Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Kesehatan Mental, 58-67

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-ISSN: 2654 4024; p-ISSN: 2354 5607

Peran komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri terhadap tingkat agresivitas remaja SMA di Kota Denpasar

Putu Ayu Onik Pratidina dan Adijanti Marheni

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]


Abstrak

Beberapa tahun belakangan ini masyarakat Indonesia banyak dikejutkan dengan maraknya tindakan agresivitas yang mengarah pada kriminalitas yang dilakukan oleh remaja. Banyak faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan tindakan agresi, salah satunya adalah faktor psikologis yakni gejolak emosi. Gejolak emosi inilah yang dapat menimbulkan tindakan agresivitas hingga menuju tindak kriminal. Agresi adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain. Agresivitas pada remaja sebenarnya dapat diatasi jika hubungan antara orangtua dan remaja berlangsung secara efektif. Membangun hubungan yang efektif hendaknya dimulai dengan memiliki komunikasi efektif antara orangtua-remaja, jika komunikasi terjalin efektif maka orangtua akan mudah membantu anak untuk menentukan perilaku yang tepat. Hubungan yang efektif ini juga akan membantu remaja memiliki kontrol diri yang baik, sehingga remaja mampu menahan munculnya perilaku agresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri terhadap tingkat agresivitas remaja SMA di Kota Denpasar. Subjek dalam penelitian ini adalah 228 siswa SMA di Kota Denpasar. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik cluster sampling. Metode analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi berganda. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan R=0,550 dan R square sebesar 0,302. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri berperan terhadap tingkat agresivitas remaja sebesar 30,2%. Nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri secara bersama-sama berperan terhadap tingkat agresivitas remaja.

Kata kunci: Agresivitas, komunikasi efektif orangtua-remaja, kontrol diri, remaja

Abstract

In recent years, many Indonesian people have been surprised by the increasingly aggressive actions that lead to crime committed by adolescent. Many factors can cause adolescent to act aggressively, one of them is emotional turmoil of psychological factor. Emotional turmoil can lead to aggressiveness up to criminal acts in adolescents. Aggression is any action that can hurts or harms others. Aggressiveness in adolescents can be overcome if the relationship between parents and adolescents takes place effectively. Building effective relationships should be initiated by having effective communication between parent-adolescent, if the communication is effectively established then the parent will easily help the child to determine the appropriate behavior. This effective relationship will also help adolescents have a good self-control, so that adolescents are able to resist the emergence of aggressive behavior. This study aims is to determine the role of effective communication of parents and adolescents and self-control against the aggressiveness of high school adolescents in Denpasar city. Subjects in this study were 228 high school students in Denpasar City. The sampling technique used in this research is cluster sampling technique.The method of analysis used in this research is multiple regression analysis technique. The results of multiple regression analysis showed R=0,550 and adjusted R square value of 0,302. This showed that variable parent-adolescent effective communication and self-control give role to the level of aggressiveness of 30,2%. A significant value of 0,000 (p<0,05) which means variable parent-adolescent effective communication and self-control contribute to the level of aggressiveness.

Keywords: Aggressiveness, parent-adolescent eeffective communication, se,f-control, adolescent


LATAR BELAKANG

Beberapa tahun belakangan ini, masyarakat Indonesia banyak dikejutkan dengan maraknya tindakan agresivitas yang mengarah pada tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja. Tindakan tersebut mulai dari perundungan atau bullying, tawuran antar pelajar, balapan liar, pembegalan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan remaja melakukan tindakan menyimpang yang mengarah ke agresivitas. Salah satu yang dapat dikatakan menjadi penyebabnya adalah masa remaja yang juga merupakan masa pembangkang didalam fase perkembangan manusia. Masa pembangkangan adalah masa individu menentang berbagai keyakinan, orangtua, dan adat istiadat yang berlaku di lingkungannya (Samadi, 2004). Selain masa remaja yang merupakan masa pembangkang, ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi perilaku agresif misalnya faktor biologis, faktor sosial, dan faktor psikologis (Santrock, 2007a).

Salah satu faktor psikologis yang memengaruhi masalah-masalah pada remaja adalah gejolak emosi pada masa remaja. Gejolak emosi yang meledak-ledak pada masa remaja sebenarnya dapat dikendalikan jika saja individu memiliki tempat untuk melampiaskan emosinya dengan cara yang lebih positif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi emosi yang dirasakan adalah dengan menceritakan apa yang dirasakan kepada seseorang yang dapat memahami dan memberikan ketenangan bagi individu. Orang yang diharapkan untuk dapat memahami apa yang dirasakan oleh remaja adalah orangtua dari remaja tersebut. Hal ini disebabkan karena, ketika individu memasuki masa remaja sebenarnya individu sedang berada dimasa transisi. Pada masa remaja, individu tidak lagi ingin dianggap sebagai anak kecil tetapi dia juga belum siap dikatakan sebagai orang dewasa (Monks, 2014).

Peran orangtua dalam mendampingi anak sebenarnya sangat dibutuhkan ketika anak berada pada masa remaja, sebab pada masa ini anak belajar bagaimana mengambil keputusan yang tepat untuk berperilaku. Peran orangtua dalam mengajarkan remaja mengambil keputusan tidak akan berlangsung efektif jika hubungan orangtua dan remaja tidak berlangsung dengan baik, seperti yang dikatakan Hurlock (2015) bahwa hubungan keluarga berada pada titik terendah ketika anaknya berada dalam masa remaja. Oleh karena itu, hubungan orangtua-remaja haruslah berjalan harmonis sehingga orangtua dapat belajar memahami apa yang dibutuhkan oleh anaknya yang beranjak dewasa. Jika orangtua salah menanggapi apa yang diharapkan oleh anak, maka anak akan menjauh dari orangtua dan mencari orang lain untuk menjadi tempatnya berkeluh kesah. Orang lain ini belum tentu dapat membawa dampak positif untuk anaknya, sehingga sudah sepatutnya orangtua membangun hubungan yang baik dengan anak.

Membangun hubungan yang baik dengan anak, hendaknya dimulai dengan membangun komunikasi yang efektif antara orangtua dengan anak, terutama untuk anaknya yang mulai beranjak remaja. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh McAdams (dalam Diana & Retnowati, 2009) yang menyatakan bahwa kurangnya pemantauan, perhatian dan

komunikasi dari orangtua kepada remaja memberikan kontribusi besar pada penyimpangan perilaku remaja. DeVito (2012) menjelaskan bahwa komunikasi dapat dikatakan efektif jika komunikasi berlangsung dua arah antara orangtua dengan anak. Orangtua dan anak masing-masing saling memahami makna atau pesan yang disampaikan dan menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan.

Penelitian oleh Hamdani (2016) menemukan bahwa komunikasi efektif orangtua-remaja dapat menjadi salah satu faktor untuk menekan perilaku agresif pada remaja. Garnefski dan Okma (dalam Diana & Retnowati, 2009) menyatakan bahwa perilaku agresif remaja salah satunya disebabkan oleh faktor ketidakharmonisan komunikasi dan konflik remaja dengan orangtua. Hal ini sesuai dengan hasil studi pendahuluan yaitu tindakan agresivitas oleh remaja SMA di Kota Denpasar mayoritas disebabkan oleh kurangnya perhatian dari orangtua. Kurangnya perhatian yang diperoleh remaja dari orangtua menyebabkan remaja mencari perhatian di sekolah dengan bersikap agresif baik dengan teman maupun dengan guru (Pratidina, 2017).

Peran orangtua yang berlangsung efektif terhadap anaknya juga akan berpengaruh terhadap kontrol diri yang dimiliki oleh anak. Kontrol diri akan terbangun dengan baik jika orangtua dapat menerapkan disiplin diri secara efektif bagi anaknya (Ghufron dan Risnawita, 2012). Kontrol diri sendiri merupakan potensi yang dimiliki oleh semua individu yang dapat terus dikembangkan oleh individu. Averill (1973) mendefinisikan kontrol diri sebagai variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini. Jadi, ketika remaja memiliki kontrol diri yang baik, maka ia akan sulit untuk terjerumus ke hal-hal yang negatif.

Remaja yang memiliki kontrol diri yang baik, akan dapat mengendalikan diri dari perilaku-perilaku yang melanggar aturan dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pengendalian diri pada remaja ini memiliki kaitan dengan proses pengendalian emosi serta pengendalian dari dorongan-dorongan negatif yang berasal dari luar diri individu. Artinya, ketika remaja memiliki kontrol diri yang baik maka tingkat agresivitas yang dimilikinya akan rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Permatasari (2016) yang menemukan bahwa kontrol diri dapat menjadi prediktor perilaku agresi pada remaja secara negatif, membuktikan bahwa kontrol diri dapat menekan tindakan agresi oleh remaja.

Mahoney dan Thoresen (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) menyatakan bahwa individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Jadi, ketika seorang remaja dihadapkan dengan berbagai situasi yang dapat memicu timbulnya gejolak emosi yang tinggi, dengan kontrol diri yang baik maka remaja dapat menentukan sikap yang efektif. Remaja yang memiliki kontrol diri yang baik mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya sehingga mampu membawa pada konsekuensi yang lebih positif. Oleh karena itu, dengan kontrol diri yang

baik remaja akan mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa dengan komunikasi yang efektif antara orangtua dengan remaja dan kontrol diri yang baik dapat mengatasi masalah remaja yang timbul akibat gejolak emosi yang memicu terjadinya tindakan agresivitas. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana peran komunikasi efektif antara orangtua dengan anak remajanya dan kontrol diri terhadap tingkat agresivitas pada remaja dengan judul penelitian "Peran Komunikasi Efektif Orangtua-Remaja dan Kontrol Diri Terhadap Tingkat Agresivitas Remaja SMA di Kota Denpasar".

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri, dengan variabel tergantung adalah tingkat agresivitas remaja SMA di Kota Denpasar. Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Komunikasi efektif orangtua-remaja

Komunikasi efektif orangtua-remaja adalah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh ayah kepada anak, ibu kepada anak, atau sebaliknya dengan tercapainya kesamaan makna antara kedua pihak yang melakukan komunikasi. Dalam penelitian ini komunikasi efektif orangtua-remaja diukur menggunakan skala psikologis yang disusun berdasarkan 5 kategori utama oleh DeVito yaitu keterbukaan (opennes),    empati    (empathy),    sikap mendukung

(supportiveness), sikap positif (posittive), dan kesetaraan (equality). Semakin tinggi skor komunikasi efektif orangtua-remaja, menunjukkan semakin efektif komunikasi yang terjalin antara orangtua dan remaja.

Kontrol diri

Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Dalam penelitian ini, tingkat kontrol diri remaja diukur menggunakan skala psikologis yang disusun berdasarkan tiga kategori utama oleh Averill yaitu mengontrol perilaku (behavioral control), mengontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decision control). Semakin tinggi skor kontrol diri, menunjukkan kontrol diri remaja yang semakin baik.

Agresivitas

Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan oleh individu secara verbal maupun fisik yang dapat menyakiti, melukai atau merugikan individu lain baik secara fisik maupun secara psikologis. Dalam penelitian ini, tingkat agresivitas remaja diukur menggunakan skala psikologis yang disusun berdasarkan 4 bentuk agresivitas oleh Buss dan Perry yaitu agresi fisik, agresi verbal, rasa marah, dan sikap permusuhan. Semakin tinggi skor agresivitas, menunjukkan tingkat perilaku agresivitas yang tinggi dilakukan oleh remaja.

Subjek

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja SMA di Kota Denpasar. Sampel dalam penelitian ini memiliki karakteristik yaitu subjek merupakan individu berusia 15-18 tahun (remaja pertengahan), merupakan siswa SMA di Kota Denpasar, kedua orangtua subjek masih hidup dan subjek haruslah tinggal bersama dengan kedua orangtua.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik probability sampling, yaitu dengan teknik cluster sampling. Cluster sampling adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap daerah atau wilayah geografis yang ada (Riduwan, 2014). Dalam cluster samping pada penelitian ini digunakan dua tahap yakni menentukan SMA di Kota Denpasar secara acak dengan metode undian, dan tahap kedua menentukan sampel individu (subjek) secara acak pula.

Roscoe (dalam Sugiyono, 2016) menyebutkan bahwa bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Jumlah keseluruhan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak tiga variabel, sehingga jumlah minimal sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel.

Tempat Penelitian

Penyebaran skala penelitian penelitian ini dilakukan di SMAK Santo Yoseph Denpasar pada hari Rabu, 10 Januari dan Kamis, 11 Januari 2018. Pengambilan data kedua dilakukan di SMAN 5 Denpasar pada hari Rabu, 17 Januari dan Kamis, 18 Januari 2018. Pengambilan data ketiga dilakukan di SMA Saraswati 1 Denpasar pada hari Jumat, 19 Januari 2018. Skala yang diisi oleh siswa sebanyak 290 skala, namun hanya 228 yang sesuai dengan karakteristik subjek yang telah ditentukan dan dapat dianalisis.

Alat Ukur

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan 4 skala yaitu Skala Komunikasi efektif Orangtua-Remaja (KEOtR) yang terdiri dari skala Komunikasi Efektif Ayah-Remaja (KEAR) dan Skala Komunikasi Efektif Ibu-Remaja (KEIR), Skala Kontrol Diri (KD), dan Skala Agresivitas (A). Skala KEAR dan Skala KEIR disusun berdasarkan aspek Dari DeVito (2011). Skala KD yang disusun berdasarkan aspek dari Averill (dalam Thalib, 2010). Skala A disusun berdasarkan empat bentuk agresivitas oleh Buss dan Perry (dalam Luthfi dkk, 2009). Skala KEAR terdiri dari 43 aitem, skala KEIR terdiri dari 52 aitem, skala KD terdiri dari 22 aitem, dan skala A terdiri dari 29 aitem. Setiap aitem disusun menjadi aitem favorable dan unfavorable dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Pengujian validitas isi dalam penelitian ini dilakukan dengan expert judgemen oleh dosen

pembimbing. Pengujian validitas konstrak dilakukan dengan melihat nilai korelasi aitem total yang terkoreksi, apabila nilai korelasi aitem lebih besar sama dengan 0,3 maka aitem dikatakan valid (Sugiyono, 2016). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Alpha Cronbanch. Suatu instrumen dinyatakan reliabel bila koefisien reliabilitas minimal 0,6 (Sugiyono, 2016).

Hasil uji validitas skala KEAR memiliki koefisien korelasi aitem total yang terkoreksi berkisar berkisar antara 0,316 hingga 0,727, dengan uji reliabilitas menghasilkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,946 yang memiliki arti bahwa skala KEAR mampu mencerminkan 94,6% variasi skor murni subjek. Skala KEIR memiliki koefisien korelasi aitem total yang terkoreksi berkisar berkisar antara 0,321 hingga 0,784, dengan uji reliabilitas menghasilkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,965 yang memiliki arti bahwa skala KEIR mampu mencerminkan 96,5% variasi skor murni subjek. Skala KD memiliki koefisien korelasi aitem total yang terkoreksi berkisar berkisar antara 0,319 hingga 0,764, dengan uji reliabilitas menghasilkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,860 yang memiliki arti bahwa skala KD mampu mencerminkan 86% variasi skor murni subjek. Skala A memiliki koefisien korelasi aitem total yang terkoreksi berkisar berkisar antara 0,314 hingga 0,667, dengan uji reliabilitas menghasilkan nilai koefisien Alpha (α) sebesar 0,902 yang memiliki arti bahwa skala A mampu mencerminkan 90,2% variasi skor murni subjek.

Teknik Analisis Data

Uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov, uji linieritas dengan Compare Means, uji multikolinieritas dengan memerhatikan nilai Tolerance dan VIF, dan uji heteroskedastisitas dengan uji Glejser. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda. Analisis regresi berganda digunakan bertujuan agar peneliti dapat mengetahui pengaruh hubungan antarvaribel secara keseluruhan dan juga peneliti dapat melihat arah hubungan dari ketiga variabel yang telah ditentukan. Santoso (2014) uji regresi berganda digunakan karena terdapat satu variabel terikat dan dua variabel bebas. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 228 siswa dari tiga SMA di Kota Denpasar. Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas subjek adalah perempuan dengan persentasi sebesar 55,7%. Berdasarkan usia, mayoritas subjek berusia 16 tahun dengan persentase sebesar 48,2%.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 (terlampir) menunjukkan bahwa variabel komunikasi efektif orangtua-remaja memiliki mean teoritis sebesar 237,5 dan mean empiris sebesar 293,68 dengan perbedaan sebesar 56,18. Nilai mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis (293,68 > 237,5)

yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki komunikasi orangtua-remaja yang tinggi.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel kontrol diri memiliki mean teoritis sebesar 55 dan mean empiris sebesar 64,65 dengan perbedaan sebesar 9,65. Nilai mean empiris lebih besar dibandingkan dengan mean teoritis (64,65 > 55) yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki kontrol diri yang sedang hingga tinggi, dengan mayoritas subjek berada pada kategori sedang.

Hasil deskripsi statistik pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel agresivitas memiliki mean teoritis sebesar 72,5 dan mean empiris sebesar 59,39 dengan perbedaan sebesar -13,11. Nilai mean empiris lebih kecil dibandingkan dengan mean teoritis (59,39 < 72,5) yang menghasilkan kesimpulan bahwa subjek memiliki tingkat agresivitas rendah hingga sedang, dengan mayoritas subjek berada pada kategori sedang.

Uji Asumsi

Uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov. Data variabel dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansinya p > 0,05. Variabel komunikasi efektif orangtua-remaja menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,934 (p>0,05). Variabel kontrol diri menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,279 (p>0,05). Variabel agresivitas menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,690 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel berdistribusi normal.

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan uji compare mean. Data dapat dikatakan memiliki hubungan yang linear apabila nilai koefisien deviation of linearity > 0,05. Variabel agresivitas dengan komunikasi efektif orangtua-remaja menghasilkan nilai signifikasi Deviation from Linearity sebesar 0,815 (p>0,05). Variabel agresivitas dengan kontrol diri menghasilkan nilai signifikasi Deviation from Linearity sebesar 0,137 (p>0,05). Dari kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara agresivitas dengan komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri.

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan VIF. Jika nilai VIF ≤ 10 dan nilai Tolerance ≥ 0,1, maka dinyatakan tidak terjadi multikolinearitas. Berdasarkan tabel 4 (terlampir) diperoleh nilai Tolerance sebesar 0,814 (diatas 0,1) dan nilai VIF sebesar 1,228 (di bawah 10). Hal ini menunjukkan tidak ada multikolinearitas.

Heteroskedastisitas diukur dengan menggunakan uji Glejser. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan tabel 5 (terlampir), variabel bebas dalam penelitian ini dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi pada variabel komunikasi efektif orangtua-remaja sebesar 0,055 (p>0,05) dan variabel kontrol diri sebesar 0,892 (p>0,05).

Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Uji regresi berganda

dilakukan dengan bantuan SPSS 18.0 for Windows dengan melihat koefiesien regresi (R), uji F, dan koefisien beta.

Pada tabel 6 (terlampir) dapat dilihat bahwa nilai R yang merupakan koefiesien regresi memiliki nilai sebesar 0,550 dan nilai R2 yang merupakan nilai koefisien determinasi sebesar 0,302. Berdasarkan hasil uji regresi berganda antara variabel bebas dan tergantung, dapat disimpulkan bahwa komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 30,2% sedangkan 69,2% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Pada tabel 7 (terlampir), dapat dilihat nilai signifikansi F yang dihasilkan dari uji regresi berganda sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti model regresi dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi agresivitas, sehingga dapat dijelaskan bahwa komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri secara bersama-sama berperan terhadap tingkat agresivitas.

Pada tabel 8 (terlampir), dapat dilihat bahwa komunikasi efektif orangtua-remaja dapat berperan secara mandiri dalam menurunkan tingkat agresivitas, karena menunjukkan koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,296, nilai t sebesar -4,729, dan signifikansi 0,000 (p<0,05). Kontrol diri juga dapat berperan secara mandiri dalam menurunkan tingkat agresivitas, karena menunjukkan koefisien beta terstandarisasi sebesar -0,354, nilai t sebesar -5,730, dan signifikansi 0,000 (p<0,05).

Rangkuman hasil uji hipotesis mayor dan minor dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 9 (terlampir).

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan dianalisis dengan menggunakan teknik regresi berganda dapat diketahui bahwa pengujian hipotesis menunjukkan adanya peran yang signifikan dari komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri terhadap agresivitas remaja SMA di Denpasar. Hal ini memiliki arti bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima. Dari analisis regresi berganda yang telah dilakukan didapatkan koefisien determinasi sebesar 0,302 menunjukkan bahwa kedua variabel bebas memberikan sumbangan efektif sebesar 30,2% terhadap agresivitas pada diri remaja. Artinya, 30,2% perilaku agresif pada remaja SMA dipengaruhi oleh bagaimana komunikasi efektif antara orangtua dengan remaja dan seberapa tinggi taraf kontrol diri pada remaja dan 69,8% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Faktor lain tersebut mungkin berasal dari faktor sosial, faktor pribadi, faktor situasional, dan faktor langsung dan tak langsung yang mayoritas dipengaruhi oleh keluarga. Faktor pertama adalah faktor sosial yakni faktor-faktor yang terkait dengan kehidupan sosial individu yang melakukan perilaku agresif (Baron & Byrne, 2011). Faktor sosial ini diantaranya adalah rasa frustrasi akibat pengalaman tidak menyenangkan, provokasi yang didapatkan dari oranglain, paparan dari media, dan keterangsangan seksual. Faktor kedua yakni faktor pribadi

yakni yang berkaitan dengan trait atau karakteristik yang memicu seseorang melakukan perilaku agresif (Baron & Byrne, 2011). Faktor pribadi tersebut yaitu pola perilaku terkait dengan perilaku tipe A atau tipe B, bias atributional hostile¸ narsisme dan ancaman ego, perbedaan gender, kontrol diri, self-esteem, dan faktor pribadi lainnya.

Faktor ketiga yaitu faktor situasional yakni terkait dengan situasi dimana agresi tersebut terjadi (Baron & Byrne, 2011). Faktor situasional diantaranya adalah suhu udara yang tinggi dan konsumsi alkohol. Faktor keempat adalah faktor langsung dan tak langsung terhadap agresivitas (Berkowitz, 1995). Faktor langsung terhadap agresivitas dibagi menjadi dua yakni bagaimana orang sekitar individu menanggapi perilaku agresi yang dilakukan oleh individu, apakah memperkuat atau melemahkan. Faktor langsung terhadap agresivitas yang kedua adalah kondisi yang tak menyenangkan yang diciptakan oleh orangtua. Faktor yang memengaruhi agresivitas yang terkahir antara lain, faktor tak langsung terhadap agresivitas seperti adanya konflik dalam keluarga juga dapat menyebabkan individu bertindak agresif.

Selain faktor umum penyebab agresivitas, masih ada kemungkinan faktor lain yang dapat menyebabkan remaja melakukan tindakan agresi. Faktor tersebut misalnya fluktuasi emosi remaja yang tinggi dan pengaruh teman sebaya. Pada masa remaja, individu mengalami periode yang disebut dengan periode "badai dan tekanan" yakni suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi akibat dari perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 2015). Periode badai dan tekanan ini, mengakibatkan remaja memiliki emosi yang sangat fluktuatif. Ketidakmampuan mengelola emosi secara efektif menyebabkan mereka rentan untuk mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya. Hal inilah yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalahnya seperti kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, atau gangguan makan (Santrock, 2007a).

Faktor selanjutnya yang memungkinkan dapat memengaruhi perilaku agresif remaja yakni pengaruh teman sebaya. Codry (dalam Thalib, 2010) menyatakan bahwa pada masa remaja, individu menghabiskan waktunya dua kali lebih banyak dengan teman sebaya dibandingkan dengan orangtua. Thalib (2010) menyebutkan bahwa pada masa remaja mulai merenggangnya ikatan-ikatan keluarga, remaja juga membina identifikasi yang lebih besar dengan orang-orang lain dari kelompok umur yang sama, dan mengembangkan rasa bersatu sebagai suatu generasi. Hal ini dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi remaja. Dampak positif dan negatif ini tergantung dari bisa tidaknya remaja memilah mana teman yang baik dan tidak baik. Peran orangtua sebagai manajer sangat dibutuhkan remaja dalam pemilihan teman yang baik.

Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan individu khususnya remaja melakukan tindakan agresivitas tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata peranan komunikasi efektif dan kontrol diri sangat penting dalam menekan tindakan agresi. Hal tersebut dikarenakan oleh komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri secara bersama-sama berperan

terhadap agresivitas sebesar 30,2%. Adanya peran komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri sebesar 30,2% ini membuktikan bahwa kontrol dari luar maupun dari dalam diri remaja sangat dibutuhkan oleh remaja. Hal ini disebabkan oleh kontrol dari dua arah ini penting untuk meminimalisir perilaku negatif yang dapat timbul akibat tingkat agresivitas remaja. Kontrol dari luar sendiri adalah peran dari orangtua untuk mengawasi anak remajanya, sedangkan kontrol dari dalam adalah kontrol diri yang dimiliki oleh remaja sendiri.

Secara garis besar perilaku agresi adalah segala bentuk perilaku yang dilakukan oleh individu secara verbal maupun fisik yang dapat menyakiti, melukai atau merugikan individu lain baik secara fisik maupun secara psikologis. Oleh karena itu, ketika perilaku agresi ini dapat ditekan maka perilaku yang merugikan oleh remaja dapat berkurang dan tugas perkembangan pada masa remaja pun dapat dilakukan secara optimal oleh remaja. Dari uji regresi yang telah dilakukan, diketahui bahwa koefisien regresi komunikasi efektif orangtua-remaja memiliki nilai sebesar -0,081. Hasil tersebut memiliki arti bahwa setiap kenaikan satuan skor subjek terhadap komunikasi efektif orangtua-remaja maka akan menurunkan agresivitas subjek sebesar 0,081. Melihat hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi skor komunikasi efektif orangtua-remaja maka semakin rendah agresivitas, begitupun sebaliknya.

Pengertian komunikasi efektif orangtua-remaja sendiri adalah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh ayah kepada anak, ibu kepada anak, atau sebaliknya dengan tercapainya kesamaan makna antara kedua pihak yang melakukan komunikasi. Ketika orangtua dan anak remajanya memiliki komunikasi yang efektif, interaksi yang terjalin akan lebih baik dan saling bisa memahami. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi efektif orangtua-remaja memang berperan terhadap tingkat agresivitas remaja, khususnya remaja SMA. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Minarni (2017) yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan cukup kuat antara komunikasi interpersonal orangtua dengan perilaku agresif remaja pada anggota geng di Samarainda.

Mayoritas subjek dalam penelitian ini berada pada kategori tinggi untuk skor komunikasi efektif orangtua-remaja, sedangkan pada skor agresivitas subjek mayoritas berada pada kategori sedang. Hal ini membuktikan bahwa ketika komunikasi efektif antara orangtua dan remaja memiliki skor yang tinggi, maka skor agresivitasnya akan lebih rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Hasmanti dan Nashori (2006) mengatakan bahwa semakin tinggi komunikasi remaja dan orangtua maka agresivitas akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah komunikasi remaja dan orangtua maka agresivitasnya akan semakin tinggi.

Penelitian oleh Dani Hamdani (2016) juga menyatakan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja. Hasil penelitian tersebut bahkan mengatakan bahwa efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja dapat menjadi salah satu faktor untuk menekan agresivitas pada

remaja. Tingkat agresivitas yang lebih rendah ini dapat terjadi akibat peran orangtua sebagai manajer bagi remaja dapat berjalan dengan baik karena antara orangtua dan remaja terjalin komunikasi yang efektif. Terjalinnya komunikasi efektif antara orangtua dan anak akan menyebabkan orangtua dapat memahami bagaimana perkembangan pada remaja begitupun dengan remaja yang memahami maksud dan tujuan yang disampaikan oleh orangtuanya. Youniss dan Ruth (dalam Santrock, 2007b) menjelaskan bahwa peran orangtua sebagai manajer yang efektif dengan menemukan informasi, membuat kontak, membantu remaja menyusun pilihan-pilihannya, dan memberikan bimbingan.

Diana dan Retnowati (2009) menemukan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara komunikasi remaja dan orangtua dengan agresivitas. Semakin tinggi komunikasi orangtua dan remaja semakin rendah agresivitas pelajar. Sebaliknya, semakin rendah komunikasi orangtua dan remaja semakin tinggi agresivitas pelajar. Lebih lanjut Diana dan Retnowati (2009) juga menemukan bahwa nilai penting dari komunikasi remaja dan orangtua adalah pada kualitas komunikasi diantara remaja dan orangtua. Sebagaimana yang dikatakan oleh Condry (dalam Thalib, 2010) menemukan remaja menggunakan waktu interaksi dua kali lebih banyak dengan teman sebayanya dibandingkan dengan orangtuanya. Sebagai akibatnya, kondisi ini menyebabkan hubungan antara orangtua dan remaja sangat rentan dengan konflik. Komunikasi yang berkualitas tidak dilihat dari sering tidaknya komunikasi yang berlangsung tetapi melihat apakah komunikasi yang terjadi berlangsung secara efektif atau tidak.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana dan Retnowati (2009), Pinilih dan Margowati (2016) juga menemukan bahwa adanya hubungan antara komunikasi orangtua dan anak dengan agresivitas remaja. Tingkat agresivitas yang tinggi cenderung terjadi pada anak yang memiliki komunikasi yang tidak berfungsi secara baik dengan orangtua dan sebaliknya agresivitas dengan kategori rendah cenderung terjadi pada anak yang memiliki komunikasi yang berfungsi secara baik dengan orangtuanya. Lebih lanjut Pinilih dan Margowati (2016) mengatakan bahwa komunikasi orangtua dan anak sangat penting dilakukan secara intens untuk menurunkan tingkat agresivitas para remaja. Temuan dari Pinilih dan Margowati (2016) ini diperkuat oleh pernyataan Windijarti (2011) yang mengatakan bahwa permasalahan-permasalahan dalam keluarga yang bersifat merusak, terutama yang menyangkut anak-anak bisa terjadi karena komunikasi yang tidak efektif.

Selain faktor keluarga khususnya komunikasi efektif orangtua-remaja, tingkat agresivitas juga dipengaruhi oleh kontrol diri yang dimiliki oleh remaja. Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Hal ini terbukti dalam penelitian ini yakni dari uji regresi yang telah dilakukan, diketahui bahwa koefisien regresi kontrol diri memiliki nilai sebesar -0,467. Hasil tersebut memiliki arti bahwa setiap kenaikan satuan skor subjek terhadap kontrol diri maka akan menurunkan agresivitas subjek sebesar 0,467. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi skor

kontrol diri maka semakin rendah agresivitas, begitupun sebaliknya.

Hasil penelitian ini didukung dengan adanya penelitian oleh Auliya dan Nurwidawati (2014) yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dan perilaku agresi pada siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro. Hasil tersebut berarti semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku agresi, begitupun sebaliknya. Hasil penelitian oleh Nurfaujiyanti (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang negatif antara pengendalian diri dengan agresivitas anak jalanan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengendalian diri anak jalanan, maka semakin rendah agresivitasnya, begitupun sebaliknya. Penelitian lain oleh Serena (2014) yang menyatakan bahwa adanya pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja pengguna game online. Selanjutnya penelitian oleh Permatasari (2016) yang menyatakan bahwa kontrol diri dapat menjadi prediktor perilaku agresi pada remaja secara negatif.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketika remaja memiliki kontrol diri yang rendah maka mereka akan berperilaku secara agresif. Sebaliknya remaja yang memiliki kontrol diri yang tinggi tidak memiliki kecenderungan untuk memunculkan perilaku agresi. Mahoney dan Thoresen (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) mengatakan bahwa individu dengan kontrol diri tinggi sangat memerhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu tersebut akan cenderung merubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang membuat perilakunya lebih responsif terhadap petunjuk situasional, lebih fleksibel, berusaha untuk memperlancar interaksi sosial, bersikap hangat, dan terbuka.

Penelitian oleh Diponegoro dan Malik (2013) meneliti hubungan pola asuh otoriatif, kontrol diri, ketrampilan komunikasi dengan agresivitas secara terpisah. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa terdapat korelasi antara pola asuh otoriatif, kontrol diri, keterampilan komunikasi terhadap agresivitas, dan secara berturut-turut yang memberikan kontribusi terbesar adalah ketrampilan komunikasi, pola asuh, dan kontrol diri. Komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri sangat perlu dimiliki oleh setiap remaja mengingat masa remaja merupakan periode "badai dan tekanan". Hurlock (2015) mengatakan bahwa secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode "badai dan tekanan," suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.

Hurlock (2015) juga menjelaskan bahwa kondisi sosial yang mengelilingi remaja masa kini juga berpengaruh terhadap meningginya tingkat emosi remaja. Hal inilah yang dapat memicu remaja lebih sering bertindak agresif bahkan hingga mengarah pada tindakan kriminal. Santrock (2010) menyebutkan bahwa salah satu prediktor agresivitas adalah peran orangtua. Selain mengakibatkan tindakan agresivitas di sekolah, kurangnya komunikasi yang efektif antara orangtua dengan remaja juga dapat menimbulkan tindakan yang mengarah ke tindakan kriminal. Maka dari itu, dibutuhkan kontrol baik dari luar maupun dari dalam diri remaja itu sendiri. Kontrol dari luar akan diperoleh remaja dari orangtua

dan kontrol dari dalam diri remaja sendiri adalah kontrol diri yang dimiliki.

Peran orangtua yang penting dalam masa remaja adalah menjadi manajer yang baik sehingga remaja dapat terhindari dari perilaku agresif. Peran orangtua ini akan dapat terlaksana dengan baik jika komunikasi orangtua dan remaja berlangsung secara efektif sehingga peran manajer untuk anaknya yang berada pada masa remaja dapat berfungsi secara efektif pula. Selanjutnya, kontrol diri yang didefinisikan oleh Ghufron dan Risnawita (2012) sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kazdin (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) berpendapat kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan mengatasi berbagai hal merugikan yang mungkin terjadi yang berasal dari luar. Oleh karena itu, remaja dengan kontrol diri yang tinggi akan menghindari perilaku agresif karena perilaku agresif tersebut dapat berdampak negatif terhadap dirinya.

Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti dapat memberikan saran bagi orangtua yakni bekerja sama untuk membangun komunikasi yang efektif untuk anak dan membantu anak untuk meningkatkan kontrol diri dengan menanamkan perilaku disiplin yang efektif. Saran bagi remaja sendiri yakni menunjukkan sikap positif terhadap komunikasi efektif yang dibangun oleh orangtua, meningkatkan disiplin diri guna meningkatkan kontrol diri, dan lebih cermat dalam memilih teman. Saran bagi pihak sekolah yaitu melakukan temu rutin setiap semester dengan orangtua siswa, membuat buku kedisiplinan siswa, dan memberikan sanksi secara bertingkat kepada siswa guna meningkatkan kontrol diri siswa.

Saran bagi peneliti selanjutnya, yaitu diharapkan dapat memertimbangkan keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini. Adapun keterbatasan yang peneliti temukan pada penelitian ini yaitu ruang lingkup penelitian ini masih terbatas hanya pada Kota Denpasar, sehingga disarankan untuk peneliti selanjutnya agar mengambil subjek dengan populasi yang lebih luas. Beberapa subjek dalam penelitian ini mengeluhkan banyaknya aitem yang terdapat dalam kuesioner penelitian ini, sehingga disarankan untuk memerhatikan jumah aitem pada skala dan waktu dalam pengambilan data agar tidak ada pihak terkait yang dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Auliya, M., & Nurwidawati, D. (2014). Hubungan kontrol diri dengan perilaku agresi pada siswa SMA Negeri 1 Padangan Bojonegoro. E-Jurnal UNESA,  2(3). Diunduh dari

http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/character/arti cle/view/10992 pada 12 September 2017.

Averill, J.R. (1973). Personal control over aversive stimuli and it’s relationship to stress. Psychological Bulletin, No. 80. p. 286-303.

Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2011). Social psychology 13th edition [versi PDF]. Diunduh dari http://id.b-ok.org/book/1250649/688c28 pada 12 November 2017.

Berkowitz, L. (1995). Agresi I : aebab dan akibatnya. Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo.

DeVito, J. A. (2012). The interpersonal communication book 13th edition [versi PDF]. Diunduh dari http://id.b-ok.org/book/2566919/53f436 pada 12 November 2017.

Diana, R. Rachmy., & Retnowati, S. (2009). Komunikasi remaja-orangtua dan agresivitas pelajar. Jurnal Psikologi, Vol. II, No. 2  ,  141-150. Diunduh dari http://digilib.uin-

suka.ac.id/8857/ 5 Maret 2017.

Diponegoro, AM., & Malik, M.A. (2013). Hubungan pola asuh, kontrol diri, ketrampilan komunikasi dengan agresivitas siswa.    Jurnal    Bimmbingan    dan    Konseling

"PSIKOPEDAGOGIA",     2(2).     Diunduh     dari

http://journal.uad.ac.id/index.php/PSIKOPEDAGOGIA/arti cle/view/2578 pada 4 Maret 2017.

Ghufron, M. Nur dan Risnawita S. (2012). Teori-teori psikologi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group.

Hamdani, D. (2016) . Hubungan efektivitas komunikasi antara

orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. Diunduh dari http://eprints.umm.ac.id/34431/1/jiptummpp-gdl-danihamdan-44837-1-hubungan-a.pdf pada 9 Maret 2017.

Hasmanti, Tuning W.,  & Nashhori H.F. (2006). Hubungan

komunikasi remaja dan orangtua dengan agresivitas remaja laki-laki.  Naskah  Publikasi  :  UII. Diunduh dari

http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/na skah-publikasi 02320056.pdf pada 9 November 2017.

Hurlock, Elizabeth B.(2015). Psikologi perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (edisi kelima). Jakarta : Erlangga.

Minarni, S. (2017). Hubungan antara komunikasi interpersonal orangtua dengan perilaku agresif pada remaja anggota geng di Samarinda.PSIKOBORNEO, 5(2), 301-309. Diunduh

dari http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1291 pada 9 November 2017.

Monks, F. J., & Knoers, A.M.P.(2014). Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : UGM Press.

Nurfaujiyanti . (2010). Hubungan pengendalian diri (self-control) dengan agresivitas anak jalanan.  Skripsi.  Fakultas

Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Diunduh dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/949 pada 13 Desember 2016.

Permatasari, Nunuk P.(2016). Hubungan antara kontrol diri dan perilaku agresi pada remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Diunduh dari https://repository.usd.ac.id/2996/2/119114075_full.pdf pada 9 Desember 2016.

Pinilih, S.S., & Margowati S.(2016). Hubungan komunikasi antara orangtua dan anak dengan agresivitas pada anak usia remaja di SMK X Magelang. 3rd Universty Research Coloquium         2016.         Diunduh        dari

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6 795/46.%20Sambodo%20Sriadi%20Pinilih%2C%20Sri%2 0Margowati.pdf?sequence=1&isAllowed=y    pada    9

November 2017.

Pratidina, O.(2017). Studi pendahuluan agresivitas siswa SMA. Naskah tidak dipublikasikan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali.

Riduwan.(2014).Pengantar statistika sosial.Bandung : Alfabeta.

Samadi, F.(2004). Bersahabat dengan putri anda : Panduan islami dalam memahami remaja putri masa kini. Jakarta: Pustaka Zahra.

Santoso, S. (2014). Panduan lengkap SPPSS versi 20. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Santrock, J.W. (2007a). Remaja : Edisi 11, jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Santrock, J.W. (2007b). Remaja : Edisi 11, jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Santrock, J.W.(2010). Life-span development 13th edition [versi PDF].          Diunduh          dari          http://id.b-

ok.org/book/1226861/af94c9 pada 21 April 2017.

Serena, M. K.(2014). Pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online. Skripsi. Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Diunduh                                         dari

http://www.repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456 789/29310/1/MEGATASYA%20KURNIA%20SERENA-FPSI.pdf pada 1 Februari 2018.

Sugiyono. (2016). Metode penelitian kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Thalib, Syamsul B. (2010). Psikologi pendidikan berbasis analisis empiris aplikatif. Jakarta : Kencana.

Windijarti, I. (2011). Komunikasi interpersonal orangtua dan anak dalam pendidikan seksual. Jurnal Ilmu Komunikasi Terakreditasi, 9(3),     274-292.      Diunduh     dari

repository.upnyk.ac.id/2513/1/Ida_Wien.pdf pada 5 Maret 2017.

LAMPIRAN

Tabel 1

Deskripsi Data Variabel

DesknpsiData

Ql A∏SM^^I⅛^

⅛8!^⅛jM?

N

228

228

228

^an Jggjgfe

237,5

55

72,5

Mean Emp⅛

293,68

64,65

59,39

StdPgy⅛⅜aJgβjgfe

47,5

11

14,5

Std Peγj⅛s ⅛>OT≡

32,668

6,771

8,937

SgfejgjjJggrgfe

95-380

22-88

29-116

-5⅛b.⅛X⅛.Q. fejip.J⅛S.

189-362

50-84

36-83

JSiUjt

135,746

144,165

100339

(p=0,000)

(p=0,000)

(p=0,000)

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

Variabel                 Kolmogorov-Smirnov

Asymp. Sig (2-tailed)

Komunikasi EfektifOrangtua-Remaj a            0,539

KontrolDiri                                      0,992

Agresivitas                                         0,713

0,934

0379

0,690

Tabel 3

Hasil Uji Linearitas Data Penelitian

F   ⅛

Agreshitas * Komunikasi Efektif Orangtua -Remaj a

Between            Linearity          51,961    0,000

Groups          Deyiationfiom        0,815    0,858

Linearity

Agreshitas * Kontrol Diri

Between            Linearity          71,035    0,000

Groups         Deyiationfiom       1306    0,137

Linearity

Tabel 4

Hasil Uji Multikolinearitas Data Penelitian

Variabel

Folerance

VFF

Keterangan

Komunikasi EfektifOrangtua-Ranaja

0,814

1,228

Tidak adamultikolinieritas

Kontrol Diri

0,814

1,228

Tidak adamultikolinieritas

Tabel 5

Hasil Uji Heteroskedastisitas Data Penelitian

Variabel

Sig

Komunikasi Efektif Orangtua-Remaj a

0,055

Kontrol Diri

0,892

Tabel 6

Hasil Uji Regresi Berganda

R       K Square

0,550       0302

Tabel 7

Hasil Uji Regresi Berganda Si

Adjusted R Square 0396

gnifikansi Nilai F

Std. Error of the Estimate

7,497

Siun ofSquare

df

.VFeanSquare     F

Sig.

Regression

54 84,733

2

2742367    48,787

0,000

Residual

12647,526

225

563H

Total

18132359

227

Tabel 8

Hasil Uji Regresi Berganda Nilai Koefisien Beta dan Nilai T

Model

Unstandardizeti Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

(Constant)

113,313

5,482

20,671

0,000

Komunikasi EfektifOrangtua-

-0,081

0,017

-0, 296

-4,729

0,000

Remaja

Kontrol diri

-0,467

0,081

-0,354

-5,730

0,000

Tabel 9

Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian

No. Hipotesis

Hasil


1


2


HipotesisMayor:

Komunikasi efektif orangtua-remaja dan kontrol diri berperan dalam menurunkan tingkat agresivitas remaja.

HipotesisMinor:

  • a.    Komunikasi efektif orangtua-remaja berperan secara mandiri dalam menurunkan tingkat agresivitas remaja.

  • b.    Kontroldiri Berperansecaramandiridalammenurunkantingkat agresivitas remaj a


Hj diterima


Hj diterima


Hj diterima


67