FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PERUSAHAAN PERJALANAN WISATA DI DENPASAR
on
Jurnal Psikologi Udayana
2017, Vol.4, No.2, 426-434
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana
ISSN: 2354 5607
FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN PERUSAHAAN PERJALANAN WISATA DI DENPASAR
Rizka Auliani, Ni Made Swasti Wulanyani
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana rizkauliani@gmail.com
Abstrak
Saat ini industri pariwisata sedang berkembang karena adanya tren perjalanan pada masyarakat. Tingginya kebutuhan masyarakat untuk melakukan perjalanan menyebabkan meningkatnya persaingan pada industri pariwisata. Pesatnya perkembangan perusahaan perjalanan wisata saat ini tentunya harus diikuti dengan pengelolaan yang lebih baik dan profesional. Sebagai suatu industri, perusahaan perjalanan wisata memiliki sumber daya manusia atau karyawan untuk mencapai tujuan perusahaannya. Salah satu cara adalah dengan mensejahterakan karyawan sebagai penggerak perusahaan, yaitu mengetahui faktor kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja adalah suatu perasaan senang atau bangga seseorang terhadap pekerjaannya berdasarkan persepsi masing-masing individu dan perasaan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor kepuasan kerja pada karyawan perusahaan perjalanan wisata di Denpasar. Subjek pada penelitian ini berjumlah 118 karyawan. Alat ukur yang digunakan adalah skala kepuasan kerja yang disusun berdasarkan teori kepuasan kerja dari Wexley dan Yukl (1984). Hasil dari uji eksploratori faktor analisis menunjukkan terdapat sembilan faktor kepuasan kerja, yaitu faktor kelompok kerja, faktor kondisi fisik tempat kerja, faktor kompensasi, faktor promosi, faktor dukungan dari atasan, faktor pekerjaan yang menantang, faktor jabatan, faktor gaya kepemimpinan, dan faktor disiplin kerja.
Kata kunci: industri pariwisata, tren perjalanan, kepuasan kerja, eksploratori faktor analisis
Abstract
Industry of tourism is developing today because of the travelling trend of society. High public demand for travel led to increased competition in the tourism industry. The development of travel companies now must be followed by better management and professionalism. As an industry, travel companies have employees to achieve the companies’ purposes. One of the ways is make the employees prosperous by knowing their job satisfaction factors. The job satisfaction is a feeling of happiness or proud from someone toward their job based on the result of their individual perceptions and that feelings can be influenced by many factors. The purpose of this research is to find out what are the factors of the job satisfaction of travel company employees in Denpasar. The number of subjects in this research is 118 employees. The instrument in the research is job satisfaction scale base on the job satisfaction theory of Wexley and Yukl (1984). The result of the exploratory factor analysis test showed there are nine factors of job satisfaction; team work, physical condition of work place, compensation, promotion, supports from supervisor, a challenging work, position, leader’s style in leading, and work discipline factor.
Keyword: tourism industry, travelling trend, job satisfaction, exploratory factor analysis
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, perjalanan menjadi suatu tren masyarakat di mana perjalanan sudah menjadi kebutuhan manusia yang didorong oleh berbagai tujuan. Salah satu tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan hidup, misalnya untuk melepas penat dari aktivitas sehari-hari maupun sekedar menjawab rasa ingin tahu seseorang tentang suatu tempat. Berdasarkan hasil survei tren perjalanan regional dan global 2016 yang diadakan oleh TripAdvisor melalui TripBarometer1 menunjukkan bahwa 76% wisatawan berencana mencoba sesuatu yang baru pada tahun 2016 dan tercatat sebanyak 30% wisatawan berencana melakukan perjalanan ke Indonesia (Junita, 2015).
Bali merupakan salah satu destinasi tujuan wisatawan baik lokal ataupun mancanegara di Indonesia. Setia (2016) menuliskan berdasarkan situs wisata terbesar di dunia TripAdvisor, Bali ditetapkan menjadi pulau destinasi wisata terbaik di Asia. Sutika (2015) menuliskan kunjungan wisatawan asing ke Bali meningkat dan hal itu tercermin dari kunjungan turis asing selama periode Januari 2015 mencapai 301.618 orang atau meningkat 8,01% dibandingkan Januari 2014. Pada tahun 2016, Sutika (2016) menuliskan dari bulan Januari sampai bulan Agustus 2016 tercatat mencapai 3,19 juta orang atau naik 22,76 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya dorongan wisatawan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia khususnya Pulau Bali.
Dorongan individu untuk melakukan perjalanan akan menimbulkan aktivitas permintaan yang meningkat pada produk jasa pariwisata. Meningkatnya permintaan terhadap produk jasa pariwisata dikarenakan perjalanan yang dilakukan individu membutuhkan dukungan berbagai pihak terkait dengan tujuan perjalanan, misalnya dukungan dari perusahaan perjalanan wisata. Usaha perjalanan wisata salah satu jasa pariwisata yang mengalami peningkatan permintaan dengan adanya tren perjalanan. Usaha perjalanan wisata merupakan perusahaan yang mengurus perjalanan seseorang atau sekelompok orang dengan segala keuntungan dari perjalanan tersebut serta mendapat imbalan jasa dari perusahaan penyedia fasilitas perjalanan antara lain angkutan, akomodasi, dan lainnya atas pelayanannya kepada orang yang melakukan perjalanan (Muljadi dan Warman, 2016).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 10 Tahun 2009, pada Pasal 14 ayat (1) huruf d (dalam Muljadi dan Warman, 2016) menjelaskan bahwa yang dimaksud usaha jasa perjalanan wisata adalah usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Menurut Wardhani, Viverawati, dan Mustafa (2008), biro perjalanan wisata itu sendiri adalah usaha yang bersifat komersial yang mengatur, menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk berwisata, sedangkan agen perjalanan wisata
adalah usaha yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.
Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Bali tahun 2014, jumlah usaha perjalanan wisata di Bali berjumlah sebanyak 365 perusahaan. Hal ini menunjukkan, dengan banyaknya permintaan jasa pariwisata di Bali maka banyak pula pengusaha dan investor mendirikan perusahaan perjalanan wisata di Bali khususnya di Denpasar. Berdasarkan data dari salah satu perusahaan perjalanan di Denpasar, yaitu PT Harum Indah Sari Tours & Travel, terdapat peningkatan permintaan wisatawan asing ke Indonesia dari tahun 2015 sampai bulan Juni 2016 sebanyak 47,98% dan wisatawan lokal ke luar negeri sebanyak 51,7%. Hal ini menunjukkan peningkatan yang cukup besar setiap tahunnya. Denpasar adalah ibu kota Provinsi Bali yang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, dan perekonomian. Suparta (2015) menuliskan Denpasar terletak sebagai jantung Pulau Bali dengan aksesibilitas yang strategis dan peluang investasi yang cukup kondusif.
Sebagai suatu industri, perusahaan perjalanan wisata memiliki sumber daya manusia atau karyawan untuk mencapai tujuan perusahaannya. Karyawan didefinisikan sebagai seseorang yang menjual jasanya mencakup pikiran dan tenaga serta mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu (Hasibuan, 2014). Karyawan perusahaan perjalanan wisata adalah karyawan yang memberikan pikiran dan tenaganya untuk perusahaan perjalanan wisata serta mendapatkan kompensasi dari perusahaan tersebut. Karyawan perusahaan perjalanan wisata dituntut untuk selalu meningkatkan penjualan produk ataupun jasa yang disediakan perusahaan kepada konsumen. Selain itu, ketika musim liburan tiba, karyawan perusahaan perjalanan dituntut untuk bekerja lebih keras karena adanya permintaan wisatawan yang lebih tinggi dari biasanya. Karyawan perusahaan perjalanan wisata tidak jarang harus bekerja lebih lama dari waktu kerjanya dan bisa saja masuk kerja pada hari libur.
Pesatnya perkembangan perusahaan perjalanan wisata saat ini tentunya harus diikuti dengan pengelolaan yang lebih baik dan profesional karena semakin tinggi tingkat persaingan di dunia industri pariwisata, khususnya usaha perjalanan wisata. Perusahaan perlu memiliki karyawan yang loyal dan berkualitas agar tidak kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Salah satu langkah agar karyawan memiliki loyalitas dan kinerja yang tinggi adalah dengan membuat karyawan puas dengan pekerjaannya. Saat karyawan berhasil memenuhi tujuan perusahaan, tentu saja perusahaan akan puas dengan kinerja yang telah diberikan karyawan. Pada saat ini, perusahaan juga perlu mempertimbangkan dan memperhatikan kepuasan kerja dari karyawannya.
Wexley dan Yukl (1984) mendefinisikan kepuasan kerja adalah cara karyawan merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu terhadap
pekerjaan atau pengalaman positif dan menyenangkan dirinya (Wijono, 2012). Robbins (2015) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi dari karakteristi-karakteristiknya. Menurut Hasibuan (2014), kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Handoko (2014) mendefinisikan kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Jex (2002) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan dengan level dari pengaruh positif karyawan terhadap situasi pekerjaan mereka. Secara umum, kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Jex (2002) mengatakan aspek kognitif dari kepuasan kerja ditunjukkan dengan keyakinan karyawan tentang situasi kerjanya, misalnya karyawan percaya bahwa pekerjaannya menarik, menstimulasi, membosankan, menuntut, atau lainnya sedangkan aspek perilaku dari kepuasan kerja ditunjukkan dengan kecenderungan berperilaku terhadap pekerjaan mereka. Tingkat kepuasan kerja dapat dilihat dari fakta bahwa karyawan mencoba kerja secara teratur, kerja keras, dan tetap bermaksud untuk tetap menjadi anggota organisasi dalam waktu yang lama.
Suwatno (2014) mengatakan ketika karyawan memiliki kepuasan kerja, karyawan cenderung jarang absen, memberikan kontribusi positif, dan mau tinggal lebih lama di dalam organisasi. Robbins (2015) menyimpulkan terdapat beberapa dampak dari kepuasan atau ketidakpuasan kerja pada karyawan, yaitu kepuasan kerja berdampak pada kinerja karyawan, kewargaan organisasional pekerja, kepuasan pelanggan, kehadiran karyawan, perputaran karyawan (turnover), dan penyimpangan di tempat kerja.
Robbins (2015) mengatakan karyawan yang bahagia menyebabkan karyawan lebih produktif. Bagi perusahaan, kepuasan kerja karyawan dapat bermanfaat karena karyawan yang puas terhadap pekerjaannya dapat meningkatkan produktivitas, perbaikan sikap, dan tingkah laku. Devi (2009) mendapatkan kepuasan kerja berpengaruh 43,6% terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan ketika kepuasan kerja karyawan meningkat, maka kinerja karyawan juga akan meningkat sebanyak 43,6%.
Hasibuan (2014) mengatakan kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor, yaitu balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat-ringannya pekerjaan, suasana dan lingkungan pekerjaan, peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, dan sifat pekerjaan monoton atau tidak. Luthans (2006) mengatakan terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji, promosi, pengawasan, rekan kerja, dan kondisi kerja.
Jex (2002) mengatakan dalam bukunya kepuasan kerja terdiri dari tiga pendekatan yang umum untuk dapat mengembangkan kepuasan kerja, yaitu karakteristik pekerjaan, proses informasi sosial, dan disposisional. Wexley dan Yukl (1984) mengatakan faktor kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu karakteristik individu, variabel situasional, dan karakteristik pekerjaan. Karakteristik pekerjaan dalam Wexley dan Yukl (1984) terdiri dari kompensasi, supervisi, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, keamanan kerja, dan kesempatan untuk memperoleh perubahan status.
Faktor pertama adalah kompensasi. Suwatno (2014) mengatakan kompensasi mempunyai arti luas, selain terdiri dari gaji dan upah, dapat pula berbentuk fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, pakaian seragam, tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan pangan, dan tunjangan-tunjangan lainnya. Menurut Hasibuan (2014), gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tidak masuk kerja. Penelitian Dhermawan, Sudibya, dan Utama (2012) yang dilakukan di Provinsi Bali menunjukkan kompensasi berpengaruh sebanyak 63,7% terhadap kepuasan kerja.
Faktor kedua adalah supervisi. Luthans (2006) mengatakan pengawasan berkaitan dengan kemampuan pimpinan untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Setiap kegiatan manusia yang dilakukan bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Yukl (2005) mengasumsikan bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi. Penelitian terkait dengan kepuasan kerja karyawan salah satunya dilakukan oleh Baihaqi (2010) yang menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan yang artinya ketika gaya kepemimpinan atasan akan mempengaruhi kepuasan kerja dari karyawan. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada salah satu perusahaan perjalanan wisata di Denpasar, yaitu PT. Harum Indah Sari Tours & Travel menunjukkan bahwa salah satu faktor kepuasan kerja karyawan adalah hubungan antar sesama karyawan, baik dengan atasan atau dengan sesama karyawan. Sebagai contoh, karyawan dari Departemen Reservasi mengatakan tidak merasa puas dengan atasan yang memimpin karena atasan dinilai terlalu otoriter (Auliani, 2015).
Faktor ketiga adalah pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan berkaitan dengan pemberian tugas yang menarik kepada karyawan, pekerjaan yang dapat memberikan kesempatan pada karyawannya, dan kesempatan untuk memberikan tanggung jawab kepada karyawannya (Luthans, 2006).
Pekerjaan merupakan sumber utama kepuasan kerja karyawan, sebagai contoh pada penelitian yang dilakukan oleh Smith (dalam Wijono, 2012) menunjukkan bahwa rasa tidak puas dan bosan dapat ditimbulkan dari pengulangan pekerjaan (monoton). Studi pendahuluan sebelumnya menemukan bahwa karyawan yang bekerja di back office biasanya sering mengeluh jenuh kepada pekerjaannya karena dituntut untuk bekerja dengan pekerjaan yang monoton berbeda dengan karyawan operasional yang lebih sering bertemu langsung dengan tamu ataupun dengan perusahaan-perusahaan lain (Auliani, 2015). Penelitian dari Subyantoro (2009) menunjukkan karakteristik pekerjaan secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja sebanyak 19,3% yang berarti ketika karakteristik pekerjaan meningkat maka kepuasan kerja pun akan meningkat.
Faktor keempat adalah hubungan antar rekan kerja. Rekan kerja bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. Luthans (2006) mengatakan kelompok kerja berkaitan dengan tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan orang lain, sama halnya dengan karyawan yang membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam aktivitas pekerjaannya. Berdasarkan studi pendahuluan, beberapa karyawan baru mengeluh karena adanya senioritas karyawan sehingga merasa hubungan dengan rekan kerja lainnya tidak akan berjalan dengan baik dan dapat mempengaruhi pekerjannya (Auliani, 2015). Hal ini menunjukkan hubungan dengan rekan kerja dapat berkontribusi pada kepuasan kerja yang dimiliki seseorang.
Faktor kelima adalah keamanan kerja. Keamanan kerja berkaitan dengan rasa aman yang didapatkan oleh karyawan dari adanya suasana yang menyenangkan, tidak adanya rasa takut akan sesuatu hal yang tidak pasti, dan tidak ada kekhawatiran akan diberhentikan secara tiba-tiba. Keamanan kerja juga berkaitan dengan kondisi kerja. As’ad (2004) menyebutkan kondisi kerja berkaitan dengan kondisi tempat kerja seperti ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir. Luthans (2006) mengatakan kondisi kerja yang bagus akan memudahkan seseorang menyelesaikan pekerjaan mereka. Menurut Munandar (2001), bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, cahaya yang menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Kondisi ruangan yang pengap dan ventilasi udara tidak ada, penerangan kurang jelas dan udara ruangan panas dapat membuat karyawan mengalami perasaan tidak puas dalam bekerja.
Faktor keenam adalah kesempatan untuk memperoleh perubahan status. Kesempatan untuk mendapat perubahan status berkaitan erat dengan promosi atau kenaikan jabatan. Luthans (2006), promosi merupakan kesempatan karyawan untuk maju dalam organisasi. Kesempatan promosi memiliki
pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja karena promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan. Wijono (2012) mengatakan tidak adanya peluang kenaikan jabatan atau kenaikan tingkat dan kurang adanya kesempatan maju dapat membuat karyawan merasa tidak puas, sehingga timbul perasaan kecewa dan tertekan.
Karyawan yang menganggap keputusan-keputusan promosi dalam perusahaan dibuat secara terbuka dan adil, maka mereka berpeluang meraih kepuasan dalam pekerjaan mereka (Robbins, 2015). Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang sudah dipaparkan, penelitian ini diperlukan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor kepuasan kerja pada karyawan perusahaan perjalanan wisata di Denpasar.
METODE PENELITIAN
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja yang terdiri dari faktor-faktor kepuasan kerja, yaitu kompensasi, supervisi, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, keamanan kerja, dan kesempatan untuk memperoleh perubahan status.
Definisi operasional dari kepuasan kerja adalah suatu perasaan senang atau bangga dari hasil persepsi karyawan yang berkaitan dengan pekerjannya. Semakin tinggi skor kepuasan kerja berarti karyawan memiliki perasaan puas dalam bekerja dan semakin rendah skor kepuasan kerja berarti karyawan memiliki perasaan tidak puas dalam bekerja.
Kepuasan kerja diukur dengan skala psikologis yang disusun berdasarkan teori dari Wexley dan Yukl (1984) yang mencakup faktor-faktor kepuasan kerja, yaitu:
-
1. Kompensasi, yaitu balas jasa berupa gaji dan tunjangan
lainnya yang diberikan perusahaan kepada karyawannya secara adil sesuai dengan kontribusi yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan sehingga karyawan dan perusahaan saling merasa puas.
-
2. Supervisi, yaitu pengawasan yang berkaitan dengan
kemampuan pemimpin dalam membimbing, mengarahkan, mendukung, menilai, dan berkomunikasi dengan bawahannya sehingga karyawan dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
-
3. Pekerjaan itu sendiri, yaitu tugas yang menarik,
menantang, dan memberikan kesempatan kepada karyawan serta menjadi tanggung jawab karyawan kepada perusahaan yang dapat memotivasi dan membuat karyawan merasa puas dalam bekerja.
-
4. Rekan kerja, yaitu karyawan lain yang bekerja sama
dengan seseorang terkait penyelesaian pekerjaan.
-
5. Keamanan kerja, yaitu kondisi kerja yang aman, layak,
nyaman, menyenangkan baik secara psikis maupun psikologis.
-
6. Kesempatan untuk memperoleh perubahan status, yaitu
promosi atau kenaikan jabatan yang memberikan karyawan peluang untuk pengembangan karirnya di dalam organisasi.
Subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perusahaan perjalanan wisata di Denpasar. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. karyawan perusahaan perjalanan wisata, dan
-
b. bekerja lebih dari satu tahun
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah cluster sampling. Metode cluster sampling merupakan salah satu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan metode cluster sampling digunakan untuk menentukan sampel bila sumber data sangat luas (Sugiyono, 2014).
Jumlah skala yang disebar pada saat pengambilan data sebanyak 140 skala dengan total skala yang kembali sebanyak 130 skala dan total skala yang dapat dianalisis sebanyak 118 skala.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu perusahaan perjalanan wisata di Denpasar, yaitu PT. Harum Indah Sari Tours & Travel. Penyebaran skala dilakukan pada 26 Juli sampai dengan 7 Agustus 2016.
Alat ukur
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan skala Kepuasan Kerja yang disusun dengan mengacu pada salah satu faktor kepuasan kerja Wexley dan Yukl (1984), yaitu karakteristik pekerjaan. Skala kepuasan kerja terdiri dari 62 aitem pernyataan positif (favorable) dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan mengeliminasi aitem-aitem yang memiliki skor corrected item-total correlation kurang dari 0,3. Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai cronbach alfa (α) pada program SPSS 17.0 for windows.
Pengujian validitas skala kepuasan kerja dilakukan pada 72 aitem skala kepuasan kerja. Terdapat sepuluh aitem yang memiliki nilai di bawah 0,3 sehingga aitem tersebut digugurkan dan jumlah aitem valid menjadi 62 aitem. Hasil uji validitas skala kepuasan kerja menunjukkan nilai koefisien korelasi aitem total bergerak dari 0,306 sampai 0,727. Hasil uji reliabilitas skala kepuasan kerja menunjukkan koefisien
alfa (α) sebesar 0,958 yang berarti skala kepuasan kerja mampu mencerminkan 95,8% variasi skor murni subjek, sehingga dapat disimpulkan bahwa skala kepuasan kerja layak untuk digunakan sebagai alat ukur tingkat kepuasan kerja.
Teknik analisis data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor eksploratori. Analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2015). Field (2009) mengatakan kegunaan analisis faktor adalah mengeksplorasi yang seharusnya digunakan untuk mengarahkan kepada hipotesis selanjutnya atau untuk memberitahu peneliti tentang pola dalam set.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik subjek
Berdasarkan karakteristik usia, subjek terbanyak berusia dari rentang 35-45 tahun, yaitu sebanyak 49 subjek atau 41,5% dari total subjek. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah subjek laki-laki lebih besar dari pada subjek perempuan, yaitu sebanyak 77 subjek atau 65,3%, sedangkan subjek perempuan sebanyak 41 subjek atau 34,7%. Berdasarkan karakteristik pendidikan, mayoritas subjek berpendidikan S1/S2, yaitu 59 subjek atau 50% dari total subjek. Berdasarkan jabatan, mayoritas subjek menjabat sebagai staff sebanyak 75 subjek atau 63,6% dari total subjek. Deskripsi dan kategori data penelitian
Hasil deskripsi data penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 berikut:
Tabell
________________________________________Deskripsi data penelitian________________________________________
Variabel N ^an Mean Std Deviasi Std Deviasi Sebaran Sebaran
^ Teoretis Empiris Teoretis Empiris Teoretis Empiris
S™ 118 155 183(13 31 222,0 62-24! 132-24!
Tabel 1 menunjukkan kepuasan kerja memiliki rata-rata teoretis sebesar 155 dan rata-rata empiris sebesar 183,03. Nilai rata-rata empiris menunjukkan nilai yang lebih besar dari rata-rata teoretis. Hal ini menunjukkan bahwa subjek memiliki kepuasan kerja yang tinggi.
Uji Analisis faktorMenurut Field (2009), proses uji analisis faktor terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
-
1. Memilih aitem
Tabel 2
Uji KMO dan Bartlett’s Γest I
Nilai KMO 0,73?
Sig.0,000
Uji KMO dan Bartlett’s test dilakukan untuk menentukan aitem yang layak untuk diuji dengan analisis faktor. Pengujian KMO dan Barlett’s test dilakukan tiga kali sampai mendapatkan aitem-aitem yang dapat dianalisis oleh analisis faktor. Hasil uji KMO dan Bartlett’s test menunjukkan nilai KMO sebesar 0,731 atau lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Setelah mendapatkan nilai KMO dan nilai signifikansi, selanjutnya adalah menentukan aitem yang layak untuk dianalisis lebih lanjut dengan melihat nilai korelasi anti-image masing-masing aitem di atas 0,5. Terdapat tujuh aitem yang memiliki nilai korelasi anti-image di bawah 0,5 sehingga hanya 55 aitem yang dapat dianalisa lebih lanjut oleh analisis faktor.
-
2. Ekstraksi faktor
Setelah mendapatkan jumlah aitem yang layak untuk dianalisis lebih lanjut, tahap selanjutnya adalah melakukan ekstraksi faktor untuk mereduksi atau mengelompokkan 55 aitem ke dalam suatu faktor baru yang lebih ringkas. Hasil ekstraksi faktor menunjukkan terbentuk 11 faktor yang memiliki nilai eigen di atas 0,1.
-
3. Rotasi faktor
Rotasi faktor dilakukan untuk memaksimalkan pengelompokan aitem. Rotasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode varimax karena metode ini berusaha memaksimalkan jumlah varians dalam muatan faktor. Field (2009) mengatakan rotasi menggunakan metode varimax dianjurkan untuk analisis yang pertama kali dilakukan karena dapat menghasilkan hasil secara umum dan sederhana dalam menginterpretasikan faktor.
Hasil rotasi menunjukkan terdapat tujuh aitem yang memiliki nilai muatan faktor di bawah 0,5 sehingga aitem tersebut harus dihilangkan. Hasil rotasi juga menunjukkan terdapat satu aitem yang memiliki muatan faktor di atas 0,5 pada beberapa faktor. Aitem tersebut adalah aitem 18 yang memiliki muatan faktor sebesar 0,566 pada faktor 5 dan 0,526 pada faktor 8. Pada kasus ini, dipilih muatan faktor yang lebih besar sehingga aitem 18 masuk pada faktor 5.
-
4. Pengelompokan dan penamaan faktor
Berdasarkan hasil rotasi terdapat tujuh aitem yang tidak valid sehingga hanya 48 aitem yang akan dikelompokan ke dalam faktor. Penamaan faktor ditentukan oleh muatan faktor yang dijelaskan oleh faktor terhadap setiap aitem. Berdasarkan konten pernyataan maka faktor pertama dinamakan kelompok kerja. Terdapat sebelas aitem yang masuk dalam faktor kelompok kerja. Dua aitem diantaranya memiliki konten yang menyimpang dengan konten pernyataan
lainnya, yaitu aitem 24 dan 27 sehingga setelah dilakukan validasi isi, kedua aitem tersebut sebaiknya dihilangkan.
Terdapat enam aitem yang masuk dalam faktor kedua. Berdasarkan konten pernyataan, maka faktor kedua dinamakan kondisi fisik tempat kerja. Pada faktor ketiga terdapat enam aitem dan berdasarkan konten pernyataan, maka faktor ketiga dinamakan kompensasi. Pada faktor keempat terdapat tujuh aitem dan berdasarkan konten pernyataan, maka faktor keempat dinamakan promosi. Pada faktor kelima terdapat lima aitem dan berdasarkan konten pernyataan, maka faktor kelima dinamakan dukungan dari atasan. Pada faktor keenam terdapat tiga aitem dan berdasarkan konten pernyataan, maka faktor keenam dinamakan pekerjaan yang menantang. Pada faktor ketujuh terdapat tiga aitem dan berdasarkan konten pernyataannya, maka faktor ketujuh dinamakan jabatan. Pada faktor kedelapan terdapat tiga aitem dan berdasarkan konten pernyataannya, maka faktor kedelapan dinamakan gaya kepemimpinan. Pada faktor kesembilan terdapat dua aitem yang berdasarkan konten pernyataannya dinamakan disiplin kerja.
Faktor yang terbentuk berdasarkan hasil ekstraksi faktor dan melalui rotasi varimax berjumlah 11 faktor. Pada faktor kesepuluh dan kesebelas hanya terdapat satu aitem. Faktor sepuluh dan faktor sebelas dianggap tidak valid untuk dijadikan suatu skala penelitian sehingga perlu dihilangkan karena hanya memiliki satu aitem di dalamnya. Berdasarkan hasil validasi isi terhadap faktor-faktor yang telah terbentuk, maka faktor kesepuluh dan kesebelas harus dihilangkan karena hanya terdiri dari satu aitem. Oleh karena itu, faktor yang terbentuk setelah dilakukan rotasi dan validasi isi sebanyak sembilan faktor.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Analisis faktor digunakan dalam proses menganalisis data untuk mencapai tujuan penelitian sehingga didapatkan sembilan faktor-faktor kepuasan kerja secara empiris pada karyawan perusahan perjalanan di Denpasar, yaitu kelompok kerja, kondisi fisik tempat kerja, kompensasi, promosi, dukungan dari atasan, pekerjaan yang menantang, jabatan, gaya pimpinan dalam memimpin, dan disiplin kerja.
Faktor kelompok kerja merupakan faktor pertama yang lebih dominan dari faktor-faktor lainnya. Hal ini dibuktikan berdasarkan nilai eigen sebesar 16,708 dan nilai varian sebesar 30,38% dari total varian. Hasil tersebut menunjukkan kelompok kerja memberi pengaruh cukup besar dalam kepuasan kerja karyawan. Rekan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Luthans
(2006) mengatakan sifat alami dari kelompok kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja. Kelompok kerja, terutama tim yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada anggota individu. Luthans (2006) juga mengatakan bahwa kelompok kerja berkaitan dengan tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Dalam penelitian Abdullah (2010) dihasilkan kesimpulan bahwa rekan kerja yang dapat bekerjasama dengan baik dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang sebanyak 95%. Munandar (2001) menyatakan bahwa hubungan yang ada antarkaryawan adalah hubungan ketergantungan pihak yang bercorak fungsional. Munandar (2001) juga mengatakan kepuasan kerja yang ada timbul karena karyawan berada dalam satu ruangan kerja, sehingga dapat sailing berbicara dan di dalam kelompok kerja dimana para karyawan harus bekerja secara tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi, dan mempunyai dampak terhadap motivasi kerja mereka.
Faktor kedua adalah kondisi fisik tempat kerja. Faktor ini sesuai dengan faktor yang dikemukakan Munandar (2001) bahwa kondisi kerja yang menunjang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Munandar (2001) mengatakan bahwa bekerja dalam ruangan yang sempit, panas, penerangan yang tidak sesuai, kondisi kerja yang tidak menyenangkan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Kondisi fisik tempat kerja mencakup setiap hal dari fasilitas parkir, lokasi gedung, rancangan gedung, jumlah cahaya, sampai suara di ruang kerja. Menurut Gilmer (dalam As’ad, 2004) mengatakan salah keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja. Selain itu, kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkirpun menjadi faktor pendukung dalam mempengaruhi kepuasan kerja.
Faktor ketiga adalah faktor kompensasi. Wexley dan Yukl (1984), faktor kompensasi berkaitan dengan kompensasi yang diterima karyawan dari perusahaan, yaitu rasa puas karyawan terhadap kompensasi yang diterimanya dan keadilan perusahaan dalam memberikan kompensasi sesuai dengan kontribusi yang diberikan karyawan kepada perusahaan. Wijono (2012) mengatakan bahwa apabila individu merasa bahwa dirinya tidak memperoleh manfaat dalam pekerjaan yang dikerjakan dan ditambah dengan jumlah gaji yang diperolehnya masih dirasakan kurang memadai, maka dia akan mengalami perasaan tidak puas.
Zainal, Ramly, Mutis, dan Arafah (2014) mengatakan bahwa kompensasi terdiri dari dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non-finansial. Kompensasi finansial meliputi kompensasi tidak langsung dan langsung. Kompensasi langsung terdiri dari pembayaran karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, atau komisi. Sedangkan kompensasi tidak lansung terdiri dari semua pembayaran yang
tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung, misalnya liburan dan asuransi. Kompensasi non-finansial seperti adanya rasa aman pada jabatannya, adanya peluang promosi, pengakuan karya, dan lain-lain. Luthans (2006) juga mengatakan bahwa karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi karyawan terhadap perusahaan. Robbins (2015) mengatakan bahwa karyawan menginginkan pembayaran yang mereka anggap adil, tidak bermakna ganda, dan sesuai dengan harapan mereka. Ketika gaji dipandang adil berdasarkan tuntutan pekerjaan, level keterampilan individu, dan standar pembayaran komunitas, maka akan muncul rasa puas dari karyawan itu sendiri.
Faktor keempat adalah promosi. Faktor ini berkaitan dengan kesempatan yang karyawan miliki dalam perusahaan untuk mengembangkan diri, jenjang karir, dan aturan atau kebijakan yang jelas terkait dengan kenaikan jabatan seseorang. Zainal, dkk (2014) mengatakan promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab, dan levelnya. Wijono (2012) mengatakan kebijakan organisasi yang berkaitan dengan penilaian prestasi yang kurang sesuai dapat membuat individu mengalami ketidakpuasan dalam bekerja. Seperti halnya juga tidak adanya peluang untuk kenaikan jabatan dan kurang adanya kesempatan untuk maju dapat membuat individu merasa tidak puas, sehingga menimbulkan perasaan kecewa dan tertekan. Promosi menurut Hasibuan (2014) adalah perpindahan yang memperbesar wewenang dan tanggung jawab karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilannya semakin besar. Hasibuan (2014) mengatakan bahwa promosi memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-natikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi.
Faktor kelima adalah dukungan dari atasan. Faktor ini membentuk faktor yang lebih mengerucut kepada dukungan yang diberikan atasan kepada karyawannya. Dukungan dari atasan ini meliputi dukungan fungsional maupun dukungan psikologis. Pada faktor ini aitem-aitem yang berkumpul spesifik menjelaskan dukungan yang atasan berikan, seperti bantuan saat mengalami kesulitan dan motivasi atasan kepada bawahaannya untuk bekerja dengan baik. Dukungan fungsional dalam faktor ini adalah memberikan bantuan dan umpan balik dari atasan terhadap pekerjaan yang kita lakukan, sedangkan dukungan psikologis yang diberikan adalah pemberian motivasi dan peduli terhadap masalah yang dialami karyawan diluar masalah pekerjaan. Locke (dalam Munandar, 2001) membagi dua jenis hubungan atasan-bawahan, salah satunya adalah hubungan fungsional. Hubungan fungsional
disini menunjukkan sejauh mana atasan membantu bawahannya, untuk memuaskan nilai-nilai yang penting bagi bawahannya.
Wexley dan Yukl (1984) menyatakan bahwa karyawan dapat memperoleh kepuasan kerja ketika atasan menunjukkan sikap penuh perhatian dan memberikan dukungan. Luthans (2006) mengatakan terdapat dua dimensi gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kepuasan kerja, salah satunya adalah pemimpin yang berpusat pada karyawan. Dalam dimensi ini, atasan menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawannya. Hal ini ditunjukkan dengan cara seperti menilai seberapa baik kerja karyawan, memberikan nasihat dan bantuan pada karyawan, dan berkomunikasi dengan bawahan secara personal maupun dalam konteks pekerjaan.
Faktor keenam yaitu pekerjaan yang menantang. Pekerjaan yang menantang meliputi pekerjaan yang dapat mengasah keterampilan karyawan, pekerjaan yang memberikan kesempatan karyawan untuk mengembangkan ide, serta pengalaman dan pengetahuan baru sehingga pekerjaan yang dikerjakan tidak monoton. Hal-hal spesifik tersebut membuat pekerjaan yang dilakukan karyawan menjadi menyenangkan dan lebih menarik. Munandar (2001) keragaman pekerjaan dan keterampilan dalam bekerja diperlukan agar pekerjaaan tidak membosankan dan membuat karyawan puas terhadap pekerjaannya. Terdapat lima ciri yang memperlihatkan kaitan pekerjaan dengan kepuasan kerja, diantaranya adalah keragaman keterampilan dan otonomi. Semakin banyak ragam keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan, maka pekerjaan akan semakin menyenangkan atau menarik. Selain itu, pekerjaan yang memberikan kebebasan dan adanya peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan rasa kepuasan kerja.
Faktor ketujuh yaitu faktor jabatan. Faktor ini meliputi aitem-aitem menunjukkan kesesuaian jabatannya dengan kemampuan yang dimiliki, adanya rasa puas terhadap posisi yang ditempati saat ini, selain itu juga ada peluang untuk maju dalam pekerjaannya saat ini. Jabatan sendiri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara seperti keterampilan dan keahlian, jangka waktu latihan, jumlah tanggung jawab sosial. Penelitian dari Gurin, Veroff, dan Feld (dalam Wijono, 2012) menemukan bahwa individu yang mempunyai jabatan yang tinggi memperoleh kepuasan kerja yang lebih tingi karena egonya terpuaskan dibandingkan dengan individu yang memegang jabatan yang lebih rendah. Selain itu, menurut Hasibuan (2014) kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh faktor penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
Faktor kedelapan adalah gaya kepemimpinan. Lebih spesifik lagi adalah pemimpin yang adil dalam memimpin bawahannya. Adil yang dimaksud dalam faktor ini contohnya pemimpin mau menerima kritik dan saran dari bawahannya. Pemimpin juga adil terhadap bawahannya dan bawahan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai hal.
Wexley dan Yukl (1984) mengatakan bahwa banyaknya karyawan dalam berpartisipasi akan suatu pekerjaan dapat mempengaruhi kepuasan mereka terhadap atasannya. Akan tetapi, kepuasan karyawan tersebut juga tergantung seberapa ingin mereka berpartisipasi. Suwatno (2014) mengatakan bahwa terdapat beberapa metode kepemimpinan, salah satunya adalah dengan peka terhadap saran-saran. Sifat pemimpin harus luwes dan terbuka, dan peka pada saran-saran eksternal yang positif sifatnya. Pemimpin sebaiknya menghargai pendapat orang lain. Selain itu, Luthans (2006) mengatakan bahwa terdapat dua dimensi gaya pengawasan atau kepemimpinan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Salah satunya adalah partisipasi yang mana memungkinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Dalam banyak kasus, cara ini menghasilkan kepuasan kerja yang lebih tinggi.
Faktor kesembilan adalah disiplin kerja. Faktor ini menggabungkan aitem-aitem yang berkaitan dengan kedisiplinan dari karyawannya, misalnya dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, sesuai dengan standar operasional, dan keselamatan dari karyawan itu sendiri dalam bekerja. Zainal, dkk (2014) menyebutkan bahwa disiplin kerja mencerminkan besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugas yang diberikan diberikan kepadanya. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan perusahaan untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Zainal dkk, 2014). Terkait dengan kedisiplinan kerja ini, beberapa karyawan terbiasa datang terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidak sopan ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Beberapa contoh perilaku yang sudah sebutkan itulah yang perlu diperbaiki oleh karyawan. Zainal, dkk (2014) juga menyebutkan dalam mengelola disiplin kerja diperlukan adanya standar disiplin yang digunakan untuk menentukan bahwa karyawan telah diperlakukan secara wajar. Setiap karyawan perlu memahami kebijakan perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode analisis faktor eksploratori, terdapat sembilan faktor kepuasan kerja pada karyawan perusahaan perjalan wisata di Denpasar. Faktor-faktor tersebut adalah kelompok kerja, kondisi fisik tempat kerja, kompensasi, promosi, dukungan dari atasan, pekerjaan yang menantang, jabatan, gaya kepemimpinan, dan disiplin kerja.
Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan, maka dapat diberikan saran untuk perusahaan, yaitu diharapkan perusahaan dapat melakukan evaluasi kembali mengenai
kebijakan-kebijakan perusahaan yang ada terkait dengan faktor-faktor yang terbentuk dalam penelitian ini serta perusahaan diharapkan lebih peka terhadap kepuasan kerja karyawannya dan hal ini dapat dilakukan mengukuran kepuasan kerja secara periodik kepada karyawannya. Perusahaan juga diharapkan dapat mengadakan kegiatan-kegiatan maupun pelatihan yang mampu menunjang keakraban antar sesama karyawan dan dengan atasannya, serta pelatihan-pelatihan lain, seperti pelatihan bahasa atau
pelatihan berkomunikasi yang dapat mengembangkan
kemampuan karyawan sehingga menunjang peningkatan
kepuasan kerja karyawan.
Saran lain yang dapat diberikan adalah untuk peneliti selanjutnya, yaitu peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menggunakan karakteristik subjek yang lebih spesifik misalnya menetapkan usia dari subjek, asal subjek, status pernikahan subjek, jenis kelamin subjek, jabatan subjek, atau tingkat pendidikan subjek agar dapat gambaran lebih khusus terkait kepuasan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, M. (2004). Psikologi industri. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Baihaqi, M. F. (2010). Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja dengan komitmen organisasi sebagai variabel intervening (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Devi, E. K. D. (2009). Analisis pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasional sebagai variabel intervening (Studi pada karyawan outsourcing PT. Semeru Karya Buana Semarang) (Tesis tidak dipublikasikan). Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Dhermawan, A. A. N. B., Sudibya, I. G. A., dan Utama, I. W. M. (2012). Pengaruh motivasi, lingkungan kerja, kompentensi, dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai di lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan, 6(2), 173-184.
Field, A. (2009). Discovering statistic using SPSS. London: Sage Publications Ltd.
Handoko, T. H. (2014). Manajemen personalia & sumberdaya manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hasibuan, M. (2014). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Jex, S. (2002). Organization psychology. New York: John Wiley & Sons.
Junita. (Desember, 2015). Tren perjalanan 2016: Destinasi, karakter, dana. Bisnis Indonesia. Diakses pada
http://traveling.bisnis.com/read/20151219/85/503366/tren-perjalanan-2016-destinasi-karakter-dana
Luthans, F. (2006). Perilaku organisasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Muljadi, A. J. dan Warman, A. (2009). Kepariwisataan dan perjalanan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Robbins, S. (2015). Psikologi organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Santoso, S. (2015). Menguasai statistik multivariat (Konsep dasar dan aplikasi dengan SPSS). Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Setia, U. K. (April, 2016). Bali ditetapkan jadi pulau destinasi wisata terbaik di Asia. Liputan 6. Diakses pada http://lifestyle.liputan6.com/read/2490758/bali-ditetapkan-jadi-pulau-destinasi-wisata-terbaik-di-asia
Subyantoro, A. (2009). Karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, karakteristik organisasi, dan kepuasan kerja pengurus yang dimediasi oleh motivasi kerja (Studi pada pengurus KUD di Kabupaten Sleman). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 11(1), 11-19.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suparta. (2015, Maret). Disparda Denpasar promosi pariwisata ke Bandung. ANTARA Bali. Diakses pada
http://bali.antaranews.com/berita/69187/disparda-denpasar-promosi-pariwisata-ke-bandung
Sutika. (2015, Februari). Kunjungan wisatawan asing ke Bali meningkat. ANTARA News. Diakses pada
http://www.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan-asing-ke-bali-meningkat
Sutika. (2016, Oktober). Kunjungan wisman ke Bali melonjak. ANTARA News. Diakses pada
http://www.antaranews.com/berita/589318/kunjungan-wisman-ke-bali-melonjak
Suwatno. (2014). Manajemen SDM dalam organisasi publik dan sains. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Wardhani, Viverawati, & Mustafa. (2008). Usaha jasa pariwisata. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.
Wexley & Yukl. (1984). Organizational behavior and personnel psychology. Illinois: Richard D. Irwin, Inc.
Wijono, S. (2012). Psikologi industri & organisasi dalam suatu bidang gerak psikologi sumber daya manusia. Jakarta: Kencana.
Yukl, G. (2005). Kepemimpinan dalam organisasi. Jakarta: Indeks.
Zainal, V. R., Ramly, M., Mutis, T., & Arafah, W. (2014).
Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan (Dari teori ke praktik). Jakarta: Rajawali Pers.
434
Discussion and feedback