Jurnal Psikologi Udayana 2020, Vol.7, No.2, 24-33


Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 26544024; p-ISSN: 2354 5607 doi: 10.24843/JPU.2020.v07.i02.p03

Gambaran konsep diri istri pecandu narkotika

Ni Made Kristi Dwinitha Sari dan I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani Program Studi Sarjana Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Pada tahun 2015 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendata bahwa terjadi 200 ribu kasus perceraian per tahun. Suami yang dalam pengaruh alkohol atau narkotika menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Keberhasilan maupun kegagalan seseorang istri menghadapi suami pecandu narkotika berkaitan dengan konsep diri istri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran konsep diri serta faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri istri pecandu sehingga mampu bertahan dalam pernikahannya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Responden pada penelitian ini sebanyak satu orang istri seorang pecandu narkotika yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri responden cenderung positif karena telah memenuhi lima dari enam ciri-ciri konsep diri positif, yakni mengenal dirinya dengan baik, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang beragam tentang dirinya sendiri, merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, mampu menghadapi masa depan serta menganggap hidup adalah proses penemuan. Konsep diri responden terdiri dari beberapa aspek, antara lain aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek psiko-sosial, aspek psiko-spiritual, serta aspek psiko-etika dan moral. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa konsep diri responden dipengaruhi oleh faktor kemampuan dan penampilan fisik, faktor keluarga, faktor kelompok sebaya, dan faktor peranan harga diri.

Kata kunci: istri pecandu narkotika, konsep diri, perempuan

Abstract

In 2015, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) recorded that there were 200 thousand divorce cases per year. A husband who is affected by alcohol or narcotics is one of the triggers for divorce. The success or failure of a wife in dealing with a husband who is a drug addict is related to the wife's self-concept. The purpose of this study is to find out how the self-concept and the factors that influence the self-concept of the addict's wife so they are able to survive and keep trying to carry out their role as a wife. The method used in this research is a qualitative method with a case study approach. Respondent in this study was one wife of a narcotics addict who was obtained by purposive sampling technique. Data collection uses in-depth interviews and observation. The results showed that respondent's self-concepts tend to be positive because they have fulfilled five from six characteristics of positive selfconcepts, namely knowing themselves well, being able to understand and accept a number of diverse facts about themselves, designing goals in accordance with reality, being able face the future and think of life as a process of discovery. The respondent's self-concept consists of several aspects, including physiological aspects, psychological aspects, psycho-social aspects, psycho-spiritual aspects, and psycho-ethical and moral aspects. Subsequent results indicate that the respondent's self-concept is influenced by physical ability and appearance factors, family factors, peer groups, and the role of self-esteem.

Keywords: self-concept, wife of narcotics addict, women.

LATAR BELAKANG

Narkotika merupakan permasalahan kompleks yang memengaruhi kesehatan fisik, psikis, dan psikososial dari penggunanya (BNN, 2014). Menurut Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Diah Utami menyatakan jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia pada tahun 2017 telah mencapai 3,5 juta orang dan hampir 1 juta orang telah menjadi pecandu narkotika (Priyasmoro, 2018). Melihat besarnya angka penyalahguna dan pecandu narkotika serta efek yang ditimbulkan, narkotika menjadi hal yang cukup serius. Permasalahan ini perlu penanganan untuk menekan semakin banyaknya individu yang menyalahgunakan narkotika. Salah satunya dengan dukungan terhadap penyalahguna maupun pecandu narkotika.

Motivasi dari dalam diri pecandu memang menjadi kunci keberhasilan agar terjadi relapse. Disisi lain, dukungan dari significant others memegang peran penting. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wulandari (2019) menyatakan bahwa salah satu faktor peningkat kepulihan pecandu narkotika adalah dukungan pasangan. Dampingan dari pasangan membuat seorang pecandu narkotika merasa lebih tenang dan merasa berharga, termasuk pasangan yang telah berkomitmen untuk hidup dalam ikatan perkawinan.

Pada kenyataannya tidak semua perkawinan berakhir bahagia hingga maut memisahkan. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (dalam Rezkisari, 2015) menyebutkan bahwa terjadi 200 ribu kasus perceraian terjadi per tahun, dengan angka perkawinan mencapai dua juta per-tahun. Suami yang dalam pengaruh alkohol atau narkotika menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Di Medan, menurut data Pengadilan Agama Medan (dalam Ginting, 2019)) sepanjang tahun 2018 ada sebanyak 3.375 perkara perceraian yang ditangani. Kebanyakan gugatan justru dilayangkan pihak istri yaitu sebanyak 2.620 dengan faktor paling dominan penyebab perceraian yakni perselisihan atau pertengkaran yang diakibatkan pengaruh narkotika. Narkotika jenis sabu-sabu juga menjadi pemicu perceraian di Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kali Utara. Suami kecanduan sabu menjadi alasan bagi istri mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama Nunukan (Anonim, 2018).

Angka pravelensi jumlah masyarakat yang pernah memakai narkotika di Indonesia memang didominasi oleh laki-laki dengan persentase 6,5% berbanding 2,3% pada perempuan (BNN, 2019). Hal ini menjadi alasan gugatan cerai lebih banyak dilakukan oleh istri. Dampaknya, peran suami sebagai pencari nafkah seringkali terhalang stigma di masyarakat yang menyebabkan sulitnya seorang pecandu

mendapatkan pekerjaan dan menyebabkan istri yang harus mencari nafkah.

Hal ini didukung oleh hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada seorang responden berinisal LJ dan berjenis kelamin perempuan. Responden merupakan seorang dosen yang memiliki suami pecandu narkotika jenis heroin. Responden mengatakan menjadi pendamping pasangan yang memiliki ketergantungan narkotika memang bukan hal mudah. Menurut responden ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi apabila memiliki suami seorang pecandu narkotika. Kemungkinan pertama adalah keinginan suami untuk mengonsumsi kembali narkotika atau mengalami relapse. Saat dorongan itu terjadi, seorang pecandu akan mengupayakan berbagai cara untuk mendapatkan uang agar dapat membeli narkotika. Suami akan mulai berbohong bahkan dulunya sampai mencuri serta menjual perhiasan ibunya. Kedua, kemungkinan sulitnya suami mencari pekerjaan karena adanya stigma negatif di masyarakat tentang pecandu narkotika. Hal ini akan berdampak pada kondisi perekonomian yang tidak stabil dan peran suami sebagai tulang punggung keluarga harus diambil alih oleh sang istri (Sari, 2019).

Menerima kondisi terburuk pasangan tidak semudah menerima semua kelebihannya, terlebih dalam rumah tangga. Tidak dapat dipungkiri setiap orang pasti pernah melewati fase ingin menyerah terhadap dirinya sendiri. Lelah memperjuangkan mimpi, merasa tidak sanggup menghadapi suatu situasi, atau tidak lagi memiliki arah hidup. Aprilia (2014) menyebutkan bahwa keadaan tersebut sangat terkait dengan konsep diri yang individu miliki dimana konsep diri berpengaruh terhadap kenyataan atau realitasitu sendiri.

Menurut Agustiani (2006) konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya yang tidak terbentuk dengan sendirinya melain dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri memberikan sebuah gambaran yang menentukan bagaimana seseorang mengolah informasi yang didapatkan. Latar belakang yang berbeda dalam proses kehidupan menyebabkan individu memiliki berbagai macam cara dalam mengidentifikasi perilaku yang diharapkan akan membawa perubahan diri ke arah yang lebih baik.

Individu yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik pada diri seseorang. Sebaliknya konsep diri yang rendah pada individu akan memunculkan persepsi negatif yang tentunya akan

menimbulkan rendahnya rasa percaya diri termasuk dalam menghadapi lingkungan sekitar.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran konsep diri yang dimiliki oleh istri pecandu narkotika sehingga mampu bertahan dan tetap berupaya menjalankan perannya sebagai istri.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode yang ada (Denzin & Lincoln dalam Moleong, 2014). Penelitian studi kasus dipilih karena studi kasus merupakan metode penelitian yang hendak mendalami suatu kasus tertentu secara lebih mendalam dengan melibatkan pengumpulan beraneka sumber informasi sehingga diharapkan dapat menangkap kompleksitas suatu kasus yang diteliti. Dalam penelitian ini sumber informasi tidak hanya dari responden melainkan juga suami responden.

Responden

Responden penelitian ini adalah satu orang istri pecandu narkotika berjenis kelamin perempuan yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Responden merupakan istri dari salah satu warga binaan yang pernah menjalani rehabilitasi di salah satu yayasan rehabilitasi. Peneliti bertemu dengan responden atas rekomendasi dari seorang konselor yang bekerja untuk pecandu narkotika. Beberapa kriteria responden dalam penelitian ini antara lain, pertama perempuan yang sudah menikah dengan usia penikahan 3 tahun, kedua memiliki suami pecandu narkotika jenis heroin, dan yang ketiga berusia 32 tahun.

Tempat Penelitian

Pengumpulan data terhadap satu orang responden dalam penelitian dilakukan di Denpasar, Bali. Lokasi ini dipilih karena responden berdomisili di Denpasar. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan kesepakatan antara responden dan peneliti, yakni di salah satu restoran di Denpasar. Tempat ini dipilih karena suasana restoran yang sunyi sehingga dapat melakukan wawancara dengan lebih efektif, serta restoran ini merupakan restoran yang dilalui responden jika hendak pulang dari tempat mengajar ke rumah responden.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peggalian data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semiterstruktur. Wawancara semiterstruktur digunakan agar wawancara tidak kaku. Dalam pelaksanaannya wawancara semiterstruktur dilakukan dengan panduan guideline yang kemudian jawaban subjek diperdalam melalui probing (Satori, 2011). Poin-poin dalam guideline terdiri dari identitas, aspek-aspek konsep diri, serta faktor yang memengaruhi terbentuknya konsep diri responden. Penelitian ini juga menggunakan observasi yang dicatat ke dalam catatan lapangan (fieldnote). Semua berkas penelitian yang didapatkan, seperti audio, fieldnote¸ ataupun gambar yang ada akan didokumentasikan sebagai penunjang penelitian.

Teknik Analisis Data

Secara umum teknik analisis data dalam penelitian studi kasus menurut Sugiyono (2010) mencakup 3 tahap, yaitu:

  • 1.    Reduksi data (data reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari pola dan tema dari data yang dimiliki. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengubah hasil wawancara dalam bentuk audio ke dalam bentuk dokumen atau verbatim. Dari hasil verbatim serta beberapa catatan observasi selama wawancara didapatkan beberapa hal penting yang menjadi gambaran konsep diri responden, seperti aspek-aspek konsep diri responden yang mencakup aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek psiko-sosiologis, aspek psiko-spiritual, serta aspek psiko-etika dan moral yang dimiliki responden.

  • 2.    Penyajian data (data display)

Menyajikan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat maupun hubungan antar kategori. Penyajian data akan memudahkan individu untuk memahami dan merencanakan tindakan selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk uraian dan bagan. Jawaban-jawaban responden dalam bentuk kalimat langsung dikelompokkan dalam satu kategori yang mewakili makna kalimat tersebut.

  • 3.    Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification)

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pendapat dalam penelitian. Sebaliknya apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Hasil analisa yang peneliti lakukan kemudian mendasari penarikan kesimpulan mengenai gambaran konsep diri yang dimiliki responden. Verifikasi dilakukan kepada responden dilakukan melalui membercheck yang

merupakan proses pengecekan data yang didapat peneliti kepada pemberi data untuk mengetahui sejauh mana data yang diperoleh sesuai dengan pemberi data.

Teknik Pemantapan Kredibilitas Data Penelitian

Terdapat beberapa macam cara pengujian kredibilitas data antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi data, analisa kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan mengadakan member check (Sugiyono, 2014). Teknik pengujian kredibilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi data, menggunakan bahan referensi, dan mengadakan member check. Perpanjangan pengamatan dilakukan dengan kembali ke lapangan dan melakukan pengamatan serta wawancara dengan responden secara berulang kali. Dalam penelitian ini, peningkatan ketekunan dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang relevan dari berbagai referensi, seperti jurnal-jurnal, buku, dan literatur ilmiah untuk melengkapi dasar teori yang akan digunakan peneliti dalam menganalisis data di lapangan. Setelah melakukan analisis terhadap hasil wawancara akan dilakukan cross check dengan cara mendiskusikan hasil analisis tersebut kepada responden yang bersangkutan. Selain dengan responden, dalam penelitian ini juga akan menggali informasi melalui significant others, yakni suami responden. Untuk bahan referensi peneliti menggumpulkan rekaman wawancara, foto, atau hasil catatan selama wawancara.

Isu Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, isu-isu etis yang diperhatikan yakni menggunakan kontrak sosial berupa informed consent (formulir izin tertulis) yang disepakati oleh kedua belah pihak, menjaga privasi responden, serta tidak melakukan hal-hal yang membuat responden tidak nyaman atau merasa dirugikan. Informed consent diberikan saat pertemuan pertama, dimana peneliti menanyakan kesediaan responden untuk terlibat dalam penelitian ini. Dalam informed consent tertulis hak dan kewajiban, baik sebagai peneliti maupun responden yang kemudian ditandatangani bersama.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi literatur melalui jurnal yang telah dilakukan, maka hasil penelitian dapat diidentifikasi, dikodekan secara induktif (data driven). Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa responden adalah seorang perempuan yang berusia 32 tahun dan berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas swasta di Bali. Responden memiliki seorang suami yang merupakan pecandu narkotika jenis heroin. Pernikahan responden dengan suaminya saat ini sudah berusia 3

tahun namun belum dikaruniai anak. Hasil penelitian terhadap responden dirangkum dan dipaparkan sebagai berikut,

Gambaran Konsep Diri Responden

Dalam memandang dirinya, responden menganggap dirinya adalah sosok yang biasa-biasa saja. Menurut responden, dirinya tidak cantik, tidak menarik, dan tidak manis. Responden kurang puas dengan fisiknya khususnya pada bagian wajah. Bagi responden, semua manusia termasuk dirinya pasti masih terus merasa memiliki kekurangan. Wajah responden yang berjerawat menjadi salah satu ketidakpuasan responden.

Responden menyatakan dirinya merupakan individu yang penuh komitmen, perfeksionis, mengutamakan kejujuran dan peka terhadap kritik. Responden akan sangat terbawa perasaan ketika mendapat kritik yang kemudian membuat responden sangat terbeban. Di sisi lain, responden merasa memiliki kelebihan yang utama dalam diri responden yakni, bertanggung jawab, totalitas dalam melakukan suatu pekerjaan serta keinginan untuk mencapai yang terbaik. Dalam hal berpikir, responden selalu berusaha berpikir secara positif termasuk berpikir bahwa suaminya adalah orang baik sehingga selalu memaafkan suaminya yang berulangkali mengonsumsi narkotika dan menyebabkan perubahan sikap suami responden.

Responden menganggap situasi lingkungannya saat ini secara umum positif. Responden memiliki tiga kelompok lingkungan yang ditemuinya yakni di tempat kerja, di gereja, dan teman dekat sejak SMA. Responden berpendapat bahwa komunikasi menjadi kunci dari keberhasilan dalam menjali hubungan dan dibarengi sikap saling mendukung, saling mengerti, saling memberi masukan serta saling membantu.

Responden aktif dalam kegiatan rohani. Hal tersebut membuat responden banyak menghabiskan waktu di tempat ibadah dan membentuk responden untuk semakin percaya Tuhan. Hal tersebut juga terlihat dari diri responden yang menyatakan bahwa ketika menikah responden memiliki janji perkawinan yang disampaikan kepada Tuhan dan alasan responden bertahan karena Tuhan. Responden manyatakan bahwa dirinya hanya berpegang kepada Tuhan. Setiap masalah yang responden hadapi hanya akan diceritakan kepada Tuhan karena bagi responden hanya Tuhan yang dapat memberikan solusi. Responden juga memberikan dukungan secara spiritual untuk suaminya agar suaminya merasa lebih berharga terlebih berharga di hadapan Tuhan.

Responden menyatakan bahwa masih banyak stigma tentang suaminya dari masyarakat bahkan berimbas ke diri responden namun responden tidak terlalu mengambil hati melainkan akan mengonfirmasi stigma yang disampaikan orang kepada orang yang

membicarakannya. Meskipun dalam kondisi suami sebagai pecandu, responden selalu menghormati suaminya sebagai kepala rumah tangga.

Responden dapat dikatakan sebagai individu yang mengenal dirinya dengan baik. Responden dapat menyebutkan sifat, karakter dan kelebihan yang dimilikinya. Responden juga dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat beragam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif. Hal ini dapat diketahui melalui sikap responden yang menyadari bahwa wajahnya tidak semulus sebelum dirinya menikah sehingga berupaya melakukan perawatan kulit. Responden menerima kritik yang disampaikan oleh orang lain tentang dirinya dan berusaha untuk memperbaiki diri agar lebih baik.

Dalam merancang tujuan-tujuan dalam hidupnya, responden menetapkan tujuan yang sesuai dengan realitas seperti tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai. Salah satunya adalah responden selalu merencanakan liburan keluar kota atau keluar negeri bersama keluarga setiap tahun. Responden mengaku tidak takut untuk menjalani kehidupannya meskipun responden sendiri tidak mengetahui suka duka yang akan responden lalui sebagai pasangan seorang pecandu narkotika. Responden memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan mengubah suaminya sehingga pernikahannya memang patut dipertahankan. Responden menganggap setiap masalah yang dihadapi dalam rumah tangganya merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pernikahan. Dalam setiap kondisi, responden belajar untuk menemukan cara dalam mengantisipasi suaminya mengonsumsi narkotika.

Di sisi lain, responden menyadari bahwa dirinya memiliki kelemahan yakni peka terhadap kritik. Responden merupakan individu yang sensitif sehingga memerlukan waktu untuk mengambil makna positif dari sebuah kritikan.

Faktor yang memengaruhi konsep diri

Responden menganggap dirinya tidak cantik namun memiliki kepribadian yang baik karena orang-orang yang mengenalnya lebih sering berbicara tentang kepribadian responden bukan penampilan fisiknya. Pasangan responden juga tidak pernah mempermasalahkan fisiknya, sehingga responden juga tidak terlalu fokus pada penampilan fisik.

Faktor keluarga juga mengambil peran dalam diri responden. Responden menyatakan bahwa orangtua responden sangat terbuka tentang narkotika sehingga tidak mempermasalahkan latar belakang suami responden. Dari pihak suami, responden menyatakan bahwa suaminya sering menyampaikan kata-kata romantis, janji-janji, dan permintaan maaf agar responden tetap berada di sisinya. Orangtua suami

responden (mertua responden) juga menjadi sosok yang paling berperan dalam membuat responden bertahan.

Teman-teman responden juga memberikan penilaian positif terhadap responden. Responden menyatakan bahwa teman-temannya sering menghibur dan sering diajak berdiskusi tentang apa yang responden alami. Hal ini membuat responden merasa tidak bosan dan memiliki penolong dalam kesusahan yang dialami responden.

Selanjutnya, yang terpenting adalah peran harga diri yang dimiliki responden. Responden percaya bahwa dirinya selalu sungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu. Hal ini membuat responden bangga terhadap diri sendiri ketika mampu memberikan hasil terbaik saat diberikan tugas.

Kerangka hasil penelitian juga dapat dilihat pada bagan 1 “Kerangka Hasil Penelitian” (terlampir).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pemaparan hasil penelitian diatas kemudian ditarik menjadi tiga tema besar yang sesuai mengenai gambaran konsep diri pada istri pecandu narkotika yang dapat dilihat melalui hasil penelitian sebagai berikut:

Pola 1. Aspek Konsep Diri

Dari segi aspek fisiologis, responden yang tidak terlalu fokus pada penampilan fisik menunjukkan bahwa dirinya memiliki konsep diri yang tidak diukur dari fisiologis. Responden menyatakan bahwa orangorang cenderung berbicara tentang dirinya dari segi kepribadian responden, bukan penampilan. Respons orang-orang tentang kepribadian responden membentuk konsep pada diri responden bahwa perempuan cantik adalah perempuan yang dapat menjaga perilaku, menjaga diri secara fisik dan spiritual, serta mencintai dirinya sendiri apa adanya. Jika dilihat dari keterangan responden dan dihubungkan dengan pendapat Hadi (2002), hal ini merupakan gambaran pandangan individu tentang tubuhnya yang tidak hanya dikaitkan dengan bagian tubuh yang indah, melainkan juga kepada kesehatan tubuh, penampilan, dan kepercayaan dirinya.

Secara psikologis, responden memiliki kepribadian yang cukup sensitif. Ketika ada orang lain yang mengkritik, hal tersebut akan membuat diri responden terbawa perasaan. Responden juga akan merasa seolah sedang dimarah dengan luar biasa apabila ada yang memberi nasihat kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa responden adalah orang yang peka terhadap kritik.

Dilihat dari aspek psiko-sosiologis, responden merasakan bahwa lingkungan responden adalah

lingkungan yang positif. Responden memiliki tiga kelompok lingkungan yang ditemuinya yakni di tempat kerja, di gereja, dan teman dekat sejak Sekolah Menengah Atas (SMA). Ketiga lingkungan ini selalu memberikan interaksi sosial yang positif sehingga responden tidak pernah kesulitan untuk bersosialisasi. Kelompok teman responden mampu menumbuhkan perasaan harga diri, memberikan dukungan, kesempatan untuk mempraktikkan dan melatih diri dalam menyiapkan masa pendewasaan selanjutnya. Hal ini senada dengan pendapat Cooley (dalam Calhoun, J. F. & Acocella, 1990) dimana individu akan merasa bangga bila dapat terlibat dalam tugas yang ada dalam kelompok dan sebaliknya individu akan merasa gagal, bersalah, dan mendapatkan celaan apabila tidak dapat melaksanakan tugas yang telah ditargetkan dalam kelompok itu.

Dalam hal spiritual, responden merupakan penganut agama yang aktif dalam aktivitas kerohanian. Responden sangat mempercayai dan mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya. Responden percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya adalah rencana Tuhan dan segala sesuatu yang akan responden lakukan atau inginkan, responden selalu berdoa serta melibatkan Tuhan. Dari hal-hal responden tunjukkan, responden telah memenuhi aspek yang terkandung dalam psiko-spiritual menurut Dariyo (2007) yang meliputi, ketaatan beribadah, berdoa dan berpuasa, serta kesetiaan menjalankan ajaran agamanya. Selain itu, responden memusatkan kehidupannya dan pemulihan suaminya hanya kepada Tuhan. Hasan (2006) berpendapat bahwa spriritualitas merupakan bagian esensial dari seluruh kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Hal ini yang dilakukan responden untuk menekan rasa sedih atau kecewa yang responden alami ketika melihat suaminya relapse.

Aspek konsep diri yang terakhir adalah aspek psiko-etika dan moral. Responden mengakui bahwa menjadi istri pecandu narkotika berdampak pada pengaruh stigma yang ada di masyarakat. Dalam menyikapinya, responden berusaha mengonfirmasi stigma negatif yang disampaikan orang kepadanya. Ketika dalam kondisi emosi, responden memilih diam dan berkomunikasi setelah amarah reda tanpa menyudutkan atau menghakimi suami. Responden selalu berusaha menghormati suami sebagai kepala rumah tangga bagaimanapun kondisinya. Bentuk-bentuk sikap yang ditampilkan responden menunjukkan sikap yang menghargai orang lain termasuk suaminya. Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2007) individu dengan konsep diri positif selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.

Pola 2. Faktor yang Memengaruhi

Faktor kemampuan dan penampilan fisik tidak terlalu

berpengaruh pada konsep diri responden. Responden memang kurang menyukai bagian wajahnya yang dipenuhi jerawat namun responden lebih bangga terhadap kepribadiannya yang dianggap orang lain baik. Pasangan responden pun tidak pernah mempermasalahkan fisiknya, sehingga responden juga tidak terlalu fokus pada penampilan fisik. Dengan demikian, dapat dikatakan peran orang lain yang mengabaikan penampilan fisik dan mengedepankan kepribadian responden juga berperan pada pembentukan konsep diri responden. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip dasar konsep diri dimana perasaan diri bersifat sosial, sehingga melalui orang-orang yang terdekat dan paling bermakna, maka terbangun suatu tafsir atas apa yang sesungguhnya dimaksud dengan diri (Mulyana, 2004).

Dalam hal narkotika, faktor keluarga menjadi pembentuk pemahaman dan keyakinan terhadap responden sehingga mampu menerima suaminya dengan apa adanya. Responden menyatakan bahwa orangtua responden sangat terbuka tentang banyak hal termasuk narkotika, sehingga tidak mempermasalahkan latar belakang pasangan responden. Orangtua, sebagai kontak sosial pertama yang ditemui individu dan biasanya yang paling kuat memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan konsep diri responden. Hal ini kemudian didukung oleh pendapat Calhoun, J. F. & Acocella (1990) yang menyebutkan bahwa orangtua menjadi sumber informasi yang paling utama dimana orangtua yang mengajarkan menilai diri sendiri.

Suami juga menjadi peran penting dalam diri responden saat ini. Suami adalah satu-satunya kekuatan hidup responden sehingga responden berupaya untuk menjaga suaminya dengan segala kemampuan yang dimiliki responden. Hal inilah yang kemudian membuat responden berusaha mengatasi setiap tantangan dalam pernikahannya dengan sebaik-baiknya. Suami menjadi alasan bagi responden untuk tetap kuat menghadapi masalah, bertahan dalam setiap situasi, dan tetap menjalani hidup dengan baik. Hal ini senada dengan pendapat Rakhmat (2007) yang menyatakan bahwa significant others, dalam hal ini pasangan menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam diri individu.

Selain pasangan, mertua adalah support system bagi responden. Mertua perempuan responden selalu mendukung apapun yang responden kerjakan dan tidak pernah mencibir atau merendahkan responden. Sebaliknya, mertua responden terus menguatkan dirinya dalam menghadapi suaminya. Menurut Rakhmat (2007) dimana individu yang diterima oleh orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan dirinya akan membuat individu menghormati dan menerima dirinya.

Faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan konsep diri responden adalah kelompok teman sebaya. Teman-teman responden menjadi tempat untuk berbagi cerita jika ada sesuatu yang terjadi. Disaat stress atau bosan, responden merasa memiliki penghibur yang mampu menghilangkan penat. Arti teman bagi responden adalah orang-orang yang ada kapan pun responden butuhkan. Sebagai makhluk sosial, individu juga membutuhkan penerimaan dari teman sebaya. Calhoun, J. F. & Acocella (1990) menyatakan apa yang diungkapkan kawan sebaya tentang dirinya akan menjadi penilaian yang melekat dalam pemikiran individu tentang dirinya.

Terkait faktor peranan harga diri, reponden memiliki rasa bangga terhadap diri sendiri ketika mampu memberikan hasil terbaik saat diberikan tugas. Menurut Coopersmith (1967) self esteem yang tinggi cenderung mengarah pada sifat-sifat yang mampu mengekspresikan afeksi, peduli terhadapa masalah-masalah yang dihadapi, harmonis dalam rumah tangga, partisipatif dalam aktivitas keluarga, mampu memberikan bantuan yang memadai dan tersusun sesuai yang dibutuhkan, terdapat aturan yang jelas dan adil, berpedoman dalam aturan-aturan, serta memberikan kebebasan dalam batasan yang jelas.

Pola 3. Jenis Konsep Diri

Dari hasil penelitian yang didapatkan, responden memenuhi lima dari enam ciri individu yang memiliki konsep diri positif menurut Saam (2013), yaitu:

Mengenal dirinya dengan baik.

Hal ini terbukti dari responden yang dapat menyebutkan sifat, karakter dan kelebihan yang dimilikinya. Responden mengetahui bagaimana dirinya, apa yang menjadi kelebihannya, apa yang disukai maupun tidak disukai sehingga cukup menggambarkan bahwa responden mengenal dirinya dengan baik.

Memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat beragam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif.

Respoden menerima kritik yang disampaikan oleh orang lain tentang dirinya dan berusaha untuk memperbaiki diri agar lebih baik.

Realistis dalam merancang tujuan.

Responden selalu merencanakan liburan bersama keluarga, baik itu keluar kota maupun keluar negeri setiap tahunnya.

Mampu menghadapi kehidupan didepannya.

Responden memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan mengubah suaminya sehingga pernikahannya memang patut dipertahankan. Individu dengan konsep diri positif akan menimbulkan pribadi yang penuh rasa percaya diri, optimis, dan berani menghadapi tantangan (Marbun, 2018).

Menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

Responden menganggap setiap masalah yang

dihadapi dalam rumah tangganya merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pernikahan. Hal ini membuat responden terus belajar mengenali pasangannya khususnya pada saat suaminya ingin mengonsumsi narkotika.

Terdapat satu ciri konsep diri yang tidak dipenuhi oleh responden yaitu penerimaan diri. Hal ini dikarenakan responden merasa kurang puas terhadap tubuhnya secara fisik khususnya di bagian wajah yang dipenuhi jerawat. Meskipun demikian, penerimaan diri secara fisik ini tidak berpengaruh besar dalam konsep diri responden. Hasil penelitian yang dilakukan Sutanto, P. & Haryoko (2010) dimana konsep diri fisik yang cenderung negatif akan teratasi karena orang sekitar mereka masih tetap bergaul dan tidak pernah mempermasalahkan kondisi fisik seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Responden memiliki lima aspek konsep diri dalam dirinya, yaitu aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek psiko-sosiologis, aspek spiritual, dan aspek psiko-etika dan moral. Pertama, aspek fisiologis digambarkan dengan responden yang tidak berfokus pada penampilan fisik. Kedua aspek psikologis dimana responden selalu memiliki pikiran bahwa suaminya adalah orang baik. Ketiga, aspek psiko-sosiologis dimana responden memiliki tiga kelompok lingkungan yang ditemuinya yakni di tempat kerja, di gereja, serta teman dekat sejak SMA dan semuanya menunjukkan lingkungan yang kondusif. Keempat, aspek psiko-spiritual dimana responden memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan. Terakhir, aspek psiko-etika dan moral dimana responden memiliki kepribadian yang sopan dan selalu berusaha menghargai serta menghormati orang lain tanpa mengingat perilaku yang responden terima dari orang tersebut.

Faktor yang memengaruhi konsep diri responden terdiri dari faktor kemampuan dan penampilan fisik, faktor keluarga, faktor kelompok teman sebaya dan faktor peranan harga diri. Pertama, dari faktor kemampuan dan penampilan fisik responden cenderung menganggap penampilannya biasa saja namun teratasi karena orang-orang di sekitar responden lebih banyak berbicara mengenai kepribadian responden bukan mengomentari penampilan fisiknya. Kedua, faktor keluarga dimana apresiasi dari pasangan dan mertua perempuan membuat konsep diri responden kea rah yang cenderung positif. Ketiga, faktor kelompok teman sebaya dimana teman-teman responden selalu mendukung keputusan responden dan selalu siap menghibur serta menolong saat diperlukan. Keempat, faktor peranan harga diri dimana responden merasa bangga akan sifatnya yang totalitas karena merasakan

adanya kepuasan tersendiri ketika mampu memberikan hasil yang terbaik.

Responden cenderung memiliki gambaran konsep diri yang positif karena mampu memenuhi lima dari enam ciri-ciri konsep diri positif, yaitu mengenal dirinya dengan baik dimana responden dapat menyebutkan sifat, karakter dan kelebihan yang dimilikinya. Kedua, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat beragam tentang dirinya sendiri. Ketiga, merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas seperti tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai dimana responden selalu merencanakan liburan bersama keluarga setiap tahunnya. Keempat, mampu menghadapi kehidupan didepannya dimana responden berpegang erat pada Tuhan sehingga merasa kuat untuk bertahan dengan suaminya. Kelima, menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan dimana responden menganggap setiap masalah yang dihadapi dalam rumah tangganya merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pernikahan.

Saran yang dapat diberikan kepada istri pecandu narkotika adalah menjadikan permasalahan yang dihadapi sebagai tantangan sebuah perkawinan dan menikmati setiap hal yang dialami dengan cara tetap bersyukur atas hal-hal kecil yang membawa kebahagiaan.

Saran kepada pihak keluarga untuk selalu memberikan dukungan karena dukungan dari orangtua merupakan salah satu dukungan yang paling berarti. Dalam hal pasangan yang tinggal bersama orangtua pihak laki-laki, mertua sebagai orangtua yang tinggal dalam satu rumah wajib menghargai, menjaga komunikasi, dan mendukung setiap upaya yang dilakukan istri pecandu narkotika dalam menghadapi setiap permasalahan yang timbul dalam rumah tangganya.

Terkait dengan stigma yang seringkali didapat oleh istri pecandu narkotika, kepada masyarakat diharapkan dapat memandang pecandu dan keluarganya dengan lebih positif. Adanya penerimaan, perlakuan yang sama serta memberikan dukungan dapat menurunkan beban yang dimiliki oleh istri pecandu narkotika.

Dalam proses penelitian ini, peneliti tidak dapat menggali lebih dalam tentang gambaran konsep diri responden sebelum menikah. Hal ini dikarenakan responden menunjukkan sikap yang cenderung kurang terbuka menyampaikan kehidupan pribadi secara lebih mendalam sebelum menikah. Jawaban responden hanya berfokus pada kondisi responden saat penelitian ini dilakukan. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menyiapkan berbagai strategi khusus untuk menggali data yang lebih dalam

terkait konsep diri seperti melatih diri dengan kemampuan probing karena topik ini merupakan hal yang sensitif yakni menggali tentang hal-hal pribadi dari responden.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Refika Aditama.

Anonim. (2018). Lamuati: Sabu-sabu Pemicu Perceraian di  Nunukan.  http://www.niaga.asia/lamuati-sabu-

sabu-pemicu-perceraian-di-nunukan/

Aprilia, T. (2014). Perkembangan Berbasis Masyarakat: Acuan bagi Pratisi, Akademis, dan Pemerhati Perkembangan. Alfabeta.

BNN. (2014). Dampak Langsung dan Tidak Langsung Penyalahgunaan                      Narkoba.

https://bnn.go.id/dampak-langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba/

BNN. (2019). Pendekatan Keluarga Menjadi Strategi Cegah Penyalahgunaan dan Sembuhkan Pecandu. https://bnn.go.id/pendekatan-keluarga-menjadi-strategi-cegah-penyalahgunaan-dan-sembuhkan-pecandu

Calhoun, J. F. & Acocella, J. R. (1990). Psikologi: Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Alih bahasa: Satmoko, R.S). IKIP Press.

Coopersmith, S. (1967). The Antecedents of Self-Esteem. Freeman and Company.

Dariyo, A. (2007). Psikologi Perkembangan. Refika Aditama.

Ginting. (2019). Narkoba Ternyata Jadi Pemicu Terbesar Perceraian di Kota Medan Sepanjang Tahun 2018. https://medan.tribunnews.com/2019/02/13/narkoba-ternyata-jadi-pemicu-terbesar-kasus-perceraian-di-kota-medan-sepanjang-tahun-2018

Hadi, P. A. F. (2002). Keahlian Kerja. Rineka.

Hasan, A. W. (2006). Aplikasi Strategi dan Model Kecerdasan Spiritual (sq) rasulullah dimasa kini. IRCiSod.

Marbun, S. M. (2018). Psikologi Pendidikan. Uwais Inspirasi Indonesia.

Moleong, L. (2014). Metode Penelitian Kualitatif (Revisi). PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, D. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Priyasmoro, M. R. (2018). BNN: Pemakai Narkoba di Indonesia Capai 3.5 Juta Orang Pada 2017. https://www.liputan6.com/news/read/3570000/bnn-pemakai-narkoba-di-indonesia-capai-35-juta-orang-pada-2017

Rakhmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.

Rezkisari, I. (2015). Inilah Fakta Perceraian dan Penyebabnya.

https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/15/01/16/ni8rdu-inilah-fakta-perceraian-dan-penyebabnya

Saam, Z. (2013). Psikologi Keperawatan. PT. Raja Grafindo Persada.

Sari, N. M. K. D. (2019). Artikel Studi Pendahuluan.

Satori, D. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Alfabeta.


Kualitatif,


dan R&D.


077b8bc675fullabstract.pdf


Sugiyono. (2014). Metode


Pendekatan Kuantitatif, Alfabeta.


Penelitian Kualitatif,


Pendidikan dan R&D.


Wulandari, G. A. R. (2019). Gambaran Motivasi Pecandu Narkotika yang Bekerja Sebagai Konselor Rehabilitasi Narkotika. Psikologi Fakultas Kedokteran Univertsitas Udayana.


Sutanto, P. & Haryoko, F. (2010). Gambaran Konsep Diri Pada Wanita Berkarier Sukses yang Belum Menikah. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, INSAN 12 N.

http://journal.unair.ac.id/downloadfull/INSAN4329-


LAMPIRAN

Tabel 1

Karakteristik Responden

Identitas

VAAAAAAAAAAAAA

Keterangan

VAAAAAAAAAAAZWkAAAz

Kode Respnden

LJ

Jmis Kelamin

Perempuan

WΛZ√√√√ΛW√√AV

Usia

32 tahun

Agama

Kristen

⅛5⅛

Denpasar www⅛⅛www

Pekeri aan

,ΛVΛ,A,√⅛Λ,ΛV

Pssssi

Ppmisili

Denpasar

Keluarea

Tinggal dengan keluarga (suami, ibumertua dan bapak mertua)

Anak ke-

1 dari 2 bersaudara

Usia Pernikahan

3 tahun

Jumlah Anak

Belum memiliki anak

Bagan 1

Kerangka Hasil Penelitian

33