Jurnal Psikologi Udayana 2021, Vol.8, No.1, 24-35


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607 doi: 10.24843/JPU.2021.v08.i01.p03

Peran religiusitas dan wisdom terhadap sikap menghadapi kematian bagi masyarakat Jawa pada masa pandemi COVID-19

Emmanuel Satyo Yuwono

Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran religiusitas dan wisdom terhadap sikap menghadapi kematian pada masyarakat Jawa di masa pandemi COVID-19. Penelitian dilaksanakan di Desa Banyubiru Kab. Semarang Jawa Tengah, dengan jumlah partisipan sebanyak 50 orang. Penelitian ini menggunakan tiga skala pengukuran yaitu (1) Self Assesed Wisdom Scale (SAWS) yang dikembangkan oleh Webster (2003); (2) The Centrality of Religiousity Scale (CRS) yang dikembangkan oleh Huber & Huber (2012); dan (3) Death Attitude Profile-Revised (DAP-R) yang dikembangkan oleh Wong dkk. (1994). Ketiga skala pengukuran telah dimodifikasi ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan konteks lingkungan partisipan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis statistik regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan nilai F sebesar 5,743 dengan signifikansi sebesar 0,006 (p<0,05) yang berarti religiusitas dan wisdom secara simultan berperan terhadap sikap menghadapi kematian pada masyarakat Jawa. Besaran kontribusi yang diberikan kedua variabel independen secara bersama-sama adalah 19,6%. Disarankan bagi masyarakat Jawa untuk meningkatkan aktivitas keagamaan dengan menyertakan nilai-nilai tradisi lokal sebagai bentuk wisdom.

Kata kunci : Masyarakat Jawa, religiusitas, sikap menghadapi kematian, wisdom.

Abstract

This study aims to reveal the role of wisdom and religiosity in the attitude of facing death in Javanese society during the COVID-19 pandemic. The research was conducted in Desa Banyubiru, Kab. Semarang, Central Java, with a total of 50 participants. This study applies three measurement scales, namely (1) the self-assessed wisdom scale (SAWS) developed by Webster (2003); (2) The Centrality of Religiosity Scale (CRS) developed by Huber & Huber (2012); and (3) Death Attitude Profile-Revised (DAP-R) developed by Wong et al. (1994). The measurement scale has been modified into Indonesian language because of the environmental context of the research participants. This research draws upon quantitative approach with multiple regression statistical analysis. The results showed an F value of 5.743 with a level of significance 0.006 (p <0.05), which means religiosity and wisdom has simoultanesly impact towards the death attitude in Javanese society. The amount of contribution given by the two independent variables together is 19.6%. Javaness people, should increase the religious activity by adding local tradition as the form of wisdom.

Keyword : Death attitude, Javanese society, religiousity, wisdom.

LATAR BELAKANG

Peristiwa kematian tentu akan dihadapi semua orang. Kepastian kematian tersebut tidak mampu diprediksi secara jelas, kapan dan seperti apa peristiwa kematian itu akan datang. Ketidakpastian itu tidak memungkiri bahwa kematian itu nyata dan tak terelakkan (Kimmel, 1990). Peristiwa ini menjadi gambaran bagaimana pengalaman kematian menjadi peristiwa yang menakutkan, mencemaskan, atau justru kepasrahan.

Gambaran akan kematian menentukkan bagaimana seseorang harus bersikap. Sikap sendiri dapat diartikan sebagai bentuk penilaian dan pemahaman akan peristiwa yang diterima. Sikap juga diartikan sebagai bentuk evaluasi terhadap suatu objek atau suatu hal atau ide dari sekelompok orang atau grup yang mungkin diingat (dalam Bohner & Dickel, 2011).

Bagi masyarakat Jawa peristiwa kematian disikapi sebagai berakhirnya kehidupan yang sering disebut oncating sukma seko raga (keluarnya nyawa dari tubuh). Bagi masyarakat Jawa hidup hanya sebentar, urip iki mampir ngombe (hidup itu ibarat hanya sekedar seperti orang minum). Orang Jawa berharap persitiwa kematian menjadi sebuah peristiwa yang penuh kedamaian yang disebut dengan surud ing kasedan jati (mundur ke alam keselamatan sejati) (Purwadi, 2007).

Seperti yang tergambar di Desa Banyubiru Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Bagaimana masyarakat bersikap terhadap fenomena kematian yang tidak dihadapi dengan suasana ketakutan. Banyak perilaku positif yang ditunjukkan bagaimana masyarakat di Desa Banyubiru bersikap terhadap kematian. Termasuk disaat pandemi COVID-19 saat ini, yang berdampak pada lonjakan kematian yang luar biasa.

COVID-19 tidak lagi menjadi bencana lokal di wilayah tertentu saja. Bencana yang tak kasat mata, namun mematikan ini hampir terjadi di seluruh dunia yang berakibat pada keterpurukan serta menjadi wabah yang sangat menakutkan, sesuatu yang tak terlihat tapi membuat ribuan orang meninggal dan membuat banyak orang menjadi cemas dan ketakutan.

Jumlah kasus COVID-19 yang terkonfirmasi kian hari semakin meningkat termasuk jumlah terkonfirmasi meninggal. Dilansir dari CNN (2020), Indonesia merupakan salah satu negara di ASEAN yang memiliki rasio kematian sebesar 8,37 %. Rasio kematian ini pun semakin hari bisa bertambah terhitung dari jumlah kasus yang terkonfirmasi positif terjangkit COVID-19 dan meninggal. Banyaknya kasus kematian korban COVID-19 yang diberitakan di media sosial inipun menambah perasaan takut bagi banyak orang.

Peristiwa pandemi COVID-19 yang berujung pada peristiwa kematian yang membuat manusia mengalami ketakutan dan kecemasan. Kecemasan tentang peristiwa kematian menjadi satu hal yang lumrah di setiap tahapan perkembangan, yang memengerahui pola perilaku manusia (Cicirelli, 2002). Kecemasan tentang peristiwa kematian tampak dari perilaku seperti ketakutan akan datangnya kematian itu sendiri, atau saat-saat mendekati kematian (Abdel, 2005). Hal ini seperti yang tergambar dari fenomena kematian karena COVID-19. Tidak bisa diprediksi siapa orang yang bisa terjangkit dan juga mengarah pada kematian.

Sikap warga Banyubiru menghadapi fenomena kematian karena COVID-19 ini dengan keadaan yang lebih tenang, tidak panik, namun tetap terlihat waspada. Meskipun saat ini telah ada kasus meninggal karena COVID-19 di Banyubiru sehingga berada di zona merah. Status zona merah yang menjadi ancaman kematian yang begitu dekat, tidak lantas membuat warga Banyubiru takut atau khawatir. Hal ini tampak dari perilaku masyarakat Banyubiru yang tetap beraktivitas seperti biasanya. Kematian seolah tidak menjadi ancaman bagi warga Banyubiru.

Peristiwa kematian pada umunya menjadi persoalan psikologis yang harus dihadapi, seseorang diajak untuk menerima dan mengakui adanya kematian. Sikap penerimaan akan kematian dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah religiusitas atau sikap keagamaan. Individu yang mengenal agama dan sikap keagamaan tentunya, lebih percaya adanya kehidupan setelah kematian.

Penelitian sebelumnya menunjukan adanya korelasi positif antara sikap percaya kepada Tuhan atau religiusitas dengan sikap penerimaan akan peristiwa kematian (Wittkowski, 1988). Dari penelitian tersebut dapat menjelaskan bahwa individu yang percaya kepada Tuhan dan disebut memiliki religiusitas tinggi maka memiliki sikap yang cenderung menerima peristiwa kematian. Dezutter dkk. (2008) dalam penelitiannya tentang hubungan religiusitas dengan sikap menghadapi kematian, menjelaskan bahwa orang yang beragama cenderung mendukung pendekatan penerimaan akan peristiwa kematian dan percaya akan akhirat. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa individu yang beragama lebih mudah menerima kenyataan akan kematian dan dengan sadar mampu menyikapi peristiwa kematian dengan lebih baik. Penelitian yang selanjutnya melihat hubungan kecemasan akan kematian dengan aspek religiusitas pada lansia di Florida (Ardelt, 2008).

Hasil penelitian menunjukan lansia dengan religiusitas ekstrinsik berkorelasi positif dengan ketakutan akan

kematian, sedangkan lansia dengan religiusitas intrinsik memiliki efek positif terhadap ketakutan akan peristiwa kematian. Religiusitas intrinsik merupakan cara hidup individu dan komitmen hidup kepada Tuhan atau “tatanan suci” (Donahue dalam Ardelt, 2008). Dari penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa individu yang beragama dan benar-benar percaya Tuhan serta menjalankan perintah Tuhan tidak akan bersikap cemas terhadap peristiwa kematian atau lebih mudah menerima peristiwa kematian.

Sikap yang penuh kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi kematian apabila berlebihan dapat memicu gangguan fungsi fisik, psikis, emosi maupun sosial. Ketakutan terhadap kematian menimbulkan gangguan secara psikologis seperti neurotisme, depresi, gangguan psikosomatis (Feifel & Nagy, 1981). Suatu strategi yang bisa dilakukan adalah tetap menyikapi peristiwa kematian. Bagi individu sikap ini di seimbangkan dengan adanya wisdom dalam diri. Wisdom dipahami sebagai sikap dalam memutuskan secara tepat dan menghasilkan outcome yang terbaik secara kontekstual dengan mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman seseorang (Webster, 2003). Orang yang semakin bijaksana dalam menyikapi peristiwa kematian, maka tingkat ketakutan akan kematian semakin rendah (Wicaksono & Meiyanto, 2003).

Faktor arif atau wisdom ini memiliki peran yang signifikan terhadap sikap menghadapi kematian. Hal ini berarti bahwa kearifan yang terdapat pada diri seseorang akan membuat individu memahami dan menerima perubahan dalam hidup, dari berbagai perspektif (Dinakamarani & Indati, 2018). Ardelt (2007) menjelaskan bahwa bahwa konsep kearifan dapat membuat lansia memaknai hidupnya. Individu yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam menghadapi kematian, biasanya dimunculkan dalam sikap penerimaan terhadap kematian atau siap menghadapi kematian.

Sikap cemas maupun kepasrahan dalam menghadapi kematian ini tergantung pada kemampuan evaluasi masing-masing individu dalam hidupnya. Ardelt (2003) menyebutkan individu yang hidup tanpa rasa penyesalan merupakan individu yang arif. Oleh karena itu arif atau wisdom ini adalah salah satu faktor pengaruh dalam diri seseorang untuk bersikap dalam menghadapi kematian dan peristiwa yang ada didalamnya. Kramer (dalam Sternberg, 2005) menjelaskan bahwa wisdom merupakan dialektika pemikiran postformal, dimana kemampuan intelektual dan emosional mengalami perluasan dan peningkatan, yang akan dialami oleh individu di usia dewasa. Maka penelitian ini ingin melihat bagaimana pengaruh wisdom dan religiusitas terhadap sikap

menghadapi peristiwa kematian bagi masyarakat Jawa di tengah pandemi COVID-19.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Penelitian ini menyertakan tiga variabel yaitu religiusitas, wisdom dan sikap menghadapi kematian. Sebelum proses pengambilan data, tentunya penulis perlu menyiapkan alat ukur untuk ketiga variabel yang akan diungkap dalam penelitian ini. Oleh karena itu operasionalisasi variabel diperlukan untuk membantu penulis dalam penyusunan maupun adaptasi skala pengukuran.

Pada penelitian ini, variabel religiusitas, penulis menggunakan sudut pandang dari Huber & Huber (2012), yang ditunjukkan dan diukur dari (1) intellectual ability, (2) ideology public practice, (3) private (4) practice, (5) experience. Selanjutnya konsep wisdom menggunakan kajian yang dikembangkan oleh Webster (2003) yang merupakan konstruk multidimensional. Secara operasional, wisdom ditunjukkan atau diukur dari: (1) experience,(2) emotion, (3) reminiscence, (4) openness, dan (5) humor. Sementara pada variabel sikap terhadap kematian, penulis mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Wong dkk. (1994) yang mengukur sikap terhadap kematian melalui 5 dimensi yaitu (1) penerimaan akan kematian (approach acceptance), (2) ketakutan akan kematian (fear of death, death,) (3) penolakan atau penghindaran (avoidance), (4) kematian sebagai alternatif jalan keluar (escape acceptance), dan (5) kematian sebagai hal yang lumrah (neutral acceptance).

Responden

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 50 partisipan, yang merupakan individu etnis Jawa yang tinggal di Desa Banyubiru, Kec. Banyubiru Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Teknik purposive sampling yang digunakan pada penelitian ini memiliki ketentuan karakteristik sampel antara lain (1) usia dewasa madya yaitu 40-60; (2)

merupakan warga asli Banyubiru dan telah menetap lebih dari 15 tahun; (3) merupakan warga Banyubiru yang beretnis Jawa. Jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi di masa pandemi COVID-19, sehingga penulis akhirnya memperoleh 50 partisipan, dari jumlah sampel ideal berdasarkan 300 populasi di Dusun Kampung Rapet Desa Banyubiru adalah sejumlah 143 partisipan (Sugiyono, 2019). Perolehan 50 partisipan dikarenakan penulis diwajibkan untuk mengikuti protokol kesehatan dan tidak semua warga berkenan untuk terlibat sebagai pertisipan selama masa pandemi COVID-19. Azwar (2018) mengungkapkan bahwa dalam penelitian kuantitatif, jumlah 30 partisipan menjadi batas minimal sampel.

Tempat Penelitian

Pemilihan Desa Banyubiru Kec. Banyubiru Kabupaten Semarang, Jawa Tengah sebagai tempat penelitian, dikarenakan Warga Desa Banyubiru masih memegang erat tradisi Jawa baik dari segi tradisi maupun pola perilaku dalam kesehariannya. Selain itu, selama pengambilan data Desa Banyubiru masuk dalam zona merah yang artinya terdapat warga yang terindikasi positif COVID-19.

Alat ukur

Penelitian ini menggunakan tiga skala pengukuran, yang pertama untuk mengungkap variabel religiusitas, penulis menggunakan The Centrality of Religiosity Scale (CRS) yang dikembangkan oleh Huber & Huber (2012). Skala ini mengacu pada lima aspek yaitu (1) intellect,(2) ideology, (3) public practice, (4) private practice,dan (5) experience. Pada skala ini terdapat 15 aitem dan telah diadaptasi kedalam Bahasa Indonesia agar sesuai dengan sasaran penelitian. Hasil uji reliabilitas pada skala CRS menghasilkan skor reliabilitas sebesar 0,86 yang berarti skala religiusitas memiliki nilai reliabilitas yang tergolong tinggi.

Skala yang kedua dalam penelitian ini yaitu Self Assessed Wisdom Scale (SAWS) yang digunakan untuk mengukur wisdom pada partisipan penelitian. Skala ini dikembangkan oleh Webster (2003), dengan mengacu pada lima dimensi wisdom yaitu (1) experience, (2) emotion, (3) reminiscence, (4) openness, dan (5) humor. Pada skala ini terdapat 40 item yang telah dimodifikasi oleh penulis sehingga sesuai dengan sasaran penelitian. Hasil uji reliabilitas menunjukkan skala SAWS memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,80 sehingga dapat dikatakan skala wisdom dalam penelitian ini layak digunakan sebagai alat ukur penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2018) bahwa koefisien konsistensi internal minimal adalah 0,90, sedangkan untuk tes yang tidak besar pertaruhannya harus memiliki koefisien konsistensi internal paling tidak setinggi 0,80 atau 0,85.

Selanjutnya skala yang ketiga untuk mengukur sikap menghadapi kematian penulis menggunakan skala Death Attitude Profile-Revised (DAP-R) yang dikembangkan oleh Wong dkk. (1994). Skala ini mengacu pada 5 dimensi yaitu (1) approach acceptance,(2) fear of death,(3) death avoidance, (4) escape acceptance, dan (5) neutral acceptance. Pada skala DAP-R terdapat 32 item yang telah diadaptasi oleh penulis sehingga sesuai dengan sasaran penelitian. hasil uji reliabilitas menunjukkan skor reliabilitas sebesar 0,80 yang berarti skala DAP-R layak digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini.

Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner denga 3 skala pengukuran yang akan dibagikan

pada partisipan penelitian, bertempat di Desa Banyubiru, Kec. Banyubiru Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Sebelum pelaksanaan pengambilan data, penulis mengurus perijinan penelitian melalui Kelurahan dan RT/RW setempat, sehingga meskipun berada dalam masa pandemi COVID-19, pelaksanaan penelitian telah mendapat persetujuan dan sepengetahuan perangkat desa. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 28 Juli 2020 mulai pukul 09.00 WIB hingga selesai. Proses pengambilan data dilakukan dengan cara mendatangi tempat tinggal masing-masing partisipan, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti penggunaan masker, menjaga jarak minimal 1 meter, dan selalu mencuci tangan sebelum berganti lokasi penelitian. Khusus untuk kelompok partisipan usia dewasa akhir yang mengalami kesulitan memahami konten item, penulis membacakan dan menjelaskan setiap item.

Teknik analisis data

Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Analisis regresi berfungsi untuk mengetahui dan memprediksi keterkaitan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. (Sugiyono, 2019). Teknik regresi berganda akan digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu wisdom dan religiusitas secara simultan terhadap variabel dependen yaitu sikap menghadapi kematian.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Pada grafik 1 (terlampir) merupakan perolehan sebaran data partisipan berdasarkan kelompok usia mulai dari dewasa awal, dewasa madya, hingga dewasa akhir.

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa sejumlah 27 partisipan atau 54% adalah kelompok partisipan usia dewasa madya yaitu 50 tahun ke atas; sejumlah 11 partisipan penelitian atau 22% berusia 41-50 tahun; sejumlah 9 partisipan penelitian atau 18% berusia 31-40 tahun, dan hanya sejumlah 3 partisipan penelitian atau 6% berusia 20-30 tahun.

Tabel 1 (terlampir) menunjukkan sebanyak 25 partisipan atau 50% partisipan berjenis kelamin perempuan dan 25 partisipan atau sebanyak 50% partisipan berjenis kelamin laki-laki.

Deskripsi Data Penelitian

Pada tabel 2, 3, dan 4 (terlampir) berikut ini adalah deskripsi statistik religiusitas, wisdom, dan sikap terhadap kematian pada partisipan penelitian.

Dari tabel 2 (terlampir) tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 42 partispan atau 84% dari seluruh partisipan memiliki religiusitas yang tergolong sangat tinggi.

Sedangkan sebanyak 8 partisipan atau sebesar 16% dari seluruh partisipan memiliki tingkat religiusitas yang tergolong tinggi.

Pada tabel 3 (terlampir) diketahui bahwa sebanyak 35 partisipan atau 70% dari seluruh partisipan penelitian memiliki tingkat wisdom yang tergolong tinggi, sementara sebanyak 15 partisipan atau sebesar 30% dari seluruh partisipan penelitian memiliki wisdom dalam kategori sangat tinggi.

Selanjutnya pada tabel 4 (terlampir) dapat dilihat bahwa pada partisipan penelitian terdapat 30 partisipan atau sebanyak 60% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong tinggi, sementara sebanyak 16 partisipan atau sebesar 32% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong rendah, dan sisanya 4 partisipan atau sebesar 8% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong sangat tinggi.

Uji Asumsi

Uji Normalitas

Sebelum melakukan uji statistik regresi, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yaitu (1) data harus berdistribusi normal; (2) data membentuk garis linear; (3) tidak terjadi multikolinieritas antar variabel dependen. Tabel 5 (terlampir) adalah hasil uji normalitas untuk ketiga variabel penelitian.

Setelah dilakukan uji normalitas dengan menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa pada nilai signifikansi religiusitas adalah sebesar 0,523 (p>0,05), wisdom sebesar 0,718 (p>0,05), dan nilai signifikansi sikap terhadap kematian adalah sebear 0,539 (p>0,05) yang berarti data ketiga variabel dalam penelitian ini memenuhi asumsi yang pertama yaitu berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Uji asumsi yang kedua dadalah uji linearitas, tabel 6 (terlampir) merupakan hasil uji linearitas pada penelitian ini.

Hasil uji linieritas antara religiusitas dengan sikap terhadap kematian menghasilkan skor deviasi linearitas adalah sebesar 0,081 (p>0,05) yang berarti terdapat hubungan linear. Selanjutnya pada uji linearitas antara wisdom dengan sikap terhadap kematian juga menunjukkan bahwa keduanya berhubungan linear dengan skor deviation from linearity sebesar 0,394 (p>0,05).

Uji Multikolinearitas

Selanjutnya tabel 7 (terlampir) adalah hasil uji multikolineartias dari data penelitian. Pada tabel tersebut

diketahui bahwa nilai VIF adalah 1,123 (VIF<10) dan nilai tolerance adalah 0,890 (tolerance>0,1). Multikolinieritas pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas (Field, 2009).

Uji Hipotesis

Penulis menggunakan teknik analisis regresi berganda sehingga hasil penelitian ini dapat memprediksi besaran variabel sikap menghadapi kematian, bila variabel wisdom dan religiusitas sebagai dimanipulasi. Analisis regresi ganda digunakan untuk jumlah variabel independennya dua atau lebih (Sugiyono, 2019). Tabel 8 (terlampir) adalah hasil uji hipotesis dengan menggunakan analisis regresi.

Pengambilan keputusan untuk hasil uji regresi dapat didasarkan pada besaran nilai signifikansi, jikai nilai signifikansi p<0,05 maka dapat dikatakan kedua variabel bebas secara bersama-sama memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependen. pada tabel 8 di atas dapat diketahui besaran nilai signifikansi setelah dilakukan uji regresi ialah 0,006 (p<0,05), hal ini berarti religiusitas dan wisdom secara bersama-sama berperan terhadap sikap mengahadapi kematian pada partisipan penelitian.

Selanjutnya untuk melihat besaran peranan, kita dapat melihat pada tabel 9 (terlampir) yang mengungkap koefisien determinasi.

Dari tabel 9 (terlampir) dapat diketahui nilai R adalah sebesar 0,443 dan koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,196. Hal ini berarti secara simultan, kedua variabel dependen penelitian (religiusitas dan wisdom) secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap sikap menghadapi kematian sebesar 19,6%, sedangkan sisanya 80,4% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini.

.Hasil uji regresi berganda juga dapat digunakan untuk menggambarkan peran masing-masing variabel independen secara parsial. selain itu, melalui persamaan regresi hasil penelitian ini juga dapat memprediksi besaran nilai sikap terhadap kematian jika variabel religiusitas dan variabel wisdom ditingkatkan. Tabel 10 (terlampir) menunjukkan peran masing-masing variabel independen secara parsial.

Pada tabel 10 (terlampir) dapat diketahui bahwa nilai B pada unstandardized coefficient religiusitas adalah sebesar 0,443 dengan nilai signifikansi sebesar 0,028 (p<0,05) hal ini berarti variabel religiusitas secara parsial berperan terhadap sikap menghadapi kematian atau dapat

dikatakan semakin tinggi religiusitas maka sikap menghadapi kematian juga akan semakin positif atau tinggi. Sementara variabel wisdom memiliki nilai B pada unstandardized coefficient sebesar 0,154 dengan nilai signifikansi sebesar 0,110 (p>0,05) yang berarti secara parsial variabel wisdom tidak memberikan peran terhadap sikap menghadapi kematian.

Secara matematis jika dijelaskan melalui bentuk model persamaan regresi, maka akan menghasilkan persamaan sebagai berikut :

  • Y= a + bLXL + b2Xz

Y = 8,938+0,314Xl +0,226Xz

Persamaan regresi di atas memiliki arti :

  • a.    Nilai konstanta variabel sikap terhadap kematian tanpa penambahan atau pengurangan variabel independen (religiusitas dan wisdom) adalah sebesar 0,8939.

  • b.    Koefisien regresi religiusitas adalah sebesar 0,314, hal ini berarti setiap penambahan satu-satuan religiusitas, variabel sikap menghadapi kematian akan bertambah sebesar 0,314.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa religiusitas dan wisdom secara bersama-sama memberikan peran terhadap sikap dalam menghadapi kematian. Hal ini diungkap melalu uji regresi yang menghasilkan nilai F sebesar 5,743 dengan signifikansi sebesar 0,006 (p<0,05). Sementara itu secara parsial, hasil penelitian juga mengungkap bahwa hanya religiusitas yang memiliki pengaruh terhadap sikap kematian, hal ini dilihat dari nilai signifikansi religiusitas sebesar 0,028 (p<0,05), sementara untuk variabel wisdom hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap variabel Y, dengan nilai signifikansi sebesar 0,110 (p>0,05)

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wittkowski (1988) yang mengungkapkan bahwa religiusitas berperan terhadap sikap individu dalam menghadapi kematian. Religiusitas sebagai sikap keberagamaan menjadi satu ikatan yang tidak terpisahkan sebagai pembentuk wisdom. Agama menjadi sarana ikatan manusia yang lebih tinggi sebagai kekuatan transendensi yang tidak bisa ditangkap secara empiris, namun berpengaruh terhadap perilaku kehidupan sehari-hari. (Jalaluddin, 2004). Kekuatan yang tidak bisa ditangkap secara indrawi ini berpengaruh terhadap proses kognitif yang memunculkan penyerahan dan keyakinan akan kepasrahan setelah persitiwa kematian. Sikap ini yang pada akhirnya menggambarkan ketenangan dalam menghadapi peristiwa kematian. Hal ini dikarenakan

keyakinan agama menjadi unsur kebenaran dan kesempurnaan bagi manusia (Hardjana, 2005).

Selanjutnya, tidak adanya pengaruh antara wisdom terhadap sikap kematian pada penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya Ardelt (2008), Brudek dan Sekowski (2019) yang menyimpulkan bahwa wisdom berperan dalam mereduksi ketakutan terhadap kematian. Dalam penelitian ini secara parsial wisdom tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sikap peristiwa kematian karena salah satunya konsep wisdom yang berbeda karena pengaruh kultur. Bagi orang Jawa wisdom lebih pada sikap menghidupi kembali nilai-nilai luhur Manusia Jawa. Kematian bagi orang jawa tidak bisa lepas dari persepsi yang timbul dari kontrol lingkungan, sosioekonomi, dan budaya. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Okechi (2017) yang menyimpulkan bahwa sikap terhadap kematian dipengaruhi oleh kendali sosial. Secara parsial wisdom tidak berpengaruh terhadap sikap menghadapi kematian, dikarenakan masyarakat jawa hidup dalam budaya kolektif yang memandang kematian sebagai persoalan bersama yang dihadirkan melalui kisah atau wacana di tengah masyarakat. Sedangkan konsep wisdom dalam penelitian ini dipahami sebagai konstruk individu sebagai pencapaian pribadi dan bukan komunal. Penelitian mengenai wisdom perlu disesuaikan dengan konteks sasaran penelitian, dengan mempertimbangkan kultur, sosioekonomi, dan lingkungan.

Wisdom dalam penelitian ini memberikan pengaruh terhadap sikap kematian hanya ketika muncul bersamaan dengan religiusitas. Kondisi ini terwujud dalam beberapa konsep religi wisdom jawa yang tidak dapat terlepas dari perumusan pengalaman religius Jawa yang dipengaruhi agama-agama besar, seperti Hindu, Budha, dan Islam. Pada umumnya, sikap terhadap kematian masyarakat Jawa, dituangkan ke dalam budi pekerti dan etika wisdom yang selalu berlandaskan pandangan hidup yang berbicara tentang pentingnya pemahaman diri, darimana asal seseorang, dan akan kembali kemana nantinya, apa yang harus dilakukan saat hidup dalam relasinya dengan semesta ini, yang dikenal dengan konsep sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula Gusti, dan memayu hayuning bawana (Wisnumurti, 2012). Nilai-nilai masyarakat Jawa melalui konsep perilaku religius yang mengandung wisdom ini mengantar pada sikap kematian yang penuh dengan kepasarahan dan ketenangan.

Pernyataan di atas didukung oleh gambaran deskripsi partisipan penelitian dimana sebanyak 84% dari seluruh partisipan memiliki religiusitas yang tergolong sangat tinggi dan sebesar 16% dari seluruh partisipan memiliki tingkat religiusitas yang tergolong tinggi. Sementara itu 70% dari seluruh partisipan penelitian memiliki tingkat

wisdom yang tergolong tinggi, dan 30% dari seluruh partisipan penelitian memiliki wisdom dalam kategori sangat tinggi. Kemudian untuk variabel sikap menghadapi kematian terdapat 60% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong tinggi, sementara 32% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong rendah, dan sisanya 8% memiliki sikap terhadap kematian yang tergolong sangat tinggi.

Data deskripsi tersebut menunjukkan bahwa kehidupan di Desa Banyubiru menggambarkan realita masyarakat Jawa yang lekat dengan perilaku religius dan juga tradisi-tradisi yang menggambarkan bentuk kearifan atau kebijaksanaan. Perilaku religius ini tergambar dari aktivitas yang cukup kuat mulai dari ibadah di tempat peribadatan hingga ibadah berjamaah di rumah warga. Perilaku religius sendiri merupakan asosiasi kognitif antara konsep objek (Tuhan) dan konsep nilai kebenaran (dosa dan amal) (Coleman dkk., 2018). Pola pikir religius ini tergambar dari beberapa ritual syukur yang dibungkus dengan praktik agama yang dilakukan secara kolektif. Hal ini selaras dengan Geertz (1960) yang memberikan gambaran individu yang memegang nilai-nilai kejawaan merupakan individu yang religius.

Saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya yaitu untuk memperhatikan konteks budaya, lingkungan, sosioekonomi, dan tingkat pendidikan dalam melihat sikap terhadap kematian. Selain itu bagi peneliti perlu menyesuaikan alat ukur penelitian dengan konteks budaya sasaran penelitian, baik dalam penyusunan skala, aitem, maupun pengambilan data.

Saran yang dapat diberikan bagi masyarakat Jawa yaitu untuk terus meningkatkan sikap menghadapi kematian yang positif dapat melalui aktivitas keagamaan terutama di tengah pandemi COVID-19. Aktivitas konkret kegiatan keagamaan dapat berupa ibadah bersama secara kolektif atau di tengah keluarga masing-masing secara rutin sebagai sarana peningkatan religiusitas.

Kegiatan keagamaan yang dilakukan sebaiknya menyertakan nilai-nilai dan tradisi setempat yang berisi ritual syukur yang dapat diwujukan dalam tradisi selametan, ziarah kubur, nyadran, dan bentuk ritual kearifan lokal lainnya sebagai bentuk wisdom.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel K. (2005). Death anxiety in clinical and non clinical groups. Death Studies Journal, 29(3).

Ardelt, M. (2003). Empirical assessment of a three-dimensional wisdom scale. Research on Aging, 25(3), 275-324. https://doi.org/10.1177/0164027503025003004

Ardelt, M. (2007). The importance of religious orientation and purpose in life for dying well: Evidence from three case studies. Journal of Religion Spirituality & Aging Spirituality,                    4,                    61-79.

https://doi.org/10.1300/J496v19n04_05

Ardelt, M. (2008). Wisdom, religiosity, purpose in life, and attitudes toward death. International Journal Psychology & Psychotherapy. 2(1),1-4.

Ardelt, M. (2008). Wisdom, religiosity, purpose in life, and death attitudes of aging adults. In (Eds.), Existential and spiritual issues in death attitudes, 139–158

Azwar, S. (2018). Metodologi penelitian kuantitatif. Edisi 2. Pustaka Pelajar.

Bohner, G. & Dickel, N. (2011). Attitudes and attitude change. The Annual Review of Psychology, 62:391-417.

Brudek, P. J., & Sekowski, M. (2019). Wisdom as the mediator in the relationships between meaning in life and attitude toward death. OMEGA-Journal of Death and Dying,                                          83(5).

https://doi.org/10.1177/0030222819837778

Cicirelli, V. G. (2002). Fear of death in older adults: Prediction from terror management theory. Journal of Gerontology, 57(4), 358-366.

Coleman, T. J., Jong, J., & Van Mulukom, V. (2018).

Introduction to the special issue: What are religious beliefs?. Contemporary Pragmatism. 15(3) 279-283

CNN. (Desember, 2020). Kasus aktif Covid-19 Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Diunduh     dari

https://www.cnnindonesia.com/internasional/2020122 0070650-106-584308/kasus-aktif-covid-19-indonesia-tertinggi-di-asia-tenggara pada 27 Desember 2020 pukul 21.20.

Dezutter,J., Soeness,B., Luyckx,K., Bruyneei,S., Vansteenkiste, M., Duriez, B., & Hutsebaut, D. (2008). The role of religion in death attitudes: Distinguishing between religious belief and style of processing religious contents.    Death    Studies,     33(1),     73-92.

https://doi.org/10.1080/07481180802494289

Dinakaramani, S., & Indati, A. (2018). Peran kearifan (wisdom) terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Jurnal Psikologi, 45(3),    181-188.

https://doi.org/10.22146/jpsi.32091

Feifel, H., & Nagy, V.T. (1981). Another look at fear of death. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 49(2), 278-286. https://doi.org/10.1037/0022-006X.49.2.278

Geertz, C. (1960). Religion of Java. Collier McMillan

Hardjana, Agus M. (2005). Religiusitas, agama, dan spiritualitas. Kanisius.

Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The centrality of religiosity scale.        Religions,        3(3),        710-724.

https://doi.org/10.3390/rel3030710

Jalaluddin. (2004). Psikologi agama. Grafindo.

Kimmel, D. (1990). Adulthood and aging. John Willy & Sons, Inc.

Okechi, O.S. (2017). Culture, Perception/belief about death and their implication to the awareness and control of the socio-economic, environmental nand health factors surrounding lower life expectancy in Nigeria. Acta Psychopathologica, 3(56). DOI :  10.4172/2469

6676.100128

Purwadi, (2007). Filsafat Jawa dan kearifan lokal. Panji Pustaka.

Sternberg, R. J. & Jordan, J. (2005). A handbook of wisdom: Psychological perspective. Cambridge University Press.

Sugiyono, (2019). Statistika untuk penelitian. Alfabeta.

Webster, J. D. (2003). An exploratory analysis of a self assessed wisdom scale. Journal of Adult Development, 10(1), 13-22. https://doi.org/10.1023/A:1020782619051

Wicaksono, W., & Meiyanto, S. (2003). Ketakutan terhadap kematian ditinjau dari kebijaksanaan dan orientasi religiusitas pada periode remaja akhir yang berstatus mahasiswa. Jurnal Psikologi, 30(1),   57-65.

https://doi.org/10.22146/jpsi.7032

Wisnumurti, R. (2012). Sangkan paraning dumadi: Konsep kelahiran dan kematian orang Jawa. Diva Press.

Wittkowski, J. (1988). Relationship between religiosity and attitudes towards death and dying in a middle-aged sample. Z. personality and individual Difference, 9(2), 307-312.

Wong, P., Reker, G. T., & Gesser, G. (1994). The death attitude profile revised: A multidimensional measure of attitudes toward death. Death anxiety handbook: Research, Instrumentation, and application, 6, 121

148.

LAMPIRAN

Grafik 1.

Karakteristik subjek berdasarkan usia

Tabel 1.

Deskripsi partisipan berdasarkan jenis kelamin

Kategori

Frekuensi

Persentase

Laki-laki

25

50%

Perempuan

25

50%

Tabel. 2.

Deskripsi religiusitas partisipan penelitian

Kategori

Interval

Frekuensi

Persentase

Sangat Tinggi

57 ≥ x ≤70

42

84%

Tinggi

43 ≥ x ≤ 56

8

16%

Rendah

29 ≥ x ≤ 42

0

0%

Sangat Rendah

14 ≥ x ≤ 28

0

0%

Total

50

100%

Mean = 61,14

Standar Deviasi = 5,27

Tabel 3.

Deskripsi statistik wisdom pada partisipan penelitian

Kategori

Interval

Frekuensi

Persentase

Sangat tinggi

113≥ x ≤140

15

30%

Tinggi

85≥ x ≤112

35

70%

Rendah

57≥ x ≤84

0

0%

Sangat Rendah

28≥ x ≤56

0

0%

Total

50

100%

Mean = 108,84; Standar deviasi = 10,93

Tabel 4.

Deskripsi statistik kesiapan kematian pada partisipan penelitian

Kategori

Interval

Frekuensi

Persentase

Sangat tinggi

65≥ x ≤80

4

8%

Tinggi

49≥ x ≤64

30

60%

Rendah

33≥ x ≤48

16

32%

Sangat Rendah

16≥ x ≤32

0

0%

Total

50

100%

Mean

=52,76; Standar deviasi = 7,43

Tabel 5.

Hasil uji normalitas variabel penelitian

Religiusitas

Wisdom

Sikap Terhadap Kematian

N

50

50

50

Normal      Mean

61.14

108.84

52.76

Parametersa,b  Std. Deviation

5.257

10.927

7.430

Absolute

.115

.098

.114

Most Extreme

Positive

.115

.098

.114

Differences

Negative

-.068

-.061

-.060

Kolmogorov-Smirnov Z

.813

.696

.803

Asymp. Sig. (2-tailed)

.523

.718

.539

a. Test distribution is Normal.

Tabel 6.

Hasil uji linearitas

ANOVA Table

F

Sig.

(Combined)

2.192

.029

Between     Linearity

11.900

.002

Religiusitas * Sikap terhadap

Groups     Deviation from

1.788

.081

kematian

Linearity

Within Groups Total

(Combined)

1.321

.249

Between     Linearity

6.203

.020

Wisdom * Sikap Terhadap

Groups     Deviation from

1.118

.394

Kematian

Linearity

Within Groups Total

Tabel 7.

Hasil uji multikolinieritas

Coefficientsa

Model

Sig.

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

1        (Constant)

.494

Wisdom

.110

.890

1.123

Religiusitas

.028

.890

1.123

a. Dependent Variable: Sikap Menghadapi Kematian

Tabel 8.

Hasil uji regresi berganda

ANOVA

Model

Sum of Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Regression

531.223

2

265.611

5.743

.006b

1 Residual

2173.897

47

46.253

Total

2705.120

49

a. Dependent Variable: Sikap Menghadapi Kematian

b. Predictors: (Constant), Wisdom, Religiusitas

Tabel 9.

Hasil besaran koefisien determinasi

Model        R       R Square       Adjusted R Square         Std. Error of the Estimate

1              .443a            .196                        .162                             6.801

a. Predictors: (Constant), Wisdom, Religiusitas

Tabel 10.

Hasil uji regrresi secara parsial

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T

Sig.

B

Std.

Error

Beta

(Constant)

8.938

12.967

.689

.494

1 Religiusitas

.443

.196

.314

2.264

.028

Wisdom

.154

.094

.226

1.629

.110

35