Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya I, 168-177


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Peran keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteristik perilaku minum minuman keras terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali

Ni Nyoman Triadi Adnyani dan Supriyadi

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana paupasli@yahoo.com

Abstrak

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang dikeluarkan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa proporsi peminum minuman keras tertinggi di Kabupaten Karangasem dan proporsi konsumsi minuman keras tertinggi juga di Kabupaten Karangasem yang mencapai 9,1%. Pada umumnya perilaku minum minuman keras dilakukan oleh remaja laki-laki. Perilaku minum minuman keras remaja laki-laki dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal seperti keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteristik perilaku individu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteristik perilaku minum minuman keras terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan subjek sejumlah 100 remaja laki-laki dan berdomisili di Kabupaten Karangasem yang dipilih dengan menggunakan teknik area probability random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keberfungsian keluarga, skala subjective well-being dan skala karakteristik perilaku minum minuman keras. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode analisis diskriminan. Hasil menunjukkan bahwa variabel keberfungsian keluarga yang paling berperan dalam menentukan seseorang menjadi peminum minuman keras atau tidak. Output eigenvalues menunjukkan nilai cononical correlation yaitu 0,850 sehingga square cononical correlation (CR2) = 0,7225 yang berarti bahwa variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variabel karakteristik perilaku minum minuman keras dapat menjelaskan varian variabel perilaku minum minuman keras sebanyak 72,25%. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteristik perilaku minum minuman keras berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali.

Kata kunci: Karakteristik perilaku minum minuman keras, keberfungsian keluarga, perilaku minum minuman keras, remaja laki-laki, subjective well-being.

Abstract

The result of The Primary Health (RISKESDAS) of 2007 that was announced in 2009 showed the highest proportion of alcoholic drinker as well as the highest proportion of alcohol consumption in the last one month are located in Karangasem at the number of 9.1%. Generally, alcohol drinking behavior is committed by male adolescent. The drinking behavior is affected by internal factors and external factors, such as family functioning, subjective well-being and characteristics of alcohol drinking behavior. The purpose of this study to discover the role of family-functioning, subjective well-being and characteristics of alcohol drinking behavior towards alcohol drinking behavior in male adolescent in Karangasem. The recent study utilized quantitative method with the subjects of 100 male adolescent in Karangasem, selected through area probability random sampling technique. The instruments used are family-functioning scale, subjective well-being scale and alcohol drinking behavior characteristic scale. The data were analyzed by discriminant analysis. The results showed that family functioning variable that have the most role in determining someone has a alcohol drinking behavior or not. The output of eigenvalues showed the score of canonical correlation of 0.850 thus the square canonical correlation (CR2) = 0,7225, concluding that the variable of family functioning, subjective well-being and characteristics of alcohol drinking behavior can explain the variance of the variable alcohol drinking behavior as much as 72,25%. Based on the fact above, it can be concluded that the family functioning, subjective wellbeing and characteristics of alcohol drinking behavior play a role in determining whether individuals have drinking behavior or not of male adolescent in Karangasem, Bali.

Keywords: Alcohol drinking behavior, characteristics of alcohol drinking behavior, family functioning, male adolescent, subjective well-being.

LATAR BELAKANG

Perilaku minum minuman beralkohol di Bali seakan sudah tidak dapat dihitung lagi setiap harinya. Perilaku minum minuman beralkohol yang sering disebut dengan minuman keras di Bali biasanya dilakukan pada hari-hari besar seperti hari raya Galungan, Kuningan, Nyepi dan hari besar lainnya. Sudiarta dan Suardana (2016) menyebutkan bahwa salah satu kabupaten di Bali yang dikenal dengan kebiasaan minum minuman kerasnya adalah Kabupaten Karangasem.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang dikeluarkan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi konsumsi alkohol di Provinsi Bali 12 bulan terakhir adalah 17,8% dan prevalensi konsumsi alkohol satu bulan terakhir adalah 13,9%. Proporsi peminum alkohol dalam 12 bulan terakhir tertinggi di Kabupaten Karangasem yang mencapai angka 10,7%. Proporsi konsumsi alkohol satu bulan terakhir tertinggi juga di Kabupaten Karangasem yang mencapai 9,1%. Hasil RISKESDAS 2007 ini digunakan karena data tahun 2013 tidak menampilkan mengenai perilaku minum minuman keras melainkan menampilkan data mengenai perilaku merokok. Hasil RISKESDAS tahun 2018 juga belum menampilkan data secara rinci, sehingga data tahun 2007 tetap relevan untuk penelitian ini. Alkohol yang paling banyak dikonsumsi terutama di Kabupaten Karangasem adalah alkohol yang berasal dari tuak.

Suwena (2017) menyebutkan bahwa salah satu kabupaten yang menjadi penghasil tuak terbesar di Bali adalah Kabupaten Karangasem, hal ini terlihat dari hampir setiap lahan pertanian di Kabupaten Karangasem ditumbuhi pohon aren yang merupakan pohon penghasil tuak yang sering disebut dengan tuak jaka. Hasil panen tuak dan juga produksi arak yang tinggi di Kabupaten Karangasem menjadi salah satu penyebab munculnya kebiasaan yang bahkan disebut sebagai tradisi minum tuak (metuakan) di tengah masyarakat.

Tuak merupakan air nira yang telah difermentasikan sehingga mengandung alkohol dan asam cuka (Nugraha & Wiadnya, 2015). Tuak juga mengandung sukrosa, air, tanin, protein, mineral dan alkohol (4-6%) (Gaol & Husin, 2013). Berbagai jenis minuman yang mengandung alkohol disebut dengan minuman keras yang memiliki nama kimia etanol. Tuak merupakan minuman yang mengandung alkohol, sehingga tuak dapat dikategorikan sebagai minuman keras (Nugraha & Wiyadnya, 2015).

Alkohol yang tergolong ke dalam minuman keras memiliki banyak dampak negatif bagi kehidupan, yang jika dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan kematian (Sudiana, Putra & Januraga, 2016). Pengetahuan mengenai dampak dari konsumsi alkohol ini dapat diakses seiring dengan berkembangnya media informasi dan kemampuan masyarakat untuk mengakses informasi tersebut. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pusat kota yang umumnya sangat mudah mengakses informasi, masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan seperti daerah-daerah di Kabupaten Karangasem terutama yang berada di pedalaman umumnya sangat sulit mengakses informasi mengenai bahaya

mengkonsumsi minuman keras. Kondisi desa-desa yang ada di Kabupaten Karangasem juga dapat dikatakan memiliki jarak yang lumayan jauh dari pusat kota, sehingga menyebabkan kebanyakan masyarakat yang tinggal di desa akan berkumpul di balai desa maupun tempat-tempat tertentu seperti warung-warung kecil, poskamling dan sebagainya untuk sekedar berbagi cerita dengan yang lainnya.

Kegiatan berkumpul ini sering dilakukan oleh remaja yang cenderung belum memiliki tanggung jawab yang mengikat di rumah sehingga waktunya masih dapat digunakan untuk bersantai dan bermain. Perkumpulan remaja tersebut sering kali dibarengi dengan perilaku mengkonsumsi minuman keras seperti tuak dan arak. Jika untuk kegiatan berkumpul dan bermain saja mungkin bukan merupakan masalah, namun jika berkumpul yang dibarengi dengan kebiasaan mengkonsumsi minuman keras, maka hal tersebut telah menjadi persoalan terkait dengan kenakalan remaja (Devinthia & Mira 2008). Kenakalan yang sering dilakukan remaja dan telah menjadi kebiasaan yang tergolong buruk seperti merokok, minum minuman keras, berjudi, berkelahi, membuat keonaran, merusak serta melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba (Devinthia & Mira 2008).

Menurut Hall (dalam Sarwono, 2016) masa remaja dikatakan sebagai periode “strum and drang” atau periode “topan dan badai” yaitu mengarah pada suatu masa yang penuh dengan gejolak kehidupan. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) secara drastis yang sering dialami remaja merupakan akibat dari beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah atau kegiatan sehari-hari di rumah (Widianti, 2007). Perilaku minum minuman keras merupakan salah satu bentuk adaptasi yang menyimpang oleh remaja dalam menghadapi berbagai bentuk perubahan yang dialami. Pada umumnya perilaku minum minuman keras dilakukan oleh remaja laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Capuzzi (dalam Furhrmann, 1990) mendapatkan hasil bahwa laki-laki menggunakan alkohol lebih sering daripada perempuan dan mempunyai peluang dua kali lebih besar untuk menjadi peminum bermasalah.

Perilaku individu umumnya dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri. Robbins (2008) juga menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan memengaruhi perilaku individu. Hurriyati (2005) menyebutkan bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologi yang memengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Proses psikologi yang memengaruhi individu dalam memperoleh dan mengkonsumsi suatu hal termasuk memperoleh dan mengkonsumsi minuman keras, sehingga karakteristik individu dapat memengaruhi apakah individu akan memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak.

Perilaku minum minuman keras juga merupakan salah satu strategi penyesuaian diri (coping) individu khususnya remaja laki-laki dalam merespon berbagai masalah yang menegangkan dan remaja merasa tidak mampu mengontrol dirinya untuk menyelesaikan dengan cara yang lebih baik.

Permasalahan-permasalahan yang sering memerlukan coping yang kuat dari individu sering kali disebabkan oleh ketidakberfungsian keluarga seperti yang diinginkan oleh individu atau remaja itu sendiri. Moons dan Moons (dalam Stewart, 1998) menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan pertama yang dikenal dalam kehidupan manusia sehingga keluarga memiliki fungsi yang sangat penting dalam menentukan perilaku dari individu.

Kurangnya perhatian menyebabkan remaja yang ada dalam fase perubahan besar dalam hidupnya tersebut kemudian mencari perhatian di luar rumah misalnya dengan melakukan kegiatan minum minuman keras untuk mendapatkan perhatian dari teman-temannya. Kondisi tersebut kemudian akan memengaruhi subjective well-being atau kesejahteraan subjektif pada diri seseorang khususnya remaja. Subjective well-being adalah kondisi psikologis positif yang mengarah pada tingginya tingkat kepuasan hidup, tingginya tingkat afeksi positif, serta rendahnya tingkat afeksi negatif (Carr, 2004). Here dan Priyanto (2014) menyebutkan bahwa kepuasan hidup yang rendah dan memiliki afeksi negatif seperti depresi dan bingung yang lebih dominan menjadi salah satu indikator bahwa remaja cenderung memiliki subjective well-being yang rendah.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji terkait dengan peran keberfungsian keluarga, subjective wellbeing dan karakteristik perilaku minum minuman keras terhadap perilaku minum minuman keras pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali yang menurut peneliti sesuai dengan fenomena yang ada di masyarakat khususnya masyarakat di Kabupaten Karangasem.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dari variabel bebas dan variabel terikat. Terdapat tiga variabel bebas yaitu keberfungsian keluarga, subjective well-being dan perilaku minum minuman keras sedangkan variabel terikat adalah perilaku minum minuman keras.

Perilaku minum minuman keras

Perilaku baik berupa pikiran, perasaan maupun tindakan individu yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi penggunaan minuman keras baik dari tahap penggunaan ringan hingga berat. Perilaku minum minuman keras diukur berdasarkan jawaban subjek yang memilih apakah subjek minum minuman keras atau subjek tidak minum minuman keras.

Keberfungsian Keluarga

Keberfungsian keluarga adalah sebuah karakteristik yang ada dalam sebuah keluarga dan keluarga dapat memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga serta terdapat rasa cinta dan kebersamaan yang dapat mendorong setiap anggota keluarga untuk bertumbuh menjadi dirinya sendiri.

Subjective well-being

Subjective well-being yaitu kesejahteraan secara subjektif yang didapat dari hasil evaluasi individu terhadap kehidupannya serta harapan individu untuk merasakan emosi-emosi yang menyenangkan dalam kehidupannya.

Karakteristik perilaku minum minuman keras

Karakteristik perilaku minum minuman keras adalah suatu proses psikologi yang memengaruhi individu dalam berperilaku meliputi perilaku yang dapat diobservasi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh dan mengkonsumsi minuman keras.

Responden

Populasi dari penelitian ini adalah remaja laki-laki berusia 1124 tahun, status belum menikah dan merupakan penduduk yang berasal dari daerah Kabupaten Karangasem.

Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik Area Probability Random Sampling. Teknik sampling daerah ini melalui dua tahap yaitu tahap pertama peneliti akan menentukan sampel daerah (kecamatan), kemudian peneliti akan menentukan sampel desa yang akan menjadi tempat pengambilan data pada penelitian ini. Peneliti menyebarkan 123 skala penelitian namun namun jumlah skala yang dapat dianalisis sebanyak 100 buah.

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksakaan tanggal 12, 19 dan 20 Januari 2019 bertempat di Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian menggunakan tiga skala yaitu skala keberfungsian keluarga yang mengacu pada aspek yang dikemukakakan oleh Moons dan Moons (2002) yang dibuat oleh peneliti, skala subjective well-being yang mengacu pada aspek yang dikemukakakn oleh Diener (dalam Eid & Larsen, 2008) yang dibuat oleh peneliti, dan skala karakteristik perilaku minum minuman keras yang mengacu pada aspek yang dianalogikan seperti perilaku merokok yang diungkapkan oleh Lavental dan Cleary (dalam Nashori & Indirawati, 2007) yang dibuat oleh peneliti.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala Likert untuk skala keberfungsian keluarga dan skala subjective wellbeing dengan kriteria pemberian skor untuk alternatif jawaban untuk setiap item yaitu, skor 4 untuk jawaban sangat setuju, skor 3 untuk jawaban setuju, skor 2 untuk jawaban tidak setuju dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Pengukuran karakteristik perilaku minum minuman keras menggunakan skala Guttman yang menghasilkan pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda meupun check list, dengan jawaban yang dibuat yaitu skor tertinggi (ya) adalah 1 dan skor terendah (tidak) adalah 0.

Validitas berasal dari kata validity yang berarti ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2015). Pengukuran validitas terdiri dari dua hal yaitu validitas isi dan validitas kontruk. Validitas isi dalam penelitian ini menggunakan professional judgement. Uji validitas konstruk dilakukan dengan melihat koefisien korelasi aitem total (rix) sebesar 0,30 dan jika jumlah proporsi aitem tidak memenuhi setiap dimensi alat ukur, maka koefisien korelasi aitem total dapat diturunkan menjadi 0,25 (Azwar, 2016).

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah penelitian yang menghasilkan data reliabel. Reliabel berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2015). Hasil pengujian dapat dilihat melalui angka koefisien reliabilitas alpha. Sugiyono (2016) menyebutkan bahwa suatu alat ukur dikatakan cukup reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0,6. Hal ini menunjukkan semakin besar koefisien reliabilitas alpha menunjukkan semakin kecil kesalahan pengukuran dan semakin reliabel alat ukur tersebut.

Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 6 Desember 2018 yang bertempat di SMAN 1 Selat. Uji validitas dilakukan pada skala keberfungsian keluarga yang terdiri dari 60 aitem, dan menghasilkan 25 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,268 sampai dengan 0,783. Hasil uji reliabilitas skala keberfungsian keluarga dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien alpha adalah 0,912. Koefisien alpha 0,931 menjelaskan bahwa skala keberfungsian keluarga mampu mencerminkan 93,1% variasi skor murni subjek.

Uji validitas dilakukan pada skala subjective well-being yang terdiri dari 28 aitem dan menghasilkan 12 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,444 sampai dengan 0,801. Hasil uji reliabilitas skala subjective well-being dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach menunjukkan koefisien alpha adalah 0,912. Koefisien alpha 0,912 menjelaskan bahwa skala subjective well-being mampu mencerminkan 91,2% variasi skor murni subjek.

Uji validitas dilakukan pada skala karakteristik perilaku minum minuman keras yang terdiri dari 30 aitem dan menghasilkan 16 aitem valid. Aitem-aitem yang valid memiliki koefisien korelasi aitem total berkisar antara 0,26 sampai dengan 0,56. Hasil uji reliabilitas skala subjective wellbeing dengan menggunakan formula Kuder-Richardson-20 (KR-20) menunjukkan nilai koefisien alpha (α-20) sebesar 0,932. Koefisien alpha 0,932 menjelaskan bahwa skala karakteristik perilaku minum minuman keras mampu mencerminkan 93,2% variasi skor murni subjek.

Teknik Analisis Data

Uji asumsi dilaksanakan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, dan uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene test. Ketika uji asumsi telah terpenuhi dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan teknik analisis diskriminan dengan bantuan program Statistical for Social Science (SPSS) versi 22.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Berdasarkan data hasil penelitian, subjek berjumlah 100. Paling banyak diikuti oleh subjek yang berusia 17 tahun dengan dan paling sedikit diikuti oleh subjek yang berusia 12 tahun. Subjek dalam penelitian ini paling banyak

berpendidikan terakhir SMP paling sedikit berpendidikan terakhir diploma dan sarjana. Mayoritas subjek yang mengikuti penelitian ini masih berstatus sebagai pelajar.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi penelitian variabel keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteristik perilaku minum minuman keras dapat dilihat pada tabel 1 (terlampir).

Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 62,5 dan nilai rata-rata empiris 72,39. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel keberfungsian keluarga sebesar -9,89 dengan nilai t sebesar 12,337 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih besar dari nilai mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf keberfungsian keluarga yang tinggi. Berdasarkan penyebaran frekuensi, dihasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 68,75 - 81,25.

Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa subjective well-being memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 30 dan nilai rata-rata empiris 36,44. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel keberfungsian keluarga sebesar -6,44 dengan nilai t sebesar 4,102 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih besar dari nilai mean teoritis (mean empiris > mean teoritis) mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf subjective well-being yang tinggi. Berdasarkan penyebaran frekuensi, dihasilkan rentang skor subjek penelitian berkisar antara 33 - 39.

Hasil deskripsi statistik pada tabel menunjukkan bahwa karakteristik perilaku minum minuman keras memiliki nilai rata-rata teoritis sebesar 40 dan nilai rata-rata empiris 7,63. Perbedaan antara mean empiris dan mean teoritis pada variabel karakteristik perilaku minum minuman keras sebesar 32,37 dengan nilai t sebesar -122,320 (p=0,000). Hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis. Nilai mean empiris yang diperoleh lebih kecil dari nilai mean teoritis (mean empiris < mean teoritis) mengindikasikan bahwa subjek memiliki taraf karakteristik perilaku minum minuman keras yang rendah.

Uji Asumsi

Uji normalitas dilakukan guna mengetahui kenormalan distribusi sebaran skor. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Bila probabilitas lebih besar daripada 0.05, berarti data berdistribusi secara normal. (Azwar, 2016). Tabel 2 menunjukkan bahwa data ketiga variabel dalam penelitian berdistribusi normal. Berdasarkan hasil dari uji normalitas, menunjukkan bahwa data pada variabel keberfungsian keluarga berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnof 0,073 dan signifikansi 0,200 (p>0,05). Data pada variabel subjective well-being berdistribusi normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,083 dan signifikansi 0,087 (p>0,05) dan data pada variabel karakteristik perilaku minum minuman keras berdistribusi

normal dengan nilai Kolmogorov-Smirnov 0,086 dan signifikansi 0,065 (p>0,05).

Berdasarkan uji homogenitas pada tabel 3 (terlampir) menunjukkan bahwa data dalam penelitian ini adalah homogen antara keberfungsian keluarga dan karakteristik perilaku minum minuman keras dengan signifikansi sebesar 0,420 (p>0,05), dan antara variabel subjective well-being dan variabel karakteristik perilaku minum minuman keras juga homogen dengan signifikansi sebesar 0,060 (p>0,05).

Uji Hipotesis

Pada tabel 4 (terlampir), terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata (mean) keberfungsian keluarga, subjective wellbeing dan karakteristik perilaku minum minuman keras pada kelompok subjek yang minum minuman keras dan kelompok subjek yang tidak minum minuman keras.

Pada tabel 5 (terlampir), menunjukkan hasil dari Wilk‘s A test statistics denga melihat nilai Wilks‘ Lambda dan nilai signifikansi sehingga dapat menentukan apakah nilai dari masing-masing variabel berbeda secara signifikan pada masing-masing kelompok yaitu kelompok subjek yang minum minuman keras dan kelompok subjek yang tidak minum minuman keras. Bedasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai Wilks‘ Lambda dari keberfungsian keluarga yaitu 0,437 dengan signifikansi 0,000, nilai Wilks‘ Lambda dari subjective well-being yaitu 0,641 dengan signifikansi 0,000, sedangkan nilai Wilks‘ Lambda dari karakteristik perilaku minum minuman keras yaitu 0,510 dengan signifikansi 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variebel karakteristik perilaku minum minuman keras. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variebel karakteristik perilaku minum minuman keras dapat digunakan untuk membentuk variabel diskriminan yaitu variabel perilaku minum minuman keras.

Pada tabel 6 (terlampir), terlihat seberapa besar variabel terikat yaitu perilaku minum minuman keras dapat dijelaskan oleh variabel bebas yaitu variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variabel karakteristik perilaku minum minuman keras adalah dengan melihat nilai dari canonical correlation. Nilai canonical correlation pada tabel di atas yaitu 0,850, untuk melihat presentase seberapa besar variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam penelitian ini yaitu dilihat dari besarnya nilai square cononical correlation (CR2). Besarnya nilai CR2 = (0,850)2 atau sama dengan 0,7225. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa peran variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variabel karakteristik perilaku minum minuman keras terhadap varian variabel perilaku minum minuman keras adalah sebesar 72,25% yang dapat menjelaskan individu akan memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak.

Pada tabel 7 (terlampir) menunjukkan bahwa koefisien yang sudah distandarisasi dapat digunakan untuk menilai peran dari

variabel bebas terhadap veriabel terikat secara relatif untuk membentuk fungsi diskriminan. Semakin tinggi koefisien yang telah distandarisasi, maka semakin berperan variabel tersebut terhadap variabel lainnya, dalam hal ini semakin tinggi koefisien variabel yang telah distandarisasi, maka semakin berperan variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel nilai koefisien variabel keberfungsian keluarga yaitu 0,711 (71,1%), nilai koefisien variabel subjective well-being yaitu 0,287 (28,7%) dan nilai koefisien variabel karakteristik perilaku minum minuman keras yaitu 0,601 (60,1%).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa variabel keberfungsian keluarga, variabel subjective well-being dan variabel karakteristik perilaku minum minuman keras berperan terhadap variabel perilaku minum minuman keras dengan presentase sebesar 72,25%. Penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya terkait dengan perilaku minum minuman keras yaitu penelitian yang dilakukan oleh Budiarto (2018) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi orangtua dengan perilaku mengkonsumsi minuman beralkohol pada remaja. Keluarga terutama orangtua merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak tempat anak belajar dan mengatakan sebagai makhluk sosial, dalam keluarga umumnya anak melakukan interaksi yang intim sehingga keluarga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan perubahan perilaku pada anak.

Berdasarkan nilai koefisien, variabel keberfungsian keluarga sebanyak 71,1% berperan dalam menentukan apakah individu akan memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Wijaya (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orangtua terhadap konsumsi alkohol pada remaja putra di Desa Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Penelitian yang dilakukan Wijaya tersebut juga mendapatkan hasil bahwa remaja berpeluang 8,49 kali untuk menjadi pengkonsumsi alkohol dilihat berdasarkan dari pola asuh orangtua. Pola asuh dalam hal ini dapat menggambarkan keberfungsian keluarga karena pola asuh orangtua meliputi bagaimana proses interaksi antara orangtua dan anak sehingga timbul rasa bahwa anak dicintai oleh orangtuanya atau sebaliknya.

Berdasarkan nilai koefisien, variabel subjective well-being sebanyak 28,7% berperan dalam menentukan apakah individu akan memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Syafiudin (2015) yang menyatakan bahwa remaja mengonsumsi alkohol setiap hari agar mendapatkan kebahagiaan yang belum didapatkan dalam hidup. Kebahagiaan tersebut didapat karena remaja bisa melupakan masalah yang dihadapinya atau ingin mulai menerima permasalahan tersebut dan mulai mencari solusi dari permasalahan tersebut. Remaja yang mengalami masalah dalam kelompok menganggap bahwa masalah yang dialami dapat dibicarakan sambil mengonsumsi alkohol sehingga permasalahan dapat dilupakan dan diterima di dalam kelompok remaja tersebut (Adnyani, 2018).

Berdasarkan nilai koefisien, variabel karakteristik perilaku minum minuman keras sebanyak 60,1% berperan dalam menentukan apakah individu akan memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak. Karakteristik perilaku minum minuman keras didasari oleh karakteristik individu yang dapat mengarahkan perilaku individu untuk mengkonsumsi minuman keras atau tidak. Hurriyati (2005) menyatakan bahwa karakteristik individu merupakan suatu proses psikologi yang memengaruhi individu dalam memperoleh dan mengkonsumsi suatu hal termasuk memperoleh dan mengkonsumsi minuman keras.

Berdasarkan hasil dari output group statistic, didapatkan bahwa nilai rata-rata aitem variabel keberfungsian keluarga pada kelompok subjek yang tidak minum minuman keras yaitu 78,2470 sedangkan pada kelompok subjek yang minum minuman keras yaitu 93,4990. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata keberfungsian keluarga lebih tinggi pada kelompok subjek yang minum minuman keras dibandingkan dengan kelompok subjek yang tidak minum minuman keras. Hal tersebut dikarenakan minuman keras dijadikan sebagai mediator untuk berinteraksi dengan keluarga (Adnyani, 2018).

Berdasarkan hasil dari output group statistic, didapatkan bahwa nilai rata-rata aitem variabel subjective well-being kelompok subjek yang tidak minum minuman keras yaitu 41,3064 sedangkan kelompok subjek yang minum minuman keras yaitu 48,8514. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok subjek yang minum minuman keras memiliki subjective wellbeing yang lebih tinggi dari kelompok subjek yang tidak minum minuman keras. Hasil tersebut didukung oleh studi pendahuluan yang dilakukan peneliti yang mendapatkan hasil bahwa ketika minum minuman keras, remaja di Kabupaten Karangasem cenderung merasa bahwa hidupnya lebih bermakna. Hal tersebut dikarenakan adanya penerimaan dari kelompok, bisa berbagi pikiran dengan orang lain yang diajak mengonsumsi minuman keras secara bersama-sama, selain itu minuman keras juga dianggap sebagai media untuk membuka komunikasi dengan orang lain sehingga relasi dapat lebih banyak terjalin.

Hasil kategorisasi variabel keberfungsian keluarga subjek, menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf keberfungsian keluarga yang tinggi. Bray (1995) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berperan terhadap keberfungsian keluarga yaitu faktor proses keluarga. Proses keluarga mencakup tingkah laku dan interaksi yang membentuk karakteristik hubungan keluarga. Proses-proses ini mencakup faktor-faktor seperti konflik, perbedaan, komunikasi, penyelesaian masalah dan kontrol.

Hasil kategorisasi variabel subjective well-being subjek, menunjukkan bahwa mayoritas subjek memiliki taraf subjective well-being yang tinggi. Veenhouven (dalam Diener, 1994) menjelaskan bahwa subjective well-being merupakan tingkat penilaian individu terhadap kualitas hidupnya secara subjektif sebagai sesuatu yang diharapkan dan merasakan emosi-emosi yang menyenangkan. Adnyani, 2018 menyatakan bahwa remaja di Kabupaten Karangasem memiliki intensitas

yang cukup sering untuk berkumpul dan berbagi cerita menganai permasalahan yang sedang dialami hingga menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh Diener (1984) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi subjective well-being adalah adanya kontak sosial dengan orang lain.

Hasil katagorisasi variabel karakteristik perilaku minum minuman keras subjek yang, menunjukkan bahwa semua subjek memiliki taraf perilaku minum minuman keras sangat rendah. Hal ini terlihat dari jumlah subjek sejumlah 100, 100% berada dalam kategori sangat rendah. Berbagai hal yang berkaitan dengan faking good tidak dapat dihindarkan, karena penelitian ini lebih mengarah pada hal negatif yang dapat mengancam remaja itu sendiri.

Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan diantaranya, masih terdapat beberapa skala yang tidak terisi dengan lengkap sehingga tidak layak untuk dianalisis. Hal ini disebabkan oleh terdapat beberapa subjek yang tidak serius dalam mengisi skala yang diberikan oleh peneliti, karena suasana pengisian skala kurang kondusif. Pada saat proses pengambilan data, jumlah subjek juga terbatas karena di Desa Duda Timur banyak remaja yang merantau dan sulit untuk dikumpulkan.

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis dan analisis data dari penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberfungsian keluarga, subjective well-being dan karakteriatik perilaku minum minuman keras secara bersama-sama berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali. Keberfungsian keluarga secara mandiri berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali. Subjective well-being secara mandiri berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali. Karakteristik perilaku minum minuman keras secara mandiri berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali. Dari ketiga variabel independen, maka keberfungsian keluarga yang paling berperan dalam mementukan individu memiliki perilaku minum minuman keras atau tidak pada remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali dibandingkan dengan subjective well-being dan karakteristik perilaku minum minuman keras.

Peneliti dapat memberikan masukan bagi remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan keberfungsian keluarga dan subjective wellbeing agar adanya keseimbangan antara faktor eksternal dan faktor internal yang menunjang pengembangan diri remaja. Remaja laki-laki juga disarankan untuk mengurangi karakteristik perilaku minum minuman keras terutama bagi remaja laki-laki di Kabupaten Karangasem, Bali dengan tidak menjadikan minuman keras sebagai media komunikasi dengan keluarga atau sebagai media untuk melupakan masalah yang

tengah dihadapi.

Bagi keluarga disarankan untuk dapat melakukan kontrol yang tepat terhadap perilaku remaja. Kontrol akan lebih mudah dilakukan bila keluarga memiliki fungsi yang baik, seperti adanya keterbukaan antar anggota keluarga, adanya dukungan keluarga terhadap remaja, serta terjalinnya komunikasi yang baik antara anggota keluarga lainnya dengan remaja.

Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat memperluas subjek penelitian dengan meneliti jenis kelamin yang berbeda dan meneliti dengan jumlah subjek yang lebih banyak, sehingga hasilnya dapat lebih digeneralisasi, serta peneliti juga dapat meneliti faktor internal dan faktor eksternal lain yang berperan terhadap perilaku minum minuman keras.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyani, N. N. T. (2018). Faktor yang memengaruhi remaja laki-laki mengkonsumsi minuman keras (tuak dan arak) di Kabupaten Karangasem. Artikel tidak dipublikasikan, Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2009). Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Provinsi Bali  tahun  2007. Jakarta.  Departemen

Kesehatan        RI.        Diunduh        dari

http://www.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Nove mber%202015/Riskesdas/pdf. Tanggal 5 Maret 2018

Bray, J. H. (1995). Family assessment: current issues in evaluating families. Family Relations. 44(4), 469-477.

Diunduh dari https://www.jstor.org/stable/contents. Tanggal 5 Maret 2018

Carr, A. (2004). Positive psychology; the science of happiness and human strengs. New York: Brunner-Routledge.

Devinthia. I. & Mira, A. R. (2008). Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku minum-minuman keras pada remaja laki-laki. Naskah Publikasi. Diunduh dari http://docplayer.info/24039530-Hubungan-antara-kontrol-diri-dengan-perilaku-minum-minuman-keras-pada-remaja-laki-laki.html. Tanggal 5 Maret 2018

Diener, E. (1984). Subjective well-being. Psychological Bulletin.    95(3),    542-575.    Diunduh    dari

https://psycnet.apa.org/record/1984-23116-001.

Tanggal 4 Maret 2018

Diener, E. (1994). Assessing subjective well-being: progress and opportunities. Social Indicators Research. 31, 103157. Diunduh dari https://link.springer.com/article. Tanggal : 3 Maret 2018

Eid, M. & Larsen, L. J. (2008). The science of subjective wellbeing. London: The Guilford Press.

Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence, adolescents. Illinois: Brown Higher Education.

Gaol, N. L. & Husin, S. (2013). Dilema pemberantasan minuman keras terhadap pelestarian budaya masyarakat

Batak Toba (studi kasus di Desa Ria-Ria Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan). Jurnal CITIZENSHIP. Naskah tidak dipubikasikan. Universitas Negeri Medan.

Here, S. V. & Priyanto, P. H. (2014). Subjective well-being pada remaja ditinjau dari kesadaran lingkungan. Psikodimensia.    13(1),    10-21. Diunduh dari

:http://journal.unika.ac.id/index.php/psi/274/265.

Tanggal 6 Maret 2018

Hurriyati, R. (2005). Bauran pemasaran dan loyalitas Konsumen. Bandung : Alfabeta

Moos, R. H. dan Moons, B. S. (2002). Family environment scale manual. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Nashori, F. & Indirawati, E. 2007. Peranan perilaku merokok dalam meningkatkan suasana hati negatif (negative mood states) Mahasiswa. Jurnal Psikologi Proyeksi. 2(2),13-24

Nugraha, D. F. & Wiadnya, I. B. R. (2015). Pengaruh lama penyimpanan minuman tuak (arenga pinnata) terhadap kadar alkohol dan kadar asam cuka. Jurnal Analis Medika Bio    Sains.    2(1). Diunduh dari

http://jambs.poltekkesmataram.ac.id/index.php/home/ar ticle/view/32. Tanggal 28 Februari 2018

Robbins, S. (2008). Perilaku organisasi, jilid I dan II, alih Bahasa : Hadyana Pujaatmaja. Jakarta: Prenhallindo.

Sarwono, Sarlito W. (2016). Psikologi Remaja edisi revisi. Jakarta : Rajawali Pers

Stewart, L. (1998). Measuring functioning and well-being. United States of America : The Rand Corpororation.

Sudiarta, I. N. & Suardana, I. W. (2016). Dampak pariwisata terhadap kemiskinan di kawasan pariwisata di Bali. Jurnal Kajian Bali.   6(2). Diunduh dari

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/down load/24361/15804/. Tanggal 17 Februari 2018

Sugiyono. (2016). Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Suwena, Kadek Rai.      (2017). Menjual tuak     (alkohol

Bali)     sebuah pilihan (tinjauan dari perspektif

sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Datah. International Journal of Social Science and Business. 1(1),                                              24-30.

DOI: http://dx.doi.org/10.23887/ijssb.v1i1.10163

Syafiudin, I. (2015). Kebahagiaan pada mantan pecandu alkohol. Naskah   Publikasi.   Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh dari https://core.ac.uk/download/pdf/148607315.pdf.

Tanggal 17 Februari 2019

Widianti, E. 2007. Remaja dan permasalahannya: bahaya merokok, penyimpangan seks pada remaja dan bahaya penyalahgunaan minuman keras/karkoba. Diunduh dari http://www.resources.unpad.ac.id. Tanggal 29 Februari 2018

Wijaya, I Putu Artha. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya konsumsi alkohol pada remaja putra di Desa Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar. Jurnal Dunia Kesehatan. 5(2).

Diunduh                                      dari

https://www.neliti.com/publications/76931/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingginya-konsumsi-

alkohol-pada-remaja-putra-di. Tanggal 17 Februari 2019

LAMPIRAN

Tabel 1

Deskripsi Data Penelitian

Variabel Penelitian

Mean

Teoritis

Mean Empiris

Standar Deviasi

Teoritis

Standar Deviasi Empiris

Sebaran Teoritis

Sebaran Empiris

t (sig)

Keberfungsian Keluarga

62,5

72,39

12,5

8,016

25-100

55-99

12,337 (p=0,000)

Subjective

Well-Being

30

36,44

6

4,921

12-48

20-48

14,102 (p=0,000)

Karakteristik Perilaku Minum Minuman Keras

40

7,63

8

2,646

16-64

3-16

-122,320

(p=0,000)

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Variabel

Kolmogorv-Smirnov

Sig.

Kesimpulan

Keberfungsian Keluarga

0,073

0,200

Data Normal

Subjective Well-Being

0,083

0,087

Data Normal

Karakteristik Perilaku Minum Minuman

0,086

0,065

Data Normal

Keras

Tabel 3

Hasil Uji Homogenitas Data Penelitian

Variabel

F

Sig.

Kesimpulan

Karakteristik Perilaku Minum Minuman

3,246

0,420

Data Homogen

Keras *Keberfungsian Keluarga

Karakteristik Perilaku Minum Minuman

2,451

0,060

Data Homogen

Keras* Subjective Well-Being

Tabel 4

Rata-Rata Nilai Masing-Masing Variabel (Group Statistic)

Kategori

Variabel

Mean

Std. Deviation

Valid N (listwise)

Unweighted

Weighted

Tidak Minum

Keberfungsian Keluarga

78,2470

4,13772

50

50.000

Minuman Keras

Subjective Well-Being

41,3064

4,96415

50

50.000

Karakteristik Perilaku

Minum Minuman Keras

29,5884

2,91111

50

50.000

Minum Minuman Keberfungsian Keluarga

93,4990

8,65107

50

50.000

Keras

Subjective Well-Being

48,8514

5,21571

50

50.000

Karakteristik Perilaku

Minum Minuman Keras

37,4610

4,93848

50

50.000

Total            Keberfungsian

Keluarga

85,8730

10,21077

100

100.000

Subjective Well-Being

Karakteristik  Perilaku

45,0789

6,32747

100

100.000

Minum Minuman Keras

33,5247

5,64947

100

100.000

Tabel 5

Hasil Uji Wilk‘s A Test Statistics

Wilks‘ Lambda

F

df1

df2

Sig.

Keberfungsian Keluarga

0,437

126,478

1

98

0,000

Subjective Well-Being

0,641

54,900

1

98

0,000

Karakteristik Perilaku Minum

0,510

94,297

1

98

0,000

Minuman Keras

Tabel 6

Hasil Output Eigenvalues

Function             Eigenvalue             % of Variance           Comulative %

1                 2,601                          100,0                    100,0

Canonical Correlation 0,850

Tabel 7. Nilai Koefisien Variabel

Function 1

Keberfungsian Keluarga0,711

Subjective Well-Being0,287

Karakteristik Perilaku Minum Minuman Keras0,601

177