PENGARUH MEDITASI CAHAYA TERHADAP SELF COMPASSION REMAJA DI SAI STUDY GROUP DENPASAR Ni
on
Jurnal Psikologi Udayana
Edisi Khusus Psikologi Positif, 167-176
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
PENGARUH MEDITASI CAHAYA TERHADAP SELF COMPASSIONREMAJA DI SAI STUDY GROUPDENPASAR
Ni Made Asti Suprabhawanti dan Putu Nugrahaeni Widiasavitri Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected]
Abstrak
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri sering kali menimbulkan masalah pada diri remaja. Ajaran spiritual di kota Denpasar yang memfasilitasi kegiatan spiritual untuk mengantisipasi masalah-masalah pada remaja yaitu Sai study group Denpasar. Salah satu ajaran spiritual yang diajarkan adalah meditasi cahaya.Meditasi cahaya dapat memberikan ketenangan pikiran, mampu membantu dalam pengambilan keputusan serta dapat menghasilkan pikiran yang jernih.Terdapat masalah yang dihadapi oleh rermaja Sai study group Denpasar.Remaja Sai study group Denpasar masih memperlakukan dirinya dengan buruk seperti memukul benda yang ada disekitar dan membenturkan kepala kedinding walaupun sudah melakukan latihan meditasi, sehingga perilaku dari beberapa remaja Sai study group Denpasar tidak menunjukkan Self compassion.Self compassion merupakan belas kasih terhadap diri ketika menghadapi kesulitan, dan memahami bahwa kesulitan, kegagalan, dan ketidakcukupan yang dirasa adalah manusiawi, dan setiap individu berhak mendapat belas kasih.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh meditasi cahaya terhadap self compassion remaja di Sai study group Denpasar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang bersifat pre-experimental designs dengan One-Group Pretest-Posttest Design. Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling yang diperoleh subjek berjumlah dua orang remaja.Tahapan penelitian terdiri dari pretest, perlakuan dan post test.Alat ukur yang digunakan adalah skala self compassion yang terdiri dari 38 soal.Perlakuan diberikan selama satu bulan sebanyak 20 kali pertemuan. Analisis data menggunakan Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan hasil dengan signifikansi (p = 0.000 ≤ 0.180) yang artinya Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa meditasi cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap self compassion remaja di Sai study group Denpasar.
Kata kunci:meditasi cahaya, self compassion, remaja di Sai study group Denpasar.
Abstract
Identity seeking, as one of adolescent’s characteristics, often causes some problems in adolescent’s self. One of spiritual organizations in Denpasar that facilitates spiritual activities for adolescents to anticipate their problems is Sai study group Denpasar. The spiritual lesson taught is light meditation. Light meditation can bring peace in mind, helps in decisionmaking, and clears mind. There is a problem that is faced by adolescents in Sai study group Denpasar. The adolescents in Sai study group Denpasar are still treating themselves badly, such as hitting things around them and slamming their heads against walls even after sessions of meditation, hence the behaviors of some adolescents in Sai study group Denpasar do not show self-compassion. Self-compassion is the ability to extending compassion to one’s self in instances of perceived inadequacy and failure, and understanding that the failure and inadequacy are normal and that every individual deserves compassion. This study was conducted to assess the effect of light meditation to self-compassion in adolescents in Sai Study Denpasar. This study is an experimental study, using pre-experimental design with One-Group Pretest-Posttest design. The sampling technique used in this study is non-probability sampling with purposive sampling. The subject consists of two people. The steps are pretest, treatment, and post-test. The assessment tool used in this study is selfcompassion scale with 38 items. Treatment was given for 20 times in one month. The data analysis using Wilcoxon Signed-Rank Test shows that the significance is (p=0.000 < 0.180). Significance <0,05 shows that light meditation does not have any significant effect to adolescents’ self-compassion in Sai study group Denpasar.
Keywords:light meditation, self compassion, adolescents in Sai study group Denpasar
LATAR BELAKANG
Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja (Gunarsa, 2008).Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual.Stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku (Nur, 2001). Beberapa faktor psikologis yang dianggap sebagai penyebab timbulnya masalah remaja adalah gangguan berpikir, gejolak emosional, proses belajar yang keliru dan relasi yang bermasalah (Santrock, 2007).
Mengantisipasi masalah-masalah yang dapat terjadi pada remaja, beberapa remaja umumnya mengikuti kegiatan spritual.Salah satu organisasi spiritual di Kota Denpasar yang dapat memfasilitasi kegiatan spiritual remaja adalah Sai Study Group.Remaja di Sai study group mengikuti program-program di dalam organisasi Sai yaitu dalam bidang pendidikan, pelayanan, spiritual dan budaya.Pada bidang pendidikan remaja diajarkan untuk mengembangkan dan menyediakan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan yang berbasis pada ajaran wedayakini panca pilar(Yupardi, 2004).
Pilar pertama yaitusatyaatau kebenaran. Pilar kedua yaitudharmaataukebajikan.Implementasidari dharma adalah berpikir yang baik, berkata yang baik, dan bertindak yang baik. Pilar ketiga yaitu prema atau cinta kasih. Cinta kasih merujuk pada sosok Tuhan yang menyediakan cinta kasih tulus bagi semua makhluk hidup. Cinta kasih menghasilkan ketenangan, ketenangan menghasilkan kedamaian, kedamaian akan menghasilkan kesejahteraan, kesejahteraan akan menghasilkan kebahagiaan. Cinta kasih juga dapat diartikan memberi dan mengampuni.Pilar keempat santi atau kedamaian yang merupakan tujuan kehidupan. Pilar yang terakhiradalah ahimsayaitu tanpa kekerasan atau tidak menyakiti mahluk lain baik secara fisik maupun mental atau pikiran. Menyakiti orang atau mahluk lain berarti menyakiti diri sendiri dan sekaligus menyakiti Tuhan, karena Tuhan ada di masing-masing setiap mahluk ciptaan-Nya (Yupardi, 2004).
Tujuan dari pendidikan panca pilar adalah untuk mengembangkan karakter yang baik, pengendalian pikiran dan indrawi, pengabdian tanpa ego, memiliki pandangan yang ketuhanan, mencapai kesadaran diri sejati dan menampilkan manusia yang berkarakter baik yaitu bijaksana, bakti,bertanggung jawab dan disiplin.Sai study group mengimplementasikan pendidikan tersebut kedalam kegiatan-kegiatan seperti menyanyikan lagu rohani, dharmawacana, kegiatan sosial dan meditasi (Yupardi, 2004).
Meditasi umumnya banyak digunakan untuk mengurangi kecemasan, stres, dan depresi.Ketenangan jiwa yang diperoleh ketika bermeditasi dengan baik mampu meredakan dan memungkinkan seseorang berpikir jernih dalam pengambilan suatu keputusan.Meditasi merupakan
pengalihan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber pemikiran (Yupardi, 2004).
Salah satunya ajaran spiritual yang diajarkan dalam organisasi Sai study group oleh Bhagawan Sri Sathya Sai Baba adalah meditasi cahaya.Meditasi cahaya mampu menurunkan tingkat rangsangan seseorang dan membawa suatu keadaan yang lebih tenang, baik secara psikologis maupun fisiologis (Wibawa, 2005).Meditasi cahaya menurut ajaran Sri Sathya Sai Baba memiliki arti membuang segala nafsu jahat yang mengotori pikiran seperti pikiran mudah tersinggung, perasaan sakit hati, kejengkelan dengan pemusatan pikira pada suatu objek, yaitu cahaya.Menurut ajaran Sai Baba, meditasi yang paling aman dan tidak membahayakan adalah meditasi cahaya (Yupardi, 2004).
Latihan meditasi cahaya dilakukan dengan cara duduk dengan nyaman, tenang, dan memfokuskan perhatian pada objek kesadaran mental. Proses yang terdapat dalam meditasi cahaya yaitu proses pernafasan, suara, mantra atau penyataan-pernyataan, visualisasi atau penghayatan yang secara sadar masuk ke pikiran secara terbuka. Individu melakukan meditasi cahaya dengan objek cahaya lilin atau jyotir, lalu memandang api dari cahaya lilin tersebut beberapa saat tanpa berkedip, secara perlahan menarik sinar cahaya tersebut sambil memejamkan mata dan membayangkan cahaya tersebut adalah cahaya kasih, lalu membayangkan membawa cahaya tersebut ke dalam diri, ke seluruh tubuh, ke seluruh orang-orang disekitar hingga ke seluruh mahluk ciptaan Tuhan agar selalu berbahagia, penuh cinta kasih dan damai (Yupardi, 2004).
Meditasi cahaya akan menghasilkan pikiran yang jernih dan sehat karena dari pemusatan pikiran tersebut dapat diperoleh kekuatan atau energi Tuhan. Meditasi cahaya juga dapat membuat individu menjadi lebih sabar, mempertajam intelektual dan membantu mengembangkan intuisi, memberikan pandangan dan kemampuan yang lebih besar untuk memecahkan masalah, sebagai alat untuk memperbaiki diri, menyembuhkan penyakit baik secara psikologis dan fisik yang diderita seseorang (Wibawa, 2005). Praktik meditasi cahaya yang teratur akan mengubah individu menjadi lebih tenang. Meditasi cahaya dapat dipraktikkan di mana saja dan kapan saja. Waktu yang terbaik untuk melakukan meditasi cahaya adalah pada pagi hari antara jam tiga sampai jam enam selama dua puluh sampai tiga puluh menit, namun meditasi cahaya juga dapat dilakukan kapan saja (Yupardi, 2004). Melalui meditasi cahaya yang teratur, individu akan mereaksi gangguan-gangguan emosi dengan cara yang tidak melukai baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain (Bastis, 2000).
Berdasarkan hasil survei, remaja Sai study group yang melakukan meditasi cahaya biasanya melakukan meditasi cahaya di rumah ataupun di tempat perkumpulan Sai study group (Sai Center). Meditasi cahaya biasanya dilakukan pada saat remaja sudah memiliki keinginan sendiri untuk
bermeditasi cahaya. Meditasi cahaya umumnya dilakukan saat sembahyang, sebelum belajar, setelah bangun tidur, ataupun saat ada momen tertentu seperti Hari Suci Nyepi.Remaja-remaja ini melakukan meditasi cahaya karena menurut remaja Sai study group meditasi cahaya akan membuat pikiran dan hati lebih tenang dan rileks, selain itu juga dapat menyehatkan jiwa dan raga, membuat lebih santai dalam beraktivitas, membuat lebih fokus dalam berpikir, bertindak dan berbicara, membuat diri merasa lebih damai dan membuat individu menjadi lebih bahagia. Perasaan yang dirasakan remaja setelah melakukan meditasi cahaya adalah menjadi lebih damai, tenang, bahagia, merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya, lebih siap menghadapi masalah yang akan terjadi (Suprabhawanti, 2016).
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti menyatakan bahwa, remaja-remaja yang mengikuti Sai study group di Denpasar sejumlah 22 orang pernah memutuskan untuk melakukan meditasi cahaya saat mendapat atau menghadapi masalah, karena menurut remaja-remaja Sai pikiran yang kacau membuat dirinya tidak bisa mencari solusi untuk masalah yang ada. Meditasi cahaya juga sebagai langkah untuk mengontrol diri, sehingga remaja sai memutuskan untuk melakukan meditasi cahaya agar dirinya bisa berpikir lebih tenang, bisa memikirkan solusi untuk masalahnya secara perlahan-lahan atau tidak terburu-buru, dapat mengurangi beban pikiran, bertindak lebih rasional, lebih stabil dan dapat berpikir dengan jernih.
Remaja-remaja Sai mengaku melakukan meditasi cahaya saat mengalami masalah yang bersumber dari dalam diri ataupun dari luar diri (Suprabhawanti, 2016), akan tetapi remaja-remaja di Sai study group tidak semuanya dapat memperlakukan diri sendiri dengan baik, beberapa remaja yang jarang melakukan meditasi cahaya mengakui masih memperlakukan diri dengan buruk pada saat menghadapi situasi yang sulit, seperti menangis, mengurung diri dan tidak mau makan, menyalahkan diri sendiri, menuntut dirinya terlalu berlebihan, membahayakan diri sendiri dengan mengebut dijalan, memukul benda yang ada disekitarnya dan membenturkan kepala ke dinding (Suprabhawanti, 2016).
Berlawanan dengan hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa remaja yang mengikuti meditasi umumnya akan menunjukkan perilaku kreatif, mampu merelaksasikan diri sendiri, serta berpikir reflektif (Prabowo, 2007). Sejalan dengan penelitian Bramantyo (2015), diketahui bahwa perilaku remaja yang bermeditasi umumnya menjadi lebih memungkinkan melihat segalanya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika mengetahui segalanya berasal dari tabiat alami pikira diri sendiri, dan saat diri sendiri tidak waspada remaja bisa terseret dalam hawa nafsu, kebencian atau kelembaman, maka remaja tidak akan menyalahkan ketidakbenaran dalam kehidupan emosi individu kepada makhluk lain, melainkan individu sadar dan tahu sepenuhnya bahwa itu merupakan
tanggungjawab diri sendiri. Remaja yang melakukan meditasi menjadi tidak mudah untuk menyalahkan pihak lain atas masalah emosional. Dengan meditasi individu bisa selalu belajar dan awas setiap saat, dengan penerapan kesadaran dan kewaspadaan yang kuat ini akan individu sadari bahwa realisasi kedamaian dan kebahagian telah berada dalam diri sendiri. Meditasi juga membuat remaja dapat memberikan banyak manfaat lahir batin yang menunjang kesejahteraan hidup manusia dalam kehidupan sehari-harinya, oleh karenanya meditasi bisa dijadikan sebagai sebuah praktek spiritual yang sekaligus bisa menawarkan kesejahteraan hidup yang utuh, juga sebagai bentuk latihan rohani yang mencakup dalam dirinya hal yang bersifat duniawi dan rohani.
Berdasarkan fakta di atas, nampak bahwa remaja-remaja yang jarang mengikuti meditasi cahaya di Sai study group Denpasar tidak merasakan dampak dari meditasi cahaya secara maksimal dalam menghadapi masalah, seperti memberikan manfaat positif bagi kondisi psikologis remaja, yang secara tidak langsung berkaitan dengan kemampuan remaja dalam memahami diri sendiri, regulasi emosi, kemampuan koping, memperbaiki hubungan intrapersonal dan interpersonal, serta pengambilan keputusan. Remaja-remaja di Sai study group yang jarang melakukan meditasi cahaya memperlakukan diri sendiri dengan tidak baik dapat dikatakan remaja tersebut tidak mampu mengasihi diri sendiri.Kemampuan-kemampuan tersebut berkaitan dengan self compassion, yaitu kemampuan individu dalam mengasihi diri sendiri.
Self compassion dapat diartikan sebagai kemampuan memiliki perhatian dan kebaikan terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun kekurangan dalam diri serta memiliki pengertian bahwa penderitaan, kegagalan dan kekurangan merupakan bagian dari kehidupan manusia (Neff, 2003). Menurut Germer (dalam Hendarizkianny, 2015), self compassion yang dimaksud hanyalah memberikan kebaikan yang sama pada diri sendiri dan pada orang lain. Fishel (dalam Hendarizkianny, 2015), mengatakan bahwa self compassion adalah sebuah pengalaman yang sangat indah dengan diri sendiri ketika sudah mencapai penerimaan seutuhnya.
Ketika individu sudah merasakan penerimaan yang utuh, setiap individu akan berhenti melawan penderitaan atau terus menerus didorong oleh kebutuhan untuk menjadi sempurna sehingga kedamaian dalam diri individu akan merekah.
Hanson (dalam Hendarizkianny, 2015), menjelaskan bahwa self compassion berbeda dengan mengasihani diri sendiri, setiap individu hanya perlu menyadari bahwa kehidupan memang keras dan menyakitkan bagi setiap individu akan tetapi juga memberikan sebuah perasaan hangat agar penderitaan itu mengecil dan berakhir. Self compassion berfokus pada kualitas pribadi individu, individu akan menjadi
lebih menghargai dan memperlakukan diri sendiri dengan lebih baik tanpa perlu membandingkan diri dengan orang lain (Neff, 2011).
Berdasarkan penelitian Neff (2012), self compassion dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis individu, kemampuan untuk menyembuhkan diri dari luka psikologis secara lebih mudah, dan kualitas hubungan yang jauh lebih baik. Seseorang yang bisa menerapkan dan mengoptimalkan self compassion pada diri sendiri, maka akan memiliki pikiran yang lebih tenang, lebih menerima hal-hal yang negatif pada diri dengan baik. Individu yang memiliki self compassion tinggi lebih dapat merasakan kenyamanan dalam kehidupan sosial dan dapat menerima dirinya secara apa adanya, selain itu juga dapat meningkatkan kebijaksanaan dan kecerdasan emosi menurut Rude & Kirkpatrick (dalam Neff, 2012).
Self compassion juga dapat memicu emotional coping skill yang lebih baik, seperti menjadi lebih memahami perasaan diri dan kemampuan untuk memperbaiki keadaan emosi negatif (Neff, 2012). Emotional coping skill yang lebih baik akan menyebabkan individu cenderung lebih mampu menerima dan menghadapi masalah. Kemampuan individu menghadapi masalah sampai terselesaikan dengan baik dapat meningkatkan kepuasan hidup yang lebih bermakna. Self compassion juga berhubungan dengan perasaan mandiri, dan mampu berhubungan dengan orang lain. Hal tersebut membuktikan bahwa self compassion dapat membantu individu untuk menemukan kebutuhan psikologis dasar tentang well being (Ryan & Deci, 2001). Pusat kendali emosi dan optimisme yang tinggi, akan mendorong kearah peningkatan kesejahteraan psikologis, menunjukkan bahwa optimisme memberi kontribusi terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan. Individu yang memiliki self compassion tinggi cenderung bahagia, optimis, memiliki rasa ingin tahu dibandingkan dengan individu yang memiliki self compassion rendah yaitu lebih mudah menyalahkan dirinya, merasa sedih dan mudah cemas (Ryan & Deci, 2001).
Self compassion penting untuk dioptimalkan oleh individu.Self compassion yang telah dioptimalkan, dapat membuat individu menjadi lebih sejahtera secara psikologis.Kecenderungan individu yang menyalahkan diri sendiri jika terjadi kesalahan, dapat tergantikan oleh pertumbuhan dan perkembangan psikologis individu tersebut ke arah yang lebih positif.Hal tersebut seperti tidak cemas, tidak mudah menyesal dan tidak menyalahkan diri sendiri. Kesadaran bahwa penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari hidup manusia pada umumnya, merupakan salah satu tujuan dari self compassion (Neff, 2007)
Berdasarkan pemaparan terkait self compassion dan dampaknya terhadap kondisi psikologis remaja maka dapat dikatakan bahwa self compassion mampu meningkatkan resiliensi remaja dalam menghadapi masalah.Ketika remaja
mampu meningkatkan resiliensi terhadap masalah, maka dapat dicegah terjadinya kasus-kasus maladaptif yang umumnya terjadi karena ketidakmampuan remaja dalam menghadapi masalah.Hal ini dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas remaja.Untuk mencapai self compassion yang optimal diperlukan media penghubung, salah satu media tersebut adalah meditasi cahaya. Meditasi cahaya dapat memunculkan insight pada remaja sehingga mampu mengontrol diri dalam kehidupan, dengan meditasi cahaya teratur akan mengubah individu menjadi lebih tenang. Remaja akan mereaksi gangguan-gangguan emosi dengan cara yang tidak melukai diri sendiri ataupun orang lain, juga dapat menenangkan pikiran dan membawa individu pada pengertian yang jernih, dimana remaja merasa terhubung dengan setiap orang dan segala sesuatu (Wibawa, 2005).
Berdasarkan pemaparan terkait hasil survei self compassion dan meditasi cahaya pada remaja yang mengikuti pendidikan spiritual di Sai study group Denpasar, diketahui bahwa terdapat dua kasus yang dialami remaja di Sai Study Group.Kasus pertama terdapat beberapa remaja yang melakukan hal-hal positif seperti lebih tenang dan mampu menghadapi masalah setelah meditasi cahaya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Missilliana (2014) bahwa salah satu faktor yang dapat memengaruhi self compassion adalah meditasi. Kasus kedua, terdapat beberapa remaja Sai study group Denpasar yang jarang melakukan meditasi cahaya ternyata masih ada yang melakukan perilaku negatif walaupun sudah melakukan latihan meditasi cahaya. Perilaku negatif yang dimunculkan yaitu menangis, mengurung diri dan tidak mau makan, menyalahkan diri sendiri, menuntut dirinya terlalu berlebihan, membahayakan diri sendiri dengan mengebut di jalan, memukul benda yang ada di sekitarnya dan membenturkan kepala ke dinding yang tidak menunjukkan komponen-komponen Self compassion (Suprabhawanti, 2016).
Merujuk pada remaja Sai study group yang melakukan meditasi cahaya, diharapkan remaja mampu menyayangi diri sendiri dan tidak menuntut terlalu dalam diri sendiri dan orang lain dalam situasi apapun karena remaja di Sai study group sudah diajarkan mengenai ajaran spiritual dan sangat aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di Sai study group Denpasar (Suprabhawanti, 2016). Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah pengaruh meditasi cahaya terhadap perilaku remaja di Sai study group Denpasar. Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka akan diteliti lebih jauh terkait pengaruh meditasi cahaya terhadap self compassion. Penelitian ini dilakukan di Denpasar, melihat kasus-kasus yang terjadi pada remaja di Sai study group Denpasar.Penelitian ini berjudul “Pengaruh Meditasi cahaya Terhadap Self compassion Pada Remaja di Sai study group Denpasar”.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel bebas dari penelitian ini adalah meditasi cahaya dan variabel tergantung dari penelitian ini adalah self compassion.Definisi Operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Meditasi Cahaya
Meditasiadalahlatihan bagi pikiran dan tubuh yang digunakan untuk meningkatkan ketenangan dan fisik, meningkatkan keseimbangan psikologis, mengatasi penyakit, serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Penelitian ini memakai metode meditasi cahaya, media yang digunakan adalah cahaya lilin atau cahaya jyotir.Meditasi cahaya merupakan teknik meditasi yang pernah dilakukan oleh remaja di Sai study group Denpasar.
Pemberian perlakuan akan dilakukan selama satu bulan, sebanyak 20 kali, berdurasi 35 menit dan frekuensi pemberian perlakuan dilakukan selama satu bulan karena meditasi cahaya memerlukan waktu minimal selama satu bulan yaitu, satu minggu per-pertemuan untuk individu menyeimbangkan fisik, emosi dan spiritual dalam dirinya.
-
2. Self compassion
Belas kasih terhadap diri ketika menghadapi kesulitan, dan memahami bahwa kesulitan, kegagalan, dan ketidakcukupan yang dirasa adalah manusiawi, dan setiap individu berhak mendapat belas kasih.Self compassionterdiri dari tiga komponen utama yaitu self kindness, common humanity dan mindfulness.
Responden
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja di Sai study group Denpasar.Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik nonprobability samping yaitu dengan purposive
sampling.purposivesampling.Nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2014).Purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Kriteria inklusi dari subjek penelitian adalah sebagai berikut:
-
a. berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.
-
b. peneliti tidak mengkhususkan pada jenis kelamin,
dikarenakan peneliti ingin melihat self compassion yang dimiliki oleh laki-laki atau perempuan di masa remaja akhir.
-
c. remaja berusia 18 sampai dengan 22 tahun
-
d. bersedia mengikuti eksperimen dengan mengisi
lembar informed consent.
spiritual group April
-
e. kriteria dengan skor self compassion sangat rendah
sampai rendah yang diperoleh melalui proses screening.
Adapun kriteria ekslusi dari subjek penelitian adalah sebagai berikut:
Remaja yang tidak berkenan menjadi subjek penelitian
Tempat Penelitian
Penelitianinidilakukanpadaorganisasi yaituSai study
Denpasar.Penelitianinidilaksanakanpada13 2017sampaidengan13Mei2017.
Alat Ukur
Alat ukur pada penelitian ini menggunakan skala self compassion. Skala self compassiondisusun berdasarkan aspek self compassion oleh Neff (2003). Skalaself compassion terdiri dari 54 aitem pernyataan.Pernyataan dalam penelitian ini terdiri atas aitem favorabel dan unfavorabel.Skala dalam penelitian ini menggunakan skala likertdengan empat pilhan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Sebelum skala self compassion diberikan kepada subjek, dilakukan uji validitas dan reliabilias pada skala self compassion.Uji validitas isi dilakukan dengan teknik professional judgement.Uji validitas konstrak dilakukan dengan mengorelasikan nilai aitem dan total dari data dengan standar sama dengan atau lebih besar daripada 0,30. Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha pada program SPSS 17.0 for
WindowsSuatu alat ukur dikatakan reliabel apabila skor reliabilitasnya minimal sebesar 0,60 (Azwar, 2014).
Hasil uji validitas skala self compassion dalam penelitian ini memiliki koefisien korelasi aitem-total berkisar antara 0,301 hingga 0,766.Hasil uji reliabilitas skala regulasi emosi menunjukkan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0,932.
Prosedur Pengambilan Data
Penelitian
inimenggunakanmetodeeksperimenyangbersifatpre-experimental design. Desain penelitian yang digunakan adalah One-Group Pretest-Posttest Design. Desain ini menggunakan pretest untuk melihat kondisi awal subjek, kemudian dilanjutkan perlakuan meditasi dan diakhir dilanjutkan dengan melakukan posttest untuk mengetahui hasil akhir dari perlakukan yang diberikan (Sugiyono, 2014).
Subjek pada awalnya diberikan pre-test berupa skala self compassion untuk mengetahui kemampuan awal self compassion subjek. Setelah itu, subjek diberikan perlakuan berupa pelatihan meditasi cahaya, Perlakuan meditasi cahaya diberikan oleh instruktur di Sai Study Group. Setelah seluruh
rangkaian pertemuan perlakuan diberikan kepada subjek, akan diadakan posttest yang langsung diberikan pada akhir pertemuan perlakuan ke 20.
Setiap pertemuan kurang lebih berlangsung selama 35menit. Dalam setiap pertemuan terdapat pembukaan meditasi cahaya selama 5 menit, praktik meditasi cahaya selama 15 menit, peregangan selama 10 menit, serta pertemuan tanya jawab dan pengisian lembaran harian selama 5 menit.
Setelah subjek melakukan peregangan, subjek diberikan lembaran harian.Lembaran harian yang dibagikan pada setiap pertemuan berfungsi sebagai feedback bagi peneliti untuk mengetahui apakah subjek sudah bermeditasi di rumah masing-masing, durasi meditasi cahaya, bagaimana meditasi subjek, hambatan dalam bermeditasi dan alasan subjek apabila tidak bermeditasi.
Teknik Analisis Data
Data penelitian dianalisis menggunakan uji statistik nonparametrik, karena jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini kurang dari 30 dan tidak menggunakan random sampling (Siegel, 1992). Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Wilcoxon signed-rank test. Uji hipotesis tersebut dipilih karena menggunakan uji nonparametrik dan bertujuan untuk mengetahui perbedaan kondisi sebelum dan sesudah perlakukan pada kelompok berpasangan (Field & Hole, 2008).Analisis dilakukan dengan bantuan program SPSS 21.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah dua remaja sai study group diDenpasar dengan rentang usia18 dan 20 tahun.
Deskripsi Data Penelitian
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai data deskriptif dari data pre-test maupun post-test, peneliti melakukan analisis deskriptif dan didapatkan hasil seperti dalam tabel berikut.
Tabel 1.
Hasil Uji Deskriptif | |||||||
Minimum |
Maximum |
Mean Umpiris |
Std. Deriation Empiris |
Mean Teoretis |
Std. Deriation Teoritis | ||
Pretest |
IOl |
104 |
102.50 |
2.121 |
95 |
19 | |
Pasrtest |
2 |
117 |
133 |
125.00 |
11.314 |
95 |
19 |
VahdN | |||||||
(Iistwise) |
Berdasarkan tabel 1, dapatdiketahui bahwa rata-rata atau mean empiris lebih besar dengan rata-rata atau mean teoretik. Jadi dapat dikatakan self compassionpada subjek penelitian lebih tinggi.
Selanjutnya dilakukan analisis berupa pengkategorisasian skor subjek.Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2012).
Skor yang dimiliki subjek akan dibagi menjadi tiga jenjang kontinum, yaitu tinggi, sedang dan rendah. Tabel berikut akan menjelaskan mengenai ketentuan dalam mengkategorisasikan skor subjek.
Tabel ’.
Kategorisasi Skor Normatif | ||
Rentang Nilai |
Pretest |
Posrtest |
X <76 |
Rendah |
Rendah |
76<X<114 |
Sedang |
Sedang |
X>114 |
Tinggi |
Tinggi |
Berdasarkan Tabel 2, diperoleh aturan kategori seperti pada tabel berikut. Peneliti kemudian mencari frekuensi dan persentase dari masing-masing data (pretest dan posttest). Penghitungan ini dilakukan dengan melihat tabel frekuensi masing-masing data.
Tabel 3.
Hasil Kategorisasi Skor Pre-Test dan Post-test
Hasil Kategorisasi Skor Pretest dan Posnest | ||||
Skor Kuesioner |
Pretest |
Posttest | ||
T rekuensi |
Persentase |
Frekuen: |
a Persentase | |
Rendah |
0 |
0% |
0 |
0% |
Sedang |
2 |
100% |
0 |
O’. |
Tinggi |
0 |
0% |
2 |
100% |
Total |
2 |
100®» |
2 |
100% |
Melalui tabel 3 diketahui bahwa saat pretest, seluruh subjek berada pada kategorisasi sedang dengan persentase 100%.Setelah diberikan perlakuan seluruh subjek berada pada kategorisasi tinggi dengan persentase 100%.
Hasil Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui sikap tubuh subjek dalam melakukan meditasi, sehingga dapat diketahui kesungguhan subjek dalam melakukan meditasi berdasarkan perilaku yang nampak. Rangkuman sikap tubuh subjek dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.
Tabel observasi | |||||
Subjek |
Peiilaku |
Total | |||
Mata Tertutup |
Badan Tegak |
Pola nafas nngan dan rileks |
Sikap tangan sempurna | ||
Subjek 1 |
14 |
6 |
6 |
10 |
32 |
Subjek 2 |
19 |
15 |
7 |
17 |
54 |
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan didapat hasil bahwa subjek tidak selalu melakukan posisi meditasi yang baik dan benar, hal tersebut dapat dilihat dari frekuensi perilaku mata tertutup, badan tegak, pola nafas ringan dan rileks, juga sikap tangan sempurna, yang tidak selalu muncul
dalam 20 kali pertemuan meditasi. Subjek mendapat nilai satu apabila melakukan sikap tubuh dengan benar dan nilai nol apabila sikap tubuhnya tidak sesuai, serta nilai total keseluruhan yang didapat dari sikap tubuh yang benar adalah 80.
Dalam 20 pertemuan subjek satu menunjukkan perilaku mata tertutup sebanyak 14 kali, perilaku badan tegak sebanyak 6 kali, pola nafas ringan dan rileks 6 kali serta sikap tangan sempurna sebanyak 10 kali. Subjek dua menunjukkan perilaku mata tertutup sebanyak 19 kali, perilaku badan tegak sebanyak 15 kali, pola nafas ringan dan rileks sebanyak 7 kali, serta sikap tangan sempurna sebanyak 17 kali.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji beda. Uji beda dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed-Rank Test. Uji nonparametrik ini dilakukan karena penelitian ini tidak memenuhi syarat untuk melakukan uji parametrik yaitu dalam hal pengambilan sampel yang tidak dengan randomisasi dan jumlah sampel kurang dari 30. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan meditasi cahaya terhadap self compassion pada remaja di Sai study group Denpasar dengan melihat antara nilai pretest dan post test pada subjek.
Tabel j.
Hasil Uji HJIcaxon Signed-Rank Test
Posttest - Pretest
~Z -1.342°
Asvmp. Sig.
' .180
C-tailEd)
Hasil pada tabel Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan angka signifikansi 0.180.Berdasarkan asumsi hipotesis, bahwa apabila Sig > 0.05 maka H0 diterima,
sedangkan apabila Sig < 0.05 maka H0 ditolak.Nilai Signifikansi sebesar 0.000 > 0.05, artinya Ho diterima.Maka dari itu, diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh meditasi cahaya terhadap self compassionremaja di Sai study group Denpasar.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Remaja yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah dua orang yang masing-masing memiliki skor self compassionsedang.Hal tersebut disebabkan karena dua subjek tersebut bersedia berkomitmen untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilaksanakan sebanyak 20 kali pertemuan meditasi.
Hasil uji hipotesis Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan nilai signifikansi 0.180, yang berarti H0 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa meditasi cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada self
compassion bagi remaja di Sai study group Denpasar.Perlakuan meditasi cahaya dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap self compassion, tetapi berdasarkan hasil kategorisasi diketahui bahwa masing-masing subjek mengalami peningkatan skor self compassiondari sedang ke tinggi. Serupa dengan penelitian Afandi (2014), bahwa meditasi tidak selalu dapat memberikan peningkatan signifikan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti subjek yang belum mampu mencapai mindfulness,pelaksanaan meditasi yang dilakukan minimal sebanyak dua kali sehari dan diperlukan praktik meditasi informal seperti berjalan lebih pelan serta mengunyah makanan lebih pelan.
Selain itu beberapa faktor yang diindikasikan dapat mempengaruhi hasil penelitian terdiri dari faktor meditasi dan faktor self compassion.Faktor meditasi terdiri dari kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya, sikap tubuh subjek saat melakukan meditasi cahaya, serta waktu dan durasi saat melakukan meditasi cahaya. Faktor-faktor lain yang memengaruhi self compassionseperti jenis kelamin dan usia (Missiliana, 2014).
Menurut Iswantoro (2013) sikap tubuh dalam meditasi sangat menentukan kesungguhan individu dalam mengenal apakah arti dari meditasi sebenarnya. Bertolak belakang dengan data observasi subjek yang telah didapatkan selama jalannya meditasi dalam 20 kali pertemuan meditasi, subjek dapat dikatakan tidak sepenuhnya bisa mengikuti gerakan-gerakan yang dicontohkan oleh instruktur meditasi, badan subjek nampak berayun-ayun seperti tertidur, mata subjek nampak terbuka beberapa kali dan sikap tangan subjek nampak berubah, sehingga pengaruh meditasi yang didapatkan dalam penelitian ini menjadi kurang maksimal.Sikap meditasi subjek dapat dikatakan tidak memenuhi standar sikap meditasi cahaya.
Faktor lainnya yang memengaruhi adalah waktu dan durasi.Waktu pelaksanaan meditasi dalam penelitian ini mayoritas dilakukan pada malam hari, yaitu sebanyak 18 kali dari 20 kali pertemuan meditasi. Menurut Yupardi (2004) meditasi dapat dilakukan kapan saja, tetapi waktu terbaik untuk melakukan meditasi adalah pagi hari karena udara saat pagi hari masih bersih, segar dan tenang, saat pagi hari pikiran subjek juga masih belum terpengaruh oleh aktivitas-aktivitas lainnya, sedangkan ketika malam hari pikiran subjek sudah dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas yang dilaluinnya. Hal tersebut dapat memengaruhi pencapaian tujuan meditasi yaitu konsentrasi.
Durasi dalam setiap pertemuansangat berpengaruh peting bagi manfaat dan juga hasil yang akan diperoleh individu. Menurut Kristeller (2007) durasi terbaik meditasi dapat dijalankan adalah 20 sampai dengan 40 menit sehari karena lamanya meditasi tersebut dapat berhasil menyeimbangkan fisik, emosi dan spiritual dalam diri seseorang, sedangkan menurut Powell (1990) meditasi dapat
dilakukan dalam satu bulan dengan durasi 30 menit per pertemuan. Menurut Yupardi (2004) durasi yang terbaik untuk melakukannya adalah selama 20 sampai 30 menit.Sesuai dengan paparan teori di atas, diketahui bahwa durasi minimal untuk satu pertemuan meditasi adalah 20 menit sampai 40 menit.Dalam penelitian ini, pemberian meditasi berdurasi berbeda pada beberapa pertemuan. Hal tersebut karena setelah meditasi subjek ada keperluan lain sehingga waktu yang diberikan istruktur berbeda-beda berkisar 25 sampai dengan 35 menit saja. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan ketiga tokoh yang membahas terkait dengan durasi ideal untuk jalannya pertemuan meditasi, sehingga hasil yang didapatkan dalam penelitian ini kurang maksimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi meditasi menurut Kharina dan Saragih (2012) dalam melakukan meditasi diperlukan konsentrasi yang terfokus (mindfulness) sehingga manfaat meditasi dapat dirasakan secara baik. Kebiasaan untuk selalu bersikap fokus dan sadar (mindfulness) dalam meditasi cukup berperan dalam memberikan berbagai manfaat positif pada diri seseorang sehingga ada baiknya seseorang selalu berusaha untuk fokus dan sadar terhadap apa yang sedang dikerjakan sehari-hari. Kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya merupakan hal penting untuk diperhatikan saat meditasi, karena hal tersebut dapat memengaruhi konsentrasi subjek.Menurut Vivekananda (1983), inti dari setiap latihan meditasi adalah konsentrasi, cara pernafasan, dan hal-hal lain yang berbeda-beda sesuai dengan aliran meditasi. Inti latihan meditasi tersebut bertujuan untuk mendukung upaya konsentrasi pikiran, sehingga individu mendapatkan manfaat maksimal dari meditasi.Hal ini sesuai dengan hasil observasi penelitian yang menunjukkan bahwa subjek tidak selalu memunculkan sikap meditasi yang baik sehingga dapat berpengaruh terhadap signifikansi hasil penelitian.Kondisi subjek yang tidak memunculkan sikap meditasi yang baik seperti subjek nampak hampir terjatuh saat meditasi (badan subjek condong ke depan seperti terkantuk-kantuk) dan subjek nampak membuka mata.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi self compassionmenurut Neff (2011) kemmapuan individu memperoleh manfaat dari self compassiondapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia. Berdasarkan tabel data deskriptif, diketahui bahwa subjek berjumlah dua orang dan masing-masing berjenis kelamin perempuan.Hal tersebut karena berdasarkan kriteria subjek yang telah ditentukan, didapatkan hanya dua perempuan yang bersedia menjadi subjek penelitian.Berdasarkan penelitian Neff (2011) diketahui bahwa perempuan cenderung memiliki self compassionsedikit lebih rendah dari pada laki-laki, terutama karena perempuan memikirkan mengenai kejadian negatif di masa lalu, maka perempuan cenderung menderita depresi dan kecemasan dua kali lebih sering daripada laki-laki.
Faktor kedua yang mempengaruhi self compassionyaitu usia. Subjek dalam penelitian ini berusia 18 tahun dan 20 tahun.Self compassionmerupakan cara bagi remaja untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang positif salah satu sarananya dengan meditasi yang nantinya akan meningkatkan self compassionremaja diusia dewasa. Hal Menurut Missiliana (2014), pengaruh faktor usia dikaitkan dengan teori tentang tahap perkembangan Erikson yang menjelaskan bahwa individu akan mencapai tingkat self compassion yang tinggi apabila telah mencapai tahap integrity karena lebih bisa menerima dirinya secara lebih positif. Penelitian ini sudah mencapai tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh antara meditasi cahaya dengan self compassionremaja di Sai study group Denpasar.
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil uji kategorisasi self compassion diketahui bahwa masing-masing subjek mengalami peningkatan skor self compassiondari kategori sedang ke kategori tinggi.tidak terdapat pengaruh yang signifikan terkait meditasi cahaya yang diberikan terhadap self compassion pada remaja di Sai study group Denpasar.Tidak adanya pengaruh meditasi cahaya yang diberikan kepada subjek, dapat disebabkan dari berbagai macam faktor.Faktor yang memengaruhi meditasi cahaya adalah kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya sehingga berpengaruh terhadap pencapaian mindfulness, sikap tubuh subjek saat melakukan meditasi cahaya, serta frekuensi dan durasi saat melakukan meditasi cahaya. Faktor-faktor lain yang memengaruhi self compassionseperti subjek berjenis kelamin perempuan dan usia. Dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi hasil penelitian, yaitu faktor meditasi dan faktor subjek
Penelitian ini tidak luput dari keterbatasan penelitian.Keterbatasan dalam penelitian ini terdiri dari keterbatasan peneliti untuk melakukan kontrol dan ketersediaan subjek mengikuti penelitian.Keterbatasan peneliti untuk melakukan kontrol terdiri dari melakukan kontrol waktu pelaksanaan meditasi cahaya dan kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya.Keterbatasan waktu pelaksanaan meditasi cahaya tidak dapat dikontrol secara penuh oleh peneliti karena menyesuaikan dengan jadwal subjek dan instruktur meditasi cahaya.Kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya tidak dapat dikontrol oleh peneliti karena beberapa faktor dari kondisi internal subjek. Jumlah subjek yang bersedia untuk mengikuti penelitian hanya terdiri dari 2 orang dan masing-masing memiliki skor pretest self compassionsedang, sehingga menyebabkan keragaman data yang minim dan tidak dapat dilihat secara menyeluruh pengaruh meditasi cahaya terhadap self compassion.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, peneliti memberikan beberapa saran untuk peneliti selanjutnya.Peneliti selanjutnya disarankan untuk mencari subjek lebih banyak
agar data yang didapatkan lebih menyeluruh, sehingga dapat diketahui kontribusi meditasi cahaya terhadap peningkatan self compassion.Peneliti selanjutnya disarankan untuk mengontrol variabel-variabel penganggu (extraneous variable) sebelum pemberian meditasi cahaya dilakukan. Variabel yang menganggu pada penelitian ini antara lain kondisi subjek saat melakukan meditasi cahaya, sikap tubuh subjek saat melakukan meditasi cahaya, serta waktu dan durasi saat melakukan meditasi cahaya, juga disarankan untuk memperpanjang durasi dan frekuensi meditasi agar subjek penelitian memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan relaksasi. Apabila subjek dapat melakukan relaksasi dengan baik diharapkan subjek dapat berkonsentrasi dalam proses meditasi. Peneliti juga diharapkan dapat memperhatikan waktu pelaksanaan meditasi untuk subjek yang diberikan untuk remaja yang mengikuti meditasi cahaya agar tidak terlalu malam dan memperpanjang durasi meditasi cahaya agar pemberian meditasi cahya dapat dirasakan maksimal oleh remaja yang mengikuti meditasi cahaya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran bagi remaja sai study group, diharapkan dapat memperhatikan kondisi eksternal saat melakukan meditasi yaitu waktu saat melakukan meditasi agar tidak larut malam.Hal tersebut dapat memengaruhi konsentrasi remaja saat melakukan meditasi cahaya, sehingga remaja dapat memahami pentingnya konsentrasi dan mendapatkan manfaat maksimal dari meditasi cahaya.Diharapkan dengan tercapainya manfaat maksimal dari meditasi cahaya, self compassionremaja dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychology Association.(2010, Juni). APA ethical principle of psychologist and code of conduct. USA : American Psychology Association. Diakses pada 19
februari 2017, dari
http://www.apa.org/ethics/code/principles.pdf.
Afandi, N.A. (2014). Pengaruh pelatihan mindfulness terhadap peningkatan kontrol diri siswa SMA. Jurnal psikologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, 5(1).
Diakses dari
http://journal.trunojoyo.ac.id/pamator/article/view/2493.
Agustiani, H. (2009). Psikologi perkembangan: pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian diri pada remaja. Bandung: PT Refika Aditama.
Azwar, S. (2014). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Azwar, S. (2015). Tes prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar edisi ii. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Baskara, A., Soetjipto, H. P., & Atamimi, N. (2008). Kecerdasan emosi ditinjau dari keikutsertaan dalam program meditasi. Jurnal Psikologi, 35(2), 101-115. Diakses dari
https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7947/6145.
Bastis. M. K. (2000).Peaceful dwelling, meditation for healing and living. Boston: Tuttle Publishing.
Bergen-Cico D. & Cheon S. (2013). The mediating effects of mindfulness and self compassionon trait anxiety. Journal mindfulness. Won Institute of Graduate Studies, USA. Doi: 10.1007/s12671-013-0205-y.
Bodian, S. (2012). Meditation for dummies (3rd ed.). Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.
Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2003). The benefits of being present: mindfulness and its role in psychological well-being.Journal of Personality & Social Psychology, 84(4), 822–848.http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.84.4.822.
Gunarsa, S.D., & Singgih D.G. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Hendarizkianny, R. (2015). Self Compassion. Bandung : Universitas Islam, Bandung.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Iskandar. (2008). Mediate and growrich, sehat, kaya, dan bahagia duniawi spiritual. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Iswantoro, G. (2013). Relaksasi meditasi hipnosis. Jakarta: Tugu Yogyakarta.
Jendra, W. (2013).Sejarah Sai Study Group (SSG) Denpasar. Denpasar: Sairamadas.
Kabat-Zinn, J., Massion, A. O., Kristeller, J., Peterson, L. G., Fletcher, K. E., Pbert, L., et al. (1992). Effectiveness of a meditation-based stress reduction program in the treatment of anxiety disorders. The American Journal of Psychiatry, 149(7), 936-943.https://doi.org/10.1176/ajp.149.7.936.
Kharina & Saragih J., I.(2012). Meditasi metta-bhavana (loving-kindness meditation) untuk mengembangkan self compassion.Jurnal psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 1(1), 9-16.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/predicara/article/view/528
Kristeller, J. L. (2007). Mindfulness meditation. In P. M. Lehrer, R. L. Woolfolk, & W. E. Sime (Eds.), New York: The Guilford Press. Diakses pada 19 Februari 2017, dari https://www.academia.edu/26706897/Mindfulness_and_me ditation.
Missiliana, R.(2014).Self-compassion dan compassion for others pada mahasiswa fakultas psikologi uk.maranatha. Laporan Penelitian. Diakses dari http://repository.maranatha.edu /5597/1/Self%20Compassion%20dan%20Compassion%20f or%20Others.pdf.
National Center for Complementary and Integrative Health. (2016, January). Diakses pada 19 Februari 2017, dari https://nccih.nih.gov/health/meditation/overview.htm#hed2.
Neff, K. (2003). Self compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude toward oneself. Self and Identity,2, 85101. Doi: 10.1080/15298860309032.
Neff, K. D. (2011). Self compassion: Stop Beating Yourself Up and Leave insecurity behind. Texas: Harper Collins Publishers.
Neff, K & McGehee, P. (2009). Self-Identity:Self compassion and Psychological Resilience Among Adolescents and Young Adults. Psychological Press. 225-240. Doi:
10.1080/15298860902979307.
Neff, K., Kirkpatrick, K. L., & Rude, S. S. (2007). Self compassion and adaptive psychological functioning.Journal of
Research in Personality, 41, 139-154.
Doi:10.1016/j.jrp.2006.03.004.
Neff, K. D & Pommier, E. (2012): The relationship between self compassion and other-focused concern among college undergraduates, community adults, and practicing meditators, self and
identity.Doi:10.1080/15298868.2011.649546.
Neff, K., Rude, S. S., & Kirkpatrick, K. L. (2007). An examination of self compassion in relation to positivepsychological functioning and personality traits. Journal of Research in Personality, 41, 908-916. Doi:10.1016/j.jrp.2006.08.002.
Nur, M. (2001). Perkembangan selama anak-anak dan remaja, Surabaya PSMS. Program Pascasarjana Unesa.
Powell, T.(1990). Anxiety and management. London: Routledge.
Ra, A. (2004). Meditasi sathya sai. Surabaya: Paramita.
Ra, A. (2004). Intuisi kesadaran supra. Denpasar: Studi Meditasi Sathya Sai
Ramadhani, F & Nurdibyanandaru D. (2014). Pengaruh self compassion terhadap kompetensi emosi remaja akhir. jurnal psikologi klinis dan kesehatan mental. 03(03), 120-126.http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JPKK8838-60f7ea7571fullabstract.pdf.
Ryan, R. M., & Deci, E.L. (2001). On happiness and human
potentials: a review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annu.Rev. Psychol,52, 141-166. Doi:
10.1146/annurev.psych.52.1.141.
Santrock, J. W. (2007). Remaja, edisi kesebelas. Penerbit Erlangga.
Sarwono, S., W (2012). Psikologi remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siegel, S. (1992). Statistik nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suprabhawanti, N. M. A. (2016). Penerapan meditasi pada remaja di sai study group denpasar: sebuah studi pendahuluan (tahun 2016). Denpasar: tidak dipublikasi.
Suryabrata, S. (1983). Metode penelitian. Jakarta: Rajawali.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.
Siegel, S. (1992). Statistik nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Gramedia.
Vivekananda, S. (1983). Raja yoga. Calcutta : S. Das Gupta At Sun Lithography Co.
Wibawa, A. (2004). Meditasi cahaya melihat di dalam dirimu. Surabaya: Paramita.
Widdowson, R. (2003). Yoga untuk masa kehamilan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yupardi, S. (2004). Disiplin dan sadhana spiritual. Surabaya: Paramita.
176
Discussion and feedback