Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Positif, 201-210

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

PERAN CITRA TUBUH DAN PENERIMAAN DIRI TERHADAP SELF ESTEEM PADA REMAJA PUTRI DI KOTA DENPASAR

Anak Agung Mas Damayanti dan Luh Kadek Pande Ary Susilawati Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]

Abstrak

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa remaja merupakan masa yang mana individu pada umumnya memiliki perhatian khusus mengenai persepsi terhadap citra tubuh. Penilaian mengenai tubuh pada remaja putri yang berfokus terhadap penampilan merupakan hal yang utama, sehingga dapat memengaruhi citra tubuh remaja putri. Remaja putri lebih sering merasakan keinginan untuk memiliki tubuh yang menarik sesuai dengan persepsi masyarakat mengenai citra tubuh perempuan ideal. Remaja memiliki pandangan terhadap diri mengenai siapa dan apa yang membedakan diri dengan orang lain. Memasuki tahap transisi ke masa remaja jika seorang remaja tidak memiliki kepercayaan diri untuk membangun dan menerima sebuah interaksi, maka akan mengalami kesulitan dalam membentuk relasi sosial nantinya, oleh karena itu masa remaja adalah saat yang tepat untuk memperkuat self esteem pada individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran citra tubuh dan penerimaan diri terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 100 orang siswi kelas X dan XI SMAN 1 Denpasar yang dipilih menggunakan teknik cluster sampling. Instrumen dalam penelitian iniadalah skala citra tubuh, skala penerimaan diri, dan skala self esteem. Hipotesis penelitian diuji dengan teknik analisis regresi berganda. Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan citra tubuh dan penerimaan diri berperan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Citra tubuh dan penerimaan diri positif penting bagi peningkatan self esteem remaja putri.

Kata Kunci: citra tubuh, penerimaan diri, self esteem, dan remaja

Abstract

Adolescence is a period of transition in the span of human life, connecting childhood and adulthood. The early adolescence phase is a period in which individuals generally have a particular concern about the perception of body image. An evaluation of the body of adolescent girls that focuses on appearance as the main thing, can affect the body image of early adolescent girls. They more often feel the desire to have an attractive body in accordance with the public perception of the ideal female body image. Adolescents have a sense of who they are and what distinguishes themselves from others. Entering the stage of transition into adolescence, if the adolescents do not have the confidence to build and accept an interaction, they will have difficulties in forming a social relationship later. Therefore, the early adolescence phase is an appropriate time to strengthen self esteem of individuals. This study aims to determine the role of body image and self-acceptance towards self esteem of adolescence girls in Denpasar City. The subjects of this study were 100 students of grade X and XI at SMAN 1 Denpasar. Those subjects were selected using cluster sampling technique. Instruments of this study were the scales of body image, self-acceptance, and self esteem. The hypothesis of the study was tested by multiple regression analysis techniques. The result of the analysis shows the significance value of 0.000 (p <0.05) and therefore it can be concluded that body image and self-acceptance have the role towards adolescent girls’ self esteem in Denpasar City.

Keywords: body image, self-acceptance, self esteem, and adolescence


LATAR BELAKANG

Kata remaja memiliki kemiripan arti dengan kata "adolensence", yaitu tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence itu sendiri mempunyai arti yang lebih luas lagi mencakup kematangan fisik, mental, emosional, dan sosial (Hurlock, 2011). Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa. Transisi perkembangan seringkali merupakan titik penting dalam kehidupan individu (Santrock, 2003). Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi karena remaja belum mendapatkan status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.

Peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang diiringi dengan terjadinya beberapa perubahan yang seringkali dikatakan sebagai fase remaja. Peralihan dari masa kanak-kanak hingga masa remaja bersifat kompleks dan multidimensional karena melibatkan perubahan dari berbagai aspek kehidupan individu. Perubahan-perubahan yang terjadi, umumnya perubahan pada aspek fisik, seperti cepatnya pertambahan tinggi tubuh, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang muncul ketika individu memasuki masa pubertas, seperti perubahan organ seksual yang semakin berfungsi dengan baik dan mulai mencapai kematangan. Selain perubahan secara fisik, perubahan psikologis turut mengikuti perkembangan pada remaja, seperti dapat berpikir abstrak, idealistik, dan logis, keterlibatan emosi yang lebih kompleks dalam kehidupan, contohnya remaja bertingkah laku agresif untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri. Aspek sosial juga mengalami perubahan seperti mulai berkembangnya kemampuan untuk memahami orang lain sebagai individu, berkaitan dengan sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaan sehingga mendorong remaja untuk melakukan sosialisasi dengan lingkungan. Perubahan-perubahan yang terjadi semasa remaja, mendorong individu agar dapat melakukan negosiasi terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga dibutuhkan dukungan dari orangtua agar anak mampu beradaptasi, bersikap bijaksana, serta memberikan dukungan ketika anak memasuki usia remaja (Santrock, 2007).

Memasuki usia remaja , remaja lebih banyak memerhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak (Santrock, 2007). Hal ini dikarenakan remaja akan mengalami perubahan fisik yang cepat serta pada masa ini perkembangan fisik mencapai puncaknya, ketidakseimbangan emosional dalam beberapa hal terjadi dalam fase ini. Memasuki masa remaja, sebagian besar individu juga menjadi lebih introspektif. Introspektif yang dimaksud adalah remaja berfokus pada diri dan ingin selalu tampil lebih baik. Remaja cenderung memperhatikan penampilan sehingga lebih mengarahkan remaja untuk memahami diri.

Pemahaman diri pada masa remaja merupakan sebuah konstruksi sosial-kognitif yang memiliki sifat kompleks dan

melibatkan berbagai aspek diri (Santrock, 2003). Berbeda halnya dengan anak-anak, remaja lebih melakukan pertimbangan terhadap berbagai konteks atau situasi ketika mendeskripsikan dirinya. Hal ini dikarenakan remaja berada pada tahap perkembangan “identity versus identity confusion” atau pencarian jati diri. Remaja mulai bereksplorasi dan memilih mana hal yang mencermikan diri remaja tersebut dan mana yang bukan. Jati diri atau identitas diri tersebut mencakup peran, seperti mulai berpacaran atau mulai menentukan jurusan di SMA.

Remaja yang memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah individu yang sedang berada pada masa remaja yang berusia 13 tahun sampai dengan 16 tahun (Disdikpora, 2016). Memasuki jenjang pendidikan SMA, penampilan fisik menjadi aspek yang sangat penting bagi remaja di SMA. Remaja sangat memikirkan mengenai penampilan mereka dikarenakan remaja berusaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar remaja tersebut dapat diterima di kelompok yang diinginkan. Remaja juga berusaha untuk menampilkan keunikan dari dirinya agar berbeda dari kelompoknya, sehingga mereka seringkali menghabiskan waktunya untuk berdandan atau update tentang tren mode atau gaya yang menarik untuk meningkatkan penampilan fisik remaja. Jika penampilan fisik remaja dirasa sudah menarik, maka remaja akan cenderung menilai positif pada keseluruhan aspek dalam diri remaja tersebut.

Penilaian remaja terhadap diri remaja merupakan cerminan dari keberhargaan diri atau self-esteem, karena remaja, terutama remaja putri cenderung untuk menggeneralisasikan self-esteem hanya berdasarkan penampilan fisik saja (Harter, dalam APA, 2002). Sebuah kasus menunjukkan bahwa telah terjadi sebuah kekerasan yang dilakukan oleh tiga orang remaja perempuan yang menyebabkan tewasnya seorang remaja perempuan akibat persaingan antar remaja karena merasa wajah yang lebih cantik dan penampilan yang lebih menarik (detikNews, 2014). Kasus tersebut merupakan salah satu cerminan bahwa pentingnya peran self-esteem pada individu, terutama remaja putri dalam hal penilaian diri. Oleh karena itu masa remaja adalah saat yang tepat untuk memperkuat self esteem agar individu tersebut mampu beradaptasi dan menerima diri apa adanya.

Harga diri (self esteem) adalah evaluasi individu terhadap diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan, dan penerimaan orang lain terhadap individu (Harper, 2002). Remaja yang mementingkan penampilan bentuk tubuh yang kurang sesuai dapat menyebabkan menurunnya self esteem.Self esteem yang rendah pada masa remaja akan memengaruhi masa dewasa. Ketidakmatangan pola pikir serta keinginan untuk mengintimasi lingkungan dan diri sendiri menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Keterbatasan fungsi fisik, mental, emosional dan sosial akan berdampak pada kualitas hidupnya.

Trzesniewski (dalam Shaffer, 2005) menjelaskan menyatakan bahwa pada masa kanak-kanak self esteem relatif kurang stabil namun menjadi lebih kuat pada masa remaja. Berdasarkan hasil penelitian ini, jika pada masa remaja merupakan masa dimana harga diri individu menjadi lebih kuat dan stabil maka dapat dimungkinkan self esteem dapat menjadi sebuah patokan dalam menilai diri (self) dan cukup berpengaruh dalam perkembangan kehidupan individu selanjutnya.

Banyak faktor yang dapat memengaruhi tinggi atau rendahnya self-esteem pada remaja putri, diantaranya faktor psikologis. Salah satu faktor psikologis yang berperan terhadap selfesteem adalah citra tubuh, karena Guiney dan Furlong (dalam Mukhlis, 2013) menyatakan bahwa ketidakpuasan pada remaja perempuan terhadap citra tubuh berdampak pada harga diri yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja lain yang memiliki citra tubuh yang positif. Menurut Honigman dan Castle (2007) citra tubuh adalah gambaran mental individu terhadap bentuk dan ukuran tubuh bagaimana individu memersepsikan dan memberikan penilaian atas apa yang individu pikirkan serta rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuh, dan atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap diri individu tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2004) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi pembentukan citra tubuh, yakni persepsi, imajinasi, emosi, suasana hati, lingkungan, dan pengalaman fisik.

Kerap kali remaja perempuan memiliki permasalahan yang berkaitan dengan pembentukan citra tubuh seperti memiliki proporsi tinggi badan, dan berat badan yang normal cenderung memiliki penilaian yang negatif mengenai tubuh karena membandingkan keadaan tubuh model pada media massa dengan keadaan tubuh individu sendiri. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, banyak dijumpai bahwa remaja putri lebih banyak mengalami ketidakpuasaan terhadap keadaan tubuh dan cenderung memiliki persepsi negatif terhadap citra tubuh yang dimiliki, pada umumnya disebabkan oleh berat badan (Santrock, 2008). Perbandingan antara keadaan diri dengan keadaan figur yang dianggap sebagai pembanding, individu dalam melakukan perbandingan akan cenderung lebih mengandalkan penilaian subjektif dibandingkan dengan melakukan penilaian yang objektif.

Pandangan masyarakat bahwa penampilan fisik yang ideal adalah seperti para model yang ditampilkan dalam media massa, maka muncul kecenderungan individu untuk melakukan perbandingan secara tidak realistis (Herabadi, 2007). Husni dan Indijati (2014) juga mengatakan bahwa maraknya iklan kecantikan yang ditayangkan pada televisi dengan menggunakan model yang dianggap sebagai figur ideal akan menyebabkan remaja membandingkan kondisi tubuh yang dimiliki dengan kondisi tubuh model yang dianggap lebih menarik.

Persepsi mengenai tubuh pada remaja putri yang berfokus terhadap persoalan penampilan merupakan hal yang utama, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap citra tubuh remaja putri. Setiap individu menginginkan untuk memiliki tubuh yang ideal, pada remaja putri lebih sering merasakan keinginan untuk memiliki tubuh yang menarik sesuai dengan persepsi masyarakat mengenai citra tubuh perempuan ideal. Anggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang ideal, individu dapat lebih unggul dengan menjadi pusat perhatian diantara teman-teman sebaya individu tersebut dan menjadi individu yang percaya diri (Claudia, 2016).

Individu dengan citra tubuh yang negatif akan memersepsikan diri sebagai orang yang tidak memiliki penampilan yang menarik atau kurang menarik, sedangkan orang yang memiliki citra tubuh yang baik akan bisa melihat bahwa dirinya menarik baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain, atau setidaknya akan menerima diri sendiri apa adanya. Remaja yang mengalami ketidakpuasan terhadap citra tubuh cenderung pasif dan depresi karena sering tidak terlibat pada kegiatan yang dilakukan oleh teman sebaya, sulit memperoleh pasangan dan kurang sesuai untuk mengikuti fashion akibat merasa tubuhnya kurang ideal serta merasa rendah diri. Penelitian yang dilakukan Kim dan Lennon (2006), memperoleh hasil bahwa remaja putri yang memiliki gambaran mental negatif mengenai citra tubuh, cenderung memiliki peluang lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki gambaran mental positif terhadap tubuhnya.

Sebuah kasus terkait citra tubuh negatif yang dialami seorang remaja putri yang merasa minder dengan bentuk tubuh menunjukkan bahwa remaja tersebut cenderung kurang disukai dalam pergaulan, dikarenakan oleh seringkali mengeluh dan mengkritik bentuk tubuh atau berat badan yang dimiliki (Vemale, 2013). Penelitian lain yang dilakukan oleh Ridha (2012), mengemukakan bahwa individu yang memiliki citra tubuh yang baik pada penampilan fisik maka akan memiliki penerimaan diri yang positif. Berdasarkan hal tersebut, sangat penting bagi individu, terutama remaja putri untuk memiliki citra tubuh yang positif untuk membantu meningkatkan self-esteem agar mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Selain citra tubuh, faktor psikologis yang memengaruhi selfesteem pada individu adalah penerimaan diri (self acceptance). Menurut Helmi (Nurviana, 2006), penerimaan diri merupakan sejauh mana individu dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi serta menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidup. Sikap penerimaan diri ditunjukkan dengan adanya keinginan terus menerus untuk mengembangkan diri. Menerima apa yang menjadi kelebihan-kelebihan dan dapat juga menerima kelemahan-kelemahan tanpa menyalahkan orang lain. Individu dapat dikatakan memiliki penerimaan diri rendah apabila adanya perasaan

kurang puas terhadap diri, merasa kecewa dengan diri dan kehidupan, dan ingin menjadi individu yang berbeda dengan diri saat ini. Bentuk dari penerimaan diri dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan bersikap positif terhadap diri sendiri. Menurut Melliana (2006), jika individu kurang puas terhadap tubuhnya sendiri maka dapat dikatakan bahwa individu juga memiliki perasaan kurang puas terhadap diri, karena kepuasan diri yang dimiliki individu didasarkan atas kepuasan terhadap bagaimana penampilan diri.

Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat perkotaan dewasa ini, mengutamakan pada penampilan estetika fisik dalam menilai individu. Persepsi yang diberikan kepada individu dikaitkan dengan penampilan fisik individu tersebut, sehingga tuntutan untuk tampil menarik menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap individu. Mudahnya akses media massa elektronik maupun non elektronik di daerah perkotaan memengaruhi penilaian remaja terhadap tubuh dan penerimaan diri yang dimiliki (Herabadi, 2007). Mudahnya akses media elektronik maupun non elektronik memudahkan individu untuk mengakses berbagai macam hal, salah satunya sosial media, seperti yang dialami oleh seorang remaja yang mengalami bullying akibat memiliki berat badan yang berlebih dan penampilan yang kurang menarik, hingga remaja tersebut melakukan bunuh diri (Riki, 2016). Berdasarkan pemaparan tersebut maka ingin diketahui peran citra tubuh dan penerimaan diri terhadap self esteem pada remaja putri di Kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah citra tubuh dan penerimaan diri. Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

  • 1.    Self Esteem

Self esteem adalah gambaran sejauh mana individu tersebut menilai diri sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten yang diukur dengan menggunakan Skala Self Esteem (Coopersmith, 1967). 2. Citra tubuh

Citra tubuh merupakan pemikiran atau persepsi individu mengenai penampilan tubuh dihadapan orang lain (Chaplin, 2011). Citra tubuh adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap ukuran tubuh, berat badan, serta faktor lain dari tubuh yang berhubungan penampilan fisik ataupun mengenai penampilan diri yang diukur dengan menggunakan Skala Citra Tubuh (Cash, 1996).

  • 3.    Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, pengakuan akan

keterbatasan-keterbatasan diri, dan tidak mempermasalahkan diri sendiri sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (Supratiknya, 1995). Penerimaan diri pada remaja putri adalah sikap mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial dan lingkungan yang diukur dengan menggunakan Skala Penerimaan Diri.

Responden

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja putri dari SMA yang terpilih dari proses sampling. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut.

  • a.    Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

  • b.    Remaja putri yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA).

  • c.    Tinggal di Kota Denpasar.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah menengah atas SMA yang dalam penelitian ini menggunakan SMAN 1 Denpasar.

Alat Ukur

Alat ukur penelitian ini menggunakan skala self esteem, skala yang disusun oleh peneliti dengan menggunakan teori self esteem dari Coopersmith (1967). Dimensi self esteem terdiri dari, kesuksesan, nilai-nilai (value), aspirasi (aspirations), daya tahan (defens). Skala self esteem berjumlah 40 aitem yang terdiri dari 20 aitem favorable dan 20 aitem unfavorable. Skala citra tubuh dalam penelitian ini disusun berdasarkan aspek-aspek citra tubuh yang dikemukakan oleh Cash (1996). Dimensi citra tubuh terdiri dari, evaluasi penampilan (appearance evaluation),orientasi penampilan (appearance orientation), kepuasan terhadap bagian tubuh (body areas satisfaction), kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation), dan pengkategorian ukuran tubuh (self-clasified weight). Skala Citra Tubuhberjumlah 50 aitem yang terdiri dari 25 aitem favorable dan 25 aitem unfavorable. Skala penerimaan diri disusun berdasarkan aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Supratiknya (1995) yang terdiri dari reflected self acceptance, basic self acceptance, conditional self acceptance, self evaluation, dan real ideal comparison. Skala penerimaan diri berjumlah 30 butir aitem yang terdiri dari 15 aitem favorable dan 15 aitem unfavorable.

Pada Penelitian ini dilakukan serangkaian uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan teknik expert judgement dan dengan melihat nilai koefisien kolerasi aitem-total sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 biasanya dianggap sudah memadai. Apabila jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria menjadi 0,25 (Azwar,

  • 2015) . Sementara itu, pengujian reliabilitas memberikan nilai Alpha Croncbach.

Uji coba alat ukur penelitian dilakukan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur yang akan digunakan untuk mengambil data penelitian yang sebenarnya. Tahap uji coba mulai dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 18 Agustus 2017 dengan menyebarkan kuisioner kepada 70 siswi kelas XI sekolah SMAN 8 Denpasar. Uji coba alat ukur dilakukan sebanyak dua kali, karena pada skala penerimaan diri memiliki validitas yang rendah sehingga menyebabkan aitem dalam beberapa indikator gugur, sehingga perlu untuk melakukan perbaikan pada skala penerimaan diri dan diuji cobakan kembali. Uji coba kedua dilakukan pada tanggal 13 September 2017 sampai tanggal 14 September 2017. Pelaksanaan uji coba alat ukur yang kedua, hanya skala penerimaan diri saja yang diuji cobakan kembali, dilaksanakan pada sekolah yang sama dengan uji coba pertama, namun menggunakan subjek dikelas yang berbeda dengan uji coba sebelumnya.

Hasil uji validitas skala self esteem, diperoleh hasil dari 45 aitem yang di uji, terdapat 21 aitem gugur dan 24 aitem valid. Nilai korelasi aitem total pada skala self esteem berkisar pada rentang 0.307 sampai 0.654. Uji validitas pada Skala Citra Tubuh, diperoleh hasil dari 60 aitem yang diuji, terdapat 34 aitem gugur dan 26 aitem valid. Nilai aitem total pada Skala Citra Tubuh bergerak pada rentang 0.302 sampai dengan 0.653. Total aitem pada skala penerimaan diri yang dinyatakan valid berjumlah 13 aitem, sedangkan 17 aitem dinyatakan gugur karena memiliki skor korelasi aitem dibawah 0,25. Rentang skor korelasi aitem yang valid berkisar antara 0.332 sampai dengan 0.542.

Teknik Analisis Data

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas, uji linieritas, uji multikolonieritas, serta uji heteroskedastisitas. Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel self esteem, citra tubuh, dan penerimaan diri memiliki distribusi yang normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji compare mean. Uji multikolonieritas bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antar variabel bebas pada model regresi. Metode regresi dianggap baik jika data tidak memiliki multikolonieritas yang ditandai dengan nilai VIF yang berada dibawah 10 dan nilai Collinearity Tolerance diatas 0,1. Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Pada model regresi yang baik, tidak akan terjadi heteroskedastisitas apabila nilai

signifikansinya (p) > 0,05. Setelah melakukan uji asumsi, data penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis mayor dan hipotesis minor dengan menggunakan bantuan program SPSS 23.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek

Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 100 orang yang merupakan siswi kelas XI dan XII SMAN 1 Denpasar. berusia 14-16 tahun, dan berjenis kelamin perempuan. Berasal ataupun tinggal di Kota Denpasar.

Deskripsi Data Penelitian

Hasil deskripsi statistik data penelitian yakni self esteem, citra tubuh dan penerimaan diri pada remaja putri di Kota Denpasar dirangkum dalam tabel 1.

IaM 1.

Dc⅛π^aι Data PewltiB

Dctnpc Drta

JfafbMB

Ciin Tufcf⅛

PcaetxiaBi Dln

LtW

LtW

Rata-rata Tsrta

ft

ft

ni

Erta-ma Enpuu

m⅛

Uft

Mft

Sb Tsrdu

b

12

I

3b⅛ψrβ

SJto

4443

2 ⅛4

Xnn

St

K

is

λ FTdEK

2d

2d

41

5diBWi - srcta

Mb

M-IM

15-41

Sctaτ* Exrpeta

4441

Mi-B

1441

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel self esteem memiliki mean teoretis sebesar 60 dan mean empiris sebesar 70.9 dengan perbedaan sebesar 10.9. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat self esteem yang tinggi karena nilai mean empiris lebih besar daripada mean teoretis (70.9 > 60). Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 59 sampai dengan 83, serta 98% subjek memiliki skor diatas mean teoretis.

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1menunjukkan bahwa variabel citra tubuh memiliki memiliki mean teoretis sebesar 65 dan mean empiris sebesar 72,62 dengan perbedaan sebesar 7,62. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki citra tubuh yang tinggi karena nilai mean empiris lebih besar daripada mean teoretis (72,62 > 65). Berdasarkan penyebaran frekuensi, subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 60 sampai dengan 83, sehingga 87% subjek memiliki skor diatas mean teoretis.

Hasil deskripsi statistik data penelitian pada tabel 1 menunjukkan bahwa variabel penerimaan diri memiliki memiliki mean teoretis sebesar 32.5 dan mean empiris sebesar 34.69 dengan perbedaan sebesar 2,69. Hal ini menandakan bahwa subjek penelitian memiliki taraf penerimaan diri yang tinggi karena nilai mean empiris lebih besar daripada mean teoretis (34.69 > 32.5). Berdasarkan penyebaran frekuensi,

subjek dalam penelitian ini menghasilkan rentang skor antara 29 sampai dengan 41, serta 78% subjek memiliki skor diatas mean teoretis.

Uji asumsi

Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel self esteem, citra tubuh, dan penerimaan diri memiliki distribusi yang normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan hasil uji normalitas, nilai signifikansi ketiga variabel diatas berdistribusi normal karena variabel self esteem memiliki signifikansi sebesar 0,200, variabel citra tubuh memiliki signifikansi sebesar 0,200, dan variabel penerimaan diri memiliki signifikansi sebesar 0,172. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa p>0,05 dan dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.

Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan uji compare mean pada program SPSS 20.0 for Windows. Data dapat dikatakan memiliki hubungan yang linier apabila nilai signifikansi (p) pada linearity< 0,05 dan nilai signifikansi pada deviation from linearity> 0,05.

TtM 2.

HbbI Uji Lauwdaa Virutel Porifcui

SiiicuLar.

SrprEWtetfveCiUa Tubifa

o⅛u

Data Iims

.Stf.,,rE√tetfv 4FtZKi-Znuai Diii

0 36R

Data Iuuc

Variabel self esteem dan citra tubuh memiliki hubungan yang linier karena nilai signifikansi pada kolom deviation from linearity menunjukkan angka 0,844 (> 0,05). Berdasarkan hasil uji lineritas data pada tabel 2, variabel self esteem dan penerimaan diri memiliki hubungan yang linier karena nilai signifikansi pada kolom deviation from linearity menunjukkan angka 0,568 (> 0,05).

TtMJ

IUaI t.ι MUtfcMManM Wa IMmjsu

VvateMi

>τairmwv

) C,*⅜xrta I^t>DM Feaur Γ WT

k eαwjια

Cani Titeui

OΦM1

IOii

Tιιb⅛ ta>jufa

XiKlikcIcrccntM

IiySii

IOiA

Timi lenai


KxtarMgM : AφαuλMf vanew.' ∙ Sr⅛ rιaraaι

Berdasarkan hasil uji multikolonieritas data penelitian pada tabel 3, dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolonieritas diantara kedua variabel bebas penelitian yaitu citra tubuh dan penerimaan diri. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF sebesar 1.053 (dibawah 10) dan nilai tolerance sebesar 0,950 (diatas 0,1).

MικfeZ

V U--Awi-Lb ducd CttffTii. ≡ι La

Sunfardxocd

Cικ∏fecm     I

*

R

Sld Errui

FkLa

!.CixnBwili

3 192

4314

TtW

481

Cilxa Tuluii

-OSR

Ml

- 117

-1 IJR

2SR

Dui

JS

ICl

BI

I 274

206

Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas data penelitian pada tabel 4, dapat dilihat nilai signifikansi pada variabel citra tubuh dan penerimaan diri secara berturut-turut adalah 0,258 dan 0,206 (p > 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini.

Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunkan metode analisis regresi berganda untuk pembuktian hipotesis mayor dan hipotesis minor. Hasil uji regresi berganda data penelitian dapat dilihat pada tabel 5, 6, 7.

TtM X

HarL Lp Rcpcai Bsianla Niiai R3

Vkaicl

Sun of Squaxa

Mean Sqiarr

F

JttefZVJLiiijn

1176 054

2

5 88 027

19 817

OOO

RdiifauT

1911946

97

19 711

Tiuil

3N9.0M

W

Berdasarkan uji regresi yang ditunjukkan pada tabel 5, diperoleh hasil bahwa variabel citra tubuh dan penerimaan diri secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap selfesteem. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai F dan signifikansi yang ada pada tabel 5. Nilai F sebesar 29.817 yang ada pada tabel 5, merupakan nilai F hitung, sedangkan nilai F tabel untuk taraf signifikasni 5% dengan sampel sebesar 100 dan derajat kebebasan sebesar 2 menunjukkan nilai 3.09. Nilai F hitung lebih dari F tabel, sehingga hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Selain nilai F, diterimanya hipotesis mayor dalam penelitian ini didukung dengan nilai signifikansi yang ditunjukkan pada tabel 5. Nilai signifikansi yang ditunjukkan pada tabel 5 adalah 0.000 (p<0.05), sehingga menyebabkan H0 ditolak dan hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima.

Iabd fr.

Nilai R pada tabel 6, merupakan koefisien regresi sebesar 0.617. Nilai R tersebut memiliki arti bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara variabel citra tubuh dan penerimaan diri terhadap self-esteem. Penelitian ini menggunakan dua variabel bebas dan teknik analisis berganda,


Roarar. Sucltaxuaii Vaxtaixl Bel» Icluulafi Vvtahcl Trtywιluι^

.WaII

R

R⅜utrv

.44>ιbkJR

JU Fj∙n>r u(Λι JjniMc

617

JHl

3⅛R

4441

koefisien determinasi yang digunakan adalah nilai adjusted R square (R2)sebesar 0,368. Nilai adjusted R2 menunjukkan besarnya peran atau sumbangan dari kedua variabel bebas terhadap variabel tergantung dalam uji regresi berganda yang melibatkan lebih dari dua variabel. Artinya dalam penelitian ini, variabel citra tubuh dan penerimaan diri memberikan pengaruh terhadap self-esteem sebesar 36.8% dan 63.2% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

!■MT.

I^ Hptcu Mxu Jan Caia Rsgm Uncr Bcrgaida

"CnklBdadijril CixfTiLiaiLi

SLatxianliaal

CceHiLirab

E

Rl

Mcdd

B       Std Ernx

Bcla

1 Γιιdιιtl

27 BTlfi        7346

3 795

OOO

CakaTobiA

Faiaanaai

Dai

637       OQ

•093         164

626

-046

7 632

-563

OOO

375

Berdasarkan tabel 7, didapatkan beberapa hasil yaitu sebagai berikut:

  • a.    Nilai koefisien beta terstandarisasi (standardized coefficients beta) pada variabel citra tubuh lebih besar dari nilai koefisien beta terstandarisasi pada variabel penerimaan diri (0.626> -0.046). Artinya, citra tubuh memiliki peran yang lebih besar terhadap tingkat self esteem subjek dibandingkan dengan penerimaan diri.

  • b.    Nilai t sebesar 7.632 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p <  0,05) pada variabel citra tubuh

menunjukkan bahwa citra tubuh berperan secara signifikan terhadap self esteem.

  • c.    Nilai t sebesar -0.563 dan nilai signifikansi sebesar 0.575 (p > 0,05) pada variabel penerimaan diri menunjukkan bahwa penerimaan diri tidak berperan secara signifikan terhadap self esteem.

  • d.    Taraf penerimaan diri dari masing-masing subjek penelitian dapat diprediksi melalui persamaan garis regresi dengan memasukkan nilai Unstandardized Coefficients Bseperti berikut ini:

Y = 27.876 + 0.637 X1 – 0.093 X2, yang berarti

Y = Self Esteem

  • X1 = Citra Tubuh

X2 = Penerimaan Diri

Rumus diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Konstanta sebesar 27.876 menyatakan jika tidak ada penambahan atau peningkatan skor pada citra tubuh maupun penerimaan diri, self-esteem remaja putri di Denpasar sebesar 27.876.

  • 2)    Koefisien regresi X1 sebesar 0.637 berarti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel citra tubuh, maka akan terjadi kenaikan taraf self-esteem sebesar 0.637.

  • 3)    Koefisien regresi X2 sebesar -0.093 berarti setiap penambahan atau peningkatan satuan skor subjek pada variabel penerimaan diri, maka akan terjadi penurunan taraf self-esteem sebesar -0.093.

Berdasarkan hasil uji regresi berganda yang telah didapatkan, maka rangkuman hipotesis mayor dan minor penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.

TiMK

λnikιmιι Kai Up Hpcteea Pcacitan

Na j Ho<*.au

HaaB

I E^ntDU Merer

C ιt≡ι KibtA do ρaxcnπaaxι drι teerpenn Iaiariap aiff o*cm map

Ixicnna

pein ⅛ Kota Dopear

2 hzptou Mncr

Ducnrxx

a Cara ta⅛A bcrpα≡D Urkadxp rail raaccn τoιap pukπ it Knte

b Hocnnan dn r<rpτ>c. Jcrteadap ιβj,cv>c* maa par. di Kote

Dttotei

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pembahasan

Citra tubuh dan penerimaan diri menjadi bagian yang sangat penting dalam pembentukan self esteem selama menjalani masa remaja (Heyes, 1995). Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan dan dianalisis dengan menggunakan teknik regresi berganda, dapat diketahui bahwa hipotesis mayor penelitian yaitu citra tubuh dan penerimaan diri berperan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari koefisien R pada hasil uji regresi adalah sebesar 0.368, pada tabel 5, yang menunjukkan bahwa citra tubuh dan penerimaan diri secara bersama-sama berperan terhadap self esteem. Koefisien determinasi sebesar 0.368 menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yakni citra tubuh dan penerimaan diri memiliki sumbangan efektif sebesar 36.8% terhadap variabel tergantung yaitu self esteem. Sebesar 63.2% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Jourad dan Second (dalam Burns, 1993) menjelaskan bahwa tingkat penerimaan diri secara keseluruhan setara dengan tingkat kepuasan terhadap tubuh yang dimiliki individu. Ketika individu memiliki kepercayaan bahwa memiliki tubuh yang indah, ideal, dan menarik maka akan membentuk citra tubuh yang positif. Citra tubuh yang positif membuat individu memiliki kepuasan, kebahagiaan, serta kebanggan, terhadap tubuh yang dimiliki yang mendorong meningkatnya harga diri individu. Ketika individu beranggapan bahwa bentuk tubuh yang dimiliki tidak menarik, kurang proporsional, dan tidak ideal maka akan membentuk citra tubuh yang negatif. Rasa kecewa, merasa tidak puas, minder, serta malu merupakan hal yang meyebabkan terbentuknya harga diri yang rendah pada individu.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa citra tubuh memiliki peran yang

signifikan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Citra tubuh dapat diartikan sebagai persepsi individu mengenai gambaran tubuh yang dimiliki terkait bentuk dan ukuran tubuh, bagaimana individu memberikan penilaian terhadap tubuh dan pandangan atas bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya (Honigman dan Castle, 2007). Anwar (2004) juga mengatakan bahwa perasaan mengenai bagian-bagian tubuh, penampilan, aspek perbandingan diri dengan orang lain, serta aspek reaksi dengan orang lain mewakili tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuh dan sikap diwakili oleh harapan-harapan terhadap tubuh dengan akibat menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Solistiawati dan Novendawati (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara citra tubuh dengan self esteem. Kesadaran mengenai diri pada remaja putri membuat individu memiliki pemikiran yang rasional mengenai persepsi tubuh serta penampilan. Pemikiran rasional dapat menghasilkan penilaian-penilaian yang positif mengenai tubuh sehingga membuat citra tubuh menjadi positif, hal tersebut mengarah pada rasa bangga hingga membentuk harga diri menjadi lebih tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Nnaemeka dan Solomon (2014) bahwa mahasiswi yang merasa tubuh serta penampilannya sesuai dengan standar kecantikan yang dimiliki akan membuat mahasiswi merasa puas terhadap tubuhnya dan membentuk citra tubuh yang positif. Sebaliknya, mahasiswi yang merasa bahwa tubuh yang dimiliki tidak sesuai dengan standar yang kecantikan yang dimiliki dapat membuat merasakan ketidakpuasan terhadap tubuh yang dimiliki dan membuat citra tubuh yang negatif. Individu yang membanding-bandingkan tubuh serta penampilan diri dengan orang lain, cenderung memiliki harapan yang tinggi mengenai tubuh yang dimiliki. Ketika kondisi tubuh yang dimiliki tidak sesuai dengan yang diharapkan, mengakibatkan remaja putri merasa bahwa penampilan yang dimiliki tidak menarik, serta tubuh yang dimiliki saat ini tidak ideal. Persepsi negatif yang dimiliki remaja putri mengenai tubuh dan peenampilan diri, membuat individu tidak dapat menerima kenyataan mengenai diri dan cenderung memberikan kritik terhadap diri sendiri.

Desi (2016) menemukan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan antara citra tubuh terhadap self esteem pada remaja. Pengaruh positif yang menyatakan bahwa semakin tinggi citra tubuh yang dimiliki individu maka semakin tingggi self esteem yang dimiliki oleh individu, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra tubuh merupakan salah satu faktor yang memengaruhi self esteem, diantaranya adalah faktor pengalaman menguasai sesuatu, social modelling, persuasi sosial, kondisi fisik, dan emosional yang dapat memengaruhi penilaian individu

terhadap tubuh sehingga adanya pengaruh tingkat self esteem pada individu.

Henggaryadi dan Fakhurrozi (dalam Sari, 2012) menjelaskan bahwa jika individu memiliki tubuh yang menarik, semakin tinggi harga diri yang dimiliki. Citra tubuh yang positif akan meningkatkan nilai diri, kepercayaan diri, serta mempertegas jati diri terhadap orang lain maupun diri sendiri, yang memengaruhi harga diri. Dalam penelitian ini juga menyampaikan bahwa adanya penilaian dan komentar yang positif dari orang lain mengenai tubuh individu, dapat membuat individu merasakan kepuasan tersendiri mengenai tubuh yang dimiliki. Adanya kepuasan mengenai tubuh tersebut terbentuklah citra tubuh yang positif. Perasaan bangga terhadap diri, dengan percaya diri memuji diri sendiri, sehingga mengarah pada terbentuknya self esteem yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Prameswari, Aisah, dan Mifbakhuddin (2013), menemukan bahwa citra tubuh positif yang dimiliki remaja putri tidak hanya dari sosial ekonomi menengah keatas tetapi juga merata pada semua aspek sosial ekonomi. Beragamnya karakteristik penduduk yang menjadi subjek dalam penelitian ini yakni terdapat pada tingkat sosial yang beragam. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa pembentukan citra tubuh positif dapat terbentuk dari lingkungan sekitar yang memberikan pandangan positif pada remaja putri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Resty (2016), penerimaan diri dipengaruhi oleh kemampuan individu dalam menerima kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri secara keseluruhan. Penerimaan diri memiliki kontribusi sebesar 34% yang artinya dalam penelitian tersebut terdapat faktor lain yang memengaruhi penerimaan diri pada self esteem. Penelitian yang dilakukan Puspita (2008), menyampaikan bahwa penerimaan diri dapat berpengaruh pada self esteem apabila individu mendapatkan penilaian yang positif dari lingkungan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Citra tubuh dan penerimaan diri memberikan pengaruh sebesar 36.8% terhadap self esteem, dan 63.2% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Citra tubuh dan penerimaan diri secara bersama-sama berperan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Citra tubuh berperan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Penerimaan diri tidak berperan secara signifikan terhadap self esteem remaja putri di Kota Denpasar. Taraf self esteem yang dimiliki remaja putri di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi. Taraf citra tubuh yang dimiliki remaja putri yang berada di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi. Taraf penerimaan diri remaja putri di Kota Denpasar tergolong tinggi hingga sangat tinggi.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan, maka dapat disampaikan saran praktis bagi pihak-pihak berikut. Bagi remaja dan teman sebaya, memberikan informasi kepada remaja akan pentingnya self esteem untuk pembentukan citra tubuh dan penerimaan diri positif, sehingga memudahkan bagi para remaja untuk menjalin hubungan interpersonal serta melakukan penyesuaian dengan teman-teman sebaya. Bagi orangtua, mengarahkan dan dapat membantu remaja putri dalam menjalani proses perkembangan, terkait pembentukan citra tubuh dan penerimaan diri terhadap peningkatan self esteem. Bagi keluarga dan lingkungan social, memberikan dukungan yang positif pada remaja, serta dapat membangun kepedulian terhadap perubahan yang terjadi pada remaja. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya, dapat melakukan penelitian mengenai self esteem dengan faktor-faktor diluar faktor yang sudah diteliti dalam penelitian ini, karena masih terdapat 63.2% faktor lain yang dapat memengaruhi self esteem.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, L. (2004). Citra raga ditinjau dari komparasi sosial atribut daya tarik dan harga diri. tesis. Program Studi Psikologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Arthur, S.R. dan Emily, S.R. (2010). Kamus psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ayuni, A.F. (2014). Hubungan antara harga diri dengan body image pada wanita akseptor KB. Skripsi. Program Studi Psikologi, Jurusan Ilmu Sosial, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Azwar, S. (2014). Reliabiltas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2015). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bastaman, H. (2006). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Beane, J.A. (1987). Self-concept, self-esteem, and the curriculum. New York: Teachers College Press.

Bernard, M.E. (2013). The strength of self-acceptance. London: Springer Science Business Media.

Burns, R.B. (1993). Konsep diri: Teori, pengukuran, perkembangan, dan perilaku. Jakarta: Arcan.

Cash, T.F. (1996). The treatment of body images disturbance: An integrative guide for assesment and treatment. Washington: American Psychological Association.

Cash, T.F. dan Pruzinky, T. (2002). A handbook of theory, research, and clinical practice. New York: Guildford Press.

Chaplin, J.P. (2011). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Claudia, W. (2016). Konsep diri remaja putri obesitas. JO Fisip, 3(2), 1-14.

Coopersmith, S. (1967). The antecedents of self esteem. San Fransisco: W.H. Freeman.

Creswell, John. (2009). Research design pendekatan penelitian kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Efendi, E,H. (2016). Hubungan antara citra diri dengan self-esteem terhadap remaja pelaku selfie yang diunggah di media sosial pada siswa Madrasah Aliyah Tawakkal Denpasar. Skripsi. Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.

Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS (3rd ed). London: Sage Publication Inc.

Foland, J.L. (2009). Body image and body valuation in female participants of an outdoor education program. Thesis. Department of Physical Education, State University of New York, Cortland.

Ghozali, I. (2005). Aplikasi analisis multivariative dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hanaflah, N.A. (2012). Hubugan antara self esteem, self confidence, dan self acceptance dengan self disclosure pada remaja. Skripsi. Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Malang, Malang.

Hardy, M dan Hayes, S. (1988). Pengantar psikologi. Jakarta: PT. Erlangga.

Hjelle, L.A. dan Ziegler, D. J. (1992). Personality theories basic assumptions, research, and applications. Singapore: McGraw Hill International Book Company.

Honigman, R. dan Castle, D.J. (2007). Living with your looks. Crawley, W.A.: University of Western Australia Press.

Hurlock, E.B. (2011). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Husni, H.K. dan Indrijati, H. (2014). Pengaruh komparasi sosial pada model dalam iklan kecantikan di televisi terhadap body image remaja putri yang obesitas. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 3(3), 207-212.

Johnson, D.W. (1993). Reaching out: Interpersonal effectiveness and self actualization (5th ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Kim, M. dan Lennon, S.J. (2006). Analysis of diet advertisement: A cross-national comparison of Korean and US women’s magazines. Clothing and Textiles Research Journal, 24(4), 345-362.

Melliana, S. (2006). Menjelajah tubuh perempuan dan mitos kecantikan. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.

Monks. (2004). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mukhlis, A. (2013). Berpikir positif pada ketidakpuasan terhadap citra tubuh (body image dissatisfaction). Jurnal Psikoislamika, 10(1), 5-14.

Nnaemeka dan Solomon. (2014).

Nurviana, E.V. (2006). Penerimaan diri pada penderita epilepsi. Jurnal Psikologi Proyeksi, 5(1).

Papalia, E.D., Olds, W.S., dan Feldman, D.R. (2008). Human development (10th ed.). New York: McGraw-Hill.

Priyatno, D. (2008). Mandiri belajar SPSS untuk analisis data dan uji statistik (edisi pertama). Jakarta: Mediakom.

Rahmania dan Yuniar, I. (2012). Hubungan antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorphic disorder pada remaja putri. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(2), 110-117.

Ratnasari, Y., Yunani. dan Prasida, D.W (2014). Hubungan citra tubuh (body image) dengan harga diri remaja putri pada masa pubertas di SMPN 33 Semarang. Jurnal Stikes Karya Husada Semarang.

Ridha, M. (2012). Hubungan antara body image dengan penerimaan diri pada mahasiswa Aceh di Yogyakarta. Empathy, 1(1), 111-121.

Rosenberg, M. (1982). Social psychology of the self-concept. Arlington Heights, IL: Harlan Davidson, Inc.

Ryff, C.D. (1996). Psychological well being: Encylopedia of gerontology vol.2. Madinson: Academia Press Inc.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Educational psychology.  New York:

McGraw-Hill.

Santrock, J.W. (2008). Children. New York: McGraw-Hill.

Sari, D.N.P. (2012). Hubungan antara body image dan self-esteem pada dewasa awal tuna daksa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 1(1).

Sarwono, S.W. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Schonfeld, W.A. (1969). The body and the body-image in adolescents. New York: Basic Books.

Shaffer, D.R. (2005). Social and personality development. Belmont, California: Thomson Wadsworth.

Sudijono, A. (2012). Pengantar statistik pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan RdanD. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Supratiknya, A. (1995). Komunikasi antar pribadi: Tinjauan psikologi. Yogyakarta: Kanisius.

Suryabrata, S. (1983). Metodologi penelitian manajemen. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Suryabrata, S. (2000). Metodologi penelitian. Jakarta:  PT.

Rajagrafindo Persada.

Suryanie, K. (2005). Hubungan antara kecenderungan mencari sensasi dan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja putri. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Sutadipura, B. (1984). Kompetensi guru dan kesiapan mental anak. Jakarta: Rajawali.

Thompson, J.K. (1990). Body image disturbance. New York: Pergamon Press, Inc.

210