingga menghasilkan perbedaan sebesar 23,26 (rerata empiris > rerata teoretis) dengan nilai t sebesar 30,074 dan signifikansi 0,000 (p<0,05).
Kualitas persahabatan yang dimiliki subjek termasuk dalam kategori tinggi. Rerata empiris subjek sebesar 68,46 dan rerata teoretis sebesar 62,5 sehingga menghasilkan perbedaan sebesar 5,96 (rerata empiris > rerata teoretis) dengan nilai t sebesar 13,710 dan signifikansi 0,000 (p<0,05).
Uji Asumsi
Uji normalitas melalui teknik Kolmogorov-Smirnov di tabel 3 (terlampir) berguna melihat data terdistribusi normal dari distribusi sebaran skor dan bila memenuhi nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p>0,05) (Azwar, 2013). Tabel 3 mengindikasikan ketiga variabel terdistribusi normal terlihat dari nilai signifikansi variabel kebahagiaan yaitu 0,065, variabel kualitas persahabatan sebesar 0,068, dan kecerdasan emosional sebesar 0,200. Artinya, nilai signifikansi seluruh variabel menunjukkan angka yang lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
Hasil uji linearitas melalui Test for Linearity pada tabel 4 (terlampir) mengindikasikan bahwa variabel kualitas persahabatan dengan kebahagiaan memiliki hubungan yang linear yang ditujukkan oleh angka signifikansi linearity sebesar 0,000 (p<0,05). Variabel kecerdasan emosional dan kebahagiaan menunjukkan angka signifikansi 0,000 (p<0,05), artinya kedua variabel berhubungan linear.
Model regresi dikatakan baik ketika independent variable tidak terjadi multikolinearitas terlihat dari nilai collinearity tolerance ≥ 0,1 dan VIF ≤ 10. Hasil uji multikolinearitas pada tabel 5 (terlampir) mengindikasikan bahwa variabel kualitas persahabatan dan variabel kecerdasan emosional tidak terjadi multikolinearitas antar variabel.
Uji Hipotesis
Nilai signifikansi uji regresi berganda yang lebih kecil dari 0,05 mengindikasikan variabel bebas berperan secara signifikan pada variabel terikat. Hasil uji regresi berganda pada tabel 6 (terlampir), diketahui bahwa F hitung menunjukkan nilai 135,700 dengan angka signifikansi 0,000 (p<0,05). Artinya, kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional memiliki peranan terhadap kebahagiaan remaja secara bersamaan.
Dari regresi berganda, dapat melihat besaran peranan dari variabel kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional terhadap kebahagiaan. Tabel 7 (terlampir) mengindikasikan kualitas persahabata dan kecerdasan emosional memiliki peranan sebesar 50,9% terhadap kebahagiaan, dan sisanya sebesar 49,1% adalah faktor lain.
Uji regresi berganda pada penelitian ini juga digunakan untuk melihat hasil persamaan regresi dan hasil uji hipotesis minor terkait analisis peran kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional terhadap kebahagiaan secara terpisah.
Dari tabel 8 (terlampir), terlihat variabel kualitas persahabatan menunjukkan angka koefisien parameter sebesar 0,102 dan signifikansi 0,025, yaitu kurang dari 0,05 (p >0,05), yang berarti kualitas persahabatan sebagai prediktor mandiri yang mempunyai peranan secara signifikan terhadap kebahagiaan. Variabel kecerdasan emosional mempunyai nilai koefisien parameter sebesar 0,677 dengan signifikansi 0,000 ( p <0,05), artinya kecerdasan emosional sebagai prediktor mandiri punya peranan yang signifikan terhadap kebahagiaan. Rumus persamaan regresi berganda yang diperoleh sebagai berikut:
Y = 11,927 + 0,102X1 + 0,677X2
Keterangan:
Y = Kebahagiaan
-
X1 = Kualitas persahabatan
X2 = Kecerdasan Emosional
Persamaan regresi di atas memiliki arti sebagai berikut:
-
a. Konstanta senilai 11,927 mengindikasikan taraf kebahagiaan tanpa penambahan atau pengurangan nilai pada kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional.
-
b. Koefisien regresi X1 senilai 0,102 mengindikasikan tiap terdapat tambahan satuan nilai pada variabel kualitas persahabatan akan meningkatkan taraf kebahagiaan senilai 0,102.
-
c. Koefisien regresi X2 senilai 0,677 mengindikasikan tiap terdapat tambahan satuan nilai pada variabel kecerdasan emosional, akan meningkatkan taraf kebahagiaan senilai 0,677.
Analisis Lanjutan
Analisis lanjutan diuji melalui Independent sample t test dan Analysis of Variance (ANOVA) untuk melihat perbedaan nyata pada rerata hitung beberapa kelompok data.
Perbedaan kualitas persahabatan berdasarkan jumlah sahabat yang dimiliki
Hasil uji pada tabel 10 (terlampir) mengindikasikan bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata (signifikan) pada taraf kualitas persahabatan dengan jumlah sahabat 1 dan jumlah sahabat lebih dari 1 dengan nilai signifikansi 0,378 (p>0,05).
Perbedaan kualitas persahabatan berdasarkan frekuensi kontak dengan sahabat
Dari tabel 11 (terlampir), terlihat tidak ada perbedaan yang nyata (signifikan) pada tingkat kualitas persahabatan antara subjek dengan frekuensi kontak minimal satu kali dalam sebulan dan frekuensi kontak minimal satu kali dalam seminggu dengan nilai signifikansi 0,775 (p<0,05).
Perbedaan kualitas persahabatan berdasarkan jenis kelamin sahabat yang dimiliki
Dari hasil uji analisis pada tabel 12 (terlampir), mengindikasikan antara subjek yang memiliki sahabat dengan satu jenis kelamin sama dan jenis kelamin berbeda tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf kualitas persahabatan yang ditunjukkan oleh angka signifikansi 0,252 (p>0,05).
Perbedaan kebahagiaan berdasarkan jenis kelamin
Hasil uji analisis tabel 13 (terlampir), mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan nyata pada tingkat kebahagiaan antara subjek perempuan dan laki-laki dengan signifikansi 0,701 (p>0,05).
Perbedaan kualitas persahabatan, kecerdasan emosional, dan kebahagiaan berdasarkan usia
Uji ANOVA akan dilakukan untuk membandingkan nilai mean dari usia subjek dengan variabel kualitas persahabatan, variabel kecerdasan emosional dan variabel kebahagiaan. Hasil uji ANOVA pada tabel 14 (terlampir) menunjukkan adanya perbedaan variabel kualitas persahabatan yang bermakna pada nilai rerata usia dengan signifikansi 0,031 (p<0,05). Selanjutnya pada variabel kecerdasan emosional menunjukkan tidak berbeda secara bermakna pada nilai rerata faktor usia dengan signifikansi 0,238 (p>0,05). Variabel kebahagiaan juga mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang bermakna pada nilai rerata faktor usia dengan signifikansi 0,731 (p>0,05).
Berdasarkan tabel 15 (terlampir), taraf kualitas persahabatan subjek usia 12-15 tahun dengan usia 15-18 tahun tidak berbeda secara bermakna dengan nilai signifikansi 0,237 (p>0,05), taraf kualitas persahabatan usia 12-15 tahun dengan usia 18-20 tahun secara signifikan berbeda berdasarkan nilai signifikansi 0,037 (p<0,05), dan usia 15-18 tahun dengan usia 18-20 tahun secara signifikan tidak berbeda berdasarkan nilai signifikansi 0,520 (p>0,050).
Taraf kecerdasan emosional dan kebahagiaan subjek yang dibandingkan berdasarkan rentang usia tidak berbeda secara signifikan.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Pembahasan
Berdasarkan uji regresi linear berganda yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peranan kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional secara bersamaan terhadap kebahagiaan remaja di Indonesia sebesar 50,9%, sedangkan sebesar 49,1% sisanya berasal dari faktor lain terhadap kebahagiaan yang tidak diteliti. Penelitian ini menambahkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan kebahagiaan remaja diantaranya adalah jenis kelamin, usia, jumlah sahabat yang dimiliki, frekuensi melakukan kontak dengan sahabat, dan jenis kelamin sahabat yang dimiliki.
Peran kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional secara bersama-sama terhadap kebahagiaan menurut Escoda dan Alegre (2016) dapat dijelaskan dari adanya kecerdasan emosional pada individu yang memicu munculnya kebahagiaan berdasarkan pengalaman individu dengan hubungan sosialnya, yakni pada penelitian ini adalah hubungan individu dengan sahabat. Individu yang menjalin hubungan persahabatan memerlukan kecerdasan emosional sehingga individu mampu untuk mengenali serta paham akan emosi pribadi dan orang lain. Kecakapan tersebut digunakan individu sebagai dasar untuk mengelola pikiran dan perilaku saat menjalin hubungan sosial (Goleman, 2017). Hubungan persahabatan adalah salah satu hubungan sosial yang individu miliki, jika hubungan ini terjalin dengan kualitas yang baik
maka dapat meningkatkan kebahagiaan individu.
Variabel kualitas persahabatan mempunyai koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,102 dan taraf signifikansi sebesar 0,025 (p<0,05) yang menyatakan bahwa kualitas persahabatan sebagai prediktor tunggal memiliki peran yang signifikan pada kebahagiaan remaja. Hal ini selaras dengan penelitian Sandjojo (2017) bahwa kualitas persahabatan berperan dalam meningkatkan kebahagiaan remaja. Kualitas persahabatan dapat berpengaruh dalam meningkatkan kebahagiaan remaja. Hal ini disebabkan karena hubungan kualitas persahabatan yang dijalin remaja dapat memberikan pengalaman yang dapat memenuhi kebutuhan dasar remaja dalam masa perkembangan. Kebahagiaan muncul karena ketika menghabiskan waktu bersama sahabat, remaja dapat bertukar pikiran, mengobrol, dan bersenang-senang (Sandjojo, 2017).
Remaja yang memiliki kualitas persahabatan yang baik akan saling memiliki kedekatan emosional dimana dalam hubungan persahabatan meliputi adanya kasih sayang (Hojjad & Moyer, 2017). Lebih lanjut, remaja dalam hubungan persahabatan akan saling bertukar cerita dan pikiran, perasaan serta masalah yang bersifat pribadi terhadap satu sama lain karena sahabat dapat menyediakan dukungan emosional dan dukungan sosial bagi remaja. Ditinjau dari faktor kebudayaan, remaja Indonesia memiliki hubungan sosial yang dekat dengan keluarga sehingga memandang keluarga sebagai sahabat. Hubungan remaja dengan keluarga dilandasi dengan simpati, kasih sayang, serta saling memberi dukungan dimana hal ini dapat mempengaruhi kebahagiaan individu (Elfida et al., 2010).
Van Cleemput (2012) menyatakan bahwa remaja merupakan masa dimana individu memiliki kebutuhan yang tinggi untuk menjalin relasi dengan sahabat yang dimiliki. Hubungan persahabatan yang berkualitas merupakan sumber utama dukungan sosial untuk membantu remaja menjalani masa perkembangan secara adaptif. Lebih lanjut, sahabat dapat saling mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan di masa perkembangan remaja (Hartup & Stevens, 1997). Kehadiran sahabat dalam hidup remaja dapat membantu remaja untuk mencegah munculnya stres dan efek negatif dari suatu peristiwa yang menyulitkan.
Dalam hubungan persahabatan, remaja akhir memiliki kapasitas untuk meregulasi pengaruh yang berasal dari teman sebaya sehingga dapat mengarahkan remaja untuk merasa lebih bahagia (Steinberg & Monahan, 2007). Pada penelitian ini mayoritas subjek merupakan remaja akhir. Menurut Almquist et al. (2013) kehidupan remaja akhir cenderung mengalami stres yang dapat diatasi dengan dukungan emosional yang didapat dari sahabat, selain itu remaja akhir memiliki kapasitas untuk mengelola pengaruh negatif dalam hidup. Pada hubungan persahabatan, remaja akan saling memberikan dukungan emosional yang dapat memberi manfaat pada kesejahteraan dimana kesejahteraan merupakan aspek yang dapat membentuk kebahagiaan individu (Steinberg & Monahan, 2007). Pada remaja awal, terdapat kecenderungan agresi yang tinggi dimana remaja awal mudah mengekspresikan emosi negatif kepada orang lain sehingga
remaja masih perlu belajar bersosialisasi dengan baik untuk mengindari konflik hubungan persahabatan (Gullone et al., 2010). Berdasarkan penelitian Erdley dan Day (2017), remaja yang memiliki kualitas hubungan persahabatan dengan taraf rendah cenderung memiliki gejala depresi seperti kesedihan dan isolasi sosial.
Kontribusi kualitas persahabatan pada kebahagiaan remaja adalah sahabat dapat membantu remaja dalam masa-masa sulit, memberi dukungan, mengusir kesendirian, sebagai tempat berbagi pikiran, dan dapat memengaruhi identitas diri remaja. Hal ini sejalan dengan aspek kualitas persahabatan dalam penelitian ini yaitu aspek help, dimana individu akan saling memberi bantuan dan melindungi sahabatnya saat berada pada keadaan atau situasi yang sulit (Bukowski et al., 1994). Maka dari itu dapat dikatakan bahwa remaja yang menjalin hubungan persahabatan dengan kualitas yang baik akan saling membantu dan memberi dukungan di situasi sulit.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional dengan koefisien beta terstandarisasi sebesar 0,720 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) sebagai prediktor tunggal memiliki peran yang signifikan terhadap kebahagiaan remaja. Individu yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan kecakapan dalam mengidentifikasi, menata emosi diri sendiri dan orang lain (Goleman, 2017). Hasil ini didukung oleh Abdollahi et al. (2018) bahwa kecerdasan emosional remaja berkorelasi positif terhadap kebahagiaan remaja. Kecerdasan emosional yang dimiliki individu dapat meningkatkan kebahagiaan individu guna menghadapi tantangan-tantangan yang ada pada masa global saat ini. Pendekatan bottom-up yang menyatakan bahwa kebahagiaan individu dapat dijelaskan melalui perjalanan hidup individu yang dipenuhi oleh pengalaman yang positif. Pengalaman positif dapat dijelaskan melalui cara pandang individu terhadap hidup pada aspek positive outlook pada kebahagiaan (Hills & Argyle, 2002). Individu dengan kecerdasan emosional yang baik dapat mendeskripsikan apa yang dirasakan individu secara jelas, mempertahankan suasana hati positif, serta memperbaiki suasana hati, yang dimana komponen-komponen tersebut dapat berperan terhadap kebahagiaan individu (Schutte et al., 2002).
Individu yang memiliki kecerdasan emosional dapat merasakan kebahagiaan terutama pada aspek emosi sehingga dapat memicu terjadinya pertukaran emosi positif antar individu dalam suatu hubungan persahabatan (Escoda & Alegre, 2016). Pertukaran emosi antar individu atau disebut emotional contagion theory merupakan proses dimana individu saling menangkap emosi atau diistilahkan dengan kata catch (Hatfield et al., 1993). Pada suatu hubungan persahabatan, individu-individu didalamnya akan mengekspresikan perasaan positif maupun negatif pada suatu situasi, kecerdasan emosional membantu individu untuk menginterpretasi penyebab dari munculnya perasaan negatif dalam suatu hubungan yang kemudianmengarahkan individu memiliki suasana hati positif dan memicu munculnya kebahagiaan (Parkinson, 2011). Selanjutnya menurut Parkinson (2011), jika terjadi pertukaran perasaan positif pada individu maka dapat menimbulkan kebahagiaan karena adanya
proses proses observasi pada ekspresi individu satu sama lain yang mengaktivasi respons bahagia pada otak. Emosi yang dimiliki tiap individu dalam hubungan persahabatan dapat memperkuat hubungan tersebut.
Pada penelitian ini, remaja yang bahagia memiliki kecerdasan emosional yang baik terutama pada aspek keterampilan sosial. Individu memiliki keterampilan untuk beradaptasi dan dapat mendorong keinginan orang lain untuk bertindak dimana kemampuan yang dimiliki adalah kemampuan dalam berkomunikasi, kemampuan dalam membangun ikatan serta mengelola konflik dalam suatu relasi sosial. Hal ini selaras dengan yang disampaikan oleh Eid & Larsen (2008) bahwa individu bahagia akan mempunyai kecakapan sosial yang baik dan lebih aktif serta mempunyai kecakapan resolusi konflik yang baik.
Hasil kategorisasi variabel kebahagiaan menunjukkan mayoritas subjek memiliki taraf kebahagiaan yang tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, merasakan emosi positif serta mengevaluasi kualitas hidup yang dimiliki. Taraf kebahagiaan yang tinggi ini berkaitan dengan usia subjek. Hasil deskripsi berdasarkan usia menunjukkan mayoritas subjek ialah remaja akhir pada usia 18 sampai 20 tahun. Individu akan merasakan afeksi bahagia secara stabil di usia 20 tahun karena terdapat efek U-shaped pada kebahagiaan seseorang berdasarkan usia, dimana efek U-shaped merupakan kurva dengan bentuk melengkung menyerupai huruf U. Pada kurva ini, kebahagiaan individu muda berada diatas dan menurun di usia dewasa kemudian mengalami kenaikan pada perkiraan usia 50 tahun (Galambos et al., 2020).
Berdasarkan hasil kategorisasi variabel kualitas persahabatan, mayoritas subjek memiliki taraf kualitas persahabatan yang tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas remaja memiliki hubungan timbal balik dengan invidividu lain berdasarkan prinsip kesetaraan dan sukarela serta dalam prosesnya melibatkan adanya kasih sayang, saling mempertahankan satu sama lain dan menjalankan aktivitas secara bersama-sama.
Hasil kategorisasi pada variabel kecerdasan emosional mengindikasikan tingkat kecerdasan emosional subjek tinggi, artinya remaja dalam penelitian ini memiliki kemampuan dalam mengekspresikan perasaan secara akurat dan dengan kemampuan ini remaja dapat mengarahkan perilaku kepada remaja lainnya secara efektif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Escoda & Alegre, 2016) yang menyatakan bahwa individu dengan taraf kecerdasan emosi yang tinggi cenderung merasakan tingginya kepuasan hidup, dimana salah satu aspek dari kebahagiaan yaitu kepuasan hidup (satisfaction with life). Selain itu, taraf kecerdasan emosional yang tinggi ini berkaitan dengan usia dan jenis kelamin subjek. Mayoritas usia subjek dalam penelitian di rentangan 18-20 tahun dengan kategori remaja akhir. Penelitian Keefer et al. (2013) mengenai kecerdasan emosional pada subjek remaja dengan usia 10-18 tahun yang mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional mengalami
kenaikan pada kategori usia remaja yang lebih tua. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh kematangan dan pengalaman individu yang lebih besar dari kelompok usia lainnya. Selain usia, jenis kelamin pada penelitian ini mayoritas adalah perempuan sebanyak 230 orang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bar-On (1997) yang menyatakan bahwa perempuan lebih sadar secara emosional, memiliki empati, memiliki kemampuan interpersonal dan persepsi diri yang lebih baik, di mana perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Berdasarkan analisis terkait jenis kelamin dengan kebahagiaan tidak ditemukan perbedaan secara signifikan. Hal ini sejalan dengan Amati et al. (2018) bahwa gender tidak mempengaruhi kebahagiaan yang dimiliki individu. Perempuan dan laki-laki akan mengalami level kebahagiaan yang cenderung sama.
Terkait dengan faktor usia dengan dengan variabel kualitas persahabatan, kecerdasan emosional dan kebahagiaan ditemukan adanya perbedaan secara signifikan pada variabel kualitas persahabatan dengan siginifikansi 0,049 (p<0,05) namun tidak ditemukan perbedaan secara signifikan pada variabel kecerdasan emosional dengan signifikansi 0,616 (p>0,05) dan kebahagiaan dengan signifikansi 0,618 (p>0,05). Secara lebih lanjut perbedaan yang nyata ada pada kategori usia 12-15 tahun dengan 18-20 tahun dengan perbandingan rata-rata paling besar ada pada subjek pada usia 18-20 tahun. Steinberg dan Monahan (2007) memaparkan bahwa kualitas persahabatan pada remaja akhir mengalami peningkatan. Almquist et al. (2013) menyatakan bahwa hubungan persahabatan menjadi hal yang penting bagi individu kategori remaja akhir. Hal ini dapat disebabkan karena pada remaja akhir cenderung mengalami stres yang dapat diatasi dengan hadirnya dukungan emosional dari sahabat, selain itu remaja akhir memiliki kapasitas remaja untuk meregulasi pengaruh eksternal yang negatif (Almquist et al., 2013; Steinberg & Monahan, 2007). Sebagai tambahan, Hartup dan Stevens (1997) menyakan bahwa individu yang memasuki kategori remaja akhir memandang kualitas persahabatan sebagai sebuah hubungan yang memfasilitasi adanya dukungan dari orang yang dipercaya dan dapat diandalkan yaitu sahabat. Menurut Carlson et al. (2015) kualitas persahabatan pada remaja awal lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena remaja mengalami masa peralihan dan kesulitan untuk belajar membuka diri dan berkomunikasi mengenai masalah personal dengan teman sebaya.
Terkait jumlah sahabat yang dimiliki dengan variabel kualitas persahabatan tidak ditemukan perbedaan secara signifikan dengan nilai signifikansi 0,908 (p>0,05). Jumlah sahabat yang dimiliki remaja yaitu satu dan lebih dari satu menunjukkan kualitas persahabatan yang sama (Demir et al., 2015). Sebagai tambahan, menurut Demir et al. (2015) remaja dapat memiliki satu sahabat atau lebih dari satu sahabat sepanjang dalam hubungan tersebut individu dapat saling memenuhi kebutuhan individu, memberikan dukungan emosional, dan saling berbagi aktivitas yang menyenangkan. Kualitas hubungan persahabatan yang tinggi dengan satu sahabat atau lebih dari satu sahabat sangat penting untuk menunjang perkembangan
remaja (Demir et al., 2015). Individu lebih memilih untuk memiliki kualitas persahabatan yang intim dengan satu atau lebih dari satu individu daripada menjadi remaja yang populer dan dikenal oleh banyak orang. Menurut remaja, kualitas persahabatan lebih penting daripada jumlah sahabat yang dimiliki.
Terkait jenis kelamin sahabat yang dimiliki dengan variabel kualitas persahabatan, dengan nilai signifikansi pada variabel kualitas persahabatan sebesar 0,286 (p>0,05). Menurut Almquist et al. (2013) hubungan persahabatan antara kualitas persahabatan dengan jenis kelamin yang sama dan kualitas persahabatan dengan jenis kelamin yang berbeda memiliki kualitas persahabatan yang sama.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan penelitian yaitu kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional dapat memprediksi kebahagiaan remaja sebesar 50,9%. Kualitas persahabatan sebagai prediktor mandiri berperan meningkatkan kebahagiaan remaja. Kecerdasan emosional sebagai prediktor mandiri juga berperan meningkatkan kebahagiaan remaja. Remaja memiliki taraf kebahagiaan, kualitas persahabatan, dan kecerdasan emosional yang tergolong tinggi. Berdasarkan jenis kelamin, remaja tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kebahagiaan. Berdasarkan jumlah sahabat yang dimiliki dan jenis kelamin sahabat yang dimiliki, remaja tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada taraf kualitas persahabatan. Berdasarkan usia, terdapat perbedaan taraf kualitas persahabatan antara remaja awal (12-15) dan remaja akhir (18-20) dengan taraf kualitas persahabatan yang lebih tinggi ditemukan pada subjek remaja akhir.
Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini yaitu subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini mayoritas perempuan daripada laki-laki. Hal ini dapat disebabkan karena perempuan lebih tertarik untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan topik kualitas persahabatan (Lewis et al., 1989). Terdapat faktor budaya yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penelitian dengan topik kebahagiaan pada penelitian selanjutnya.
Berdasarkan keseluruhan pemaparan penelitian, peneliti memberikan saran kepada remaja untuk dapat memahami pentingnya kebahagiaan pada masa remaja dengan menjaga taraf kecerdasan emosional yang tinggi dan taraf kualitas persahabatan yang tinggi sehingga kebahagiaan dapat dipertahankan. Hidup yang disertai hadirnya kebahagiaan dapat membantu remaja dalam menghadapi kesulitan-kesulitan proses perkembangan sesuai dengan kapasitas remaja. Remaja hendaknya memiliki pandangan bahwa kebahagiaan merupakan bagian dari perjalanan hidup remaja yang dapat remaja ciptakan sendiri. Remaja diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai kemampuan yang dimiliki, menanamkan emosi positif serta mengevaluasi dengan baik kualitas hidupnya untuk menjadi remaja yang bahagia.
Saran bagi orangtua diharapkan dapat membantu individu dalam mengembangkan kecerdasan emosional sejak usia dini
sehingga dapat membantu dalam mengarahkan remaja untuk mengelola dengan baik hubungan sosial yang remaja miliki, salah satunya adalah hubungan remaja dengan sahabat, serta orangtua dan keluarga menjadi sosok yang selalu menyertai hidup remaja perlu memberi edukasi mengenai pentingnya kebahagiaan bagi remaja. Sebagai tambahan, orangtua perlu menuntun kehidupan remaja dalam menciptakan kebahagiaan bagi remaja itu sendiri.
Saran bagi peneliti selanjutnya antara lain diharapkan untuk mempertimbangkan karakteristik-karakteristik individu yang akan diteliti serta faktor mediasi yang dapat memprediksi kebahagiaan. Karakteristik-karakteristik yang perlu diperhatikan yaitu, status individu, hubungan sosial yang lebih melekat pada individu tersebut, dan faktor budaya. Faktor mediasi yang perlu dipertimbangkan adalah perceived mattering, dimana perceived mattering merupakan interpretasi individu bahwa masing-masing individu dalam hubungan persahabatan saling memiliki peranan yang penting. Hal-hal tersebut hendaknya dipertimbangkan oleh peneliti selanjutnya dengan tetap mengacu pada konsep teoritis dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi, A., Hosseinian, S., Panahipour, H., Najafi, M., & Soheili, F. (2018). Emotional intelligence as a moderator between perfectionism and happiness. School Psychology International, 40(1), 88–103. https://doi.org/10.1177/0143034318807959
Almquist, Y. B., Östberg, V., Rostila, M., Edling, C., & Rydgren, J.
(2013). Friendship network characteristics and psychological well-being in late adolescence: Exploring differences by gender and gender composition. Scandinavian Journal of Public Health, 42(2), 146–154.
https://doi.org/10.1177/1403494813510793
Amati, V., Meggiolaro, S., Rivellini, G., & Zaccarin, S. (2018). Social relations and life satisfaction: the role of friends. Genus, 74(1), 7. https://doi.org/10.1186/s41118-018-0032-z
Azwar, S. (2013). Dasar-dasar psikometri. Pustaka Belajar.
Bar-On, R. (1997). Development of the Bar-On EQ-I: A measurement of emotional and social intelligence. Paper Presented at the 105th Annual Convention of the American Psychological Association.
Broadbent, E., Gougoulis, J., Lui, N., Pota, V., & Simons, J. (2017). Generation Z: Global citizenship survey. The Varkey Foundation.
Bukowski, W. M., Hoza, B., & M, B. (1994). Measuring friendship quality during pre- and early adolescence: The development and psychometric properties of the friendship qualities scale. Journal of Soical and Personal Relationship, 11(3), 471–484. https://doi.org/10.1177/0265407594113011
Carlson, D., Costin, S. E., Quarterly, S. M., October, N., Jones, C., & Costin, S. E. (2015). Friendship Quality During Preadolescence and Adolescence: The Contributions of Relationship Stable URL:
http://www.jstor.org/stable/23087939 Your use of the JSTOR archive indicates your acceptance of the Terms & Conditions of Use , available at http://www.jstor.org/page/ Friendship Quality During Preadolescence. 41(4), 517–535.
Chaplin, L. N., Bastos, W., & Lowrey, T. M. (2010). Beyond brands: Happy adolescents see the good in people. The Journal of Positive Psychology, 5(5), 342–354.
Dariyo, A. (2017). Hubungan Antara Persahabatan dan Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Hidup Remaja. Journal Psikogenesis,
5(2), 168. https://doi.org/10.24854/jps.v5i2.505
Demir, M., Orthel-Clark, H., Özdemir, M., & Özdemir, S. B. (2015). Friendship and happiness among young adults. Springer Science+Business Media Dordrecht.
https://doi.org/10.1007/978-94-017-9603-3_7
Demir, M., Orthel, H., & Andelin, A. K. (2013). Friendship and happiness. In David, S. A., Boniwell, I., Ayers, A. C., The Oxford Handbook of Happiness (pp. 860–872). Oxford University Press.
Djang, L. J. (2011). Early adolescent development: A content analysis of adolescent development textbooks. Theses and Dissertations Paper, 1178.
Dody Leyno Amperawan, Ahyani Radhiani Fitri, & Hidayat. (2014). Makna Kesedihan Bagi Remaja. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 10(Desember), 74–79.
Eid, M., & Larsen, R. J. (2008). The science of subjective well-being. Guilford Press.
Erdley, C. A., & Day, H. J. (2017). Friendship in childhood and adolescence. In M. Hojjat & A. Moyer (Eds.), The psychology of friendship (pp. 3–19). Oxford University Press.
Escoda, N. P., & Alegre, A. (2016). Does Emotional Intelligence Moderate the Relationship between Satisfaction in Specific Domains and Life Satisfaction? International Journal of Psychology and Psychological Therapy, 16(2), 131–140.
Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd ed.). SAGE Publisher.
Galambos, N. L., Krahn, H. J., Johnson, M. D., & Lachman, M. E. (2020). The U Shape of Happiness Across the Life Course: Expanding the Discussion. Perspectives on Psychological Science, 15(4), 898–912.
https://doi.org/10.1177/1745691620902428
Goleman, D. (2017). Kecerdasan emosional: Mengapa EI lebih penting daripada IQ. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Grunebaum, J. O. (2003). Friendship: Liberty, equality, and utility. State University of New York Press.
Gullone, E., Hughes, E. K., King, N. J., & Tonge, B. (2010). The normative development of emotion regulation strategy use in children and adolescents: A 2-year follow-up study. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines, 51(5), 567–574. https://doi.org/10.1111/j.1469-
7610.2009.02183.x
Hartup, W. W., & Stevens, N. (1997). Friendship and adaption in the life course. Psychological Bulletin, 121(3), 355–370.
https://doi.org/10.1037/0033-2909.121.3.355
Hatfield, E., Cacioppo, J. T., & Rapson, R. L. (1993). Emotional contagion. Current Directions in Psychological Science, 2(3), 96–99.
Hills, P., & Argyle, M. (1998). Positive moods derived from leisure and their relationship to happiness and personality. Personality and Individual Differences, 25(3), 523–535.
https://doi.org/10.1016/S0191-8869(98)00082-8
Hills, P., & Argyle, M. (2002). The oxford happiness questionnaire: a compact scale for the measurement of psycholoical well-being. Personality and Individual Differences, 33, 1073–1082.
Hojjad, M., & Moyer, A. (2017). The psychology of friendship. Oxford University.
Keefer, K. V, Holden, R. R., & Parker, J. D. A. (2013). Longitudinal assessment of trait emotional intelligence: Measurement invariance and construct continuity from late childhood to adolescence. Psychological Assessment, 25(4), 1255–1272.
Khosla, M., & Dokania, V. (2010). Does happiness promote
emotional intelligence? Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 36(1), 45–54.
King, L. A. (2014). Psikologi umum: Sebuah pandangan apresiatif. Salemba Humanika.
Lewis, R. J., Winstead, B. A., & Derlega, V. J. (1989). Gender Differences in Voluntering Friendship Research. Journal of
Social Behavior and Personality, 4(5), 623–632.
Parkinson, B. (2011). Interpersonal emotion transfer: Contagion and social appraisal. Social and Personality Psychology Compass, 5(7), 428–439. https://doi.org/10.1111/j.1751-
9004.2011.00365.x.
Primasari, A., & Yuniarti, K. W. (2012). What make teenagers happy? An exploratory study using indigenous psychology approach. International Journal of Research Studies in Psychology, 1(2), 53–61.
Renanita, T., Hakim, M. A., Yuniarti, K. W., & Kim, U. (2012). Vulnerable factors of sadness among adolescents in Indonesia: an exploratory indigenous research. Humanities, 9(1).
Sajjadian, P., Kalantari, M., Abedi, M. R., & Nilforooshan, P. (2016). Predictive model of happiness on the basis of positive psychology constructs. Review of European Studies, 8(4).
Sandjojo, C. T. (2017). Hubungan antara kualitas persahabatan dengan kebahagiaan pada remaja urban. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 6(2).
Santrock, J. W. (2007). Remaja. Erlangga.
Schutte, N. S., Malouff, J. M., Simunek, M., McKenley, J., & Hollander, S. (2002). Characteristic emotional intelligence and emotional. Cognition and Emotion, 16(6), 769–785.
Selvam, T. (2017). Function of peer group in adolescence life. International Journal of Scientific Research and Review, 6(11).
Shaffer, D. R., & Kipp, K. (2010). developmental psychology
childhood and adolesence (8th ed.). Wadsworth Publishing.
Steinberg, L., & Monahan, K. C. (2007). Age differences in
resistance to peer influence. Developmental Psychology, 43, 1531–1543.
Suldo, S. M., & Huebner, E. S. (2006). Is extremely high life satisfaction during adolescence advantageous? Social Indicator Research, 78(2), 179–203.
Tomé, G., Matos, M., Simões, C., Diniz, J. A., & Camacho, I. (2012). How can peer group influence the behavior of adolescents: explanatory model. Global Journal of Health Science, 4(2), 26–35. https://doi.org/10.5539/gjhs.v4n2p26
Van Cleemput, K. (2012). Friendship type, clique formation and the everyday use of communication technologies in a peer group. Information, Communication, & Society, 15(8), 1258–1277. https://doi.org/10.1080/1369118x.2011.60632
LAMPIRAN
Tabel 1
Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik |
Kategori |
Frekuensi |
Persentase |
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
62 |
76% |
Perempuan |
203 |
24% | |
Usia |
12-15 tahun |
19 |
7% |
15-18 tahun |
105 |
39% | |
18-20 tahun |
141 |
54% | |
Provinsi |
Bali |
149 |
56,2% |
DKI Jakarta |
36 |
13,6% | |
Jawa Barat |
34 |
12,8% | |
Jawa Timur |
12 |
4,5% | |
Jawa Tengah |
9 |
3,4% | |
Daerah Istimewa Yogyakarta |
5 |
1,9% | |
Banten |
4 |
1,5% | |
Kalimantan Barat |
4 |
1,5% | |
Kalimantan Selatan |
2 |
0,8% | |
Kalimantan Timur |
3 |
1,1% | |
Sulawesi Utara |
2 |
0,8% | |
Nusa Tenggara Barat |
2 |
0,8% | |
Lampung |
1 |
0,4% | |
Sumatra Utara |
1 |
0,4% | |
Riau |
1 |
0,4% | |
Jumlah sahabat yang dimiliki |
1 orang |
23 |
8,7% |
Lebih dari 1 orang |
242 |
91,3% | |
Frekuensi melakukan kontak dengan sahabat |
Minimal 1 kali dalam sebulan |
50 |
18,9% |
Minimal 1 kali dalam |
215 |
81,1% | |
seminggu | |||
Jenis kelamin sahabat yang dimiliki |
Satu jenis kelamin |
109 |
41,1% |
Jenis kelamin berbeda |
156 |
58,9% | |
Tabel 2 |
Deskripsi data penelitian
Deskripsi Data |
Kualitas Persahabatan |
Kecerdasan Emosional |
Kebahagiaan |
N |
265 |
265 |
265 |
Rata-rata Teoretis |
85 |
62,5 |
92,5 |
Rata-rata Empiris |
108,26 |
68,46 |
105,25 |
SD Teoretis |
17 |
12,5 |
18,5 |
SD Empiris |
12,591 |
7,082 |
12,578 |
Xmin |
76 |
49 |
72 |
Xmax |
136 |
87 |
141 |
Sebaran Teoretis |
34-136 |
25-100 |
37-148 |
Sebaran Empiris |
76-136 |
49-87 |
72-141 |
T
30,074 (p=0,000)
13,710 (p=0,000)
16,506 (p=0,000)
Tabel 3
Uji normalitas data penelitian
Variabel |
Kolmogorov-Smirnov |
Sig |
Keterangan |
Kebahagiaan |
0,053 |
0,065 |
Data berdistribusi normal |
Kualitas persahabatan |
0,053 |
0,068 |
Data berdistribusi normal |
Kecerdasan Emosional |
0,047 |
0,200 |
Data berdistribusi normal |
Tabel 4
Uji linearitas data penelitian
Variabel |
Linearity |
Kesimpulan |
Kualitas persahabatan*Kebahagiaan |
0,00 |
Data Linear |
Kecerdasan emosional*Kebahagiaan |
0,00 |
Data Linear |
Tabel 5
Uji multikolinearitas data penelitian
Variabel |
Collinearity Tolerance |
Variance Inflation Factor (VIF) |
Keterangan | |
Kualitas persahabatan Kecerdasan Emosional |
0,915 0,915 |
1,093 1,093 |
Tidak terjadi multikoliniearitas Tidak terjadi multikoliniearitas | |
Tabel 6 | ||||
Hasil uji regresi berganda data penelitian | ||||
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F Sig. | |
Regression Residual |
21250,037 20514,023 |
2 262 |
10625,019 78,297 |
135,700 0,000b |
Total |
41764,060 |
264 |
Tabel 7
Besaran Sumbangan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat
R |
R Square |
Adjusted R Square |
Std. Error of the Estimate |
0,713a |
0,509 |
0,505 |
8,849 |
Tabel 8
Hasil Uji Hipotesis Minor dan Persamaan Regresi Linier Berganda
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Signifikansi | ||
B |
Std. Error |
Beta | |||
(Constant) |
11,927 |
6,230 |
1,914 |
0,057 | |
Kualitas persahabatan |
0,102 |
0,045 |
0,102 |
2,253 |
0,025 |
Kecerdasan Emosional |
1,202 |
0,080 |
0,677 |
14,948 |
0,000 |
Tabel 9
Rangkuman hasil uji hipotesis penelitian
No |
Hipotesis Hasil |
1 |
Hipotesis Mayor: Kualitas persahabatan dan kecerdasan emosional berperan meningkatkan kebahagiaan remaja a er ma |
2 |
Hipotesis Minor 1 : Kualitas persahabatan berperan meningkatkan kebahagiaan remaja Ha diterima Hipotesis Minor 2: Kecerdasan emosi berperan meningkatkan kebahagiaan remaja a er ma |
Tabel 10
Hasil Uji Independent sample t-test antara faktor jumlah sahabat yang dimiliki dengan variabel kualitas persahabatan
Variabel |
Levene’s Test for Equality of Variances |
t-test for Equality of Means | |
F |
Sig |
T Df Sig(2-tailed) | |
Kualitas persahabatan |
0,127 |
0,721 |
-0,883 263 0,378 |
Tabel 11
Hasil Uji Independent sample t-test antara faktor frekuensi kontak dengan sahabat dengan variabel kualitas persahabatan
Variabel |
Levene’s Test for Equality of Variances |
t-test for Equality of Means | |
F |
Sig |
T Df Sig(2-tailed) | |
Kualitas persahabatan |
0,000 |
0,990 |
0,286 263 0,775 |
Tabel 12
Hasil Uji Independent sample t-test antara faktor jenis kelamin sahabat yang dimiliki dengan variabel kualitas persahabatan
Variabel |
Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig T Df Sig(2-tailed) |
Kualitas persahabatan |
0,432 0,512 1,147 263 0,252 |
Tabel 13
Hasil Uji Independent sample t-test antara faktor jenis kelamin dengan variabel kebahagiaan
Variabel |
Levene’s Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means F Sig T Df Sig(2-tailed) |
Kebahagiaan |
2,433 0,120 -0,384 263 0,701 |
Tabel 14
Hasil Uji ANOVA antara faktor usia dengan variabel kualitas persahabatan, variabel kecerdasan emosional, dan variabel kebahagiaan
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. | ||
Kualitas persahabatan |
Between Groups |
1092,167 |
2 |
546,084 |
3,510 |
0,031 |
Within Groups |
40758,867 |
262 |
155,568 | |||
Total |
41851,034 |
264 | ||||
KE |
Between Groups |
144,246 |
2 |
72,123 |
1,443 |
0,238 |
Within Groups |
13095,663 |
262 |
49,983 | |||
Total |
13239,909 |
264 | ||||
Kebahagiaan |
Between Groups |
99,585 |
2 |
49,793 |
0,313 |
0,731 |
Within Groups |
41664,475 |
262 |
159,025 | |||
Total |
41764,060 |
264 |
Tabel 15
Multiple Comparisson Bonferroni test
Variabel |
Usia |
Usia |
Mean difference (I-J) |
Std. Error |
Sig. |
Kualitas persahabatan |
12-15 tahun |
15-18 tahun |
-5,486 |
3,110 |
,237 |
18-20 tahun |
-7,681* |
3,048 |
,037 | ||
15-18 tahun |
12-15 tahun |
5,486 |
3,110 |
,237 | |
18-20 tahun |
-2,195 |
1,608 |
,520 | ||
18-20 tahun |
12-15 tahun |
7,681* |
3,048 |
,037 | |
15-18 tahun |
2,195 |
1,608 |
,520 | ||
Kecerdasan Emosional |
12-15 tahun |
15-18 tahun |
,008 |
1,763 |
1,000 |
18-20 tahun |
-1,472 |
1,728 |
1,000 | ||
15-18 tahun |
12-15 tahun |
-,008 |
1,763 |
1,000 | |
18-20 tahun |
-1,480 |
,911 |
,317 | ||
18-20 tahun |
12-15 tahun |
1,472 |
1,728 |
1,000 | |
15-18 tahun |
1,480 |
,911 |
,317 | ||
Kebahagiaan |
12-15 tahun |
15-18 tahun |
2,449 |
3,144 |
1,000 |
18-20 tahun |
1,856 |
3,082 |
1,000 | ||
15-18 tahun |
12-15 tahun |
-2,449 |
3,144 |
1,000 | |
18-20 tahun |
-,593 |
1,626 |
1,000 | ||
18-20 tahun |
12-15 tahun |
-1,856 |
3,082 |
1,000 | |
15-18 tahun |
,593 |
1,626 |
1,000 |
108
Discussion and feedback