Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental dan Budaya 1, 12-24


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607

Pengaruh trait kepribadian dan kualitas kehidupan kerja terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bali

Ratna Dewi Santosa dan Komang Rahayu Indrawati

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

komangrahayu@unud.ac.id

Abstrak

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu sumber daya manusia yang memegang peranan penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun pada kenyataannya PNS masih saja melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas. PNS yang memiliki Organizational Citizenship Behavior (OCB) saat ini sangat diperlukan dalam setiap instansi pemerintah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat memberikan pengaruh terhadap OCB dan menjadi fokus dalam penelitian ini adalahtrait kepribadian dan kualitas kehidupan kerja.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahuipengaruh trait kepribadian dan kualitas kehidupan kerja terhadap OCB pada PNS di Bali. Sampel penelitian ini diambil secara acak dengan metode cluster sampling dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 133 PNS dari instansi pemerintah pada kota Denpasar, kabupaten Badung, dan kabupaten Gianyar. Instrumen dalam penelitian ini adalah skala trait big five personality, skala OCB, dan skala kualitas kehidupan kerja. Hasil analisis ANCOVA menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh trait kepribadian dan kualitas kehidupan kerja terhadap OCB pada PNS di Bali. Perbedaan trait kepribadianterhadap OCB dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan OCB yang dimunculkan ditinjau dari trait kepribadian, namun perbedaan hanya pada trait conscientiousness dan emotional stability. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja memberikan pengaruh yang signifikan terhadap OCB.

Kata kunci: Kualitas kehidupan kerja, Organizational Citizenship Behavior (OCB), PNS di Bali, trait kepribadian.

Abstract

Civil Servants are of the human resources that play an important role in achieving the goals that set by the government, but in reality civil servants still commit violations in carrying out their duties. Civil servants that have Organizational Citizenship Behavior (OCB) are very necessary in every government agency to achieve the goverment goals. The factors considered to be able to influence OCB and become the focus of this research are personality traits and quality of work life. This study was conducted to determine the influence of quality of work life on OCB in terms of personality traits in Balinese civil servants. This research samples have taken randomly by using cluster sampling method with the number of samples obtained were 133 civil servants from government agencies in the city of Denpasar, Badung regency, and Gianyar regency. The instruments in this study were big five personality trait scale, OCB scale, and quality of work life scale. ANCOVA analysis results showed that there was no influence of personality traits and quality od work life on OCB in Balinese civil servants. The difference influence of personality traits toward OCB were analyzed using ANOVA test. The ANOVA test results showed that there were differences in the OCB in terms of each big five personality trait, but the difference was only in the conscientiousness and emotional stability trait. Regression test results show that the quality of work life has a significant effect on OCB.

Keywords: Balinese civil servants, Organizational Citizenship Behavior (OCB), personality trait, quality of work life

LATAR BELAKANG

Sumber daya manusia tidak hanya sebuah alat, namun juga sebagai tenaga penggerak yang saling bekerja sama dengan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (Helmiatin, 2014). Sumber daya manusia yang kompeten, mampu menjalankan tugas, serta mengabdi kepada masyarakat maupun negara sangat diperlukan dalam menjalankan pemerintahan negara (Prasetya, 2016). Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu sumber daya manusia yang memegang peranan penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian menyatakan bahwa pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Pegawai Negeri terdiri dari tiga unsur, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) (Lubis, 2009). PNS dibagi menjadi dua, yaitu PNS Pusat dan PNS Daerah. Sehubungan dengan keberadaan PNS, Pushaita (dalam Lubis, 2009) mengemukakan bahwa PNS merupakan salah satu bagian penting bagi eksistensi suatu negara. PNS haruslah memiliki keterampilan, keahlian, pengetahuan, bakat, potensi, kepribadian, motif kerja, serta etos kerja yang tinggi (Harlie, 2012). Kenyataannya, instansi yang dikelola oleh pemerintah dengan tujuan untuk melayani masyarakat sering digambarkan tidak produktif, tidak efisien, rugi, rendah kualitas, miskin inovasi dan kreativitas, serta berbagai kritik lainnya (Titisari, 2014). Kehadiran PNS yang berkualitas menjadi tuntutan untuk menjawab tantangan negara saat ini. Sebaik apapun kualitas presiden, menteri atau kepala daerah, jika aparatur yang mengemban instruksi tidak bermutu, maka tetap tidak akan membawa kemajuan bagi Indonesia (Anggoro, 2017).

Suatu komunitas online untuk berbagi informasi seputar dunia kerja dan perusahaan dengan nama Jobplanet, melakukan riset tentang kepuasan kerja karyawan di Indonesia. Riset ini melibatkan 48.250 orang karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai responden dan menggunakan sampel 18.900 perusahaan dari berbagai sektor industri yang terdaftar di Jobplanet.com. Hasil dari riset ini mengungkapkan bahwa profesi dengan tingkat kepuasan tertinggi ada di bidang pemerintahan atau di kalangan PNS(Deliusno, 2016).

PNS di Bali yang merupakan bagian dari masyarakat Bali yang memiliki budaya kolektivisme (Sari, 2016) dan budaya menyama braya (Widarta, Atmadja, & Wahyuni, 2017). Budaya koletivisme berarti mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan pribadi dan lebih menjunjung nilai-nilai harmoni, sehingga cenderung menghindari konflik (Riyono, 1996). Hofstede (dalam Nio, Mariatin, & Novliadi, 2018) menyatakan bahwa budaya kolektivisme ini menekankan pada nilai-nilai kebersamaan antar individu. Budaya menyama braya yang merupakan ciri

khas budaya di Bali berarti hidup rukun dan damai penuh persaudaraan dan digunakan untuk menjaga keharmonisan (Widarta, Atmadja, & Wahyuni, 2017). Budaya menyama braya ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Bali yang dibuktikan oleh penelitian Sitiari (2016). Keberadaan budaya menyama braya maupun kolektivisme yang cenderung menghindari konflik dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan dapat dilihat dari salah satu visi pemerintah provinsi Bali yaitu “Bali Aman”. Bali yang aman berdasarkan visi pemerintah provinsi Bali adalah keseimbangan hubungan antar manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhan. Visi pemerintah provinsi Bali yang sejalan dengan budaya di Bali seyogyanya mampu meningkatkan kinerja PNS di Bali.

Adanya kedua budaya ini ternyata tidak menutup kemungkinan bahwa PNS di Bali tidak melakukan pelanggaran. Kepala BKD Provinsi Bali, I Ketut Rochineng menyatakan kepada RRI bahwa dari 6.000 PNS ditemukan adanya pelanggaran ringan yang kerap terjadi, yaitu PNS yang bekerja tidak sesuai jam kerja, baik itu terlambat maupun pulang mendahului dari jam kerja (Oetomo, 2016). Kemudian pada tahun 2017, terjadi pemecatan lima PNS yang bertugas di lingkungan Pemerintahan Kota Denpasar oleh Walikota Denpasar, I.B. Rai Darmawijaya Mantra, karena tidak ada perubahan perilaku PNS yang melakukan pelanggaran setelah dilakukan pembianaan (Anonim, 2017).

Data pendukung lainnya terkait masalah pada PNS di Bali didapatkan berdasarkan hasil studi kasus pada salah satu dinas di Provinsi Bali, ditemukan bahwa pelanggaran yang kerap terjadi pada PNS adalah terlambat datang ke tempat bekerja dan mengabaikan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi). Masalah lain yang ditemukan berdasarkan hasil survei terhadap 24 PNS pada salah satu dinas di Provinsi Bali adalah sebagai berikut: 30% masalah terkait dengan fasilitas kantor, 24% masalah terkait dengan interaksi, 24% masalah terkait dengan penugasan dan aturan, 9% masalah terkait keamanan, 9% masalah terkait pendanaan, serta 4% masalah terkait dengan kemampuan individu (Santosa, 2017).

Kesenjangan antara data survei kepuasan kerja dengan pelanggaran yang dilakukan PNS dan budaya yang dianut PNS di Bali merupakan hal yang harus diperhatikan. Tingkat kepuasan kerja tertinggi berada pada bidang pemerintahan atau kalangan PNS serta adanya budaya kolektivisme dan menyama braya di Bali, seharusnya mampu mengurangi pelanggaran yang dilakukan oleh PNS di Bali, namun beberapa paparan kasus di atas menunjukkan hal yang berbeda. Kepuasan kerja dan budaya kolektivisme menjadi salah satu faktor yang memengaruhi terbentuknya Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan (Purba & Seniati, 2004). Menurut Robbins (dalam Purba & Seniati, 2004) OCB merupakan perilaku extra-role yang dilakukan karyawandalam organisasi. Masih digunakannya istilah OCB ini dikarenakan belum adanya terjemahan baku mengenai istilah tersebut (Harsono, 2004). Karyawan yang baik (good citizen) merupakan karyawan yang menampilkan OCB.

OCB dapat meningkatkan kinerja organisasi (organizational performance) karena perilaku ini mampu menumbuhkan dan mengembangkan interaksi sosial antar anggota (Nida & Simamarta, 2014). Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (dalam Titisari, 2014) menyebutkan terdapat empat faktor yang mendorong munculnya OCB dalam diri karyawan. Keempat faktor tersebut adalah karakteristik individual, karakteristik tugas, karakteristik organisasional, dan perilaku pemimpin. Karakter individu meliputi sikap positif karyawan terhadap organisasi, salah satu wujudnya adalah kepuasan kerja (Garay, 2006). Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (dalam Titisari, 2014) mengemukakan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan OCB tampil ketika adanya kepuasan antara kedua belah pihak, baik atasan maupun bawahan. Perasaan saling memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dapat memunculkan OCB.

Menurut John, Hampson, dan Goldberg (dalam Nindyati, 2006) munculnya OCB dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kepribadian. Daft (dalam Diantono, 2015) menyatakan bahwa kepribadian seseorang adalah serangkaian karakteristik yang mendasari pola perilaku yang relatif stabil dalam merespon ide-ide, objek-objek, atau orangorang di lingkungan. Ilarda dan Findlay (dalam Munap, Badrillah, Mokhtar, dan Yusof, 2013) menyatakan bahwa kepribadian karyawan memengaruhi pertumbuhan dan stabilitas organisasi. Trait kepribadian adalah salah satu pendekatan yang diungkapkan oleh Gordon W. Allport (dalam Ramalia, 2014) untuk memahami kepribadian. Trait didefinisikan sebagai dimensi yang menetap dalam karakteristik kepribadian, hal tersebut membedakan individu dengan individu lain. Pendekatan trait terhadap kepribadian dapat dilihat dari lima dimensi yang disebut dengan big five. Barrick dan Mount (dalam Robbins & Judge, 2017) menyatakan trait big five personality ini yang mendasari dan mencakup hampir semua variasi signifikan dalam kepribadian manusia.

Organ dan Ryan (dalam Titisari, 2014) menemukan adanya keterkaitan antara OCB dengan traitbig five personality yang meliputi extraversión, agreeableness, emotional stability, conscientiousness, dan openness to experience. Penelitian oleh Munap, Badrillah, Mokhtar, dan Yusof (2013) menemukan bahwa tingginya level dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience cenderung menampilkan OCB. Sedikit perbedaan ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Purba dan Seniati (2004) pada pekerja industri proses di Indonesia. Purba dan Seniati (2004) memukan bahwa trait kepribadian yang berpengaruh terhadap OCB adalah extraversion, openness to experience, dan conscientiousness. Penelitian Sambung dan Iring (2014) mengenai Pengaruh Kepribadian, OCB, dan Komitmen Organisasional pada pegawai, hasil yang didapatkan bahwa kepribadian dengan trait agreeableness merupakan faktor yang paling kuat dalam membentuk OCB. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan dapat dilihat bahwa suatu trait memiliki perbedaan dengan trait lainnya dalam menggambarkan OCB dan trait yang memengaruhi munculnya OCB masih berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya peninjauan kembali mengenai pengaruh dan perbedaan

masing-masing trait big five personality terhadap munculnya OCB.

Selain kepribadian, OCB dapat juga dikembangkan dengan menciptakan kualitas kehidupan kerjayang baik (Susanti, 2015). Menurut French, dkk. (dalam Husnawati, 2006), kualitas kehidupan kerja dapat diartikan sebagai teknik manajemen untuk mengendalikan kendali mutu, memperkaya pekerjaan, upaya memanajemen sumber daya, hubungan industrial yang serasi, manajemen yang partisipatif, dan salah satu bentuk intervensi dalam pengembangan organisasional. Cascio (dalam Susanti, 2015) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi karyawan yang menginginkan rasa aman, kepuasan, kesempatan untuk berkarya, dan berkembang layaknya manusia. Berdasarkan beberapa pendapat yang telah disebutkan, dapat dilihat bahwa kualitas kehidupan kerja tidak hanya strategi organisasi dalam memanajemen karyawannya, namun kualitas kehidupan kerja juga mencakup persepsi karyawan terhadap organisasi.

Beh dan Rose (dalam Aini, Hardjajani, & Priyatama, 2014) menemukan bahwa kualitas kehidupan kerja berperan dalam meningkatkan kinerja, merupakan salah satu penerapan demokrasi industrial, dan meminimalkan pemogokan kerja. Kenyataannya, dalam mengembangkan kualitas kehidupan kerja bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan hasil survei terhadap PNS pada salah satu dinas di Bali masih ditemukan masalah terkait kualitas kehidupan kerja. Adapun masalah-masalah yang muncul adalah PNS merasa kurang puas dengan fasilitas penunjang kerja yang kurang memadai, PNS merasa kecewa dengan pembagian tugas yang tidak adil oleh pimpinan, PNS merasa usahanya kurang dihargai, maupun masalah dengan rekan kerja yang jarang hadir ke kantor sehingga pekerjaanya harus dilimpahkan ke PNS lain (Santosa, 2017). Masalah-masalah terkait dengan kualitas kehidupan kerja PNS tentunya akan mampu memengaruhi kinerja PNS.

Menurut Lewis (dalam Husnawati, 2006) kualitas kehidupan kerja merupakan masalah yang patut mendapat perhatian organisasi. Kualitas kehidupan kerjayang tinggi akan mendorong munculnya OCB karena karyawan akan berbicara positif tentang organisasi, kesediaan membantu orang lain, dan melakukan pekerjaan hingga melebihi dari yang diharapkan organisasi. Werther dan Davis (dalam Aini, Hardjajani, & Priyatama, 2014) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kualitas kehidupan kerja berarti perusahaan tersebut memiliki supervisi yang baik, kondisi kerja baik, penggajian, memberikan manfaat yang memuaskan, serta membuat pekerjaan menarik dan menantang. Hal tersebut dapat meningkatkan kontribusi karyawan dalam perusahaan. Pemenuhan kehidupan kerja yang berkualitas pada karyawan diharapkan mampu menunjukkan extra-role yang merupakan indikasi dari OCB(Aini, Hardjajani, & Priyatama, 2014). Adanya hubungan antara kualitas kehidupan kerjadan OCB telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan Susanti (2015) mengenai hubungan religiusitas dan kualitas kehidupan kerja dengan OCB pada karyawan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa OCB dapat berkembang dengan adanya kualitas kehidupan kerja yang

baik. Hasil yang serupa juga didapat oleh Helmiatin (2014), bahwa ada efek yang positif dan signifikan antara kualitas kehidupan kerja dan OCB.

Berdasarkan paparan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya kesenjangan antara kepuasan kerja dengan pelanggaran yang dilakukan PNS menjadi menarik untuk diteliti karena terkait dengan OCB yang ditampilkan. PNS sebagai pekerjaan dengan tingkat kepuasan tertinggi seharusnya mampu menunjukkan OCB, namun pada kenyataannya tetap melakukan pelanggaran terhadap aturan yang sudah ditetapkan. Munculnya OCB dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kepribadian. Beberapa penelitian mengenai trait big five personality yang memiliki perbedaan dalam memunculkan OCB, sehingga pada penelitian ini akan diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan -trait-trait dalam memunculkan OCB.Selain itu, tingkat kepuasan PNS yang memengaruhi OCB, salah satunya ditentukan oleh kualitas kehidupan kerja PNS tersebut. Kualitas kehidupan kerja yang tinggi, akan mendorong karyawan untuk memunculkan OCB. Penelitian ini dilakukan pada PNS di Bali karena masyarakat Bali memiliki budaya kolektivisme yang tinggi dan budaya menyama braya. PNS dengan latar belakang budaya Bali idealnya mampu menunjukan OCB. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh trait kepribadiandan kualitas kehidupan kerja terhadap OCB pada PNS di Bali.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB), variabel terikat pada penelitian ini adalah trait kepribadian yang secara khusus merupakan trait big five personality, dan kovariabel pada penelitian ini adalah kualitas kehidupan kerja. Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam penelitian ini adalah perilaku extra-role yang ditampilkan oleh karyawan yang mampu meningkatkan efektivitas perusahaan maupun organisasi. Skala yang digunakan untuk mengukur OCB dibuat berdasarkan lima dimensi dari Organ (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006; Titisari, 2014) yaitu altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi OCB pada PNS.

Trait Big Five Personality

Trait big five personality pada penelitian ini adalah karakteristik kepribadian yang mendasar, konsisten, dan mengarah pada perilaku tertentu yang dibagi menjadi lima dimensi, yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness dan conscientiousness. Trait big five personality diukurdengan mengadaptasi Big Five Inventory oleh John dan Srivastava (1995) dengan modifikasi indikator pada dimensi neuroticism vs emotional stability. Skor pada skala ini akan menempatkan individu pada salah satu traitbig five personality dengan mengacu pada perilaku yang paling dominan muncul pada trait tertentu.

Kualitas kehidupan kerja

Kualitas kehidupan kerjadalam penelitian ini adalah proses perusahaan dalam merespon kebutuhan karyawan serta persepsi dan pengalaman karyawan terhadap lingkungan kerjanya. Skala yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan kerja dibuat berdasarkan delapan dimensi dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas sebagai manusia, peluang untuk tumbuh dan mendapatkan jaminan, integrasi sosial dalam organisasi karyawan, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin baik kualitas kehidupan kerja PNS.

Subjek

Populasi pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bali. PNS yang menjadi subjek pada penelitian ini memiliki karakteristik bekerja pada instansi pusat maupun instansi daerah yang berada di Provinsi Bali dan berasal dari Bali yang berfokus pada PNS yang bersuku Bali dan lahir di Bali.Penentuan sampel minimal pada penelitian ini mengacu pada ukuran sampel minimal yang dinyatakan oleh Azwar (2014a), yaitu sebanyak 60 sampel.Teknik sampling yang digunakan adalah dengan metode probability sampling yang berjenis cluster sampling. Teknik cluster sampling ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada daerah tersebut secara random (Sugiyono, 2016).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 1 Mei 2018 hingga 30 Mei 2018 di instansi pemerintah pada kota Denpasar, kabupaten Badung, dan kabupaten Gianyar. Adapun jumlah instansi pemerintah yang dituju di kota Denpasar sebanyak 4 instansi, instansi di kabupaten Badung sebanyak 5 instansi, dan instansi di kabupaten Gianyar sebanyak 5 instansi.Jumlah keseluruhan kuesioner yang diisi adalah 133 kuesioner.

Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan tiga skala sebagai alat ukur, yaitu Skala Trait Big Five Personality, Skala OCB, dan Skala Kualitas Kehidupan Kerja. Skala Trait Big Five Personality terdiri dari 85 aitem, Skala OCB terdiri dari 42 aitem, sedangkan Skala Kualitas Kehidupan Kerja terdiri dari 45 aitem. Ketiga skala penelitian ini menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Alat ukur yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mampu menghasilkan data dan memberikan informasi yang akurat (Azwar, 2014a). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas konstrak. Pengukuran validitas isi menggunakan professional judgement dan pengujian validitas konstrak menggunakan korelasi aitem-total pada Statistical Package for Social Service (SPSS) versi 21.0 for windows. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of

freedom (df)= n – 2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Penyataan atau aitem dinyatakan valid, jika r hitung lebih besar dari r tabel (r hitung > r tabel) dan bernilai positif (Ghozali, 2013). Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows. Sugiyono (2016) menyebutkan bahwa suatu alat ukur dikatakan cukup reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0,60.

Jumlah sampel (n) pada uji coba penelitian ini adalah 49 sampel dan besar df dapat dihitung 49-2 = 47, dengan df=47 dan alpha 0,05 maka didapat r tabel sebesar 0,282 (didapat dari Tabel t dan r product moment dengan signifikasi 5% dalam Ghozali, 2013), sehingga aitem dinyatakan valid jika r hitung > 0,282.Hasil uji validitas Skala Trait Big Five Personalitymemiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara0,290 sampai 0,747, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,960 yang berarti bahwa Skala Trait Big Five Personality mampu mencerminkan 96% dari variasi skor murni responden. Skala OCB memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara0,290 sampai 0,774, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,938 yang memiliki arti bahwa Skala OCB mampu mencerminkan 93,8% dari variasi skor murni responden. Skala Kualitas Kehidupan Kerja memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara0,283 sampai 0,729, dengan uji reliabilitas menunjukkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,942 yang memiliki arti bahwa Skala Kualitas Kehidupan Kerja mampu mencerminkan 94,2% dari variasi skor murni responden.

Teknik Analisis Data

Uji asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan Levene Test, dan uji linieritas dengan Compare Means-Test for Linearity. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis dengan Analisis of Covariance (ANCOVA) untuk menguji hipotesis mayor, sedangkan pengujian hipotesis minor dilakukan dengan uji ANOVA dan regresi sederhana. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah PNS yang bekerja pada instansi pusat maupun instansi daerah di Bali yang berjumlah 133 orang. Subjek pada penelitian ini berasal dari tiga daerah instansi yang berbeda, yaitu kota Denpasar, kabupaten Badung, dan kabupaten Gianyar. Mayoritas subjek berasal dari instansi pemerintah di kabupaten Badung dengan persentase sebesar 38,3 %. Berdasarkan jenis kelamin dan usia, mayoritas subjek berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 60,9% dan mayoritas berusia 41-50 tahun dengan persentase sebesar 47,4%. Mayoritas tingkat pendidikan subjek berada pada tingkat D4/S1 dengan persentase sebesar 58,6 % dan mayoritas subjek bekerja selama 11-20 tahun dengan persentase sebesar 40,6 %.

Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa OCB memiliki nilai rata-rata teoretis sebesar 105, nilai rata-rata empiris 128,65, dan menghasilkan perbedaan sebesar 23,65. Nilai rata-rata empiris yang diperoleh pada variabel OCB lebih besar dibandingkan nilai rata-rata teoretis (128,65>105), sehingga bermakna bahwa subjek memiliki taraf OCB yang tinggi. Rata-rata subjek memiliki taraf OCB dengan kategori tinggi dengan persentase sebesar 91,73%. Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 juga menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja memiliki nilai rata-rata teoretis sebesar 112,5, nilai rata-rata empiris 136,44, dan menghasilkan perbedaan sebesar 23,94. Nilai rata-rata empiris yang diperoleh pada variabel kualitas kehidupan kerja lebih besar dibandingkan nilai rata-rata teoretis (136,44 > 112,5), sehingga bermakna bahwa subjek memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi. Rata-rata subjek memiliki taraf kualitas kehidupan kerja dengan kategori tinggi dengan persentase sebesar 93,23%.

Uji Asumsi

Berdasarkan hasil uji normalitas pada tabel 2 (terlampir), skor Kolmogorov-Smirnov pada variabel OCB sebesar 1,149 dengan signifikansi 0,142 (p>0,05) dan skor Kolmogorov-Smirnov pada variabel kualitas kehidupan kerja sebesar 1,183 dengan signifikansi 0,122 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel OCB dan kualitas kehidupan kerja berdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas pada tabel 3 (terlampir) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan varian karena nilai F hitung sebesar 0,783 dan nilai signifikansi sebesar 0,538 (p>0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa ketiga variabel berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama dan memenuhi asumsi ANCOVA.

Berdasarkan hasil uji linearitas pada tabel 4 (terlampir), variabel OCB dan kualitas kehidupan kerja menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) pada kolom linearity dan nilai signifikansi 0,065 (p>0,05) pada kolom deviation from linearity. Hal ini dapat diartikan bahwa OCB dan kualitas kehidupan kerja memiliki hubungan yang linear.

Uji Hipotesis

1.    Hipotesis Mayor

Penelitian ini menggunakan Analisis of Covariance (ANCOVA) dalam menguji hipotesis mayor. ANCOVA merupakan jembatan penghubung dari ANOVA menuju analisis regresi berganda, analisis ini yang memasukkan variabel independen metrik sebagai covariate ke dalam model (Ghozali, 2013). Hasil Uji ANCOVA dapat dilihat pada tabel 5 (terlampir).

Berdasarkan hasil uji ANCOVA pada tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi pada trait big five personality sebesar 0,111 (p>0,05), yang berarti pada tingkat kepercayaan 95% tidak ada pengaruh masing-masing trait big five personality terhadap OCB. Apabila dilihat dari nilai signifikansi variabel kualitas kehidupan kerja, variabel kualitas kehidupan kerja memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), yang

berarti pada tingkat kepercayaan 95% terdapat pengaruh yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja terhadap OCB. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima sedangkan Ha ditolak, karena trait big five personality tidak berpengaruh terhadap OCB, sedangkan kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap OCB pada PNS di Bali. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui secara spesifik pengaruh trait big five personality terhadap OCB tanpa adanya variabel kualitas kehidupan kerja sebagai kovariat.

Hasil uji pada tabel 6 (terlampir) menyatakan bahwa nilai signifikansi pada trait big five personality sebesar 0,028 (p<0,05), yang artinya pada tingkat kepercayaan 95% ada pengaruh trait big five personality terhadap OCB. Adanya perbedaan hasil trait big personality sebelum dan setelah adanya kontrol terhadap variabel kualitas kehidupan kerja menunjukkan bahwa variabel kualitas kehidupan kerja juga memiliki pengaruh terhadap trait big five personality dalam memengaruhi munculnya OCB. Hal ini didukung dengan adanya perbedaan hasil ketika membandingkan hasil signifikansi trait big five personality pada tabel 5 dan tabel 6. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan pula bahwa adanya variabel kualitas kehidupan kerja sebagai kovariat dapat menyebabkan pengaruh trait big personality menjadi tidak signifikan.

Adanya variabel kualitas kehidupan kerja sebagai kovariat mampu membuat model menjadi lebih baik yang dibuktikan dengan kenaikan pada adjusted Rsquared. Nilai adjusted Rsquared pada tabel 6 sebesar 0,053, yang berarti variabel trait big five personality secara mandiri hanya memiliki pengaruh sebesar 5,3% terhadap OCB. Setelah dilakukan kontrol terhadap variabel kualitas kehidupan kerja terjadi kenaikan adjusted R squared (tabel 5)menjadi 0,426 yang berarti variabel OCB dipengaruhi oleh variabel trait big five personality dan kualitas kehidupan kerja secara bersama-sama sebesar 42,6%. Terdapat kenaikan sebesar 37,3% setelah dilakukan kontrol terhadap kualitas kehidupan kerja.

  • 2.    Hipotesis Minor

Hipotesis minor I

Hasil uji ANOVA pada tabel 7 (terlampir) menunjukkan nilai F sebesar 2,812 dengan signifikansi 0,028 (p<0,05), hal ini berarti ada trait big five personality terhadap OCB. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Ha hipotesis I diterima dan Ho ditolak. Besarnya perbedaan masing-masing trait big five personality terhadap variabel OCB dapat dilihat pada tabel 8 (terlampir).

Hasil Tukey HSD pada tabel 8 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan trait conscientiousness dan trait emotional stability dengan rata-rata perbedaan 4,106 dan secara statistik signifikan dengan nilai signifikansi 0,028 (p < 0,05). Traittrait big five personality lainnya seperti trait extraversion, trait agreeableness, dan trait openness to experience tidak ditemukan adanya perbedaan karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.

Hipotesis minor II

Berdasarkan tabel 9 (terlampir), nilai R merupakan koefisien regresi yang memiliki nilai sebesar 0,644 dan nilaiR square (R2) yang merupakan nilai koefisien determinasi sebesar 0,414. NilaiR2 menunjukkan besarnya peran atau sumbangan dari variabel bebas terhadap variabel tergantung. Nilai R2 sebesar 0,414 berarti bahwa pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap OCB adalah sebesar 41,4% , sedangkan 58,6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan hasil uji regresi signifikansi F pada tabel 10 (terlampir), diperoleh hasil bahwa kualitas kehidupan kerja memberikan pengaruh terhadap OCB. Hal tersebut dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi yang ditunjukkan pada tabel 10 yaitu sebesar adalah 0,000 (p<0,05).

Berdasarkan tabel 11 (terlampir), persamaan regresi pada penelitian ini adalah Y=45,170 + 0,612X, dengan Y merupakan OCB dan X merupakan kualitas kehidupan kerja. Persamaan tersebut berarti setiap penambahan satuan nilai dari kualitas kehidupan kerja, maka akan menaikkan nilai OCB sebesar 0,612 satuan. Apabila dilihat dari nilai t pada tabel 11 sebesar 9,647 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja benar-benar mampu meprediksi OCB. Berdasarkan hasil uji regresi pada tabel 9, 10, dan 11 dapat disimpulkan bahwa Ha hipotesis II diterima, sedangkan Ho ditolak.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan pada uji ANCOVA yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Ho hipotesis mayor penelitian yaitu tidak ada pengaruh trait kepribadiandan kualitas kehidupan kerja terhadap OCB pada PNS di Bali diterima, karena trait kepribadian khususnya trait big five personality ternyata tidak berpengaruh terhadap OCB ketika adanya kontrol terhadap variabel kualitas kehidupan kerja. Berdasarkan nilai adjusted R squared pada uji ANCOVA, masing-masing trait big five personality dan kualitas kehidupan kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap OCB sebesar 42,6%, sedangkan sebesar 57,4% OCB dipengaruhi oleh faktor lain.

Perbedaan hasil terlihat pada trait big five personality ketika kualitas kehidupan kerja sebagai variabel kovariat dihilangkan. Trait big five personality secara mandiri mampu memengaruhi OCB ketika tidak ada kontrol terhadap kualitas kehidupan kerja dan besar kontribusi trait big five personality secara mandiri sebesar 5,3%. Adanya pengaruh trait big five personality terhadap OCB didukung oleh penelitian oleh Sambung dan Iring (2014) yang menyatakan terdapat pengaruh positif signifikan antara trait big five personality terhadap OCB. Sambung dan Iring (2014) juga menyatakan bahwa perbedaan individu mampu menjadi prediktor yang memainkan peran pada seorang karyawan sehingga karyawan tersebut mampu memunculkan OCB. Penelitian ini menggunakan trait big five personality sebagai dasar untuk mengukur kepribadian. Hal tersebut dikarenakan trait big five personality ini mampu mendasari dan mencakup hampir semua variasi signifikan dalam kepribadian manusia, seperti yang dinyatakan oleh Barrick dan Mount (dalam Robbins & Judge, 2017).

Kontribusi trait big five personality terhadap OCB pada PNS di Bali hanya 5,3% dari 100%, berarti ada faktor-faktor lain yang lebih mampu memengaruhi OCB pada PNS dengan latar belakang budaya Bali dibandingkan trait big five personality. Organ dan Ryan (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) melalui meta-analisis menemukan bahwa kepribadian merupakan prediktor yang lemah dalam memengaruhi OCB. Kepribadian tidak memiliki efek secara langsung terhadap OCB dan kepribadian berpengaruh terhadap OCB hanya sebagai perluasan dari adanya pengaruh kepribadian terhadap kepuasan kerja. Menurut Organ dan McFall (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006), kepribadian lebih memengaruhi sikap dan motif individu dibandingkan substansi dari OCB. Berdasarkan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepribadian khususnya trait big five personality pada penelitian ini perlu disertakan dengan variabel lain untuk meningkatkan pengaruhnya terhadap OCB.

Setelah trait big five personality ditambahkan dengan variabel kualitas kehidupan kerja sebagai variabel kovariat, nilai OCB menjadi meningkat menjadi 42,6%. Hal ini berarti trait big five personality ketika bersama-sama dengan kualitas kehidupan kerja memberikan pengaruh sebanyak 42,6% dengan besar pengaruh kualitas kehidupan kerja secara mandiri terhadap OCB pada PNS di daya Bali sebesar 37,3%. Adanya kenaikan adjusted R square ini juga menandakan membaiknya model regresi dan dapat dilihat pula bahwa kualitas kehidupan kerja pada PNS di Bali memberikan pengaruh yang lebih besar. Besarnya pengaruh kualitas kehidupan kerja ini mampu mengaburkan pengaruh dari trait big five personality yang hanya memberikan pengaruh terhadap OCB sebanyak 5,3%, karena trait big five personality menjadi tidak berpengaruh setelah adanya kontrol terhadap kualitas kehidupan kerja. Hal ini didukung oleh pernyataan Salkind (2010), ketika variabel kovariat semakin besar keberadaannya dan berinteraksi dengan variabel bebas maka dapat mengaburkan hubungan yang sebenarnya antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Kualitas kehidupan kerja pada hasil penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap OCB. Hal tersebut didukung oleh penelitian Aini, Hardjajani, dan Priyatama (2014), serta Helmiatin (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan OCB. Daniswara (dalam Aini, Hardjajani, & Priyatama, 2014) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja yang dimunculkan mampu mengurangi tingkat absensi karyawan yang menjadi dimensi penting dalam OCB. Hal ini berdampak pula terhadap kepuasan terhadap pekerjaan. Apabila karyawan merasa puas dengan kualitas kehidupan kerja yang diberikan perusahaannya, maka dapat dipastikan bahwa karyawan tersebut memunculkan OCB sebagai bentuk kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja. Robbins dan Judge (2017) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penentu utama munculnya OCB pada karyawan. PNS di Bali pada penelitian ini rata-rata memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi, dibuktikan dengan hasil kategorisasi variabel kualitas kehidupan kerja yang menunjukkan sebanyak 93,23% subjek berada pada kategori

tinggi. Tingginya kualitas kehidupan kerja pada PNS ini menjadi sesuai dengan hasil riset dari Jobplanet (dalam Deliusno, 2016) bahwa PNS merupakan pekerjaan dengan tingkat kepuasan tertinggi. Berdasarkan data pendukung dan hasil yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas kehidupan kerja secara mandiri mampu memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap OCB pada PNS di Bali dibandingkan trait big five personality.

Pengaruh trait big five personality menjadi tidak signifikan terhadap OCB ketika adanya kontrol terhadap kualitas kehidupan kerja dapat dijelaskan berdasarkan hasil penelitian Organ dan Ryan (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya dalam membahas pengaruh trait big five personality. Penelitian Organ dan Ryan (dalam Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006) membahas bahwa terdapat pengaruh yang lemah antara kepribadian terhadap OCB dan pengaruh kepribadian terhadap OCB hanya sebagai perluasan dari adanya pengaruh kepribadian terhadap kepuasan kerja. Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) menganggap kecenderungan beberapa trait dalam memengaruhi kepuasan kerja dapat dikesampingkan oleh masalah situasional dalam tempat kerja, seperti pengaruh pemimpin dan komponen sistem penghargaan, dengan kata lain, individu yang cenderung tidak puas, dimungkinkan akan menemukan kepuasan karena adanya dukungan dari manajemen dan adanya keuntungan yang didapatkan.

Selain itu, pengaruh trait big five personality yang tidak signifikan terhadap OCB ketika adanya kontrol pada kualitas kehidupan kerja dapat diperkuat melalui pernyataan dari Robbins dan Judge (2017) yang menyatakan bahwa walaupun kepribadian seseorang pada umumnya konsisten dan menetap, tetapi dapat berubah dalam situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda dari situasi mampu memunculkan aspek-aspek yang berbeda dari kepribadian seseorang. Berdasarkan pernyataan tersebut diperoleh gambaran yang serupa dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kepribadian memang tidak terlalu berperan ketika ada situasi yang lebih mendominasi.

Purba, Oostrom, Molen dan Born (2015) yang meneliti OCB dan kepribadian pada pekerja di Indonesia, menyatakan bahwa variabel OCB dan variabel person di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari budaya kolektivisme. Munawaroh, Riantoputra, dan Marpaung (2013) dalam penelitiannya dengan sampel PNS di Indonesia juga menemukan bahwa terdapat pengaruh budaya kolektivismeterhadap performa kerja yang ditunjukkan oleh pegawai pemerintahan di Indonesia. Individu yang memiliki budaya kolektivisme cenderung memiliki keterkaitan dengan orang lain dibandingkan bekerja secara individual, oleh karena itu individu dengan budaya ini cenderung untuk menampilkan performa kerja yang lebih baik dan mampu menguntungkan organisasi.

Adanya keterkaitan antara budaya kolektivisme dan menyama braya dengan OCB pada PNS di Bali juga ditemukan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil kategorisasi variabel OCB yang menunjukkan bahwa 91,73% subjek pada penelitian ini

yaitu PNS di Bali berada pada kategori tinggi. Tingginya taraf OCB pada PNS di Bali berarti PNS di Bali sudah menampilkan perilaku extra-role yang mampu meningkatkan efektivitas instansi pemerintah di Bali. Perilaku extra-role ini dapat ditunjukkan dalam bentuk membantu dan mengindari konflik dengan rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja,mematuhi peraturan, toleransi pada situasi yang kurang ideal di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja (Titisari, 2014). PNS di Bali yang sejak lahir berada di Bali dan bersuku Bali tentunya sudah diajarkan nilai-nilai dari budaya menyama braya yang merupakan budaya khas masyarakat Bali dan budaya kolektivisme. Kedua budaya ini menekankan pada penghindaran terhadap konflik, mengutamakan kepentingan kelompok dibandingkan kepentingan individu, maupun saling tolong menolong, seperti yang dinyatakan oleh Sitiari (2016). Karakteristik kedua budaya tersebut memiliki keterkaitan dengan OCB dilihat dari karakteristik perilaku karyawan yang menunjukkan OCB.

Setelah dilakukan uji pada hipotesis mayor maka dilakukan uji pada hipotesis minor untuk menjawab pernyataan dari setiap hipotesis minor. Uji hipotesis minor I dilakukan dengan uji ANOVA yang menunjukkan ada perbedaan OCB pada PNS dengan latar belakang budaya Bali yang dimunculkan oleh masing-masing trait big five personality, dengan trait yang memiliki perbedaan signifikan terhadap OCB hanya trait conscientiousness dan emotional stability. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan agar mampu menjawab secara pasti penyebab hanya trait conscientiousness dan trait emotional stability yang berbeda, sedangkan tidak ada perbedaan pada trait lainnya ketika meneliti perbedaan masing-masing trait big five personality terhadap OCB khususnya pada PNS di Bali. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Nio, Mariatin, dan Novliadi (2018) yang juga melakukan penelitian terhadap perbedaan OCB ditinjau dari trait big five personality menemukan bahwa tidak ada perbedaan OCB yang dimunculkan dari kelima trait ini. Menurut Mulder dan Adriansyah (dalam Nio, Mariatin, & Novliadi, 2018), hal tersebut dikarenakan karyawan Indonesia lebih menjunjung tinggi nilai kebersamaan, lebih mementingkan “rasa” dibandingkan rasio, dan menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Pernyataan ini sangat terkait dengan konsep budaya menyama braya dan budaya kolektivisme yang dianut oleh masyarakat Bali. Adanya faktor budaya dapat menjadi salah satu penyebab hanya ada perbedaan pada trait conscientiousness dan emotional stability, namun tidak ada perbedaan pada trait lainnya.

Dilihat dari hasil kategorisasi trait big five personality, PNS di Bali mayoritas memiliki trait emotional stability dengan besar persentase yaitu 26,32% yang berarti PNS di Bali memiliki karakteristik tenang, tidak mudah tersinggung, cepat merasa puas, dan percaya diri. Karakteristik ini mengacu pada karakteristik yang diungkap oleh skala penelitian yang diadaptasi dari Big Five Inventory oleh John dan Srivastava (1999). Karakteristik trait emotional stability ini sesuai dengan nilai-nilai dari budaya menyama braya dan kolektivisme di Bali, karena masyarakat Bali cenderung

menghindari konflik dan menjaga nilai-nilai persaudaraan. Selain trait emotional stability,trait conscientiousness juga berpengaruh terhadap OCB dan sebanyak 21,8% PNS di Bali memiliki trait conscientiousness (tertinggi kedua). Hal ini berarti PNS di Bali memiliki karakteristik efisien dalam bekerja, terorganisir, gigih, teliti, rajin, dan tidak memaksakan kehendek (John & Srivastava, 1999). Karakteristik tidak memaksakan kehendak pada trait ini juga sesuai dengan nilai-nilai dari budaya menyama braya dan kolektivisme di Bali, yaitu menjaga solidaritas terhadap sesama, mengambil keputusan berdasarkan kesepakatan bersama, dan meningkatkan toleransi dalam kehidupan (Sitiari, 2016).

Berdasarkan keterkaitan antara trait yang berpengaruh terhadap OCB dan budaya yang dianut di Bali, maka menjadi sesuai jika mayoritas PNS di Bali memiliki trait emotional stability, kemudian disusul dengan trait conscientiousness. Keterkaitan antar trait conscientiousness dan trait emotional stability dengan setiap dimensi OCB tentunya berbeda pula. Salah satu buktinya dijelaskan pada penelitian Purba dan Seniati (2004) yang menyatakan bahwa trait conscientiousness memiliki keterkaitan dengan OCB pada dimensi courtesy dan conscientiousness, sedangkan trait emotional stability memiliki keterkaitan dengan OCB pada dimensi sportsmanship.

Uji hipotesis minor II dilakukan dengan uji regresi sederhana yang menunjukkan ada pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap OCB pada PNS dengan latar belakang budaya Bali. Hal tersebut dibuktikan dari hasil uji regresi signifikansi F yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), yang berarti kualitas kehidupan kerja memberikan pengaruh terhadap OCB dengan besar pengaruh sebanyak 41,4%. Adanya pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap OCB didukung oleh penelitian Susanti (2015) dan Helmiatin (2014), yang menyatakan terdapat pengaruh positif antara kualitas kehidupan kerja terhadap OCB. Menurut Jati (2013), karyawan yang memiliki kualitas kehidupan kerja yang tinggi akan mendorong timbulnya OCB karena lebih mampu mendorong karyawan untuk berbicara positif mengenai organisasi, kesediaan membantu individu yang lain, dan melakukan kinerja yang melebihi perkiraan normal. Pernyataan dari Jati (2013) ini menjadi sesuai dengan model persamaan regresi yang didapatkan pada penelitian ini, yaitu setiap ada peningkatan pada kualitas kehidupan kerja maka akan terjadi peningkatan pula pada OCB. PNS dengan latar belakang budaya Bali rata-rata memiliki tingkat kualitas kehidupan kerja dan OCB pada kategori tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa kualitas kehidupan kerja yang dirasakan PNS dengan latar belakang budaya Bali ini tergolong tinggi sehingga memberikan pengaruh positif terhadap OCB. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan tingkat kategorisasi OCB yang juga berada pada kategori tinggi.

Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor dan hipotesis minor pada penelitian ini, maka perlu untuk mempertimbangkan faktor lain yang lebih memengaruhi munculnya OCB pada PNS dengan latar belakang budaya Bali. Hasil uji hipotesis mayor menyatakan bahwa 57,4% variabel OCB dipengaruhi oleh faktor lain. Adapun variabel lain yang dapat

dipertimbangkan mengacu pada Titisari (2014) adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, moral karyawan, dan motivasi sebagai faktor-faktor internal, serta variabel kepemimpinan dan budaya organisasi sebagai faktor-faktor eksternal. Mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan peneliti dan dipadukan pada hasil penelitian-penelitian terdahulu, lebih disarankan untuk mempertimbangkan faktor kepuasan kerja sebagai faktor lain yang memengaruhi OCB selain trait big five personality dan kualitas kehidupan kerja. Saran untuk mempertimbangkan variabel kepuasan kerja tersebut didasari dari pernyataan Lawler (dalam Sinha, 2015) yang menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja berbeda dengan kepuasan kerja. Menurut Daniswara (dalam Aini, Hardjajani, & Priyatama, 2014), apabila karyawan merasa puas dengan kualitas kehidupan kerja yang diberikan perusahaannya, maka dapat dipastikan bahwa karyawan tersebut memunculkan OCB sebagai bentuk kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja.

Selain perlunya mempertimbangkan faktor-faktor lain, pada penelitian ini juga perlu mengukur secara statistik faktor budaya dalam memengaruhi OCB karena faktor budaya pada penelitian ini hanya diambil dari data demografi subjek saja. Pengukuran faktor budaya ini juga diperlukan untuk melihat apakah budaya pada PNS dengan latar belakang budaya Bali ini menjadi salah satu penyebab tidak adanya perbedaan trait big five personality. Selain faktor budaya, sensitifitas skala trait big five personality ini juga perlu dipertimbangkan mengingat belum ditemukannya perbedaan pada masing-masing trait. Keterbatasan lainnya yang ditemukan pada penelitian ini adalah selama proses pengambilan data, tidak semua instansi mengembalikan kuesioner sesuai jumlah yang diberikan.

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap OCB pada PNS di Bali, sedangkan trait kepribadian memiliki pengaruh terhadap OCB ketika tidak adanya kontrol terhadap kualitas kehidupan kerja, tetapi ketika adanya kontrol pada kualitas kehidupan kerja, trait kepribadian menjadi tidak memiliki pengaruh terhadap OCB.

  • 2.    Ada perbedaan OCB pada PNS di Bali yang ditimbulkan ditinjau dari trait kepribadian khusunya trait big five personality. Trait kepribadian yang memiliki perbedaan signifikan terhadap OCB pada PNS di Bali hanya pada trait conscientiousness dan trait emotional stability.

  • 3.    Ada pengaruh yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja secara mandiri terhadap OCB. Semakin tinggi kualitas kehidupan kerja, maka semakin tinggi juga OCB.

  • 4.    Mayoritas PNS di Bali memiliki trait emotional stability.

  • 5.    OCB pada PNS di Bali tergolong tinggi.

  • 6.    Kualitas kehidupan kerja pada PNS di Bali tergolong tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan beberapa saran praktis dan saran bagi penelitian selanjutnya. Saran praktis bagi instansi pemerintah yaitu instansi pemerintah sebaiknya lebih memfokuskan pada meningkatkan dan mempertahankan kualitas kehidupan kerja serta OCB pada

PNS. Mempertahakan kualitas kehidupan kerja dilakukan dengan tetap menjaga stabilitas sehingga tetap dipersepsikan positif oleh PNS. Saran lainnya untuk instansi pemerintah, walaupun pada penelitian ini kepribadian tidak memiliki pengaruh, sebaiknya tes kepribadian tetap dilakukan pada perekrutan calon PNS agar mendapatkan PNS yang paling sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Saran praktis bagi PNS yaitu PNS di Bali sebaiknya tetap mempertahankan kinerja yang ditunjukkan saat ini karena PNS sudah mampu menunjukkan OCB dan taraf OCB yang ditunjukkan sudah tergolong tinggi, sehingga mampu menjalankan visi misi yang ditetapkan pemerintah dengan baik.

Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu :

  • a.    Penelitian selanjutnya jika memerlukan jumlah subjek yang besar sebaiknya sejak awal sudah mempersiapkan lebih banyak daftar instansi pemerintah mengingat setiap instansi pemerintah di Bali memiliki kuota dalam menerima kuesioner (5-15 kuesioner).

  • b.    Perlunya pengujian dan pengkajian ulang pada skala trait big five personality yang dibuat oleh peneliti,karena traittrait big five personality pada penelitian ini tidak mampu membedakan OCB yang muncul ditinjau dari masing-masing trait, kecuali trait conscientiousness dan trait emotional stability.

  • c.    Efek kelelahan merupakan hal kritikal yang perlu diperhatikan pada penelitian ini karena jumlah aitem yang banyak.

  • d.    Penelitian selanjutnya jika ingin melakukan penelitian terkait OCB pada PNS dengan latar belakang budaya Bali sebaiknya mempertimbangkan faktor-faktor lain selain trait big five personality dan kualitas kehidupan kerja.

  • e.    Peneliti sebaiknya menggali informasi mengenai estimasi pengeluaran pegawai, kepuasan karir, dan kegiatan di luar instansi agar lebih menggambarkan kualitas kehidupan kerja PNS.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, F. A. F., Hardjajani, T., & Priyatama, A. N. (2014). Hubungan antara kualitas interaksi atasan-bawahan dan quality of work life dengan organizational citizenship behavior karyawan PT. Air Mancur Palur Karanganyar. Wacana Jurnal Psikologi, 6(11), 55-72.

Anggoro, A. P. (2017, Januari 6). Honorer, PNS, dan kualitasnya. Pressreader. Diakses pada 1 Mei 2017 dari https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170106 /2815823553 08107.

Anonim. (2017, Februari 7). Rai mantra pecat 5 PNS indisipliner. Berita Bali.  Diakses pada 13 April 2017 dari

https://beritabali.com/read/2017/02/07/201702060013/Rai-Mantra-Pecat-5-PNS-Indisipliner.html

Azwar, S. (2014a). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Deliusno. (2016, Juli 25). PNS Jadi Profesi dengan Tingkat Kepuasan Tertinggi.Kompas. Diakses pada 12 April 2017 dari http://tekno.kompas.com/read/2016/07/25 /19100017/PNS.Jadi.Profesi.dengan.             Tingkat.

Kepuasan.Tertinggi

Diantono, V. M. A. (2015). Pengaruh motivasi dan kepribadian terhadap kinerja karyawan melalui organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan STIE Mandala Jember (Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember).

Garay, H. D. V. (2006). Kinerja extra-role dan kebijakan kompensasi. Jurnal Sinergi, 8(1).

Ghozali, I. (2013). Aplikasi analisis multivariate. Semarang: Badan Penerbit Unoversitas Diponegoro.

Harlie, M. (2012). Pengaruh disiplin kerja, motivasi dan pengembangan karier terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil pada pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan. Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(4), 860-867.

Harsono, M. (2004). Organizational citizenship behavior dalam kajian     filsafat     ilmu. Jurnal    Ekonomi     dan

Kewirausahaan, 4(1).

Helmiatin. (2014). The implementation of tranformational leadership and quality of work life toward organizational citizenship behaviour. International Journal of Innovation, Management and Technology, 5 (5).

Husnawati, A. (2006). Analisis pengaruh kualitas kehidupan kerja terhadap kinerja karyawan dengan komitmen dan kepuasan kerja sebagai intervening variabel (Studi pada PERUM Pegadaian Kanwil VI Semarang) (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro).

Jati, A. N. (2013). Kualitas kehidupan kerja dan komitmen organisasional:   Hubungannya dengan organization

citizenship behavior. Kiat Bisnis, 5(2), 86-91.

John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of personality: Theory and research (Vol. 2, pp. 102–138). New York: Guilford Press.

Kossen, S. (1993). Aspek Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lubis, S. (2009). Analisis budaya kerja dan kinerja PNS di lingkungan Pemda Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Demokrasi, 8(2), 149-166.

Luthans, F. (2011). Organizational behavior: An evidence-based approach (12th Ed.). New York: McGraw-Hill.

Munap, R., Badrillah, M. I. M., Mokhtar, A. R. M., & Yusof, S. H. (2013). Personality and organizational citizenship behaviour in hotel industry:    A relationship

study. Management, Leadership and Governance, 234.

Munawaroh, A., Riantoputra, C. D., & Marpaung, S. B. (2013). Factors Influencing Individual Performance in an Indonesian Government Office. The South East Asian Journal of Management, 135-144.

Nida, D. A. D. T. P. P., & Simarmata, N. (2014). Hubungan antara komitmen organisasi dan perilaku kewargaan organisasi pada fungsionaris partai golkar di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 1(2).

Nindyati, A. D. (2006). Kepribadian dan motivasi berprestasi: Kajian big five personality. Jurnal psikodinamik, 8(1), 72-89.

Nio, S. R., Mariatin, E., & Novliadi, F. (2018).  Perbedaan

Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditinjau dari karakter kepribadian  Big Five dan tipe  komitmen

organisasi. Jurnal RAP, 9(1), 105-117.

Oetomo, H. R. (2016, April 24). Pemprov Bali siapkan sanksi bagi PNS bandel. RRI Diakses pada 13 April 2017 dari http://www.rri.co.id/post/berita/266487/daerah/pemprov _bali_siapkan_sanksi_bagi_ pns_bandel.html

Organ, D. W., Podsakoff, P. M., & MacKenzie, S. B. (2006). Organizational citizenship bahvior:   It’s nature,

antecedents, and consequences. London:   SAGE

Publications.

Prasetya, S. S. (2016). Analisis pengaruh kompensasi finansial terhadap organizational citizenship behavior (OCB) dengan disiplin kerja dan motivasi berprestasi sebagai variabel intervening(Studi pada Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengah) (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

Purba, D. E., & Seniati, A. N. L. (2004). Pengaruh kepribadian dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenzhip behavior. Makara Hubs-Asia, 8(3), 105-111.

Purba, D. E., Oostrom, J. K., Van Der Molen, H. T., & Born, M. P. (2015). Personality and organizational citizenship behavior in Indonesia:   The mediating effect of affective

commitment. Asian Business & Management, 14(2), 147170.

Ramalia, R. (2014). Hubungan trait kepribadian dengan perilaku seksual berisiko remaja di SMA Triguna Utama (Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah).

Riyono, B. (1996). Peranan orientasi nilai budaya pada kepuasan kerja. Psikologika: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, 1(1), 66-75.

Robbins, S. P. & Judge, T. A. (2017). Organizational Behavior (16th ed.). New Jersey: Pearson.

Salkind, N. J. (2010). Encyclopedia of research design. Chicago: SAGE Publications.

Sambung, R. & Iring. (2014). Pengaruh kepribadian terhadap organizational  citizenship behavior (OCB) dengan

komitmen organisasional sebagai intervening (Studi pada Universitas Palangka Raya). Jurnal Manajemen dan Akuntansi, 3 (1), 1-16.

Santosa, R. D. (2017). Gambaran masalah pada PNS di Dinas X Provinsi Bali. Naskah tidak dipublikasikan, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali.

Sari, D. S. A. (2016). Peran quality of work life (QWL) sebagai mediator dalam hubungan psychological capital (PsyCap) dengan organizational citizenship behavior(OCB) pada pegawai negeri sipil (PNS) di kabupaten Buleleng. Prosiding Konfrensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia, 1 (1), 85-93.

Sinha, C. (2012). Factors affecting quality of work life: empirical evidence from Indian organizations. Australian Journal of Business and Management Research, 1(11), 31-40.

Sitiari, N. W. (2016). Peran orientasi kewirausahaan dalam memediasi pengaruh nilai-nilai budaya lokal Bali terhadap kinerja organisasi (Studi pada koperasi non KUD di Bali). Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Bali.

Sugiyono. (2016). Metode penelitian kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Susanti, R. (2015). Hubungan religiusitas dan kualitas kehidupan kerja dengan organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan. Jurnal Psikologi, 11(2), 94-102.

Titisari, P. (2014). Peran organizational citizenship behavior (OCB) dalam meningkatkan kinerja karyawan. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Widarta, I. K. D. G. S., Atmadja, A. T., SE, A., & Wahyuni, M. A. (2017). Memaknai kearifan lokal menyama braya sebagai landasan sistem pengadilan manajemen pada Starlight Restaurant & Bungalows. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 7(1).

Strauss, A., & Corbin, J. (2017). Dasar-dasar penelitian kualitatif kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Taylor, E.S. (2009). Health psychology: Seventh Edition. New York: McGraw-Hill.

LAMPIRAN

Tabel 1.

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Deskripsi Data

OCB

Kualitas Kehidupan Kerja

N

133

133

Rata-rata Teoretis

105

112,5

Rata-rata Empiris

128,65

136,44

SD Teoretis

21

22,5

SD Empiris

5,623

5,923

Xmin

116

118

Xmax

143

152

Sebaran Teoretis

42-168

45-180

Sebaran Empiris

116-143

118-152

Tabel 2.

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Variabel

Kolmogorov-Smirnov

Asymp. Sig. (2-tailed)

Keterangan

OCB

1,149

0,142

Data Normal

Kualitas Kehidupan Kerja

1,183

0,122

Data Normal

Tabel 3.

Hasil Uji Homogenitas Data Penelitian

Keterangan

Variabel

F

Sig.

Trait big five personality + Kualitas Kehidupan Kerja terhadap OCB

0,783

0,538

Data Homogen

Tabel 4.

Hasil Uji Linearitas Data Penelitian

Variabel

F

Sig.

OCB*Kualitas

Kehidupan Kerja

Between Groups

Linearity

Deviation from Linearity

100.724

1.562

0,000 0,065

Tabel 5.

Hasil Uji ANCOVA

Source

Type III Sum of Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Corrected Model

1856,84a

5

371,217

20,300

0,000

Intercept

582,528

1

582,528

31,856

0,000

BFP

140,726

4

35,181

1,924

0,111

QWL

1516,690

1

1516,690

82,942

0,000

Error

2285,763

125

18,286

Total

2172261,000

131

Corrected Total

4141,847

130

a.     R Squared =

,448 (Adjusted R Squared =

,426)

Hasil Uji ANCOVA (Tanpa Kovariat)

Source

Type III Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

339,394a

4

84,849

2,812

0,028

Intercept

2096670,684

1

2096670,684

69476,337

0,000

BFP

339,394

4

84,849

2,812

0,028

Error

3802,453

126

30,178

Total

2172261,000

131

Corrected Total

4141,847

130

a. R Squared = ,082 (Adjusted R Squared = ,053)

Tabel 7.

Hasil Uji ANOVA


Source

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

OCB

339,394

4

84,849

2,812

0,028


Tabel 8.

Hasil Tes Tukey HSD Variabel Trait Big Five Personality Terhadap OCB

(I) Trait Big Five

(J) Trait Big Five Personality

Mean Difference

Std. Error

Sig.

Personality

(I-J)

Agreeableness

0,239

1,621

1,000

Extraversion

Conscientiousness

-2,246

1,516

0,576

Emotional Stability

1,861

1,456

0,705

Openness to Experience

-1,958

1,641

0,755

Extraversion

-0,239

1,621

1,000

Conscientiousness

-2,484

1,553

0,501

Agreeableness

Emotional Stability

1,622

1,495

0,814

Openness to Experience

-2,197

1,676

0,685

Extraversion

2,246

1,516

0,576

Agreeableness

2,484

1,553

0,501

Conscientiousness

Emotional Stability

Openness to Experience

4,106* 0,287

1,379

1,574

0,028

1,000

Extraversion

-1,861

1,456

0,705

Emotional Stability

Agreeableness Conscientiousness

-1,622

-4,106*

1,495

1,379

0,814

0,028

Openness to Experience

-3,819

1,516

0,093

Extraversion

1,958

1,641

0,755

Openness to

Agreeableness

2,197

1,676

0,685

Experience

Conscientiousness

-0,287

1,574

1,000

Emotional Stability

3,819

1,516

0,093

Tabel 9.

Hasil Uji Regresi Nilai R2

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

0,644a

0,414

0,410

4,337

Hasil Uji Regresi Signifikansi F

Sumof

Squares

Mean

Square

F

Sig.

1

Regressio

K

1715,358

1

1715,358

91,194

0,000

Residua!

2426,489

129

18,810

Total

4141,847

130

Tabel 11.

Hasil Uji Regresi Nilai Koefisien Beta dan Nilai F

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

1

(Constant)

45,170

8,662

5,215

0,000

QWL

0,612

0,063

0,644

9,647

0,000

24