Jurnal Psikologi Udayana 2020, Vol.7, No.1, 49-59


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Pengaruh family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being dengan work-family enrichment sebagai mediator

Ida Ayu Intan Yuliana dan Seger Handoyo

Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga Ida ayu intan yuliana@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being dengan work family enrichment sebagai mediator. Definisi family supportive supervisor behavior dalam penelitian ini menggunakan teori dari Hammer, Kossek, Zimmerman & Daniels, work family enrichment menggunakan Carlson, Wayne, Kacmar, dan Grzywacz dan teori subjective well-being menggunakan Hills dan Argyle. Penelitian ini dilakukan pada 196 perawat yang bekerja di Rumah Sakit X. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunkaan skala family supportive supervisor behavior milik Hammer, Kossek, Zimmerman & Daniels, work family enrichment milik Carlson, Wayne, Kacmar, dan Grzywacz dan skala subjective well-being milik Hills dan Argyle. Pada penelitian ini analisis data menggunakan program SmartPLS 3.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Family supportive supervisor behavior memiliki hubungan yang signifikan terhadap work family enrichment, (2) Work family enrichment memiliki hubungan yang signifikan terhadap subjective well-being, (3) Family supportive supervisor behavior memiliki hubungan yang signifikan terhadap subjective well-being, (4) Family supportive supervisor behavior secara tidak langsung memiliki pengaruh yang lebih kuat kepada subjective well-being melalui work family enrichment

Kata Kunci: Family Supportive Supervisor Behavior, Work Family Enrichment, Subjective Well-Being

Abstract

The purpose of this research is to discover the influence between family supportive supervisor behavior on subjective wellbeing and work family enrichment as a mediator. The definition of family supportive supervisor behavior in this reaserch uses theory from Hammer, Kossek, Zimmerman & Daniels, work family enrichment using Carlson, Wayne, Kacmar, and Grzywacz and subjective well-being theory using Hills and Argyle. This research was conducted on 196 nurses working at Hospital X. The sampling technique used in this research is simple random sampling. The data for this research is using family supportive supervisor behavior scale from Hammer, Kossek, Zimmerman & Daniels, work family enrichment scale from Carlson, Wayne, Kacmar, and Grzywacz's, subjective well-being scale from Hills and Argyle. The data for this research is analyzed using SmartPLS 3.0 program. The result of research reveals that: (1) Family supportive supervisor behavior has a significant relationship to work family enrichment, (2) Work family enrichment has a significant relationship to subjective well-being, (3) Family supportive supervisor behavior has a significant relationship to subjective well-being, (4) family supportive supervisor behavior indirectly affecting subjective well-being through work family enrichment as a mediator variable

Keywords: Family Supportive Supervisor Behavior, Work Family Enrichment, Subjective Well-Being

LATAR BELAKANG

Bergesernya stigma yang terjadi di masyarakat saat ini menyebabkan terjadinya pergeseran demografi tenaga kerja. Stigma terdahulu terkait tugas dan tanggung jawab seorang wanita yang hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengatur kebutuhan keluarga perlahan-lahan bergeser menjadi lebih modern. Terdapat persamaan hak antara laki-laki dan perempuan menyebabkan meningkatnya tenaga kerja wanita.

Berdasarkan data yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah tenaga kerja wanita di Indonesia pada tahun 2006 yaitu sebesar 48,08%. Pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja wanita yaitu sebesar 50,28% dan pada tahun 2018 sebesar 55,44% (Badan Pusat Statistik, 2019). Salah satu Provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan tenaga kerja wanita adalah Bali. Jumlah tenaga kerja wanita di Bali pada tahun 2017 adalah sebesar 1.082.600 dengan persentase sebesar 67,7% dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 sebesar 1.146.533 dengan persentase sebesar 70,4% (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2019). Meningkatnya pekerja wanita di Bali disebabkan karena aktivitas ekonomi wanita Bali cenderung tinggi. Hal ini terlihat dari selain mengurus kebutuhan keluarga, wanita Bali juga dituntut untuk membantu perekonomian keluarga.

Wanita Bali tidak hanya berperan dalam mengurus rumah tangga dan bekerja melainkan berperan dalam adat yaitu memiliki tanggung jawab sebagai pelaksana dan penyelenggara ritual Hindu yang berlangsung di lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. Wanita Bali setiap harinya sibuk dengan berbagai kegiatan adat seperti membuat sesajen atau banten untuk dipersembahkan kepada para Dewa dan Sang Hyang Widhi (Suryani, 2003). Selain tanggung jawabnya sehari-hari untuk mempersiapkan sesajen atau banten, wanita Bali juga memiliki tugas adat yaitu ngayah banjar yang merupakan kerja sosial atau kegiatan sosial. Kompleksnya peran yang dialami oleh wanita Bali membuat tingginya kemungkinan terjadi konflik peran.

Wanita Bali bekerja pada sektor formal dan sektor informal. Wanita Bali yang bekerja di sektor formal sebesar 36,95%. Sektor formal adalah tempat individu yang bekerja tetap atau bekerja sebagai pegawai kantor yang memiliki upah yang tetap. Salah satu Sektor formal adalah Rumah Sakit. Rumah Sakit merupakan salah satu organisasi yang menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas Rumah Sakit Umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan (Siregar, 2004). Rumah Sakit merupakan salah satu pusat pelayanan kesehatan yang memiliki andil dalam mewujudkan kemajuan pelayanan kesehatan. Salah satu profesi di Rumah Sakit yang banyak digeluti oleh wanita dan memiliki tanggung jawab yang besar dengan jam kerja yang padat adalah perawat.

Perawat merupakan garda utama dalam memberikan pelayanan di Rumah Sakit. Untuk dapat memberikan

pelayanan yang berkualitas dibutuhkan profesionalitas dan kinerja yang maksimal. Hal tersebut dikarenakan perawat menangani pasien secara langsung dan berhubungan dengan perkembangan kesehatan pasien. Sehingga sekecil apapun kesalahan yang dilakukan perawat akan dapat berdampak pada pasien. Kinerja perawat akan maksimal apabila perawat memiliki kesejahteraan dalam hidupnya. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Jha (2008) menyebutkan bahwa individu yang memiliki kesejahteraan hidup akan memunculkan emosi dan sikap positif. Penelitian yang dilakukan oleh Russel (2008) menyebutkan bahwa organisasi dengan pekerja yang memiliki tingkat well being yang tinggi cenderung memberikan kepuasan pelanggan yang lebih baik, kesetiaan pelanggan yang lebih tinggi, profitabilitas yang lebih besar, produktivitas yang lebih baik, dan tingkat turnover yang rendah.

Well-Being merupakan salah satu komponen dari kesehatan mental (Danna dan Griffin 1999). Deci dan Ryan (2001) menyebutkan salah satu pendekatan dalam menjelaskan well-being adalah pendekatan hedonis. Pendekatan Hedonis merupakan pendekatan yang berfokus pada kebahagiaan. Well-being dalam pendekatan ini berfokus pada Kesejahteraan subjektif (Subjective WellBeing) serta memerhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan Menurut Ryan dan Diener (2008) Subjective Well-Being adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tingkat well-being yang dialami individu menurut evaluasi subjektif dari kehidupannya. Subjective Well-Being adalah evaluasi subjektif seseorang terkait kehidupan seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfilment, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah, dan kepuasan terhadap areaarea seperti pernikahan dan pekerjaan (Diener, 2003). Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Yunita (2018) menyebutkan bahwa perawat yang memiliki tingkat Subjective Well-Being yang tinggi akan lebih sering merasakan afek positif atau afek menyenangkan sehingga ketika perawat merasakan afek positif, maka perawat akan melakukan hal-hal yang positif seperti membantu rekan kerjanya, menjaga hubungan dengan rekan kerjanya, serta memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.

Rumah Sakit X merupakan salah satu Rumah Sakit yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di kabupaten Gianyar. Rumah Sakit X berusaha untuk menjadi terdepan dalam pelayanan kesehatan, pendidikan dan teknologi kesehatan berlandaskan Tri Hita Karana yang berarti tiga komponen penyebab kebahagiaan dan kesejahteraan. Tiga komponen tersebut meliputi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Konsep Tri Hita Karana yang di aplikasikan oleh Rumah Sakit X adalah dengan berusaha memeberikan pelayanan kesehatan terdepan untuk mensejahterakan pasien. Kebutuhan dalam memberikan pelayanan kesehatan, membuat Rumah Sakit X membutuhkan sumber daya manusia yang mampu untuk memberikan pelayanan berkualitas. Namun berdasarkan hasil data yang diterima dari Rumah Sakit X menunjukan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit X masih belum mencapai target yang ditentukan. Rumah Sakit X masih belum mampu dalam memberikan kualitas pelayanan

yang maksimal. Salah satu penyebab tidak tercapainya target kerja terkait kualitas pelayanan di Rumah Sakit X karena perawat memiliki Subjective Well-Being yang rendah. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan 5 orang perawat di Rumah Sakit X menunjukan bahwa perawat lebih banyak merasakan afek negatif yaitu perawat tidak merasakan kepuasan dalam hidup sehingga sering mengeluh, perawat sering merasa kesulitan dalam menjalankan perannya secara bersamaan antara pekerjaan dan rumah tangga, merasa enggan bekerja karena harus meninggalkan anak, mengalami kejenuhan bekerja, kelelahan bekerja saat shift malam, merasa terpaksa harus datang ke acara adat, susah membagi waktu antara adat, keluarga, dan pekerjaan, serta kurang menikmati kebersamaan dengan atasan dan rekan kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Garnida dan Qodariah (2017) yang menyebutkan bahwa perawat wanita yang memiliki Subjective Well-Being yang rendah akan memiliki kualitas hubungan dengan orang lain yang kurang baik sehingga sering merasakan afek negatif dalam kehidupan maupun pekerjaannya.

Menurut Diener dan Seligman (2012) salah satu prediktor dalam menentukan Subjective Well-Being adalah dukungan sosial. Individu akan merasa nyaman apabila mendapat dukungan dari orang lain yang berkontribusi pada afek positif yang dirasakan individu. Kasser dan Sheldon (2009) juga menyebutkan individu yang merasa lebih dekat dan mendapat dukungan di tempat kerja akan mengalami Subjective Well-Being yang tinggi. Dukungan sosial dari lingkungan kerja dapat diperoleh dari rekan kerja, bawahan dan atasan (supervisor) (Joe, 2010).

Atasan adalah salah satu orang yang paling penting di tempat kerja dalam menciptakan suasana yang nyaman saat bekerja. Dukungan yang diberikan atasan dalam mengatasi kesulitan dan masalah yang timbul dari interaksi pekerjaan dan keluarga disebut dengan Family Supportive Supervisor Behavior (FSSB). Hammer, Kossek, Yragui, Bodner & Hanson (2009) mendefinisikan Family Supportive Supervisor Behavior sebagai sebuah konstruk di mana atasan memberikan dukungan yang terdiri dari dukungan emosional dan instrumental tentang tuntutan keluarga.

Dukungan emosional yang dapat diberikan dengan cara memberikan rasa nyaman saat bawahannya menceritakan atau mengkomunikasikan permasalahan keluarga, menunjukan rasa menghargai, simpati, dan perhatian terhadap keluarga bawahannya. Dukungan instrumental yang dapat diberikan adalah dengan merespon kebutuhan karyawan baik kebutuhan terkait pekerjaan maupun terkait keluarga. Kebutuhan yang direspon merupakan kebutuhan yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan-kebijakan perusahaan. Family Supportive Supervisor Behavior merupakan sumber daya tempat kerja yang penting bagi para karyawan yang membutuhkan dukungan secara psikologis maupun praktik (Hammer, Kossek, Yragui, Bodner dan Hanson, 2009)

Konsisten dengan konstruk Family Supportive Supervisor Behavior, dukungan emosional, dan perilaku model peran dapat menjadi sumber daya psikologis yang penting karena dengan dukungan emosional dari atasan,

akan mengurangi tekanan yang dirasakan oleh karyawan dan menurunkan tingkat stres yang berhubungan dengan urusan keluarga dan pekerjaan. Family Supportive Supervisor Behavior berfungsi sebagai sumber daya yang dapat membantu pekerja mengelola kewajiban terkait keluarga, hal tersebut dapat memunculkan perasaan Subjective Well-Being (Matthews, dkk 2014).

Karyawan yang merasakan dukungan dari atasan mereka terkait hubungan keluarga akan cenderung mengalami emosi positif yang berdampak pada peningkatan Subjective Well-Being (Cole, Bruch, dan Vogel, 2006; Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, (2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Matthews, Trout, Mills dan English (2014) menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara Family Supportive Supervisor Behavior dan Subjective Well-Being yang berarti karyawan yang menerima dukungan dari atasan terkait kehidupan keluarga memiliki tingkat Subjective Well-Being yang tinggi begitu juga sebaliknya. Johnson (2014) menyebutkan bahwa Family Supportive Supervisor Behavior tidak hanya secara langsung mengarah pada Subjective Well-Being tetapi juga ada beberapa mediator seperti Work Engagement dan Work-Family Enrichment yang mempengaruhi hubungan tersebut. Adapun variabel mediator yang digunakan dalam penelitian ini adalah Work– Family Enrichment.

Greenhaus dan Powel (2006) mendefinisikan WorkFamily Enrichment sebagai pengalaman salah satu peran yang dapat meningkatkan kualitas hidup yaitu kinerja dan perasaan dalam peran lain. Enrichment dapat terjadi jika keuntungan atau sumber daya yang diperoleh dari satu peran tidak hanya di transfer atau dipindahkan tetapi juga dapat diterapkan dalam kehidupan (Carlson, dkk 2006). WorkFamily Enrichment menekankan dampak positif dari peran dimana satu peran dapat menghasilkan sumber daya yang dapat bermanfaat untuk peran lainnya (Greenhaus dan Powel 2006). Selain itu Work-Family Enrichment juga dapat dipahami sebagai sebuah interaksi antara pekerjaan dan keluarga, dimana pengalaman dan partisipasi di dalam sebuah peran membantu meningkatkan kinerja di peran lainnya.

Work-Family Enrichment sebagai variabel mediator karena Work-Family Enrichment merupakan mekanisme penting dalam menjelaskan Subjective Well-Being. Ketika individu dapat memanfaatkan keuntungan sumber daya positif dari salah satu peran untuk meningkatkan peran lainnya maka akan berdampak pada Subjective Well-Being. Dukungan antasan dapat berfungsi sebagai sumberdaya yang berasal dari domain kerja yang dapat meningkatkan kualitas hidup di rumah sehingga menghasilkan Subjective Well-Being yang lebih baik. Demikian pula sumber daya yang berasal dari domain keluarga dapat meningkatkan kinerja di tempat kerja sehingga menghasilkan Subjective Well-Being yang lebih baik. Sebagai contoh ketika perawat mendapatkan dukungan secara emosional maupun instrumental dari atasan terkait kehidupan keluarganya, perawat akan merasakan afek positif yaitu perasaan nyaman saat bekerja kemudian perasaan nyaman tersebut dibawa ketika pulang dan membuat perawat menjadi anggota

keluarga yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan Subjective Well-Being.

Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan sebelumnya peneliti ingin mencari tahu apakah terdapat pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Subjective Well-Being dengan Work-Family Ennrichment Sebagai Mediator pada perawat Rumah Sakit X Gianyar. Penelitian dilakukan di Gianyar karena Gianyar menduduki peringkat ke tiga dalam jumlah perempuan bekerja. Meskipun jumlah pekerja wanita paling tinggi di Denpasar, namun jumlah penduduk pendatang Kabupaten Gianyar tergolong rendah (Badan Pusat Statistik, 2019). Semakin rendah jumlah penduduk pendatang, maka mayoritas jumlah pekerja di Gianyar merupakan penduduk asli Gianyar. Selain itu Gianyar merupakan salah satu kabupaten di Bali dengan adat istiadat yang masih kental dan memiliki kegiatan adat yang cukup padat sehingga penduduk asli Gianyar memiliki peran dan tanggung jawab adat yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah subjective wellbeing, variabel bebas dalam penelitian ini adalah family supportive supervisor behavior, serta variabel mediator dalam penelitian ini adalah work-family enrichment. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

Subjective Well-Being

Evaluasi subjective individu terhadap keseluruhan hidupnya melalui evaluasi kognitif yang bertujuan untuk melihat seberapa puas individu terhadap kehidupannya dan evaluasi afektif untuk melihat emosi-emosi yang dirasakan individu. Semakin tinggi skor subjective well-being yang diperoleh individu maka semakin tingi Subjective Well-Being individu Family Supportive Supervisor Behavior

Bentuk dukungan secara informal yang diberikan oleh atasan kepada bawahan untuk dapat menyeimbangkan peran antara pekerjaan dan keluarga. Pada penelitian ini semakin tinggi skor Family supportive supervisor behavior yang dimiliki individu maka semakin tinggi Family Supportive Supervisor Behavior yang dirasakan begitu juga sebaliknya semakin rendah skor yang dimiliki individu maka semakin rendah Family Supportive Supervisor Behavior yang dirasakan oleh individu.

Work-Family Enrichment

Work-Family Enrichment sebagai pengalaman positif yang diperoleh dari salah satu peran yang dapat meningkatkan kualitas hidup yaitu kinerja dan perasaan dalam peran lain. Pada penelitian ini semakin tinggi skor Work-Family Enrichment yang diperoleh individu maka semakin tinggi Work-Family Enrichment yang dirasakan oleh individu begitu juga sebaliknya semakin rendah skor yang di peroleh individu maka semakin rendah pula Work-Family Enrichment yang dirasakan oleh individu.

Responden

Populasi peneltian ini adalah perawat wanita di rumah sakit X yang berjumlah 267 orang. Karakteristik subjek yang diambil dalam penelitian ini yaitu; 1) berjenis kelamin perempuan; 2) sudah menikah; 3) bersuku adat Bali. Pada penelitian ini

menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik sampling yang dilakukan secara non-random dimana tidak semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Penghitungan jumlah sampel mengacu pada tabel krejcie & morgan yang menjelaskan dengan total populasi sebanyak 267 orang, dan taraf kesalahan sebesar 5%, sehingga jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 155

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2019. Penelitian dilakukan di Rumah sakit X Gianyar.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan skala penelitian. Data yang dikumpulkan oleh peneliti, yaitu data Family Supportive Supervisor Behavior, Work-Family Enrichment, dan Subjective Well-Being pada perawat rumah sakit X. Sehingga digunakan alat ukur yaitu skala Family Supportive Supervisor Behavior, Work-Family Enrichment, dan Subjective Well-Being. Skala Family Supportive Supervisor Behavior adalah skala yang dikembangkan oleh Hammer, Kossek, Zimmerman dan Daniels (2007) yang terdiri dari 14 aitem pernyataan.

Skala Work-Family Enrichment adalah skala yang dikembangkan oleh Carlson, Wayne, Kacmar, dan Grzywacz (2006) yang terdiri dari 18 aitem pernyataan. Skala Subjective Well-Being adalah skala yang dikembangkan oleh Diener dalam Eid dan Larsen (2008) yang terdiri dari 29 aitem pernyataan. Ketiga skala tersebut diberikan kepada perawat yang bekerja di rumah sakit X dengan berbentuk kuesioner.

Pada penelitian ini pengukuran validitas diuji berdasarkan validitas isi (content validity) dengan dilakukan oleh professional Judgement sedangkan pengukuran reliabilitas menggunakan single-trial administration yaitu data skor dalam pendekatan konsistensi internal diperoleh dari satu kali penanganan satu tes pada sekelompok individu sebagai subjek.

Hasil uji validitas skala subjective well-being menunjukkan nilai outer loading bergerak dari 0,890 – 1,000 (tabel 2 terlampir). Hasil uji reliabilitas skala subjective well-being menunjukkan skor composite reliability dan cronbach’s alpha sebesar 0,993 (tabel 1 terlampir).

Hasil uji validitas skala work-family enrichment menunjukkan nilai outer loading bergerak dari 0,888 – 0,936 (tabel 2 terlampir). Hasil uji reliabilitas Hasil uji reliabilitas skala work family enrichment menunjukkan skor composite reliability sebesar 0,983 dan cronbach’s alpha sebesar 0,982 (tabel 1 terlampir).

Hasil uji validitas skala family supportive supervisor behavior menunjukkan nilai outer loading bergerak dari 0,888 – 0,936 (tabel 2 terlampir). Hasil uji reliabilitas Hasil uji reliabilitas skala family supportive supervisor behavior menunjukkan skor composite reliability sebesar 0,985 dan cronbach’s alpha sebesar 0,984 (tabel 1 terlampir). Nilai outer loading seluruh indikator pada masing-masing variabel yaitu diatas 0,70 sehingga ketiga skala penelitian dinyatakan valid.

Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan pendekatan Structural Equation Model (SEM) berbasis Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan dua model evaluasi yaitu evaluasi outer model yang bertujuan melakukan pengukuran measurement model atas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur validitas konstruk dan reliabilitas instrument. Serta evaluasi inner model dilakukan untuk mengukur “goodness of fit” dari model penelitian yang sekaligus bertujuan menguji hipotesis. Inner model akan dievaluasi dengan menggunakan R-Square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q Square Test untuk memprediksi relevansi prediktif dan uji signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural (Hair dkk, 2017).

.

HASIL PENELITIAN

Uji Hipotesis

Pada penelitian ini yang berperan sebagai variabel bebas adalah family supportive supervisor behavior, lalu yang menjadi variabel tergantung adalah subjective well-being serta yang menjadi variabel mediator adalah work-family enrichment. Terdapat empat hipotesis dalam penelitian ini yaitu; hipotesis 1 terdapat pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Work-Family Enrichment, hipotesis 2 terdapat pengaruh Work-Family Enrichment terhadap Subjective WellBeing, hipotesis 3 terdapat pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Subjective Well-Being, hipotesis 4 terdapat pengaruh tidak langsung Family Supportive Supervisor Behavior melalui Work-Family Enrichment terhadap Subjective Well-Being lebih besar dibandingkan dengan pengaruh langsung. Untuk menjawab hipotesis pada penelitian ini, maka dilakukanlah uji estimasi pengaruh langsung variabel dependen terhadap variabel independen dengan taraf signifikansi 5% (nilai t-statistik > 1,96) (Chin, 1998) (tabel 3 dan 4 terlampir).

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil estimasi pengaruh langsung antara family supportive supervisor behavior terhadap work-family enrichment diketahui sebesar 0,869 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,050) dan nilai t-statistik 36,721> 1,96, sehingga berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis 1 diterima atau dengan kata lain family supportive supervisor behavior memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap workfamily enrichment. Selanjutnya pada tabel 1 hasil estimasi terhadap pengaruh langsung antara Work-Family Enrichment dan Subjective Well-Being diketahui besarnya 0,584 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,050) dan nilai t-statistik 8,076> 1,96, sehingga berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis 2 diterima atau dengan kata lain Work-Family Enrichment memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Subjective WellBeing. Hasil estimasi berikutnya pada tabel 1 terkait pengaruh langsung antara family supportive supervisor behavior dan subjective well-being diketahui besarnya 0,368 dengan signifikansi 0,000 (p < 0,050) dan nilai t-statistik 4,753> 1,96, sehingga berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis 3 diterima atau dengan kata lain Family Supportive Supervisor Behavior

memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap Subjective Well-Being.

Berdasarkan tabel 2, maka hasil estimasi pengaruh tidak langsung antara family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being melalui work-family enrichment sebagai mediator diketahui besarnya 0,508 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) dan nilai t- statistik 8,472 > 1,96, sehingga berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis 4 diterima, atau dengan kata lain family supportive supervisor behavior memiliki pengaruh tidak langsing terhadap subjective wellbeing melalui work-family enrichment. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa besar nilai koefisien jalur family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being sebesar 0,368., sedangkan pada tabel 2 nilai koefisien jalur family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being melalui work-family enrichment sebesar 0,508. Hal ini berarti pengaruh tidak langsung family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being melalui work-family enrichment lebih besar dibandingkan pengaruh langsung.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Work-Family Enrichment

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait pengaruh family supportive supervisor behavior terhadap work-family enrichment menunjukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara family supportive supervisor behavior terhadap workfamily enrichment yang dimiliki perawat di rumah sakit X. Hasil tersebut diartikan bahwa semakin tinggi family supportive supervisor behavior maka akan semakin tinggi work-family enrichment perawat di rumah sakit X. sebaliknya semakin rendah family supportive supervisor behavior maka akan semakin rendah work-family enrichment perawat di rumah sakit X. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian-penelitian sebelumnya, Seperti penelitian yang dilakukan oleh Neglia (2015) menunjukan bahwa adanya dukungan dari supervisor terkait kehidupan keluarga karyawan akan membantu karyawan merasakan keseimbangan tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga. Family supportive supervisor behavior memiliki hubungan langsung dengan work-family enrichment dan mungkin dapat menjadi penyebab dari tingginya kepuasan karyawan.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Lv (2016) bahwa family supportive supervisor behavior memiliki hubungan yang positif dengan work-family enrichment dimana emotional support yang diberikan atasan dapat meningkatkan work-family enrichment karyawan. Emotional support yang diberikan membuat perawat merasakan perasaan positif seperti rasa nyaman dan berharga. Ketika perawat mendapatkan emosional support yang tinggi dari atasan, perawat akan dapat bekerja lebih optimal dan memiliki fokus yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Perasaan positif tersebut dapat mengajarkan perawat dalam menyadari pentingnya memenuhi kebutuhan emosi keluarga. Emosi positif yang dirasakan perawat ditempat kerja juga dapat

membuat perawat menghadapi keluarga dan tugas rumah dengan emosi positif.

Instrumental support yang di peroleh dari atasan juga dapat membantu perawat mengatasi time based conflict yang terkait dengan konflik kerja keluarga. Instrumental support dapat membantu perawat khususnya perawat perempuan yang mengalami kesulitan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan waktu untuk keluarga. Hal tersebut dikarenakan instrumental support mampu mengurangi keteganggan waktu tersebut. Adanya peluang untuk pengaturan waktu kerja secara mandiri pada perempuan bekerja dapat meningkatkan kemandirian dan kemampuan pengaturan waktu dalam keluarga begitu juga sebaliknya. Role modeling behavior yang dilakukan oleh atasan dapat berdampak postif pada work-family enrichment (Lv, 2016). Hal tersebut dikarenakan role modeling behavior yang dilakukan oleh atasan dapat bertujuan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan perawat dalam menyelesaikan masalah secara efektif.

Selain itu atasan yang menunjukan creative work-family management akan memberikan rasa aman kepada perawat. Hal tersebut dikarenakan perawat merasa diperhatikan dan menjadi bagian dari perusahaan yang dapat membantu perawat mengatasi masalah terkait tuntutan peran di pekerjaan dan keluarga. Selain itu juga membantu pekerja perempuan memenuhi kebutuhan keluarga mereka dan membebaskan mereka dari kekhawatiran mengenai keluarga. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh, Qing dan Zhou (2017), yang menjelaskan bahwa family supportive supervisor behavior dan work-family enrichment memiliki hubungan yang positif dimana apabila karyawan merasakan family supportive supervisor behavior yang tinggi, maka hal tersebut dapat meningkatkan work-family enrichment.

Pengaruh Work-Family Enrichment terhadap Subjective Well-Being

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait pengaruh work-family enrichment terhadap subjective well-being menunjukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara work-family enrichment dan subjective well-being yang dimiliki perawat di rumah sakit X. Hasil tersebut diartikan bahwa semakin tinggi work-family enrichment maka akan semakin tinggi subjective well-being perawat di rumah sakit X. sebaliknya semakin rendah work-family enrichment maka akan semakin rendah subjective well-being perawat di rumah sakit X.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Williams, dkk (2006) yang menjelaskan bahwa work-family enrichment dapat meningkatkan kualitas tidur yang lebih baik, meningkatkan kesehatan umum, meningkatkan suasana hati yang positif, serta mengurangi tekanan psikologis yang dapat berdampak pada meningkatnya subjective well- being. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Carlson, dkk (2006) yang menyebutkan bahwa work-family enrichment memiliki hubungan positif dengan subjective wll-being. Efek positif yang timbul dari peran individu sebagai pekerja maupun keluarga dapat menurunkan depresi dan kelelahan kerja yang berdampak pada meningkatnya subjective well-being.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori conservation of resources (COR) (Halbesleben, Neveu, Underdahl, Westman 2015) yang mengemukakan bahwa individu cenderung menginvestasikan sumber daya yang dimilikinya untuk mengatasi stressor dan mencegah mereka dari situasi-situasi mengancam. Individu tidak hanya berjuang untuk melindungi sumber daya yang dimilikinya, tetapi juga untuk mendapatkan sumber daya yang lebih banyak, hal ini terjadi ketika individu mampu mengatasi stres yang dialaminya sehingga akan menghasilkan output yang positif.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Annor (2015) dimana work-family enrichment bermanfaat dalam meningkatkan subjective well-being. Workfamily enrichment memiliki hubungan yang positif terhadap kesejahteraan individu. Ketika individu memperoleh keuntungan dari salah satu peran yang dapat membantu meningkatkan kinerja individu diperan lainnya, hal tersebut akan mengurangi work family conflict yang dapat menghasilkan peningkatan subjective well-being.

Hubungan work-family enrichment dan subjective well-being juga dapat dijelaskan dengan teori akumulasi peran (Sieber, 1974). Ketika individu memilih untuk berpartisipasi pada beberapa peran, individu akan menerima lebih banyak manfaat positif seperti penghargaan, keistimewaan peran yang lebih besar, ketegangan yang rendah dalam suatu peran mengurangi pengaruh pada peran lainnya, peningkatan status yang lebih besar, serta pengayaan kepribadian (fleksibel dan lebih toleransi terhadap ketidakcocokan). Manfaat positif yang dirasakan individu mengarah pada kepuasan peran yang lebih besar sehingga berdampak pada meningkatnya subjective wellbeing.

Pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Subjective Well-Being

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait pengaruh family supportive supervisor behavior. Hasilnya menunjukan terdapat pengaruh langsung yang signifikan dan hubungan yang positif antara variabel family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being. Hubungan positif antara kedua variabel tersebut menunjukkan semakin tinggi family supportive supervisor behavior yang dirasakan oleh perawat di rumah sakit X, maka semakin tinggi family supportive supervisor behavior yang dirasakan oleh perawat rumah sakit X maka, akan semakin tinggi subjective well-being yang dimiliki perawat rumah sakit X.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian-penelitian sebelumnya, Terry (1993) menjelaskan bahwa Supervisor yang mendukung karyawan akan membuat lingkungan kerja menjadi menyenangkan yang akan memiliki efek positif pada subjective well-being. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang yang dilakukan oleh Stinglhamber & Vandenberghe (2003) yang menyebutkan bahwa ketika kondisi pekerjaan yang secara intrinsik menguntungkan dan memuaskan individu maka akan meningkatkan subjective well-being. Supervisor yang mendukung karyawannya akan memiliki hubungan positif yang tinggi dengan subjective well-being (Holman, 2002).

Hasil dari penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Bakker dan Demerouti (2008) yang menyebutkan family supportive supervisor behavior berhubungan positif dengan subjective well-being. Ketika fungsi dari family supportive supervisor behavior sebagai sumber daya dapat membantu pekerja mengelola kewajiban terkait keluarga maka akan muncul perasaan positif dan emosi positif yang berkaitan dengan subjective well-being.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Johnson (2014) yang menyebutkan bahwa family supportive supervisor behavior memiliki hubungan yang signifikan dan postif dengan subjective well-being. Karyawan yang menerima dukungan dari atasan terkait kehidupan keluarganya akan meningkatkan subjective well-being karyawan begitu juga sebaliknya ketika atasan tidak memberikan dukungan kepada karyawan terkait kehidupan keluarganya maka karyawan akan memiliki subjective wellbeing yang rendah.

Pengaruh Family Supportive Supervisor Behavior terhadap Subjective Well-Being dengan Work Family Ernrichment sebagai Mediator

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait pengaruh antara family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being melalui work-family enrichment sebagai variabel mediator, hasilnya menunjukan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan antara family supportive supervisor behavior terhadap subjective wellbeing melalui work-family enrichment. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Tang (2010) menghubungkan work family support dan well-being dengan work-family enrichment sebagai mediator. Penelitian Tang (2010) menunjukan bahwa work-family enrichment mampu berperan sebagai mediator terhadap well-being. Pengaruh sumber daya organisasi seperti dukungan supervisor melalui work-family enrichment yang dirasakan akan menyebar ke berbagai bidang kehidupan seperti pekerjaan akan meningkatkan perasaan kesejahteraan. Pada penelitian Tang (2010) variabel X yang digunakan adalah work family support sedangkan dalam penelitian ini variabel X yang digunakan adalah family supportive supervisor behavior.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan Carvalho dan Chambel (2013) dimana karakteristik pekerjaan (tuntutan pekerjaan, otonomi kerja dan dukungan atasan), terkait dengan work-family enrichment. Hasil lain dalam penelitian yang dilakukan oleh Carvalho dan Chambel (2013) juga menyebutkan adanya hubungan antara karakteristik pekerjaan (tuntutan pekerjaan, otonomi kerja dan dukungan atasan), terkait dengan well-being melalui work-family enrichment. Hal ini berarti work-family enrichment merupakan mekanisme penting untuk menjelaskan hubungan antara karakteristik pekerjaan (tuntutan pekerjaan, otonomi kerja dan dukungan atasan) dengan well-being karyawan. Annor (2015) juga menyebutkan adanya peran mediasi dari work-family enrichment terhadap hubungan antara dukungan supervisor dengan subjective well-being. Ketika individu merasakan dukungan dari supervisor individu akan merasakan afek positif

yang dapat memunculkan work-family enrichment yang tinggi sehingga memunculkan subjective well-being yang tinggi.

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, family supportive supervisor behavior tidak hanya berpengaruh langsung terhadap subjective well-being perawat, namun juga secara tidak langsung melalui work-family enrichment. Sehingga dapat dikatakan bahwa work-family enrichment memediasi secara parsial pengaruh family subjective supervisor behavior terhadap subjective well-being. hal tersebut juga merujuk pada hasil uji hipotesis pada penelitian ini, dimana family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being awalnya memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,368 dan ketika dimasukan variabel mediator work-family enrichment, nilai koefisien jalur antara pengaruh family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being meningkat menjadi 0,508 Adanya pengaruh tidak langsung yang signifikan antara family supportive supervisor behavior terhadap subjective well-being melalui work-family enrichment menunjukan bahwa perawat Bali yang merasakan dukungan dari supervisor akan merasakan afek positif yang dapat memunculkan workfamily enrichment sehingga memunculkan subjective wellbeing yang tinggi.

SARAN

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti hal yang serupa, diharapkan dapat melibatkan variabel individu yag dapat meningkatkan subjective well-being seperti demografi, latar belakang, penghasilan, dan lain-lain. Selain itu pada penelitian ini pengumpulan data yang digunakan masih menggunakan self report yang dapat memunculkan bias pada penelitian. Sehingga penelitian selanjutnya diharapkan mampu mengumpulkan data yang lebih dalam agar mengurangi bias. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti hal serupa, diharapkan dapat memperluas populasi penelitian, sehingga hasilnya dapat menggambarkan hubungan antara ketiga variabel dengan baik serta hasilnya dapat lebih di generalisasikan.

Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan saran bagi rumah sakit X agar dapat terus memberikan dukungan baik secara emosional (misalnya menghargai dan empati terhadap permasalahan perawat) maupun dukungan instrumental (misalnya mengatur jadwal yang fleksibel) agar dapat meningkatkan subjective well-being pada perawat. Selain itu rumah sakit juga perlu memperhatikan kondisi kerja, pengakuan terhadap karyawan atas kinerjanya, penghargaan, kebutuhan perawat, dan memastikan adanya dukungan dari atasan karena akan memberikan dampak yang signifikan bagi rumah sakit dan subjective well-being perawat

DAFTAR PUSTAKA

Annor, F. (2015). Work family enrichment among Ghanaian employees: the mediating role between social support and subjective well-being. Journal applied research quality life

Badan Pusat Statistik. (2019). Keadaan ketenaga kerjaan di Provinsi Bali. Bali:Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2008). Towards a model of work engagement. The Career Development International, 13, 209–223

Carlson, D. S., Kacmar, K. M., Wayne, J. H., & Grzywacz, J. G. (2006). Measuring the positive side of the work-family interface: Development and validation of a work-family enrichment scale. Journal of Vocational Behavior, 68, 131– 164.

Carvalho, V. S & Chambel, M.J. (2013). Work-to-Family Enrichment and Employees’ Well-Being: High Performance Work System and Job Characteristics. Social Indicators Reaserch

Chin, W. (1998). The partial least square approach for structural equation modeling. in G. A. Marcoulides (Ed). Methodology For Business And Management. Modern Methods for Business Research , 295-33

Cole, M. S., Bruch, H., & Vogel, B. (2006). Emotions as mediators of the relations between perceived supervisor support and psychological hardiness on employee cynicism. Journal of Organizational Behavior, 27, 463–484

Danna, K., & Griffin, R. W. (1999). Health and well-being in the workplace: Areview and synthesis of the literature, Journal of Management, 25 (3), 357-384.

Deci, E. L., & Ryan, R. M, (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being, Annual Riview of Psychology, 52, 141-166

Diener,E., & Ryan,K. (2009). Subjective well-being: A general overview. South African Journal of Psychology, 39(4). 391406

Diener, E., & Scollon, C. (2003). Subjective well-being is desirable, but not the summon bnum. Paper delivered at the University of Minnesota Interdisciplinary Workshop on Well-Being, 2325

Diener, E & Seligman, E.P. (2012). Very happy people. Psychological science, 13 (1), 81-84

Eisenberger, R., Armeli, S., Rexwinkel, B., Lynch, P. D., & Rhoades, L. (2001). Reciprocation of perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, 86, 42–5

Garnida, A.F., & Qodriah (2017). Studi deskriptif mengenai subjective well-being pada perawat wanita di rawat inap RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Prosiding Psikologi Seminar Penelitian Sivitas Akademika Unisba, 3(2), 360-367.

Grant-Vallone, E.J., & Donaldson, S.I. (2001). Consequences of workfamily conflict on employee well-being over time, Vol.15 (3), 214-226.

Greenhaus, J. H., & Powell, G. N. (2006). When work and family are allies: A theory of work-family enrichment. Academy of Management Review, 31, 72–92.

Hair, J. F., Hult, G. T., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2017). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) (2 ed.). United States of America: SAGE Publication Inc

Halbesleben, J.R.B., Neveu, J,P.,Underdhal, S.C.P., Westman, M. (2014). Getting to the “COR”: Understanding the Role of Resources in Conservation of Resources Theory. Journal of Management. 1-31

Hammer, L. B., Kossek, E. E., Zimmerman, K., & Daniels, R. (2007). Clarifying the construct of family supportive supervisory behaviors (FSSB): A Multilevel Perspective. Research in Occupational Stress and Well Being, 6, 165-204

Hills, P., & Argyle, M. (2002). The Oxford Happiness Questionnaire: a compact scale for the measurement of psychological wellbeing. Personality and Individual Differences, 33, 1073– 1082.

Holman, D. (2002), "Employee wellbeing-being in call centres", Human Resource Management Journal, 12(4), 35-50

Joe, S. W. (2010), "Assessing job self-efficacy and organizational commitment considering a mediating role of information asymmetry", The Social Science Journal, 47, 541-559

Johnson, D.A.B. (2014). The effect of family supportive supervisor behaviors (FSSB) on work and health related outcomes. Thesis Industrial and Organizational Psychology Kasser,T., & Sheldon, K.M. (2009). Time affluence as a path toward personal happiness and ethical business practices: Emperical evidence from four studies, Journal of Business Ethics, 84, 243-255

Kasser,T., & Sheldon, K.M. (2009). Time affluence as a path toward personal happinesss and ethical business practices: Emperical evidence from four studies, Journal of Business Ethics, 84, 243-255

Lv, J. (2016). The effect of family supportive supervisor behavior on work-family enrichment of female university teachers. The International Journal Science. Vol. 3, No. 10

Matthews, A.R., Trout, R., & Milss, M. (2014). Family supportive supervisor behavior, work engagement, and subjective wellbeing : Contextually dependent mediated process, Journal of Occupational Health Psychology, 19 (2), 168–181

Neglia, J. (2015). The role of demographics: who engages in and who benefits from family supportive supervisor behavior. Kennesaw: Kennesaw State University.

Qing, G & Zhou,E. (2017). Bidirectional work–family enrichment mediates the relationship between family-supportive supervisor behaviors and work engagement. Journal of social behavior and personality. Vol. 45, No. 2, 229-308

Russel, Joyce E.A. (2008). Promoting Subjective Wellbeing. Journal of Career Assesment, 16 (1), 117-131

Sieber, S. D. (1974). Toward a theory of role accumulation. American Sociological Review, 39, 567–578

Singh, K., & Jha, D. S. (2008). Positive and negative affect, and grit as predictors of happiness and life statisfaction, Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, Vol. 34, 40-45

Siregar, Charles. J, P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.

Stinglhamber, F. & Vandenberghe, C. (2003), "Organizations and supervisors as sources of support and targets of commitment: a longitudinal study", Journal of Organizational Behavior, 24, 251-270.

Suryani, L.K. (2003). Perempuan Bali kini. Denpasar: Bali Post Tang, S. (2010). Work support, work-family enrichment, work demand and work well-being among Chinese employees : a study of mediating and moderating processes. Theses & Dissertations

Terry, D. J., Nielsen, M. & Perchard, L. (1993), "Effects of work stress on Psychological well-being and Job satisfaction: The stressbuffering role of social support", Australian Journal of Psychology, 45(3),168-175.

Williams, A., Franche, R. L., Ibrahim, S., Mustard, C. A., & Layton, F. R. (2006). Examining the relationship between work– family spillover and sleep quality. Journal of Occupational Health Psychology, 11, 27–37.

Yunita, C. (2018). Hubungan Subjective Well-Being dengan organizational citizenship behavior pada perawat Rumah Sakit di Surakarta. Jurnal Psikologi

LAMPIRAN

Tabel 1

Nilai Composite Reliability

Variabel

Aspek

Cronbach’ s Alpha

Composite Reliability

Ket

Family

Supportive

Supervisor

Family Supportive Supervisor Behavior (X)

0.982

0.983

Reliabel

Behavior

Emotional Support

0.912

0.945

Reliabel

Instrumental Support

0.933

0.952

Reliabel

Role Modeling Behavior

0.924

0.952

Reliabel

Creative Work-Family Management

0.941

0.957

Reliabel

Subjective WellBeing

Subjective Well-Being (Y)

0.993

0.993

Reliabel

Puas terhadap Hidup

0.948

0.963

Reliabel

Bersikap Empati

0.899

0.952

Reliabel

Berfikir positif

0.961

0.970

Reliabel

Bersikap Ramah

1.000

1.000

Reliabel

Rasa Sejahtera

0.951

0.962

Reliabel

Ceria

0.954

0.964

Reliabel

Harga Diri yang Positif

0.968

0.974

Reliabel

Work Family Enrichment

Work Family

Enrichment (Z)

0.984

0,985

Reliabel

Afek (WFE)

0.900

0.938

Reliabel

Pengembangan (WFE)

0.924

0.952

Reliabel

Modal

0.918

0.948

Reliabel

Afek (FWE)

0.918

0.948

Reliabel

Pengembangan (FWE)

0.908

0.942

Reliabel

Efficiency

0.910

0.943

Reliabel

Tabel 2

Output Cross Loading

Aitem

Family Supportive Supervisor Behavior

Subjective Well Being

Work Family Enrichment

X1.1

0.868

0.745

0.741

X1.2

0.919

0.828

0.820

X1.3

0.914

0.805

0.812

X2.1

0.908

0.791

0.790

X2.2

0.879

0.775

0.789

X2.3

0.897

0.785

0.769

X2.4

0.901

0.773

0.761

X3.1

0.905

0.794

0.788

X3.2

0.907

0.814

0.797

X3.3

0.894

0.763

0.765

X4.1

0.902

0.803

0.785

X4.2

0.891

0.781

0.780

X4.3

0.896

0.802

0.773

X4.4

0.908

0.764

0.774

Y1.2

0.801

0.928

0.830

Aitem

Family Supportive Supervisor Behavior

Subjective Well Being

Work Family Enrichment

Y1.3

0.820

0.931

0.828

Y1.4

0.831

0.917

0.818

Y2.1

0.844

0.924

0.860

Y2.2

0.772

0.897

0.805

Y3.1

0.810

0.922

0.824

Y3.2

0.780

0.910

0.813

Y3.3

0.789

0.922

0.829

Y3.4

0.795

0.909

0.823

Y3.5

0.818

0.930

0.853

Y4

0.837

0.921

0.840

Y5.1

0.789

0.910

0.809

Y5.2

0.770

0.890

0.805

Y5.3

VS 4

0.794

0.907

0.823

Y5 5

0.794

0.921

0.842

Y6.1

0.783

0.886

0.794

Y6.2

0.797

0.916

0.824

Y6.3

0.781

0.904

0.819

Y6.4

0.807

0.916

0.837

Y6.5

0.785

0.907

0.832

Y7.1

0.787

0.890

0.792

Y7.2

0.792

0.911

0.825

Y7.3

0.772

0.873

0.766

Y7.4

0.789

0.917

0.849

Y7.5

0.826

0.933

0.843

Y7.6

0.778

0.894

0.810

Y7.7

0.778

0.898

0.812

0.801

0.927

0.842

Z1.1

0.753

0.781

0.860

Z1.2

0.761

0.788

0.882

Z1.3

0.832

0.831

0.896

Z2.1

0.772

0.778

0.877

Z2.2

0.773

0.797

0.901

Z2.3

0.753

0.810

0.895

Z3.1

0.779

0.805

0.894

Z3.2

0.793

0.797

0.884

Z3.3

0.806

0.826

0.896

Z4.1

0.758

0.824

0.904

Z4.2

0.778

0.803

0.889

Z4.3

0.773

0.807

0.874

Z5.1

0.739

0.800

0.900

Z5.2

0.762

0.799

0.898

Z5.3

0.760

0.790

0.881

Z6.1

0.780

0.811

0.884

Z6.2

0.778

0.785

0.879

Z6.3

0.742

0.813

0.887

Tabel 3

Pengaruh Langsung

Pengaruh Langsung

Koefisien Path

Standard Deviation

t- Statistik

P.

Value

Ket

FSSB -> WFE

0,869

0,024

36,721

0,000

Signifikan

WFE -> SWB

0,584

0,072

8,076

0,000

Signifikan

FSSB -> SWB            0,368       0,077       4,753      0,000 Signifikan

Tabel 6

Pengaruh Tidak Langung

Pengaruh Langsung

Koefisien Path

Standard

Deviation

t-

Statistik

P.

Value

Ket

FSSB -> WFE -> SWB

0,508

0,060

8,472

0,000

Signifikan

Keterangan

FSSB: Family Supportive Supervisor Behavior

SWB: Subjective Well-Being

WFE: Work Family Enrichment

59